
PROLOG :
***
Di dalam suatu hubungan, tidak pernah ada kata “BAIK-BAIK SAJA”. Bahkan didalam perjalanannya, akan selalu ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Kita tidak pernah tau, kapan kita salah dalam berucap atau salah dalam perbuatan.
SELAMAT MEMBACA.
PART 1 : Chat
***
“Hai, apa kabar?”
“Masih inget aku, gak?”
Itu adalah teks yang kuketik di layar Blackberry-ku, saat pertama kali mengirim pesan kepada Naura. Pesan itu aku kirimkan, setelah beberapa kali kutulis lalu kuhapus kembali. Pada akhirnya, aku tetap mengiriminya sebuah pesan, walau sedikit pesimis akan mendapat jawaban dari Naura.
Itu terjadi pada tahun 2010, aku dan Naura memang pernah bertemu, lebih tepatnya kami pernah satu sekolah, hanya saja mungkin waktu itu Naura yang tidak pernah menganggap keberadaanku. Naura anak yang lumayan populer di angkatannya, sedangkan aku hanya anak biasa saja, tidak ada prestasi yang bisa dibanggakan waktu itu.
“Ini siapa, sepertinya wajahmu sangat familiar?”
“Apa kita pernah bertemu sebelumnya?”
Balasan chat dari Naura membuyarkan lamunanku. Ternyata chat yang baru saja kukirim direspon cepat oleh Naura, sungguh tidak kusangka. Sejenak kemudian mataku tertuju pada layar Blackberry-ku, terlihat dia seperti sedang mengetik kembali. Karena aku tak ingin merusak momen, aku masih menunggu respon selanjutnya dari Naura.
“Sepertinya, aku kenal. Kamu Ari kan?” jawab Naura.
Yes!!!
Tentu saja aku senang, ternyata dia mengenalku. Aku yang terlalu pesimis terhadap Naura.
“Kukira kamu udah gak kenal aku lagi, Ra.” kilahku.
“Hey, rata-rata anak angkatan kita aku masih ingat loh, tapi gak banyak.” jawab Naura lagi.
“Kamu apa kabar, Ra?” tanyaku singkat
“Kabarku baik, gimana dengan kamu?, ada apa nih tiba-tiba chat aku?”
“Ga ada, tadi sih cuma scroll-scroll kontak di hapeku, eh ketemu nomer kamu. Kukira nomermu sudah gak aktif lagi, ternyata aku salah hahaha…” jawabku mencairkan suasana.
“By the way, kamu lagi sibuk apa ni, Ra?”
“Hari-hariku cuma sibuk kerja, kerja dan kerja.”
Malam itu, menjadi awal yang baik buat hubunganku dengan Naura. Memang itu yang sebenarnya menjadi tujuan awal aku menghubunginya, ada rasa ingin memiliki hati Naura, tapi itu sudah lama sekali. Bahkan menurutku, rasa itu hampir saja punah, karena kutau mengharapkan Naura pada waktu jaman sekolah dulu, itu sungguh tidak mungkin terjadi.
Singkat cerita, hari-hari berikutnya membuat kami semakin dekat. Tak ada hari yang terlewatkan tanpa bertukar kabar. Memang pada saat itu kami masih belum sempat bertemu satu sama lain lagi, dikarenakan waktu yang tidak memihak. Kami sama-sama pekerja, kami hanya saling tanya lewat aplikasi chat atau telepon, tidak lebih.
Hal yang sangat disayangkan waktu itu adalah, aku masih mempunyai Kekasih. Bahkan kenyataannya, Naura pun tahu tentang hubunganku dengan wanita ini. Karena Naura memanglah wanita yang aku idamkan selama ini, sehingga hal itu yang membuatku harus jujur dengan kondisi yang aku jalani saat ini.
Pada awalnya, Naura tak mempermasalahkannya, tapi ternyata hubungan ini membuat Naura menjadi gerah, ia pun butuh diakui sebagai seorang kekasih. Ia ingin aku berada disampingnya kapanpun ia mau. Hingga akhirnya hari yang aku takutkan itu datang. Naura menegaskan keinginannya.
“Sampai kapan kita kaya gini terus, Ri?” tanya Naura melalui pesan masuk di ponselku.
“Beri aku waktu, Ra. Dalam waktu dekat, akan aku akhiri hubunganku dengan wanita itu.” jawabku.
“Jika memang, kau masih sayang dengan wanita itu, lanjutkanlah. Aku tak bisa meneruskan hubungan ini.” ujar Naura.
“Gak gitu, Ra. Aku sayang sama kamu, aku juga gak mau kehilangan kamu.” ucapku penuh harap.
“Sekarang, pilih aku atau wanita itu?!” tegas Naura.
Aku bingung dan tak tahu harus menjawab apa, malam itu pertanyaan Naura tidak kugubris lagi, karena akupun tak tahu cara mengakhiri hubungan dengan kekasihku saat ini. Pertanyaan malam itu, menjadi pertanyaan terakhir dari Naura. Aku tahu Naura sangat marah dan kecewa kepadaku, karena aku yang tak kunjung memberi jawaban padanya, aku memanglah pengecut.
Hari pun terus berlanjut, ada rasa sesal di dalam hatiku, kenapa aku tidak berusaha mempertahankan Naura, padahal pintu kesempatan telah terbuka besar pada saat itu. Sejak saat itu, kabar dari Naura pun tidak lagi terdengar, ia benar-benar menghilang dari kehidupanku.
“Suatu hari nanti, kita pasti akan bertemu lagi, Ra. Aku janji.” ucapku dalam hati.
----
KANTOR
“Hey, ini kenapa laporan kamu makin hari makin ga bener?, akhir-akhir ini saya liat hasil kerja kamu menurun, kamu ada masalah apa?” Bentak atasanku.
“Maaf, Pak. Itu memang kesalahan saya, Mohon maaf kalau hasilnya tidak sesuai dengan apa yang Bapak harapkan.”
“Bukan begitu caranya kerja, Ri. Kamu harus fokus dong sama pencapaian kamu, kamu punya target, ya dikejar!” Ujar Atasanku dengan mimik wajah yang marah.
Memang benar adanya, sejak kejadian itu, entah kenapa fikiranku selalu tertuju pada Naura. Ada rasa bersalah yang begitu besar, karena tidak bisa mempertahankan Naura.
“Kalau kamu kek gini terus, saya ga bisa jamin untuk mempertahankan keberadaan kamu diperusahaan ini.”
“Saya juga gak mau merepotkan Bapak karena kinerja saya yang menurun, untuk saat ini mungkin saya ingin mengundurkan diri saja, Pak.” Ucapku datar.
“Baiklah, kalo memang itu keputusan kamu. Hari ini saya akan urus semua sisa gaji kamu. Setelah keluarnya kamu dari sini, kamu harus lebih baik lagi dari hari ini ya.”
Hari itu, setelah mengundurkan diri dari tempat kerjaku, aku pulang dengan wajah kosong. Rasanya hampa sekali, sepanjang jalan fikiranku menerawang jauh, teringat akan sosok Naura. Mengapa sosok ini selalu menghantui fikiranku. Arrrgghh !!!
(Bersambung)
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
