UNSTABLE LOVE : Part 2

12
0
Deskripsi

❗Toxic Relationship, cowok posesif akut, cowok redflag, banyak kata-kata kasar, banyak adegan yang tidak patut untuk ditiru❗

Judul lama : Possessive Boy

2. Peringatan
 


 

***

"Kenapa?" tanya Farren seolah minta penjelasan. Tetapi yang Farren dapatkan hanya keterdiaman Rena. 
 

"Kenapa kamu masih aja bales? Aku udah bilang jangan ngeladenin cowok-cowok nggak jelas kaya gini," sambungnya dengan nada teramat ketus.
 

Rena masih betah dalam mode diamnya. Ia bingung harus menjelaskan bagaimana.
 


"Coba liat aku. Aku mau kamu jawab. Aku mau denger penjelasan dari kamu."

"Itu aku nggak niat bales, tapi dia chat aku terus. Aku cuma kasihan. Siang malem dia nggak berhenti berusaha chat aku. Jadi, aku mikir nggak ada salahnya aku cuma bales biasa aja sebagai teman," jawab Rena takut-takut. Sebisa mungkin jawabannya tidak membuat amarah Farren semakin menjadi-jadi.

"Nggak ada salahnya? Cuma sebagai teman? Rena, kamu emang bisa aja nganggep dia cuma sebagai teman, tapi dia? Kamu nggak tau, kan? Gimana reaksi dia saat kamu bales chat itu? Dia bisa aja mikir kalo kamu respon dan anggep kamu ngasih lampu hijau buat dia untuk deketin kamu."

"Maaf." Rena memeluk lengan kekar Farren, menempelkan kepalanya di sana. Ia hanya tidak ingin ribut dengan Farren untuk sekarang. Akan menjadi panjang urusannya kalau dia tidak segera mengalah atau melembut.

Farren menghembuskan napasnya kasar. "Oke, kali ini aku maafin. Kamu lolos dari hukuman. Tapi lain kali aku nggak jamin."

Air mata Rena jatuh perlahan. Dia menangis. Sebenarnya ia menangis bukan karena kejadian ini. Melainkan karena capek dengan Farren. Sedangkan ia juga tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti semua ucapan cowok itu.

"Jangan marah, aku takut," cicit Rena.

Farren menghela napas pelan. Dia memeluk Rena erat seolah tidak ingin melepaskan Rena sampai kapan pun itu. Diusapnya pelan rambut cewek yang meringkuk dalam dekapannya itu.

Cup

Farren mencium ujung kepala Rena lembut dan lama. Dari sini Rena bisa merasakan Farren begitu tulus mencintainya. Hanya saja sikap posesif cowok itu terlalu berlebihan hingga membuat Rena merasa tidak nyaman. Semua hal di hidup Rena selalu diatur semaunya.

Namun, untuk kali ini Rena juga merasa bersalah telah membuat Farren marah dengan meladeni chat cowok lain. Ya, meski ia tidak bersalah sepenuhnya.

"Aku nggak bermaksud buat kamu nangis. Aku cuma nggak mau ada cowok lain. Kamu cuma milik aku," Farren mengeratkan pelukannya. Hampir saja Rena tidak bisa nafas dibuatnya.

Rena menyandarkan kepalanya di dada bidang Farren. Merasakan detak jantung Farren yang juga bergemuruh tidak karuan. Sama seperti yang selalu ia rasakan setiap kali berada di dekat Farren.

Hanya keheningan yang kini menemani keduanya. Rena tertidur pulas dalam pelukan Farren, dengan posisi masih sama-sama duduk di sofa ruang keluarga.

Tak henti-hentinya Farren memandangi wajah polos Rena saat tertidur. Menurut Farren aura cantik Rena bertambah berkali-kali lipat saat tidur begini.

"Maaf aku nyebelin banget hari ini." Farren mengusap lembut pipi mulus Rena. Ia sedikit merasa bersalah karena sempat membuat Rena menangis.

Rasanya ingin sekali Farren membangunkan Rena karena makanan yang mereka pesan tadi sudah datang, tapi Farren tidak tega.

Akhirnya, Farren memutuskan mengantar Rena pulang. Ia menggendong tubuh mungil Rena ke mobil ala bridal style.

***

"Bangun Dek, tuh Farren udah nunggu di bawah." Karin berusaha membangunkan Rena, sayangnya tidak ada respon apapun dari adiknya itu.

"Dekkkkkk BANGUNNNNN!!" teriak Karin tepat di telinga Rena.

"Kakak! Apaan sih?" Rena mengelus pelan telinganya sambil mengerjap-ngerjapkan kedua mata yang masih enggan terbuka.

"Apa! Apa! Udah siang nih. Telat aja baru tau rasa!" balas Karin ketus lalu melenggang keluar.

"Hoammm... " Rena menatap kepergian Kakaknya dari kamarnya. "Iya! Aku bangun nih!"

"Ya Tuhan!!!" Rena kaget melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Tanpa ba bi bu ia langsung menyambar handuk untuk segera mandi.

*****

"Lama banget sih cewek gue," gerutu Farren sambil duduk di teras rumah Rena.

"Farren, lo nggak mau nunggu di dalem aja?" tawar Karin tiba-tiba keluar dengan pakaian rapi, sepertinya ia akan berangkat kuliah.

"Eh? Enggak, Kak. Di sini aja nggak apa-apa."

"Oh ya udah. Eh, nanti kalau Rena nanya bilangin ya gue udah berangkat duluan. Buru-buru soalnya."

"Oke, Kak," jawab Farren datar.

"Oh iya itu, tolong bilang juga ya kalau Mama sama Papa berangkat ke Bali tadi pagi. Nggak tau mereka pulangnya kapan. Soalnya hp gue mati. Takut nanti Rena telfon gue, tapi nggak bisa."

"Iya Kak, ntar dibilangin ke Rena."

"Titip Rena ya Farren. Suruh makan, dia pasti nggak bakal sarapan." Pesan Karin kemudian berlalu meninggalkan cowok bertubuh tinggi gagah yang duduk di teras rumahnya itu.

Meski terlihat ketus dan sering berantem dengan Rena, Karin itu sangat menyayangi adiknya. Dia bahkan tidak bosan selalu berpesan ini dan itu agar Farren menjaga Rena dengan baik.

"Siap, Kak."

Mata Farren menatap punggung Karin yang semakin menjauh ke arah mobilnya yang sudah terparkir di depan mobil Farren. Farren dan keluarga Rena memang sudah sangat akrab, begitu juga dengan Rena dan keluarga cowok itu.

Orang tua Farren dan orang tua Rena sudah berteman sejak mereka masih kuliah. Jadi, tidak heran jika keluarga Farren dan Rena begitu dekat bahkan sebelum mereka menjalin hubungan seperti sekarang.

Pertama kali Farren bertemu Rena adalah saat usianya masih sekitar 5 tahun, sedangkan Rena saat itu masih 3 tahun. Mereka menjadi teman sejak pertama kali Farren dan keluarganya pindah ke Indonesia. Dulu, setelah orang tua Farren menikah, mereka memilih tinggal di Belanda karena Kakak dan Nenek Farren dari sang Papa memang berada di sana. Namun, saat usia Farren 5 tahun, orang tuanya memutuskan pindah lagi ke Indonesia untuk urusan bisnis.

"Yuk," ajak Rena yang tiba-tiba muncul di hadapan Farren dengan seragam yang sudah rapi dan wangi.

"Pemalas!" ledek Farren ketus.

Cowok dengan iris mata berwarna coklat itu memandang Rena dari atas sampai bawah. Tunggu-tunggu, sepertinya ada yang salah.

"Duduk!" suruh Farren seraya berdiri dari duduknya. Mata Farren menatap Rena semakin tajam saat cewek itu tak kunjung menurut.

"Kenapa?" tanya Rena penasaran tapi dia langsung duduk di kursi sebelum Farren benar-benar marah.

Bagus. Farren tidak suka penolakan.

"Eh? Apaan Farren?" tanya Rena bingung melihat Farren yang tiba-tiba jongkok di depannya lalu melepas kedua sepatu yang terpasang di kaki jenjang itu.

"Aku nggak suka kamu pakai kaos kaki pendek kayak gini." Kata Farren dengan ekspresi datar.

"Ck, lebay," dengus Rena kesal seolah sudah hafal dengan larangan pacarnya yang ini, tapi tetap saja ia langgar. Karena menurut Rena, Farren terlalu berlebihan.

Ya, Farren memang tidak suka melihat Rena memakai kaos kaki pendek yang bahkan hampir tidak terlihat memakai kaos kaki.

Kenapa? Jelas saja Farren tidak rela, melihat kaki polos Rena dilihat dengan tatapan mesum oleh buaya-buaya darat di sekolah mereka. Maka dari itu Farren selalu membawa persediaan kaos kaki panjang baru di dalam tas sekolahnya. Hal ini ia lakukan untuk berjaga-jaga, jika saja Rena membangkang seperti saat ini.

"Udah, yuk," ajak Farren setelah selesai memasang kaos kaki dan sepatu di kaki Rena. Untuk kaos kaki pendeknya tadi, langsung saja dilempar ke tempat sampah.

Tangan Farren menarik tangan Rena, lalu mendekap pinggangnya posesif menuju mobil. Dibukakan pintu mobil untuk sang pacar, menyuruhnya masuk dengan ucapan lembut. Sekilas Farren lirik, Rena sedikit kesal dengan perlakuannya tadi. Terbukti Rena mengerucutkan bibirnya tanpa mau menatap Farren. Farren pun tersenyum singkat melihat tingkah cewek bandelnya itu. Menurut Farren, saat sedang ngambek seperti ini, ekspresi Rena memang lucu. Membuatnya senyum-senyum sendiri karena gemas.

***

"Silahkan keluar tuan putri," goda Farren sembari membukakan pintu mobil untuk Rena.

Sementara, di dalam sana detak jantung Rena bergemuruh tidak karuan. Antara senang dan geli dengan perlakuan Farren.

"Geli banget kalau kamu sok manis gini," ledek Rena berbanding terbalik dengan pipinya yang justru bersemu merah.

"Nah gitu dong, senyum kan cantik. Jangan cemberut mulu nanti aku cium tau rasa." Farren menggenggam tangan Rena dengan posesif, berjalan ke arah kelas Rena.

Ya, setiap hari Farren akan mengantarkan Rena sampai ke kelasnya. Bahkan sampai ke tempat duduk Rena. Bagi Farren itu kewajiban yang harus ia lakukan. Hm, posesif banget memang.

"Oh iya, tadi kak Karin udah duluan berangkat ke kampus, ya? Dia nggak bilang apa-apa gitu?"

"Bilang."

"Apa?"

Wajah Farren mendekat ke telinga Rena untuk membisikkan sesuatu. "Bilang katanya kamu harus cium bibir aku tiga kali sehari."

"Farrennnnn!!!" Seketika pukulan dari tangan Rena jatuh di pundak Farren.

Plakk

"Auhh," adu Farren pura-pura kesakitan. Padahal Farren tidak merasakan apa-apa meski tadi Rena memukulnya sekuat tenaga.

Langkah mereka terhenti ketika sampai di kelas 10 Ips 2. Dari tadi sebenarnya banyak sekali siswa dan siswi SMA Adinata Jaya yang memerhatikan mereka, ada yang kagum, sirik dan berbagai tanggapan lain. Rena dan Farren tidak pernah mengambil pusing. Mereka sudah terbiasa dengan keadaan ini. Bahkan Rena tidak pernah peduli dengan bully-an atau cibiran dari fans-fans berat Farren.

"Tadi kak Karin cuma bilang, berangkat duluan soalnya buru-buru. Papa sama Mama kamu tadi pagi berangkat ke Bali. Dan nggak tau pulangnya kapan."

"Yah sendiri lagi dong?" Rena menghela napas kecewa. Beberapa minggu terakhir ini, Rena memang sering di rumah tanpa keluarganya, hanya ditemani Bi Ina saja. Asisten rumah tangganya.

"Emangnya kak Karin nggak pulang? Nang Vino kemana?" tanya Farren beruntut.

"Kak Karin suka nginep di temennya karena banyak tugas. Bang Vino udah tiga hari di luar kota, ada acara kampus katanya."

"Ada aku kok," Farren tersenyum sambil menaik-turunkan satu alisnya. Menggoda Rena.

"Udah ah, sana kamu ke kelas. Bentar lagi bel masuk," usir Rena.

"Nggak mau, ah."

"Farren!"

"Yuk." Farren menarik tangan Rena ke dalam kelas.

Teman-teman kelas Rena sudah terbiasa dengan pemandangan ini setiap pagi dan setiap pulang sekolah.

"Ya udah sana," pinta Rena sambil mengarahkan dagunya ke arah luar kelas. Agar pacar posesifnya itu cepat-cepat keluar.

"Kamu duduk dulu. Awas ya kalau nanti kamu keluar lagi terus dilihat cowok-cowok ganjen. Aku nggak suka."

Tanpa penolakan Rena menuruti permintaan Farren, duduk di kursinya.

"Nah," Farren tersenyum lebar melihat Rena yang menurut.

"Ya udah aku ke kelas ya, sampai ketemu pas istirahat sayang." Farren mengacak pelan rambut Rena sebelum akhirnya melangkah pergi.

Tidak lama kemudian Cia, Alsa dan Dena datang bersamaan.

"Hei," sapa Dena sambil mencolek dagu Rena. Kebiasaan memang, temannya yang satu itu sedikit pecicilan.

"Apasi Den!" Rena melotot kesal ke arah Dena. Yang dipelototin justru hanya nyengir-nyengir tidak jelas. Dena dan Cia duduk di belakang Rena, sementara Alsa si polos alias si lemot duduk di samping Rena.

Baru saja Dena ingin buka suara. Bel masuk kelas sudah lebih dulu berbunyi, lalu disusul oleh kehadiran guru mata pelajaran pagi ini.

***

Setelah selesai melewati dua mata pelajaran, akhirnya istirahat tiba juga.

"Arrghh... " ucap Rena sambil mengangkat kedua tangan ke atas. Tahu sendiri kan, kalau terlalu lama duduk, badan terasa sakit semua. Rasanya otot-otot di seluruh tubuh menjadi tegang.

Entahlah, tumben sekali Farren belum terlihat batang hidungnya. Biasanya satu menit setelah bel istirahat berbunyi, Farren sudah berdiri di depan kelas Rena. Entahlah cowok itu memang ajaib.

Rena menoleh ke belakang, Cia dan Dena terlihat asyik bermain game tidak jelas. Sementara Alsa, ia sibuk membaca novel di Wattpad. Melihat mereka semua asyik dengan ponsel masing-masing Rena jadi teringat sesuatu.

"Lho? Kok nggak ada?" Monolog Rena pelan setelah tidak mendapatkan benda yang sedang ia cari.

"Kenapa Rena?" tanya Alsa sedikit mengagetkan Rena.

"Oh enggak, ini hp gue di mana ya kok nggak ada? Apa ketinggalan di rumah, ya?" jawab Rena sambil bertanya-tanya dengan mata dan tangan yang masih sibuk mencari benda pipih itu di dalam tas. Takut terselip di antara buku-buku.

"Apaan sih?" Cia tiba-tiba menyahut.

"Hp Rena nggak ada," jawab Alsa.

"Ketinggalan mungkin," sambar Dena.

"Iya, mungkin lo lupa bawa," timpal Cia menambahkan.

"Ah masa sih? Masa ketinggalan?" Rena masih kekeuh tidak percaya.

"Lo kan pelupa, kepala aja kalau nggak nyatu sama badan mungkin ketinggal juga," tuduh Alsa asal ceplos. Ya masa kepala ketinggal. Alsa ini yang paling polos, lugu dan kadang-kadang lemot tapi setiap yang dia bicarakan selalu ada benarnya juga.

"Hehe... " Rena nyengir. Ia tidak menyangkal apa yang dibilang Alsa baruaan. Karena Alsa benar, dirinya ini memang pelupa akut.

"Eh, tuh ada Farren." Dena menepuk pundak Rena. Spontan, ia langsung clingak-clinguk mencari keberadaan Farren. Tak lama kemudian akhirnya mata Rena bertatapan dengan mata elang milik Farren. Ah, indah sekali tatapannya, meski memang terlihat galak.

Farren bersidekap dada. Bahu sebelah kirinya bersandar pada ujung pintu kelas yang terbuka. Duh!

"Kalian nggak mau ke kantin bareng?" tawar Rena sebelum keluar menemui Farren yang pastinya akan mengajaknya ke kantin.

"Duluan aja ntar kita nyusul," jawab Dena disusul anggukan kecil dari Cia dan juga Alsa. Pertanda mereka setuju dengan jawaban Dena.

"Oke gue duluan, ya."

Langkah cewek itu tertuju ke arah Farren. Dengan cepat Farren menyambar tangan Rena, lalu menggenggamnya erat seolah ia takut ceweknya hilang, jika saja ia terlambat menggenggam walau hanya sedetik.

"Ada apa sih? Tadi aku dicuekin, lama keluarnya." tanya Farren sedikit ketus.

"Hah? Ada apa apanya?" balas Rena bingung.

"Kamu tadi asyik ngobrol, sampe nggak tau aku udah di depan kelas," jelas Farren dengan nada tidak terima. Merengek seperti bocah.

"Oh, aku nyari hp aku. Tapi nggak ada."

Sekarang Rena dan Farren sudah ada di kantin. Tidak lama kemudian driver gofood datang dengan beberapa makanan dan minuman yang sudah Farren pesan tadi sebelum istirahat.

Ya, meskipun sekarang mereka lagi ada di kantin sekolah, Farren tidak akan pernah membiarkan pacarnya itu makan makanan di sini. Alasannya kurang sehat. Dia selalu rajin memesan makanan dan minuman sehat dari sebuah restoran yang sudah sangat ia pilih dan pilah.

"Nih," Farren menyodorkan kotak makanan ke depan Rena. Seperti biasa makanan yang ia pesan selalu mengandung unsur 4 sehat 5 sempurna.

Sesaat setelah Rena melihat menu makanannya hari ini, Rena hanya menanggapinya dengan memutar bola mata malas.

"Ini lagi. Ini lagi." Batin Rena kesal.

Rena mulai menyendok makanannya. Sementara Farren sedang sibuk membukakan dan menyiapkan sedotan untuk minuman Rena. Hari ini untungnya, cowok itu memesan jus jeruk, karena Rena sudah terlalu bosan dengan minuman susu. Di rumah minum susu, di sekolah minum susu. Ah, sudah seperti bayi saja.

"Kamu mau hp kamu balik, nggak?" tanya Farren tiba-tiba.

"Hah balik? maksudnya?" Bingung Rena sambil menyipitkan mata di depan wajah Farren

"Hp kamu kan masih di aku, kamu lupa, ya?"

Ah, bodoh sekali Rena. Kenapa ia tidak ingat sama sekali, kalau sedari kemarin ponselnya disita Farren gara-gara Rena membalas chat cowok yang bernama Erik.

"Oh iya lupa," cengir Rena tak berdosa. "Mana sekarang?" pinta Rena sambil menyodorkan tangan ke depan Farren.

"Nih."

"Dia nggak bakal berani chat kamu lagi, aku udah kasih peringatan tadi," sambung Farren setelah memberikan ponsel pada Rena.

"Hah? Peringatan?! Maksudnya kamu habis—"

"Maaf, sayang," potong Farren lembut, tangan kirinya mengelus punggung tangan Rena. Semantara tangan kanannya masih setia memegang sendok makanannya sendiri.

"Kamu berantem sama dia?" Rena baru sadar, ada luka kecil pada ujung bibir Farren. "Ck! Kenapa sih kamu harus berantem," Rena mengelus pelan ujung bibir Farren yang terluka.

"Aku minta obat luka ke UKS dulu ya," Farren langsung menarik tangan cewek itu ketika Rena ingin beranjak dari tempat duduk. Karena terus ditahan, akhirnya Rena kembali duduk.

"Nggak usah sayang," Farren tersenyum meyakinkan Rena. "Aku baik-baik aja kok, ini nggak sakit. Lebih sakit kalau ada cowok lain yang sok perhatian sama kamu," sambungnya dengan tatapan sendu.

Ah, Farren jarang sekali menampakkan tatapan seperti ini. Ia hanya akan begini ketika ia merasa benar-benar takut.

Seorang Farren takut? Itu seperti mimpi bagi orang lain. Ia hanya menunjukkan tatapan ini untuk Rena. Ya, hanya Rena. Rena yakin tidak akan pernah ada yang lain. Rena benar-benar merasa dicintai sepenuh hati, jika melihat Farren rela melakukan apa saja hanya demi menjauhkannya dari cowok lain. Ya meskipun cara Farren ini salah.

"Aku sayang kamu, jangan bodoh dengan terus membahayakan diri kamu sendiri, Farren." Tutur Rena dengan tangan yang masih digenggam oleh tangan Farren.

"Aku juga sayang kamu," Farren tersenyum bahagia. Senang rasanya bisa mendengar pernyataan sayang dari Rena. Pasalnya hal itu sangat jarang terjadi.

Brakkkk!!!

Tiba-tiba ada seorang cowok yang menggebrak meja Rena dan Farren seenak jidat.

***

Jangan lupa komen dan like yaaaa!!!

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya UNSTABLE LOVE : Part 3
8
0
❗Toxic Relationship, cowok posesif akut, cowok redflag, banyak kata-kata kasar, banyak adegan yang tidak patut untuk ditiru❗Judul lama : Possessive Boy
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan