
CHAPTER 4 - BICARA SASTRA DI WARUNG KOPI
CHAPTER 4
BICARA SASTRA DI WARUNG KOPI
Di salah satu universitas negeri di Jakarta.
Sekelompok unit mahasiswa sedang melakukan rapat untuk acara yang akan mereka laksanakan dalam waktu dekat. Semua mahasiswa nampak begitu antusias dan aktif dalam kegiatan rapat yang dilaksanakan hari itu.
Termasuk Rizki yang juga ikut terlibat dalam rapat tersebut.
Beberapa jam berlalu setelah rapat.
Rizki pun selesai menghadiri rapat dan berniat untuk pulang. Namun sekelompok mahasiswa datang ke hadapan Rizki untuk bertukar sapa dengannya.
“Rizki...gimana kabarmu ?” tanya salah satu mahasiswa.
“Baik Jon...sorry gak bisa ikut kegiatan klub buat sementara ini. Gw lagi sibuk banget buat ngadain acara kampus nanti”
“Santai aja. Oh ya, kemarin kayaknya lo pernah bilang buat ngerekomendasiin warung kopi favorit lo. Dimana ya tempatnya ?” tanya Joni yang merupakan teman satu klub Rizki.
Rizki aktif sebagai mahasiswa dan ikut bergabung dalam klub sastra yang ada di kampusnya. Ia sangat menyukai klub ini karena suasana klub ini terbilang aktif dalam membuat beberapa karya sastra seperti puisi dan sering meraih penghargaan tingkat daerah. Selain itu, tempat ini juga cocok untuk Rizki dalam menyalurkan hasrat menulis yang ia miliki.
Rizki menulis alamat tempat itu dalam secarik kertas.
“Warung Kopi Tejo ?”
“Iya. Nama tempatnya itu Warung Kopi Tejo. Pemilik warung kopi ini pun namanya juga Tejo” ujar Rizki sambil bercanda.
“Kalo itu sih udah jelas”
“Bukan Cuma itu. Di situ harga menu yang tersedia bener-bener terjangkau buat kantong mahasiswa macam kita ini. Gw bener-bener recommend tempat ini kalo emang mau ngadain rapat kecil-kecilan atau sekedar hangout sama temen”
“Terus apalagi kelebihan di tempat yang lo kasih tahu itu ?” tanya salah satu anggota wanita dari klub sastra.
“Harganya murah. Tempatnya bersih dan menunya gw akui cukup beragam. Ditambah disana ada wifi gratis yang bisa lo pake sepuasnya. Asal lo mesti mesen menu disana dulu, baru dikasih izin buat pake wifi gratis disana”
“Bagus kayaknya tuh tempat”
“Boleh juga tuh tempat kayaknya” ujar Joni.
“Gw kasih tahu satu lagi Jon. Kalo lo dateng tiap sabtu minggu, disana ada pelayan muda cantik yang suka ngebantu di warung kopi si Tejo. Lumayan kan buat lo yang pada jomblo bisa ngeliat pemandangan indah kayak gitu”
Joni dan beberapa anggota klub sastra yang lain tertarik dengan apa yang baru saja disampaikan oleh Rizki. Beberapa wanita ada yang tidak suka mendengar itu dan mencubit beberapa lelaki yang merupakan pacar mereka.
“Makasih Ki buat infonya”
“Sama-sama Jon. Oh ya nanti kalo kesana tolong bilang lo itu temen gw dan dapat rekomendasi itu tempat dari gw”
“Emang kenapa ?” tanya Joni pada Rizki.
“Lumayan buat nambah diskon kalo kesana. Gw bakal dapat diskon kalo berhasil ngajak temen buat mampir dan mesen makanan di sana. Jangan sampe lupa ya Jon”
“Bisa aja lo. Yaudah nanti gw sampein ke yang punya itu warung” kata Joni.
“Makasih Jon. Gw tinggal dulu ya” ujar Rizki sambil berlalu meninggalkan mereka.
Joni dan anggota klub sastra yang lain sepakat untuk pergi ke Warung Kopi Tejo hari sabtu dan minggu nanti. Mereka mengadakan rapat kecil-kecilan untuk mencari inspirasi dan ide untuk karya sastra mereka yang akan diajukan dalam perlombaan karya sastra tingkat daerah.
Puisi dan cerpen menjadi salah satu tema yang mereka pilih dan sudah mengirim beberapa anggota mereka untuk mengikuti lomba. Joni sedikit berharap tempat itu akan memantik ruang-ruang inspirasi yang ia miliki dan dapat menghasilkan karya terbaik serta memenangi lomba tersebut.
***
Tejo melayani para pelanggan seperti biasa.
Namun kehadiran Riana sebagai pelayan tambahan membuat pekerjaan Tejo menjadi lebih ringan, karena tidak perlu mengantar makanan bolak-balik pada pelanggan. Riana pun juga antusias bekerja disini meski bayaran di tempat Tejo tidak lebih besar dibanding tempat ia bekerja sebelumnya.
“Mbak Riana...saya pesan es kopi”
“Saya pesan mie goreng”
“Saya pesen senyum neng Riana aja”
Riana sedikit kewalahan mendengar permintaan pelanggan yang terus datang pada dirinya. Terutama pesanan-pesanan itu datang dari para laki-laki yang terus saja menggoda Riana setiap dia mulai bekerja. Karena hal ini, Tejo memerintahkan Riana untuk memakai baju yang sopan ketika dia bekerja disini, agar tidak ada tudingan macam-macam yang akan membuat dia repot nantinya.
Kali ini Tejo melihat Mijan berusaha menggoda Riana yang dari tadi bekerja. Ia terus saja meminta nomor HP Riana sambil merayu dengan gombalan basi yang sering ia dengar di televisi.
“Mbak Riana...kamu jangan layanin si Mijan. Suruh dia bayar hutangnya dulu kalo mau dilayanin sama kamu” kata Tejo.
“Pelit amat ama temen Jo”
“Sudah mas Mijan. Saya bawakan air putih aja tidak apa kan ? Tapi lain kali mas Mijan mesti bayar hutangnya ya. Kasihan mas Tejo nanti bisa bangkrut gara-gara sering dihutangin nanti. Kalo mas Tejo bangkrut, saya bingung mesti kerja dimana lagi” ujar Riana sambil berpura-pura memperlihatkan wajah sedihnya.
Karena Mijan ini orang yang gampangan, ia benar-benar tertipu dengan apa yang dilakukan oleh Riana tadi. Mijan langsung pergi ke hadapan Tejo dan langsung mengeluarkan beberapa lembar uang yang sudah lecek dan menyerahkan itu pada Tejo. Tejo menghitung uang yang diberikan oleh Mijan dan mencoret beberapa jumlah hutang milik Mijan di buku catatan miliknya.
“Masih kurang nih” ucap Tejo spontan.
“Segitu dulu ya Jo. Entah kenapa tiba-tiba gw mau bayar utang ke lo aja hari ini. Nanti jangan lupa gw pesen gorengan ya...nanti suruh Riana anter ke pondok gak apa-apa kan ?”
“Karena lo ada i’tikad baik buat bayar utang, gw bakal kasih izin”
Kemudian ia langsung berbicara pada Riana.
“Mbak Riana nanti tolong anter pesanan Mijan ya” ujar Tejo.
“Baik mas Tejo” balas Riana dengan ramah.
Warung kopi milik Tejo menyediakan semacam pondok kecil tempat biasa para bapak-bapak untuk sekedar berkumpul atau menonton bola bersama. Pondok kecil dengan televisi itu memang ia sediakan untuk mereka yang ingin nongkrong bersama.
Namun sekarang tempat itu lebih sering dikuasai oleh Mijan dan teman sekawannya. Walau terkadang beberapa mahasiswa menggunakan tempat itu untuk melakukan kegiatan belajar atau sekedar kumpul bersama.
***
Tejo melihat sekelompok mahasiswa datang ke warung kopi miliknya. Jaket yang mereka kenakan sama persis dengan jaket almamater yang sering Rizki bawa ketika ia sedang mengerjakan tugas disini.
Mereka pun mulai berjalan ke arah Tejo.
“Benar dengan mang Tejo ?” tanya pemuda itu.
“Benar. Saya yang namanya Tejo. Ada urusan apa ya dengan saya ?”
“Saya Joni, mang Tejo. Saya kesini karena rekomendasi dari Rizki. Dia suruh saya ngasih tahu kalau saya tahu tempat ini dari dia. Nanti katanya dia bisa dapat diskon dari mang Tejo sendiri”
“Oalah, temannya Rizki. Pantas jaket almamaternya sama kayak Rizki”
“Saya satu kampus dengan dia mang. Tapi emang benar kalo kita bawa pelanggan ke sini nanti bisa dapat diskon ?” ujar Joni agak penasaran.
“Benar saya emang bakal kasih diskon kalau ada pelanggan yang berhasil bawa orang buat datang ke sini. Tapi nggak semua pastinya, takutnya saya juga rugi nanti. Tapi karena Rizki emang pelanggan setia saya, anggap saja dia saya beri hak khusus buat saya kasih diskon”
“Enak benar si Rizki”
“Kalian ramai-ramai kemari mau sekedar ngumpul atau mau bikin tugas disini ?” tanya Tejo pada mereka.
“Cuma ngobrol dan rapat kecil-kecilan aja mang. Lagipula saya juga mau nikmatin suasana tempat ini dulu. Katanya recommend nih tempat buat mahasiswa pas-pasan kayak kita ini” ujar Joni.
Tejo senang karena tempatnya mendapat pujian dari para mahasiswa. Ia memang sengaja mendesain warung kopi miliknya agar terjangkau untuk para pelajar dan mahasiswa.
“Kalau kalian mau bikin tugas ramai-ramai, sebenarnya ada pondok kecil yang biasa emang dipakai buat mahasiswa seperti kalian. Tapi kayaknya gak bisa dipakai karena ada pelanggan yang lagi pada ngumpul disana”
Melihat Tejo tertawa terbahak-bahak di pondok kecil itu membuat Tejo agak sedikit kesal dengannya.
“Kami di meja biasa juga gak apa-apa mang” kata Joni.
Joni dan anggota klub yang lain langsung memilih meja. Tejo langsung memerintahkan Riana untuk mencatat menu yang akan mereka pesan. Riana pun langsung datang ke arah mahasiswa-mahasiswa tersebut. Laki-laki di sana langsung menatap Riana tanpa henti dan langsung dikagetkan oleh Joni supaya mereka bertindak lebih sopan terhadap Riana.
“Maafin kawan saya ya mbak. Mereka ini jomblo akut, kurang terbiasa ngeliat cewek cantik. Mbak kalau boleh tahu siapa ya namanya ?” tanya Joni mencoba memperkenalkan diri.
“Lo juga sama aja Jon” ujar salah satu temannya.
“Buaya juga lo Jon”
“Kemarin si Anggi gimana ?”
Joni mendengar ini malah semakin malu dan menyuruh temannya itu untuk diam. Riana hanya tertawa mendengar pertengkaran kecil diantara mereka. Akhirnya Riana pun mulai memperkenalkan diri.
“Nama saya Riana. Mas dan mbak disini mau pesan apa ?”
Mereka pun mulai memesan makanan dan minuman yang sekiranya enak dan menjanjikan. Joni pun bertanya pada Riana apa menu terbaik yang bisa disajikan disini.
“Semua menu disini terbaik kok. Mbak dan mas disini mau makan atau cuma mau ngemil-ngemil cantik saja ?” ujar Riana pada mereka.
Joni langsung menanyakan ini pada yang lain. Para wanita hanya ingin makan cemilan yang tidak terlalu berat, sedangkan beberapa laki-laki memesan menu makanan yang dapat membuat mereka kenyang.
“Buat mas disini yang lapar, disini disediakan indomie jumbo dengan topping kornet dan sosis. Kalau mau ganti topping mas tinggal bilang aja nanti. Sedangkan buat mbak nya, disini ada dimsum, gorengan, sosis dan juga churos. Mbak silahkan pilih aja mau pesan yang mana” ujar Riana sambil terus menjelaskan menu yang sekiranya cocok untuk mereka.
Riana adalah pelayan yang ramah dan mudah dekat pada pelanggan. Omset pun meningkat semenjak Riana bekerja dengan Tejo. Terkadang Tejo memberikan makanan gratis untuk Wulan ketika ia sedang berada di sini untuk dititipkan.
Wulan pun juga senang ketika mendapat makanan dari Tejo dan ini membuat Riana semakin nyaman bekerja dengan Tejo.
Mereka pun sudah memilih menu mereka masing-masing dan tinggal menunggu untuk dibuatkan oleh Tejo dan juga asistennya Akbar. Sekarang Akbar sudah mampu membuat beberapa menu yang ada di sana. Ini tentu saja dapat meringankan beban Tejo ketika pelanggan mulai ramai.
Menu pun sudah dibuat oleh Tejo dan Akbar.
Riana pun langsung mengantar makanan itu pada mereka.
“Ini dia. Selamat menikmati makanannya ya” ucap Riana pada mereka.
“Pastinya dong. Ditambah yang nganter makanan juga cantik. Pasti makin enak aja nih makanannya” ujar Joni sambil terus menggoda Riana.
“Gombal terus Jon”
“Makasih ya mbak Riana udah nganterin makanannya” ucap Joni pada Riana.
“Sama-sama mas”
Riana pun pergi meninggalkan mereka dan melihat mereka memakan semua itu dengan penuh senyuman di wajah mereka. Riana cukup senang menu yang disajikan disini dapat dinikmati oleh semua kalangan tanpa mengenal kaya ataupun miskin.
***
Joni dan anggota klub sastra yang lain selesai menikmati makanan mereka. Kini waktunya bagi mereka untuk mengeluarkan kertas dan pena mereka masing-masing dan mulai menumpahkan segala macam pikiran dan ide untuk menjadi sebuah karya yang luar biasa.
Mereka berdebat satu sama lain tentang isi dari karya yang mereka buat.
“Jon...apa tema yang bagus buat lomba nanti ?” tanya salah satu temannya.
“Gimana kalo pemandangan ? Kita bakal coba buat puisi yang menggambarkan keindahan alam. Apalagi negara kita ini kaya akan sumber daya alam. Pasti banyak tempat yang bisa kita ulas dan bagus buat referensi puisi kita”
“Tapi saya kurang setuju...tema alam seperti itu bukannya terlalu mainstream ya ? Udah sering kayaknya saya dengar di setiap perlombaan sastra” ujar salah satu wanita di klub sastra.
Ia adalah Cantika.
Salah satu anggota klub sastra yang sering memenangkan beberapa lomba sastra tingkat kabupaten. Kemampuan dia dalam menulis puisi yang indah dan bermakna sudah tidak diragukan oleh para anggota klub sastra.
“Kalo Tika udah bilang seperti ini mending kita nurut aja deh Jon”
“Apaan sih...saran gw kan juga belum tentu benar. Jangan diikutin seratus persen apa yang gw ucapin tadi” ujar Tika agak sedikit malu.
“Kalau begitu apa nih tema yang bagus ?”
Mereka terus berulang kali menulis beberapa puisi dari beragam tema. Tentang pahlawan, kasih sayang bahkan tema jomblo pun juga diangkat oleh Joni menjadi sebuah karya puisi. Puisi ini benar-benar ia buat sepenuh hati dan berharap Riana akan jatuh cinta mendengar ini.
“Riana pasti suka nih ama puisi gw” ucap Joni.
‘Mana sini gw liat” ujar seseorang dari belakang.
Ternyata orang yang dibelakang itu adalah Rizki yang baru saja pulang dari kampus. Rizki membaca puisi dari Joni cukup keras dan terus menekankan kata Riana berulang kali sampai beberapa pelanggan mendengar apa yang Rizki katakan.
Tejo melihat Riana menjadi sedikit malu setelah mendengar puisi memalukan yang baru saja dibuat oleh Joni. Tejo langsung berteriak pada Rizki supaya berhenti membacakan puisi tadi.
Anggota klub yang lain hanya tertawa melihat tingkah konyol Rizki yang terus saja menggoda Joni. Rizki pun menanyakan pada anggota yang lain bagaimana proses pembuatan karyanya.
“Udah ada beberapa sih...cuma kita agak bimbang aja buat nentuin mana yang bakal kita ajukan buat lomba nanti”
Rizki melihat beberapa karya puisi yang sudah dibuat oleh mereka.
Ia cukup takjub dan melihat beberapa dari puisi itu sudah cukup bagus. Hanya saja perlu dipoles lebih jauh, supaya menghasilkan karya yang luar biasa.
“Berapa karya nanti yang akan dikirim buat lomba nanti ?” tanya Rizki.
“Kurang tahu....kayaknya kita mau kirim tiga karya puisi aja. Urusan baca puisi biar si Cantika aja. Diantara kita semua, dia yang paling berekspresi kalo baca puisi. Sekali-kali lo mesti liat penampilan dia pas di panggung. Keren dah pokoknya” ujar Joni sambil terus memuji Tika.
Tika hanya tertunduk malu akibat dipuji oleh Joni.
Setelah itu mereka terus membahas dan mengoreksi beberapa untaian puisi yang sudah dibuat dari hasil pemikiran mereka masing-masing. Riana kemudian datang untuk mengambil biaya tagihan menu makanan mereka.
“Asyik banget dari tadi saya lihat. Mas dan mbak lagi pada ngomongin apa nih ?” ujar Riana mencoba untuk masuk dalam pembicaraan mereka.
“Kita lagi ngomongin puisi nih mbak Riana” ujar Joni dengan semangat.
“Semangat bener lo Jon” ucap Rizki pada Joni.
“Pastinya. Kan ada mbak Riana yang udah bela-belain mampir kesini. Ngomong-ngomong mbak Riana suka baca puisi ?” tanya Joni pada Riana.
“Dulu saya juga suka puisi waktu masih sekolah. Saya paling suka karya-karya WS Rendra atan nggak karya dari Sujiwo Tejo. Tapi puisi-puisi perjuangan karya Chairil Anwar juga bagus dan enak buat dibaca”
“Nggak nyangka mbak Riana suka puisi kayak kita”
“Cuma sekedar baca doang saja. Saya gak terlalu bisa mah buat sastra seperti itu. Pikiran saya sekarang masih sibuk buat menyekolahkan Wulan dulu”
Joni bingung siapa Wulan yang dimaksud oleh Riana.
“Wulan itu anak saya. Saya lagi fokus untuk membesarkan dia dulu sampai sukses. Supaya ke depan gak jadi kayak saya nanti”
Mereka semua terdiam mendengar Riana berbicara seperti itu. Termasuk Joni yang cukup kaget. Ia sendiri tidak bisa menerima fakta bahwa Riana sudah memiliki anak. Rizki hanya berusaha untuk menghibur Joni sebisa mungkin dan berkata bahwa di luar sana masih banyak wanita perawan yang mungkin mau sama si Joni.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
