Time Travel: Perjalanan Nusantara (Bab 1-6)

17
6
Deskripsi

Di tengah era modern Indonesia tahun 2023, seorang ilmuwan muda bernama Arman, bersama tim arkeologinya, menemukan sebuah artefak kuno di sebuah candi di Jawa Tengah yang disebut "Kompas Waktu". Dalam tiga bab awal cerita, mereka menemukan petunjuk yang mengarah ke ruangan tersembunyi dalam candi.

Dalam episode pertama, setelah Arman menyelidiki artefak tersebut, ia menemukan bahwa Kompas Waktu memungkinkan perjalanan waktu. Ia mencoba kembali ke tahun 1965, dan tanpa sengaja menyelamatkan seorang...

I. Ekspedisi Candi Terlupakan

Hari itu cerah ketika Arman, Sari, dan Bima tiba di lokasi candi yang tersembunyi di tengah hutan lebat Jawa Tengah. Meski terletak di wilayah yang kurang dikenal, Arman merasa ada sesuatu yang spesial tentang candi ini. Sesuatu yang belum pernah ditemukan sebelumnya.

Dengan membawa perlengkapan eksplorasi, ketiganya memulai perjalanan mereka memasuki candi. Dinding candi yang tertutup lumut dan pepohonan menunjukkan bahwa candi ini telah ditinggalkan selama ratusan tahun.

"Menurut catatan sejarah yang saya baca, candi ini dibangun pada masa kerajaan Mataram Kuno," ujar Sari sambil memperhatikan relief yang ada di dinding candi.

Bima, dengan keahliannya dalam geologi, memperhatikan struktur batuan candi. "Batu ini bukan dari daerah ini," katanya dengan serius. "Ini seperti batuan vulkanik. Mungkin dari Gunung Merapi."

Arman yang selalu antusias dengan misteri, segera menemukan serangkaian simbol yang terpahat di salah satu sudut candi. "Ini mirip dengan petunjuk," katanya sambil menunjuk ke simbol tersebut.

Sari mendekati simbol tersebut dan mencoba menerjemahkannya. "Ini adalah petunjuk ke ruangan rahasia. Sebuah tempat yang menyimpan sesuatu yang sangat berharga bagi kerajaan."

Mengikuti petunjuk yang ada, mereka menemukan sebuah pintu batu besar yang tertutup rapat. Dengan bantuan alat, mereka berhasil membukanya. Di balik pintu tersebut, mereka menemukan ruangan yang penuh dengan artefak kuno, tapi yang paling menonjol adalah sebuah prasasti dengan tulisan kuno yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

"Prasasti ini...," Sari mengambil napas dalam-dalam. "Ini menceritakan tentang legenda Kompas Waktu. Sebuah artefak yang dapat memindahkan pemiliknya ke masa lalu atau masa depan."

Arman, dengan mata berbinar, berkata, "Ini bisa menjadi temuan terbesar dalam sejarah arkeologi Indonesia!"

Namun, Bima mengingatkan, "Kita harus berhati-hati. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi jika kita mengganggu artefak ini."

Mereka memutuskan untuk mendokumentasikan temuan mereka dan berencana untuk kembali dengan tim yang lebih besar. Namun, rasa ingin tahu Arman membuatnya tanpa sengaja menyentuh prasasti tersebut, memulai sebuah perjalanan yang akan mengubah hidup mereka selamanya.

Di suatu tempat di bawah kerlap-kerlip bintang malam, seorang pemuda berdiri dengan gagah. Nama pemuda tersebut adalah Arya. Ia tengah memainkan jurus-jurus silat dengan penuh ketekunan, keringat mengalir deras membasahi kain seragamnya yang telah lusuh oleh waktu dan pertarungan.

Mereka masuk ke ruangan yang diterangi oleh cahaya redup yang menembus celah-celah batu candi. Di tengah ruangan, berdiri sebuah meja batu berukir rinci. Di atasnya terbaring sebuah objek berbentuk kompas dengan permukaan yang bersinar, berkilauan dengan aneka warna seperti opal. Tak seperti kompas pada umumnya, jarumnya bukan menunjuk ke arah utara, melainkan berputar perlahan ke berbagai arah.

Sari mendekat dengan hati-hati, matanya memandang kompas dengan penghormatan dan rasa ingin tahu. "Kompas Waktu," bisiknya. "Legenda mengatakan bahwa ini adalah kunci untuk melintasi ruang dan waktu."

Bima, dengan keahliannya dalam geologi, memeriksa bahan dari kompas tersebut. "Material ini... tak seperti apapun yang pernah saya lihat. Ini bukan mineral biasa," katanya dengan nada kagum.

Arman memperhatikan detail kompas dengan cermat, "Tatapan jarumnya terasa... hidup. Seolah-olah dia merespons kehadiran kita."

Sari mulai menceritakan, "Legenda Nusantara mengatakan bahwa Kompas Waktu dibuat oleh seorang pendeta sakti yang ingin mengatasi hukum alam dan waktu. Dengan ini, dia bisa kembali ke masa lalu untuk memperbaiki kesalahan atau melihat masa depan untuk mendapatkan petunjuk. Namun, kekuatan ini datang dengan harga. Sang pendeta akhirnya terperangkap di antara dimensi waktu, selamanya menjadi penjaga waktu."

Arman, dengan rasa ingin tahu yang mendalam, bertanya, "Jadi, apakah kita bisa menggunakan kompas ini?"

Sebelum Sari bisa menjawab, ruangan tersebut mulai bergetar, dan kompas itu memancarkan cahaya biru yang menyilaukan. Ketiganya merasa tertarik untuk menyentuhnya. Tanpa mereka sadari, sebuah perjalanan baru, yang jauh lebih kompleks dari ekspedisi arkeologi, baru saja dimulai.

2. Penelitian Pertama

Sejak ditemukan dalam candi tersembunyi, Kompas Waktu telah menjadi sebuah misteri yang memikat bagi Arman. Objek ini tidak hanya sekadar benda mati, melainkan kunci potensial untuk memahami segmen tak terungkap dari sejarah. Laboratorium penelitian yang terletak di pusat kota Jakarta telah diubah menjadi pusat penelitian khusus yang didedikasikan untuk mengungkap rahasia tersembunyi yang terkandung dalam artefak kuno ini. Dalam ruangan yang penuh dengan peralatan canggih dan teknologi mutakhir, keberadaan kompas berusia ratusan tahun tersebut menciptakan kontras yang mencolok.

Dengan pandangan serius, Arman duduk di depan meja penelitian, memegang kompas dengan penuh kehati-hatian. Ia merasa betapa objek ini memiliki arti yang mendalam dan melampaui apa yang bisa dilihat secara fisik. "Ini jauh lebih kompleks daripada sekadar instrumen penunjuk arah," ujarnya dengan suara rendah, seolah sedang berbicara dengan entitas yang lebih tinggi.

Sari, seorang ahli sejarah dan antropologi, sedang tenggelam dalam catatan-catatan kuno yang tersebar di meja di sebelahnya. Dia mengangkat pandangannya sejenak dan berkomentar, "Menurut legenda, kompas ini memiliki kemampuan untuk membuka jendela menuju masa lalu atau bahkan masa depan. Tetapi tentu saja, ini hanyalah cerita legendaris yang sering muncul dalam mitos dan cerita rakyat."

Bima, yang sedang sibuk menyiapkan alat-alat pemindaian mutakhir, bergabung dalam percakapan, "Kita tidak perlu berspekulasi lebih jauh. Kita akan segera mendapatkan jawabannya." Tanpa menunggu lebih lama, ia memulai proses pemindaian pada kompas tersebut. Layar di depannya segera berkedip-kedip, menampilkan gambaran yang tak terduga.

Gambar-gambar dan data-data yang terpampang di layar merupakan susunan mineral yang benar-benar asing bagi semua anggota tim. Struktur yang tidak pernah dilihat sebelumnya, mengisyaratkan bahwa kompas ini tidak hanya benda mati, melainkan mengandung unsur-unsur yang jauh lebih mendalam dan kompleks daripada yang pernah mereka bayangkan. Dalam keheningan lab penelitian, tiga individu ini merasa diri mereka berada di ambang penemuan yang akan mengguncang dasar pemahaman mereka tentang waktu, sejarah, dan alam semesta itu sendiri.

Sebagai ilmuwan yang berdedikasi, Arman sangat mengerti betapa pentingnya pendekatan yang penuh keraguan dalam menjelajahi fenomena yang belum terpecahkan. Namun, semakin dalam Arman membenamkan dirinya dalam penelitian tentang kompas tersebut, semakin kuat keyakinannya tumbuh bahwa ini bukanlah sekadar objek biasa yang dapat diabaikan begitu saja.

Setelah melalui serangkaian eksperimen yang intensif, tim ilmuwan tersebut akhirnya berhasil mengungkap fakta menarik. Kompas yang selama ini menjadi bahan penelitian mereka ternyata bereaksi secara khusus terhadap impuls listrik. Kini, saat diberikan rangsangan, jarum kompas tidak lagi bergerak dengan pola biasa. Sebaliknya, ia mulai berputar dengan kecepatan yang luar biasa, seolah-olah menciptakan sebuah pintu ajaib yang menghubungkan dimensi lain.

Dengan langkah penuh kewaspadaan, Arman mendekatkan tangannya ke portal yang terbentuk dari putaran jarum kompas. Detik-detik spanjang waktu terasa seperti berjalan sangat lambat, seolah-olah alam semesta memegang napas. Akhirnya, ujung jari Arman menyentuh permukaan portal tersebut. Kontak pertama itu mengirimkan sensasi dingin yang tak terlupakan ke dalam jari-jarinya, seakan menyentuh dunia yang sama sekali berbeda. Saat dia perlahan-lahan menarik tangannya kembali, ujung jarinya terasa basah. Dengan wajah penuh kekaguman dan kebingungan, Arman mengucapkan, "Ini... ini air laut."

Tidak puas dengan penemuan luar biasa tersebut, mereka berani mengambil langkah lebih jauh. Berbagai objek dimasukkan ke dalam portal yang misterius ini. Namun, apa yang mereka temukan begitu menggemparkan. Saat benda-benda itu ditarik kembali dari dalam portal, mereka terlihat sudah berumur, layaknya telah melalui perjalanan panjang melintasi ruang dan waktu dalam hitungan detik. Fenomena ini melampaui batas pemahaman ilmu pengetahuan yang ada, membawa mereka pada pertanyaan lebih dalam tentang esensi waktu dan dimensi.

Dalam perjalanan eksplorasi yang dipenuhi dengan kebingungan dan keajaiban, Arman dan timnya merasa semakin yakin bahwa kompas tersebut adalah kunci menuju pemahaman baru tentang alam semesta yang begitu kompleks dan misterius. Keberanian mereka untuk mengejar kebenaran di balik portal ini menjadi saksi perjuangan manusia dalam meretas batasan-batasan yang selama ini dianggap tak terlewati.

Arman, dengan mata berbinar, berkata, "Kita mungkin memegang kunci untuk perjalanan waktu."

Sari tampak ragu, "Kita harus berhati-hati. Kita tidak tahu apa yang bisa terjadi."

Bima menambahkan, "Betul. Ada alasan artefak ini tersembunyi. Kita mungkin tidak siap untuk kekuatan seperti ini."

Arman mengangguk, "Tapi kita memiliki tanggung jawab untuk mengetahuinya. Kita akan melanjutkan dengan hati-hati."

Bab ini menetapkan tahap untuk penemuan besar tentang Kompas Waktu dan menekankan pentingnya pendekatan ilmiah dan berhati-hati terhadap objek misterius.

3. Langkah Awal ke 1965

Arman dan Sari berdiri di lab, memandangi Kompas Waktu yang kini telah dihubungkan dengan beberapa peralatan tambahan. Bima memilih untuk tidak ikut serta dalam eksperimen awal, merasa bahwa risikonya terlalu besar. Namun, sebagai ahli sejarah, Sari merasa bahwa ini adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan.

Arman berkata, "Kita akan mencoba kembali ke tanggal 30 September 1965. Tapi kita hanya akan menjadi pengamat. Kita tidak boleh berinteraksi dengan siapa pun atau mengubah apapun."

Sari mengangguk setuju, "Sejarah adalah guru kita. Kita hanya di sini untuk belajar, bukan mengubah."

Dengan hati-hati, Arman mengatur kompas untuk tanggal yang diinginkan. Setelah memeriksa semua parameter, ia memberikan isyarat pada Sari untuk bergabung dengannya di sekitar kompas. Mereka berpegangan tangan, dan Arman memberikan impuls listrik ke kompas.

Seketika, suasana di sekitar mereka berubah dengan dramatis. Dari suasana dingin ruangan ber-AC di Jakarta tahun 2023, mereka tiba-tiba merasakan hembusan udara panas dan kering yang khas dari Jakarta tahun 1965. Langit terang bersinar di atas kepala mereka, dan debu jalan yang khas saat itu menyentuh kulit mereka.

"Wow, ini seperti kita benar-benar berada di masa lalu," ujar Arman, matanya melihat dengan takjub mobil-mobil tua yang melintas di jalanan yang masih berkerikil.

Sari, tersenyum lebar, merasakan getaran dari radio-radio di warung pinggir jalan yang memainkan lagu-lagu dari era 60-an. "Lagu-lagu ini pasti sangat populer pada zamannya," kata Sari, bergerak ke ritme yang terdengar.

"Benar-benar mengangkut kita ke masa lalu, bukan?" ujar Arman, mencoba menyesuaikan diri dengan suasana yang berbeda ini.

Mereka melanjutkan berjalan-jalan, menyerap setiap detail dari lingkungan mereka. Tiba-tiba, aroma yang menggoda dari sebuah warung pinggir jalan mengisi hidung mereka. "Aku lapar, bagaimana denganmu?" tanya Arman.

Sari tertawa, "Betul sekali, perjalanan waktu bisa membuat perut kosong juga." Mereka memutuskan untuk singgah di warung tersebut.

Mereka memesan makanan khas jaman itu dan duduk di meja yang sederhana. "Lihatlah sekitar kita," ujar Sari sambil menunjuk jendela yang menghadap jalanan. "Semua orang nampak begitu sibuk dan bahagia, meskipun mungkin tak ada yang tahu apa yang akan terjadi dalam beberapa hari ke depan."

Arman setuju, "Ini benar-benar mengingatkan kita bahwa di balik setiap periode waktu, ada kisah-kisah unik yang tak terlihat dalam buku-buku sejarah."

Ketika makanan mereka tiba, aroma harum mengisi udara, membuat mereka bahkan lebih lapar. Sari dengan lahap menyantap makanannya, "Ini luar biasa! Aku bisa mengerti mengapa makanan ini tetap populer hingga sekarang."

Arman juga menikmati makanannya, tapi pandangannya tetap melayang ke sekitar. "Kita perlu menjaga jarak dari peristiwa-peristiwa penting. Apa yang kita lakukan tadi tiba-tiba membuat aku khawatir."

Sari tersenyum lembut, "Jangan khawatir terlalu banyak. Kita belajar dari pengalaman ini. Selama kita berhati-hati, kita bisa mendapatkan wawasan yang tak ternilai dari perjalanan waktu ini."

Setelah makan selesai, mereka melanjutkan perjalanan waktu mereka, penuh dengan kekaguman dan rasa hormat terhadap masa lalu yang mereka lewati.

Sari, terpesona dengan pakaian khas era tersebut, berkata, "Ini seperti melangkah ke dalam sebuah buku sejarah."

Namun, kekaguman mereka segera berubah menjadi kekhawatiran ketika mereka menyadari bahwa ada ketegangan di udara. Orang-orang tampak cemas, dan ada pembicaraan tentang kudeta dan politik yang ditangkap oleh telinga mereka.

Arman memperingatkan, "Kita harus berhati-hati. Peristiwa G30S/PKI akan terjadi malam ini. Kita harus menjaga jarak."

Namun, meskipun upaya mereka untuk tetap tak terlihat, seorang pemuda dengan luka di wajahnya tiba-tiba muncul di cakrawala, tampak dalam keadaan terburu-buru. Ia berlari sekuat tenaga ke arah Arman dan timnya, dikejar oleh beberapa orang yang mengenakan seragam militer. Tanpa ragu, Arman yang dipenuhi naluri kemanusiaan segera merespons situasi darurat ini. Ia menggerakkan tubuhnya dengan cepat dan mengulurkan tangannya, menarik pemuda tersebut ke belakang semak-semak yang lebat, memberikan tempat persembunyian yang seketika diciptakan oleh alam.

"Jangan khawatir, kami akan melindungimu," bisik Arman kepada pemuda tersebut dengan penuh tekad, sementara Sari memberikan senyuman penuh dukungan. Di tengah ketakutan dan kekacauan, tindakan mereka adalah penegasan nyata dari prinsip-prinsip kemanusiaan yang mendalam.

Arman dan Sari melihat bagaimana sekelompok orang berseragam militer berlalu dengan cepat, mencari pemuda yang berhasil mereka sembunyikan. Mereka berdua menunggu dengan napas tegang, memantau situasi dari tempat persembunyian mereka yang sementara. Tidak butuh waktu lama sebelum bahaya lewat, dan situasi pun akhirnya aman.

Setelah suasana menjadi tenang, pemuda tersebut, yang bernama Adi, merasa sangat berterima kasih atas pertolongan mereka. Matanya yang penuh harap dan luka di wajahnya menceritakan kisah penuh perjuangan. Dengan tatapan tulus, Adi mengucapkan, "Terima kasih, kalian telah menyelamatkan nyawaku. Saya berutang nyawa kepada kalian."

Meskipun hati Arman penuh dengan keresahan tentang kemungkinan dampak dari tindakan mereka, ia memutuskan untuk tetap fokus pada tujuan utama: membantu sesama manusia. Mereka melindungi Adi dan memastikan ia aman hingga bahaya benar-benar mereda.

Namun, ketika situasinya akhirnya mereda dan Adi merasa cukup aman untuk melanjutkan perjalanannya, ia memberikan senyuman yang penuh dengan harapan dan mengucapkan terima kasih sebelum bergegas pergi. Arman dan Sari dibiarkan dalam kebingungan dan kekhawatiran. Mereka memandang satu sama lain dengan pandangan campuran antara kebanggaan dan keragu-raguan, merenungkan dampak dari tindakan luar biasa yang baru saja mereka lakukan.

Setelah momen yang intens itu berlalu, Arman dan Sari menyadari bahwa waktu kini telah berputar kembali pada tahun 2023. Namun, ketika mereka kembali ke saat ini, mereka dengan cepat menyadari bahwa tak satu pun dari apa yang mereka alami berjalan sebagaimana mestinya. Sesuatu telah terjadi, dan kini mereka harus menghadapi kenyataan yang tak terduga. Kehidupan mereka, serta keseimbangan antara waktu dan dimensi, kini terancam oleh keputusan-keputusan yang mereka buat dalam peristiwa yang luar biasa tersebut.

4. Indonesia yang Berbeda

Saat Arman dan Sari mendarat kembali di 2023, mereka merasa seperti orang asing di negeri sendiri. Pemandangan Jakarta yang dulu dikenal dengan gedung-gedung pencakarnya, kini didominasi oleh monumen-monumen besar dengan patung Adi di banyak tempat. Bendera Indonesia tetap berkibar, namun dengan desain yang sedikit berbeda.

Sari, dengan suara gemetar, berkata, "Ini bukan Indonesia yang saya kenal."

Keduanya mencoba berjalan keluar dari lab dan segera disambut oleh petugas keamanan yang bertugas di depan gedung. Seragam mereka berbeda, lebih ketat dan militeristik. Mereka memeriksa kartu identitas Arman dan Sari sebelum membiarkan mereka pergi, namun dengan peringatan untuk "selalu mematuhi aturan."

Seiring mereka melangkah lebih jauh ke kota, mereka menyaksikan perubahan lebih lanjut. Media tampaknya dikendalikan oleh pemerintah, dengan berita yang selalu memuji prestasi Adi dan pemerintahannya. Di beberapa titik, ada papan informasi digital yang menampilkan pesan-pesan patriotik dan kebijakan pemerintah.

Sari memandang ke sebuah toko buku dan terkejut melihat bahwa banyak buku sejarah telah digantikan atau disunting untuk menyesuaikan dengan narasi baru.

"Sejarah telah ditulis ulang," desisnya.

Arman menarik Sari ke sebuah kedai kopi yang tampaknya belum berubah. Di sana, mereka berbicara dengan pemilik kedai yang memberi tahu mereka tentang bagaimana hidup berubah di bawah pemerintahan Adi. Meskipun ada kemajuan di beberapa sektor, seperti infrastruktur dan pendidikan, banyak hak asasi manusia yang dikompromikan. Banyak orang yang menentang pemerintah menghilang atau dipenjara.

Ketika mereka membahas tentang bagaimana perubahan ini dimulai, pemilik kedai menceritakan legenda tentang pemuda yang "dari mana-mana" yang menyelamatkan Adi pada hari yang krusial di tahun 1965.

Arman dan Sari sadar bahwa mereka memiliki tanggung jawab besar. Meskipun perubahan yang mereka lihat memiliki beberapa aspek positif, banyak juga dampak negatif yang tidak bisa diabaikan.

Dengan tekad baru, mereka memutuskan untuk kembali ke lab dan merencanakan perjalanan waktu berikutnya, dengan harapan bisa memperbaiki kesalahan mereka dan mengembalikan Indonesia ke jalurnya yang semestinya.

Setelah meninggalkan kedai kopi, Arman dan Sari berjalan menuju laboratorium, berharap menemui Bima dan meminta bantuannya untuk memahami lebih lanjut mengenai dampak dari perubahan sejarah yang telah mereka lakukan. Mereka berharap Bima, dengan keahliannya dalam geologi, bisa memberikan perspektif tentang perubahan lingkungan yang mungkin terjadi seiring dengan perubahan politik dan sosial.

Saat tiba di laboratorium, mereka langsung mencari Bima. Arman memanggilnya, "Bima! Kamu di sini?" Namun, saat Bima muncul dari salah satu ruangan, ekspresi wajahnya menunjukkan kebingungan.

"Maaf, kenal saya?" tanya Bima dengan raut bingung.

Arman dan Sari saling pandang, bingung. "Bima, aku Arman, ini Sari. Kita sudah bekerja bersama selama bertahun-tahun!" kata Arman.

Bima memandang mereka dengan curiga. "Maaf, saya tidak mengenal kalian. Saya pikir kalian salah orang."

Sari mendekat, "Bima, kita baru saja berbicara denganmu sebelum kami pergi ke tahun 1965. Kau tidak ingat?"

Bima menggeleng, "Tahun 1965? Apa yang kalian bicarakan? Saya belum pernah bertemu dengan kalian sebelumnya. Dan saya bekerja sendiri di laboratorium ini."

Arman dan Sari menyadari sesuatu yang mengerikan: Dengan perubahan yang mereka lakukan di masa lalu, mereka telah mengubah nasib Bima di masa kini. Mungkin di realitas ini, mereka tidak pernah bertemu dengan Bima atau bekerja bersamanya.

Arman mencoba menjelaskan kepada Bima tentang Kompas Waktu dan petualangan waktu mereka, namun Bima tampaknya sulit mempercayainya. Ia bahkan menganggap mereka berdua sedikit "gila".

Namun, setelah beberapa saat mendengarkan, Bima mulai terpikir bahwa mungkin ada benarnya. Meskipun ia tidak mengenal mereka, ia tetap penasaran dengan cerita mereka dan ingin tahu lebih lanjut.

Setelah beberapa jam mendiskusikan teori dan dampak dari perjalanan waktu, Bima memutuskan untuk membantu mereka, tidak sebagai teman lama, namun sebagai ilmuwan yang penasaran dengan fenomena yang belum pernah ia temui sebelumnya.

Ketiganya kemudian berkolaborasi, berusaha memahami implikasi dari perjalanan waktu dan mencari cara untuk memperbaiki kesalahan yang telah mereka buat.

5. Identitas Sang Pemuda

Di sebuah ruangan yang tenang di dalam laboratorium yang penuh dengan aura pengetahuan dan penemuan, Arman, Sari, dan Bima duduk mengelilingi meja yang penuh dengan tumpukan buku-buku sejarah yang berdebu, koran-koran lama yang usang, dan perangkat elektronik yang berkilauan dengan cahaya layar. Meskipun awalnya Bima adalah orang baru dalam lingkaran ini, ia merasa semakin tertarik untuk menggali lebih dalam tentang "Adi" - seorang nama yang telah membuka jendela besar pada sejarah Indonesia dan menariknya ke dalam aliran percakapan yang mendalam.

"Jadi, siapa sebenarnya Adi ini?" tanya Bima, sambil memutar halaman salah satu buku sejarah dengan hati-hati, seakan-akan mencari petunjuk dalam jejak masa lalu.

Sari, duduk dengan punggungnya tegak dan mata yang sibuk melintasi layar laptopnya, menjawab dengan penuh konsentrasi, "Di buku-buku sejarah konvensional, Adi hanyalah nama yang muncul dalam daftar korban peristiwa G30S/PKI. Dia digambarkan sebagai seorang pemuda biasa yang hidupnya meredup di tengah riak-riak zaman tersebut. Namun, melalui campur tangan Arman dan perubahan yang telah dia lakukan pada waktu itu, Adi menjadi sosok yang tidak hanya sekadar nama di lembaran sejarah, tetapi juga titik balik penting dalam perkembangan Indonesia."

Arman, duduk dengan ekspresi berpikir dalam tatapannya, menambahkan dengan nada penuh refleksi, "Ketika saya melakukan tindakan itu, saya tidak pernah menduga akan ada konsekuensi sebesar ini. Saya hanya ingin membantu, memberikan kesempatan kepada seorang pemuda yang tidak berdaya saat itu. Tidak ada niat untuk merubah sejarah, namun, takdir nampaknya memiliki rencana lain."

Bima mengangguk perlahan, merenungkan kata-kata yang baru saja diucapkan. "Jadi, dengan mengubah nasib Adi, Anda secara tidak langsung merubah jalan sejarah?"

Arman menatap jendela seakan mencoba menemukan jawaban dalam pandangan jauhnya. "Ya, begitulah kelihatannya. Terkadang, tindakan kecil yang kita lakukan dalam satu momen dapat mempengaruhi arah besar peristiwa di masa mendatang."

Mereka berhenti sejenak, merenung dan meresapi makna mendalam di balik kata-kata tersebut. Dalam ruangan yang tenang itu, riak-riak waktu dan pengaruh masa lalu terasa begitu kuat, seolah-olah melingkupi mereka dengan keajaiban dan pertanyaan tak terjawab.

Bima menunjukkan sebuah artikel koran lama yang menampilkan foto muda Adi saat memimpin demonstrasi besar-besaran di Jakarta. "Tampaknya, setelah kamu menyelamatkannya, Adi memanfaatkan momentum itu untuk membangun basis pengikutnya. Dengan karisma dan kemampuan berbicaranya, ia dengan cepat memenangkan hati rakyat."

Sari menggumamkan kata-kata yang ditemukannya dari sumber terpercaya, "Adi kemudian memanfaatkan popularitasnya untuk masuk ke dunia politik. Dengan dukungan besar dari masyarakat, ia mampu menduduki posisi-posisi penting. Dari sini, ia memulai reformasi besar-besaran yang mengubah wajah Indonesia."

Arman mengangguk setuju, tetapi ekspresi wajahnya mencerminkan kekhawatiran, "Tapi tidak semuanya positif. Saya mendengar banyak kisah tentang pelanggaran HAM, penekanan kebebasan berbicara, dan hilangnya oposisi politik."

Bima, dengan tatapan serius, menambahkan, "Kita tidak bisa menyalahkanmu, Arman. Kamu tidak tahu ini akan terjadi. Yang penting sekarang adalah bagaimana kita bisa memperbaikinya."

Sari mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya dan memandang kedua rekannya dengan tekad, "Yang pasti, kita harus kembali ke masa lalu. Kita harus memastikan Adi tetap berada pada jalur yang benar tanpa mengorbankan masa depan yang lebih baik untuk Indonesia."

Duduk di sekitar meja dengan perasaan tegang, ketiganya memulai diskusi panjang lebar. Setiap argumen dan pendapat dikemukakan, diteliti, dan dianalisis dengan cermat. Mereka merasa berada dalam tanggung jawab besar untuk mengubah arah sejarah, sekaligus tidak ingin menghapus potensi kebaikan yang telah diciptakan oleh reformasi tersebut. Tidak ada jaminan bahwa langkah yang akan mereka ambil akan mudah, tetapi tekad mereka tak tergoyahkan.

"Kita perlu merancang rencana yang cermat," kata Arman dengan tegas, mengingatkan pada pentingnya pendekatan hati-hati dalam melangkah. "Sekali kita melakukan perubahan pada masa lalu, dampaknya bisa sangat luas dan tak terduga."

Bima mengangguk setuju, "Benar. Dan kita juga harus mempertimbangkan bagaimana cara berinteraksi dengan Adi tanpa mengungkapkan informasi yang bisa merusak alur sejarah."

Sari menanggapi, "Ini tidak akan mudah, tapi saya yakin kita bisa melakukannya. Kami memiliki pengetahuan dan tekad yang dibutuhkan."

Namun, Bima memberikan ide baru, "Mungkin kita bisa mengalihkan perhatian Arman lain yang menyelematkan Adi. Dengan begitu, dia tidak akan berinteraksi dan menolong Adi."

Arman memikirkan usulan Bima, "Tapi bagaimana kita bisa melakukannya tanpa mengungkapkan tujuan sebenarnya?"

Sari tersenyum, "Saya punya ide. Kita bisa membuat sebuah kejadian yang cukup dramatis untuk menarik perhatian Arman lain, tetapi tidak cukup signifikan untuk mengubah arah nasib Adi. Dengan cara ini, kita bisa memastikan bahwa dia tidak campur tangan."

Bima mengangguk setuju, "Saya rasa itu bisa berhasil. Kita perlu meneliti dengan hati-hati bagaimana membuat interaksi tersebut terjadi."

Mereka lalu mulai merencanakan detail dari rencana tersebut. Setelah berjam-jam diskusi dan merancang, mereka mengembangkan skenario di mana Arman lain akan terlibat dalam suatu insiden yang mengharuskan dirinya menyelamatkan seorang anak kecil yang hampir tertabrak oleh mobil.

"Kita bisa memastikan bahwa situasi ini hanya akan mempengaruhi Arman lain dan Adi tetap berada dalam bahaya tanpa campur tangan," kata Bima. "Selama Arman lain sibuk dengan insiden tersebut, kita bisa mendekati Adi dan memastikan bahwa peristiwa berjalan sesuai dengan sejarah."

Sari menambahkan, "Ini bukanlah solusi sempurna, tapi ini adalah langkah yang paling realistis untuk memperbaiki kesalahan kita."

Ketiganya melanjutkan diskusi hingga larut malam. Ide-ide muncul, ditolak, atau dimodifikasi. Tidak ada yang bisa dipastikan, namun semangat mereka semakin berkobar. Mereka menyadari bahwa perjalanan ini akan membawa mereka menghadapi tantangan besar, tetapi mereka bertekad untuk memperbaiki kesalahan yang telah terjadi dan memastikan sejarah Indonesia mengalami perubahan positif yang akan membawa dampak jauh ke masa depan.

6. Kembali ke 1965

Langit senja memberikan sambutan hangat bagi Arman saat ia melangkah di jalanan kota Jakarta tahun 1965. Rasa cemas yang melekat tak luput dari pandangannya, tetapi tekadnya yang kuat menjadi pendorong untuk terus maju. Kota ini masih asing dengan kemacetan yang melanda di era 2020-an. Jejak-jejak masa lalu terlihat jelas di sekelilingnya – kendaraan kuno melintas, pakaian tradisional menari di angin, dan semangat kebangkitan nasional tercermin di mata masyarakat.

"Semuanya begitu berbeda di masa ini," gumam Arman pada dirinya sendiri sambil melangkah. Dia merenung tentang betapa berharga setiap detik perjalanan ini, tahu bahwa setiap tindakannya bisa memiliki akibat yang tak terduga.

Dalam perjalanan menuju lokasi pertemuan pertamanya dengan Adi, Arman merasa gemuruh di dadanya. Memang benar bahwa bertemu dengan dirinya sendiri dari masa lalu bisa membawa konsekuensi besar, namun risiko ini harus diambil demi meluruskan jalur masa depan yang salah.

Setibanya di tempat yang telah ia teliti dengan detail sebelumnya, Arman menghentikan langkahnya. Dengan waspada, ia mengamati sekeliling, mencari tanda-tanda keberadaan dirinya yang lain. Detik demi detik berlalu, hingga akhirnya, ia melihat dirinya yang lain dari kejauhan. Detak jantungnya semakin cepat saat ia mendekati "diri" lainnya.

Awalnya, Arman ingin langsung memanggilnya, tapi sesuatu dalam dirinya mengatakan bahwa itu mungkin bukan langkah yang bijak. Dia tahu risikonya, bertemu dengan diri sendiri bisa mengganggu alur sejarah dan menciptakan paradox yang berbahaya.

Arman mencoba mencoba alternatif lain, menghalangi Adi menuju "dirinya" yang lain, berharap bisa menghentikan tindakan yang akan mengubah masa depan. Namun, usahanya sia-sia.

Tetapi, sebelum "dirinya" yang lain bisa mendekati Adi, Arman merasa terdesak untuk mengambil keputusan tegas. Dalam sekejap, ia menabrak seorang pedagang buah di seberang jalan, menciptakan keributan kecil yang menarik perhatian. Kacau balau buah-buahan terguling, dan pedagang itu mengumpat dengan keras. Langkah ini berhasil mengalihkan perhatian "dirinya" yang lain dari Adi, yang sekarang teralihkan oleh keramaian dan kekacauan.

Arman kemudian berlari mendekati keramaian, berusaha keras untuk memulihkan situasi. Ia banting tulang membersihkan buah-buahan yang berserakan, terlalu fokus pada tindakan yang ia ambil, tanpa menyadari bahaya yang mengancam Adi.

Namun, nasib memainkan perannya. Seorang wanita tua yang berada di dekat Adi melihat situasi tersebut dan dengan cepat menarik Adi ke tempat yang aman. Meski Arman telah berhasil mencegah "dirinya" yang lain menyelamatkan Adi, tampaknya ada pahlawan lain yang muncul dengan tindakan heroik.

Dengan hati yang berat, Arman bersembunyi di balik dinding, merenung dalam kekecewaan. Sejenak, ia menyadari bahwa perjalanan waktu ternyata lebih kompleks daripada yang pernah ia bayangkan. Tidak hanya tindakannya yang bisa mengubah jalur waktu, tetapi juga tindakan orang lain yang juga berperan penting dalam merajut jalinan peristiwa.

Sambil merenung, Arman akhirnya memutuskan untuk mengakhiri kunjungannya di masa lalu dan kembali ke tahun 2023. Ia tahu bahwa tindakan ini hanya menjadi langkah awal dari petualangan yang lebih kompleks. Ia merencanakan untuk berdiskusi dengan Sari dan Bima, sesama rekan ilmuwan, untuk merumuskan strategi baru dalam menghadapi tantangan yang semakin rumit dalam menjinakkan kekuatan perjalanan waktu.

Berlanjut…. BAB 7-18
Time Travel: Perjalanan Nusantara (Bab 7-28) · Karyakarsa

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Time Travel: Perjalanan Nusantara (Bab 7-28)
5
2
Di tengah era modern Indonesia tahun 2023, seorang ilmuwan muda bernama Arman, bersama tim arkeologinya, menemukan sebuah artefak kuno di sebuah candi di Jawa Tengah yang disebut Kompas Waktu. Dalam tiga bab awal cerita, mereka menemukan petunjuk yang mengarah ke ruangan tersembunyi dalam candi.Dalam episode pertama, setelah Arman menyelidiki artefak tersebut, ia menemukan bahwa Kompas Waktu memungkinkan perjalanan waktu. Ia mencoba kembali ke tahun 1965, dan tanpa sengaja menyelamatkan seorang pemuda, Adi, dari peristiwa G30S/PKI.Episode kedua menggambarkan perubahan besar yang terjadi di 2023 akibat tindakan tersebut: Indonesia berada di bawah pemerintahan otoriter Adi. Dalam episode ketiga, Arman kembali ke 1965 untuk mencegah dirinya sendiri menyelamatkan Adi, tetapi ini menyebabkan efek domino lain, mengubah Indonesia menjadi negara dengan teknologi maju di 2023.Dalam bab-bab berikutnya, Arman terus melakukan perjalanan waktu untuk memperbaiki berbagai peristiwa penting dalam sejarah Indonesia, termasuk kemerdekaan, tragedi 1998, dan bencana Aceh 2004. Namun, di tengah perjalanannya, ia bertemu dengan Raisa, seorang wanita dari masa Majapahit, yang memperingatkannya tentang bahaya perjalanan waktu.Akhirnya, Arman dan Raisa memutuskan untuk mengembalikan semua perubahan yang telah mereka buat dan menghancurkan Kompas Waktu dalam upaya untuk menjaga keseimbangan alur waktu. Arman kembali ke tahun 2023 dan mendirikan sebuah museum sejarah untuk mengajarkan generasi muda tentang pentingnya menghargai masa lalu dan mengambil pelajaran dari sejarah.Buku ini mengikuti perjalanan emosional Arman dalam melintasi waktu, sambil mengeksplorasi konsekuensi perubahan masa lalu dan menggarisbawahi pesan tentang menghargai sejarah dan membuat keputusan yang bijaksana untuk masa depan.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan