UNSTABLE LOVE : Part 1

18
0
Deskripsi

❗Toxic Relationship, cowok posesif akut, cowok redflag, banyak kata-kata kasar, banyak adegan yang tidak patut untuk ditiru❗

Judul lama : Possessive Boy


1. Posesif
 


 

***
 


 

"Boleh, ya?"
 


Seorang cewek berseragam putih abu-abu terlihat mengerjapkan mata beberapa kali untuk merayu cowok di hadapannya agar memberinya izin. 

Sementara itu, cowok yang berdiri di hadapannya dengan seragam yang sama memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Ia sedikit merendahkan badannya sebelum menjawab dengan nada tegas. Terdengar tak mau dibantah. 

“Enggak!"

Cewek itu mendengus pelan. "Ayo lah Farren, aku nggak bakal macem-macem kok! Janji!"

Cewek ber-name tag Renata Salvarendra itu mengeluarkan jurus andalannya. Merengek sambil menghentakkan kedua kakinya seperti anak kecil.

Rena kesal. Farren, yang tak lain adalah pacarnya itu selalu saja melarang dirinya untuk pergi bersama teman-temanya. Kalaupun diizinkan pasti akan ada banyak sekali syarat yang harus ia penuhi.

"Sekali enggak! Ya tetap enggak, Rena!"

Mata Farren menatap Rena tajam. Farren tidak suka Rena membantah dan menjadi pembangkang. Apa pun yang ia katakan, Rena harus menurut. Karena bagi Farren ia melakukan semua ini juga demi kebaikan Rena. Farren sangat menyayangi Rena dan tidak mau terjadi sesuatu yang buruk pada cewek itu.

"Dasar tukang ngatur!" cibirnya pelan. Sialnya Farren tetap bisa mendengar cibirannya itu.

Satu alis Farren terangkat. "Apa? Tukang ngatur kata kamu?"

Farren mengeluarkan tangannya lalu melipatnya di depan dada. Melangkah lebih dekat ke arah Rena. Sekarang, posisi mereka berdua hampir tidak berjarak. Bahkan dahi Farren sedikit lagi pasti akan menyentuh ujung kepala Rena. Itupun Farren perlu membungkukkan badannya terlebih dahulu. Maklum tinggi badan Rena memang hanya setara dengan dada Farren.

"Nggak. Siapa yang bilang gitu." Rena berdecak kesal. Tangannya berusaha mendorong tubuh Farren agar menjauh. Namun, susah.

"Siapa yang tukang ngatur kata kamu tadi?" tanya Farren dengan nada pura-pura mengintimidasi.

"Tau ah!"

Rena memutar tubuhnya. Hendak melangkah pergi. Namun, langkahnya terhenti ketika Farren menahan pergelangan tangannya.

"Mau kemana?" tanya Farren sedikit berteriak.

"PULANG!!!"

"Kan parkirannya di sana." Farren menunjuk ke arah yang berlawanan dengan arah langkah kaki Rena sekarang.

Memutar arah, Rena berjalan sambil menghentakkan kaki, kesal. Ia sangat malu dengan Farren karena salah arah. Bisa-bisanya ia lupa di mana letak parkiran.

Farren yang masih terpaku dengan tingkah menggemaskan Rena berusaha menahan tawa. Bagi Farren, Rena terlihat begitu lucu dan imut di saat kesal seperti ini.

Dengan cepat Farren menyusul langkah Rena.

"Udah jangan ngambek. Gitu doang ngambek." Farren mengacak pelan rambut Rena. Sedangkan Rena hanya diam dengan wajah cemberut dan segera masuk ke dalam mobil setelah Farren membukakan pintu mobil untuknya.

***

Keadaan di dalam mobil terasa begitu hening. Sesaat kemudian Rena mengeluarkan earphone dari dalam tasnya, menyalakan musik untuk membuat suasana hatinya lebih tenang. Ia hanya terfokus pada ponsel yang ia genggam. Menggulir ke atas dan ke bawah layar ponsel, memilih lagu sesuka hatinya.

Sementara di samping Rena, Farren tetap fokus menyetir. Sesekali, ia akan melirik ke arah Rena yang tak menatapnya sedikit pun sejak tadi.

"Aku nggak suka kamu main hp terus kayak gitu."

Peringatan itu keluar dari bibir Farren. Memecahkan keheningan di antara mereka.

Rena mendengar ucapan Farren, tetapi tetap pura-pura tidak dengar. Rena justru sengaja mengeraskan volume musiknya. Tidak mau menanggapi Farren dan tetap fokus pada layar ponsel.

"Rena!" Farren sedikit meninggikan nada bicaranya. Agar Rena tidak diam saja.

Sayangnya cewek  itu masih tetap diam. Tidak menyahuti Farren atau hanya sekedar menoleh.

Membangkang. Ya, itulah Rena, selalu bersikap sesuai dengan apa yang ia inginkan dan tidak suka diatur-atur. Apalagi dengan cara memaksa.

"Rasain tuh, siapa suruh nggak ngizinin gue main sama temen-temen!" dumel Rena dalam hati.

Seketika Farren menepikan mobil ke pinggir jalan. Menatap Rena sebentar, lalu melepas paksa earphone Rena yang terpasang di kedua telinga cewek itu.

Rena menoleh kaget. Perbuatan Farren tersebut terjadi begitu saja hingga membuatnya tidak sempat melawan. "Apa sih? Kok dilepas?"

"Udah sini hp kamu aku sita!" Dengan cepat Farren mengambil ponsel milik Rena dan mengantonginya di saku celana.

"Ihh! Apa-apaan sih?! Balikin nggak?!" protes Rena tidak terima.

"Nggak akan!" jawab Farren sambil menatap Rena dengan ekspresi datar. Ekspresi yang Rena benci. Sangat benci.

Rena hanya terdiam pasrah dengan tingkah Farren yang menurutnya keterlaluan. Hatinya sekarang tidak karuan. Mood-nya benar-benar hancur. Pasalnya sejak pagi tadi Rena sudah membayangkan bahwa sepulang sekolah ia akan bersenang-senang dengan Alsa, Cia dan Dena. Eh malah sekarang kenyataannya seperti ini. Pahit. Nasib punya pacar posesif.

Tanpa ada pembicaraan lagi di antara mereka. Farren melanjutkan perjalanan pulang. Ia kembali fokus menyetir, sesekali menatap Rena yang memalingkan muka ke arah luar mobil.

"Kalo kamu nurut aku nggak bakal kayak gini Rena, maaf," ucap Farren dalam hati. Meski begitu Farren tidak berniat mengembalikan ponsel Rena sekarang. Biar saja ini menjadi hukuman bagi Rena. Biar cewek itu tidak membangkang lagi.

***

Akhirnya mereka berdua sampai di depan sebuah rumah mewah bernuansa putih dengan desain klasik yang terlihat super cantik dan mampu memanjakan mata. Banyak tumbuhan-tumbuhan hijau, juga bunga-bunga indah di halaman depan rumah. Hal itu tentu saja bisa menyegarkan mata orang yang melihatnya. Namun, berbeda dengan Rena yang sudah bosan dengan pemandangan yang sering ia lihat ini.

"Lho?" Rena terkejut ketika melihat di mana sekarang mobil Farren berhenti. Rena menyesal, kenapa sedari tadi ia melamun dan tidak menyadari kemana Farren akan membawanya.

"Ayo turun," ajak Farren sambil membukakan pintu mobil untuk Rena.

"Kan aku mau pulang... " jawab Rena sedikit merengek.

"Kan aku nggak mau kamu pulang... " balas Farren mengikuti nada bicara Rena yang menurutnya lucu.

Hal itu membuat Rena bertambah kesal dan semakin tidak mood. Bukannya apa, Rena hanya tidak suka jika diajak ke rumah Farren. Ia tidak akan bisa beraktivitas dengan bebas. Sebebas di rumah tanpa pengawasan Farren.

"Ayo masuk dulu ya? Ntar malam aku antar kamu pulang," bujuk Farren lembut.

Tanpa bicara apa pun, Rena langsung turun dari mobil. Berjalan di belakang Farren. Yapi tiba-tiba ia mempercepat langkah kakinya, hingga mendahului Farren.

Farren yang melihat tingkah pacarnya itu hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis.

Rena duduk di sofa dalam ruangan yang tampak begitu mewah, disertai dengan tv 100 inch dan juga perabotan-perabotan mewah lainnya. Ya, ini adalah ruang keluarga di rumah Farren.

Sayangnya ruangan ini jarang sekali terjamah. Kedua orang tua Farren selalu sibuk dengan urusan bisnisnya, sementara Farren adalah anak tunggal, jadi ia seringkali di rumah sendiri tanpa keluarga dan hanya ditemani oleh para ART dan pekerja lainnya yang ada di rumahnya ini. Itulah kenapa Farren senang jika ada Rena di sini, membuatnya tidak kesepian lagi.

"Bi Ida Rena haus," panggil Rena pada salah satu asisten rumah tangga Farren. Di rumah sebesar ini tidak hanya Bi Ida saja yang bekerja, ada banyak sekali asisten rumah tangga yang bekerja di sini. Namun, yang paling akrab dengan Rena memang hanya Bi Ida.

Bi Ida juga menjadi asisten rumah tangga kesayangan Farren. Karena Bi Ida lah yang mengurus dan menemani Farren dari kecil ketika orang tuanya sibuk bekerja.

"Non Rena," sapa bi Ida yang baru muncul di hadapan Rena. "Mau minum apa, Non?" tanya Bi Ida tersenyum manis seperti biasa.

"Emm... apa ya?" pikir Rena sejenak. Ia haus tapi bingung ingin minum apa yang enak.

"Ah iya, Rena mau jus lemon, bisa kan, Bi?" tanya Rena semangat. Entahlah kali ini ia ingin sekali meminum minuman dengan rasa asam yang bisa menyegarkan tenggorokannya.

"Oh iya bis—"

"Nggak boleh!" potong Farren. Cowok itu tiba-tiba muncul dari balik tangga setelah mengganti seragamnya dengan pakaian rumah biasa.

"Ck! Apa sih? Aku haus pengen minum yang seger masa nggak boleh?!" decak Rena sebal. Apa-apa dilarang. Apa-apa nggak dibolehin. Siapa yang nggak kesel coba?

"Kamu itu punya penyakit maag, dan kamu belum makan, jadi nggak boleh minum minuman yang asem dulu."

"Ambilin air putih aja Bi," tambah Farren dengan keputusan sepihaknya. Ya, Farren memang selalu seperti itu.

"Air putih dingin ya Bi," sahut Rena dengan senyum lebar ke arah Bi Ida. Tak apa jika memang Farren tidak mengizinkannya meminum jus lemon, yang terpenting ia masih bisa minum minuman dingin yang menyegarkan tenggorokannya yang terasa kering.

"Enggak, yang biasa aja Bi," bantah Farren cepat. Farren beralih menatap ke arah Rena. "Kamu itu nggak boleh kebanyakan minum air es Rena! Lebih sehat air putih biasa." Tegas Farren tak ingin dibantah.

Rena berdecak sebal. Menatap Farren penuh dendam. Percuma jika ia terus membantah cowok itu. Tidak akan menang juga. Memangnya sejak kapan ia bisa menang dari Farren? Itu rasanya sangat mustahil, bukan? Tidak akan pernah terjadi sampai kapan pun.

Sabar Rena. Sabar.

"Dasar nyebelin!" batin Rena memaki Farren.

Bi Ida yang sedari tadi masih berdiri di antara mereka dengan raut wajah kebingungan, langsung mengangguk mendengar perintah dari Farren. Wanita berusia lima puluh tahunan itu melenggang pergi ke dapur.

Farren duduk di samping Rena. Namun, karena merasa risih, Rena agak menjauh. Sehingga sekarang posisi mereka sama-sama ada di ujung sofa. Satu di ujung kanan dan satu lagi di ujung kiri.

Hening.

Beberapa saat, Bi Ida kembali datang membawa nampan yang berisi segelas air putih sesuai perintah dari Farren tadi.

"Makasih Bi," ucap Farren dan Rena tak sengaja bersamaan.

"Sama-sama, Bibi ke belakang dulu ya Den, Non." Bi Ida beranjak pergi setelah mendapat anggukan dari sepasang kekasih itu.

"Cie barengan," goda Farren mendekat ke arah Rena. Tak betah berlama-lama jauh dari Rena.

Merasa tak direspon, Farren pun semakin mendekat. Jari-jari tangan kekarnya itu kemudian menarik pelan ujung dagu Rena.

"Udah, sayang. Jangan ngambek lagi, nanti kamu cepet jadi nenek reyot loh."

"Bodo." Rena menepis tangan Farren dari dagunya. "Sanaan ish!"

Bukannya menyerah, kini kedua tangan Farren malah menangkup pipi Rena dan menatap mata cewek di hadapannya dalam-dalam.

"Anjir! Kenapa gue jadi deg-degan gini? Ah gila gue." Batin Rena kesal karena ia menjadi salah tingkah dengan posisi mereka sekarang.

"Cantik banget," puji Farren masih menatap Rena begitu lekat.

Cup

Farren mencium pipi Rena lembut.

Pipi Rena berubah menjadi merah merona seketika. Ah! Entahlah kenapa ia selalu seperti ini? Padahal ini bukan kali pertama Farren mencium pipinya. Bahkan pernah lebih dari ini.

"Duh gila, kenapa gue nggak berhenti deg-degan sih," gumam Rena dalam hati. Kesal dengan dirinya sendiri.

Farren masih saja menatap Rena. Membuat Rena bingung harus bersikap bagaimana sekarang. Rena selalu tidak kuat jika ditatap Farren terlalu intens seperti ini. Tatapan Farren yang dalam itu terlihat memabukkan, membuatnya terpesona seketika. Lebay memang, padahal hanya ditatap doang.

"Kenapa?"

Tatapan Farren berubah menjadi tatapan bingung. Bingung kenapa Rena diam saja setelah ia cium pipinya. Biasanya cewek itu akan banyak protes jika ia dekati seperti posisi mereka sekarang.

"Enggak. Apa sih? Sanaan, gih!" Elak Rena yang tak mau ketahuan kalau sekarang ia sedang menyembunyikan rasa kagum dan salah tingkah bersamaan.

Farren terkekeh menatap cewek di sampingnya yang bicara dengan intonasi gugup.

Rena mengalihkan tatapannya ke arah lain. Sialan. Sepertinya Farren tahu jika Rena sedang gugup. Farren memang selalu tahu apa pun tentang pacarnya itu, sekalipun Rena tidak mengatakan. Bisa dibilang kalau Farren ini terlalu peka orangnya. Apalagi pada orang-orang terdekatnya.

Rena sendiri bingung kenapa ia masih saja sering bersikap begini ke Farren padahal hubungannya dan Farren sudah berjalan hampir dua tahun. Bukan waktu yang singkat, bukan?

"Nih minum katanya haus." Farren memberikan segelas air yang tadi diletakkan oleh Bi Ida di atas meja. Rena langsung menerima karena memang ia sedang haus.

Farren mengamati Rena yang sedang meminum air. Salah satu tangannya terulur untuk mengusap-usap puncak kepala Rena dengan sayang. "Masih ngambek nggak?"

"Masih lah," jawab Rena sedikit ketus.

"Kan udah dicium, masa masih ngambek sih? Mau lagi emang?" Farren bersiap mengambil posisi mendekat ke wajah semerah tomat itu. Namun, dengan cepat Rena mendorongnya.

"Farren ihh!!"

Farren terkekeh melihat tingkah cemas cewek kesayangannya. "Oh iya kamu mau makan apa? Biar aku pesen gofood aja. Takut kamu bosen sama masakan di rumah aku."

"Nggak deh," tolak Rena singkat sembari menyalakan televisi di hadapannya menggunakan remote yang ada di meja. Ia memang tidak mau makan karena tidak lapar.

"Kamu belum makan dari siang, kamu harus makan pokoknya, aku nggak mau tau. Aku nggak mau penyakit maag kamu kambuh. Aku nggak mau kamu sakit. Aku nggak bisa lihat kamu sakit." Ucap Farren bertubi-tubi membuat Rena harus segera mengiyakan. Kalau tidak, Farren tidak akan berhenti menceramahinya hingga tujuh hari tujuh malam. Tujuh tanjakan dan tujuh turunan.

"Iya iya aku mau makan," pasrah Rena dengan nada malas. "Udah, jangan ngomel terus."

Farren tersenyum sekilas. Sialnya senyum itu selalu terlihat begitu manis di mata Rena. Membuat Rena kagum dan terpesona di waktu yang bersamaan. Salahkan saja kenapa muka Farren terlihat selalu ganteng di setiap momen, membuat Rena tidak berhenti untuk merasa kagum dengan cowok berwajah blasteran itu.

"Mau makan apa?"

"Apa ya?" jawab Rena bingung. Ia tampak berpikir serius. "Bakso aja deh atau ramen juga boleh."

"Eh enak aja. Nggak boleh. Kamu harus makan makanan yang sehat," tolak Farren sigap.

"Aku lagi pengen bakso... " rengeknya seperti anak kecil. Berharap Farren mau mengiyakan permintaannya kali ini.

Farren mengacak pelan rambut Rena, "Nasi, ayam, sama sayur, ya? Baksonya lain kali."

Rena yang tidak bisa membantah hanya diam sambil mengerucutkan bibir. "Aku mau makan tapi balikin dulu hp aku. Kalau nggak, aku nggak mau makan. Titik!"

"Selain makan, ada syarat lain kalau hp kamu mau aku balikin."

Menatap Farren, Rena berdecak. "Apa?"

"Nih," Farren mengarahkan pipinya ke wajah Rena.

"Nggak mau Farren!" tolak Rena pura-pura. Niatnya hanya ingin menjahili Farren terlebih dahulu.

"Ya udah," balas Farren cuek.

Cup

Rena terpaksa mencium pipi Farren. Maksudnya terpaksa tapi senang juga, hehe.

Farren tersenyum kemenangan, lalu ia mencubit pipi Rena gemas.

"Ya udah nih, lain kali jangan fokus main hp kalau lagi berdua sama aku," peringat Farren sembari mengambil ponsel milik Rena dari kantong celana pendek yang ia kenakan sekarang.

Ting

Baru saja benda pipih itu Rena pegang beberapa detik, sudah ada notif pesan yang masuk.

"Siapa?" tanya Farren penasaran. Raut wajah cowok itu berubah seketika. Yang tadinya santai, kini menjadi sedikit mengintimidasi.

Rena buru-buru mengecek ponselnya dan ternyata...

"Duh mampus gue," batin Rena ketakutan setelah tahu notif pesan itu dari siapa. Dengan cepat ponsel yang semula cewek itu pegang, kini sudah diambil alih oleh tangan lain. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Farren.

"Kurang ajar!" marah Farren dengan tangan meremas kuat ponsel Rena. Emosinya langsung terpancing begitu saja ketika dia tahu siapa yang mengirim pesan pada Rena.

***

Jangan lupa komen dan like yaaaa!!!

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya UNSTABLE LOVE : Part 2
13
0
❗Toxic Relationship, cowok posesif akut, cowok redflag, banyak kata-kata kasar, banyak adegan yang tidak patut untuk ditiru❗Judul lama : Possessive Boy
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan