
CHAPTER 1 - DUA SEJOLI DI WARUNG KOPI
CHAPTER 1
DUA SEJOLI DI WARUNG KOPI
Tejo melayani beberapa pelanggan yang datang dengan ramah. Warung kopi miliknya menyajikan menu-menu sederhana namun penuh dengan cita rasa misterius yang tidak bisa dijelaskan oleh logika.
Seperti bagaimana mie rebus telur yang dibuat di warung kopi selalu lebih nikmat ketika dibuat disana dibandingkan bila kita membuat sendiri. Selain menyajikan aneka mie, warung kopi milik Tejo juga menyajikan gorengan dan beberapa aneka sosis yang menggugah selera.
Warung Kopi milik Tejo memang identik dengan kesederhanaan.
Dan Hutang.
Tejo sendiri adalah orang yang ramah dan mudah bergaul. Ia bisa dibilang adalah orang yang baik atau mungkin terlalu baik. Banyak sahabat dia berhutang di sana tapi ia jarang merugi.
Entah apa rahasia Tejo mempertahankan bisnis kecil ini.
Teman dia yang bernama Abdul sering datang untuk berhutang namun selalu membayar lebih di akhir bulan bila ia sedang gajian. Teman dia ini sering bercerita keluh kesah hidup seolah tanpa ada paksaan apapun.
“Jo...lo bisa denger curhatan gw gak kali ini ? Sialan banget emang kerja di tempat gitu ? Gak sehat cuy lingkungannya” ujar dia sambil marah-marah sembari minum es teh buatan Tejo.
“Kenapa bisa begitu ? Kamu sendiri cari masalah atau tidak disana ? Kalau kamu mau berhenti bekerja di sana, pikirkan langkah ke depan baik-baik. Buat rencana matang keuanganmu itu dan jangan sampai salah langkah. Apalagi kamu itu tipe yang emosian kalau sudah kepepet” ujar Tejo secara gamblang.
Ucapan Tejo itu seperti langsung menembus batinnya dan ia terdiam.
“Itu kan dulu Jo. Sekarang gw udah beda. Gw punya anak istri di rumah yang lagi nunggu gw setiap malam. Apalagi kita kan udah tua buat ngelakuin hal bodoh kayak gitu. Tapi gw salut ama lu Jo, bisa bikin usaha kayak gini Cuma dengan menabung tiga tahun saja” kata Abdul.
“Ya gitulah Dul. Saya sudah rencanain sejak hari pertama saya kerja di perusahaan laknat itu. Saya bertahan cuma demi upah yang agak lumayan disana. Mungkin Tuhan menginginkan saya untuk keluar dari sana melalui perantara orang yang menjebak saya waktu itu”
“Lho...jadi kamu dijebak ?” ujar Abdul dengan kaget.
“Bukannya saya udah cerita ke kamu waktu itu ?”
“Benarkah ?” ujar Abdul sambil memikirkan cerita Tejo dulu.
Abdul memang orang yang agak pelupa. Mungkin karena tekanan perusahaan konstruksi tempat ia bekerja di sana atau mungkin juga tekanan gaya hidup yang selalu menerpa para karyawan gaji tanggung.
Tejo selalu menyebut istilah karyawan gaji tanggung untuk para karyawan yang digaji terkadang besar dan terkadang kecil. Banyak dari mereka terjebak dalam dilema hedonisme seperti yang ditampakkan para artis di layar kaca.
Mereka berusaha membeli kemewahan meski terkadang itu pas-pasan. Ada yang sampai menyiksa diri mereka sendiri demi menunjukkan gaya hidup mereka. Semua barang mewah itu dibeli dengan cara berhutang atau istilah lainnya adalah kredit.
Tejo membenci hidup seperti itu.
Ia adalah pribadi yang rela irit demi menata hidup yang lebih baik di masa depan. Abdul terkadang sering meminta saran keuangan pada dia dan ia cukup heran dengan hal ini. Padahal yang ia lakukan hanya sedikit menahan ego untuk belanja.
Itu saja.
“Jo...besok lu mau ikut jalan-jalan gak bareng keluarga ke Bogor ? anak gw juga udah lumayan deket ama lo” ujar Abdul mencoba menawarkan Tejo untuk liburan bersama dia.
“Ah, ngaco kamu Dul. Liburan keluarga sampai mengajak saya segala. Saya tidak usah ikut Dul. Kamu saja nikmati waktu sama keluarga kamu. Saya gak terlalu suka ganggu privasi orang buat senang-senang” ujar Tejo sambil merendah.
“Tapi kan lo udah gw anggap keluarga” ujar Abdul dengan santai.
Tejo sedikit tersentuh dengan ucapan Abdul tadi.
Ia membuat beberapa potong sosis dan ia berikan itu pada Abdul.
“Untukmu. Anggap aja bonus karena udah sering mampir disini. Selamat liburan buat besok. Hati-hati kalau mengemudi dengan mobil nanti” ujar Tejo sambil memberi beberapa saran pada Abdul.
“Wahh...Jo...makasih banget ya...”
Abdul disana selama beberapa menit dan langsung pulang ke rumah setelah menikmati beberapa potong sosis yang diberi Tejo secara gratis.
Seperti biasa ia juga berhutang pada Tejo.
“Untung kamu temen yang baik Dul” pikir Tejo.
***
Malam semakin larut.
Pelanggan yang datang ke tempat Tejo juga ikut bertambah.
Kali ini sepasang sejoli mampir ke Warung Kopi Tejo. Si laki-lakinya adalah pelanggan tetap dari Tejo yang sering datang memesan kopi latte untuk mengerjakan tugas kuliah.
Tejo melihat pacar dari pria itu dan harus ia akui bahwa wanita itu cukup cantik. Wajah putih mulus dan rambut panjang halus membuat mata setiap pria memandang wanita ini. Seluruh pelanggan di warung kopi riuh seketika.
Ia memang cukup terkenal di warung kopi milik Tejo karena hampir setiap hari ia datang. Bukan untuk menikmati menu miliknya, melainkan wifi gratis yang ia pasang untuk menarik pelanggan.
Ia hanya duduk sambil mengerjakan tugas dan menikmati secangkir kopi latte yang ia seruput tiap beberapa jam saja. Tejo tidak mempermasalahkan hal ini dan membiarkan ia melakukan hal yang ia mau disini, selama ia memesan menu meski itu yang termurah.
Lagipula pelanggan ini selalu membawa temannya ketika mampir dan itu juga membuat Tejo cukup senang karena warung kopi miliknya cukup terkenal.
“Mang Tejo...makin rame aja nih...”ujar pelanggan itu.
“Iya nih...Tumben Rizki kemari bawa pacar...mana teman yang biasa mampir ke sini ?” ujar Tejo dengan ramah.
“Teman saya lagi pada sibuk kang...jadi saya bawa pacar saya aja kesini...sekalian ngajak dia buat ngenalin tempat favorit saya buat nugas” ujar Rizki.
Rizki memperkenalkan pacar dia yang cantik itu pada Tejo.
Ia bernama Dinda.
“Kalian berdua mau pesan apa ?” ujar Tejo pada mereka berdua.
“Pesan kamar aja bang” ujar Rizki sambil bercanda.
“Gak boleh itu. Belum muhrim kalian berdua. Kalau begitu, saya punya menu khusus buat orang yang lagi pacaran. Mau saya buatkan ?” ujar Tejo sambil menasihati dan menawarkan menu buatan dia sendiri pada dua sejoli ini.
“Bercanda mang. Oke deh saya pesan menu khusus mang Tejo. Saya duduk di sana ya” ujar Rizki sambil menunjuk meja kosong di sana.
Tejo pun kembali dan berpikir sejenak untuk membuat sesuatu untuk mereka berdua.
“Kalau begitu menu itu saja” ujar Tejo dengan yakin.
Tejo membuat mie seperti biasa, namun dengan topping yang sedikit spesial dan minuman soda dengan tampilan yang sedikit mirip dengan minuman di cafe-cafe mahal. Pelanggan setia Tejo yang melihat ini bertanya menu apa itu.
“Jo...menu apaan tuh ? Kagak pernah lihat gw yang kayak gitu...”
“Ini menu terlarang buat para jomblo kayak kamu. Kalau kamu bawa pacar atau istri kesini, saya bakal buatkan khusus untuk kamu nanti” kata Tejo sambil meledek pelanggan tetap warung kopi miliknya.
“Kurang ajar kau Jo...lo sendiri juga jomblo kan ?” ujar pria itu sambil tertawa diikuti oleh beberapa pelanggan lain yang mendengar ini.
Tejo sendiri juga ikut tertawa mendengar ini.
Ia sudah hampir memasuki kepala tiga dan belum pernah terlibat urusan percintaan dengan wanita manapun. Sepertinya Tejo masih ingin menikmati hidup dan mengumpulkan pundi-pundi uang meski itu sedikit.
“Ini menu buat kalian berdua”
“Kelihatannya enak kang” ujar Dinda pada Tejo.
Tejo sedikit malu mendengar seorang wanita memuji masakan yang ia buat. Nampaknya ia sedikit iri pada Rizki yang memiliki pacar secantik Dinda.
“Selamat menikmati waktu kalian. Kalau mau berantem atau ribut-ribut jangan disini ya. Nanti warung saya sepi gara-gara ada orang pacaran pernah putus disini” ujar Tejo pada Rizki dan Dinda.
“Nggak lah Mang. Saya mah cinta banget ama Dinda”
“Saya juga cinta sama Akang” ujar Dinda balik pada Rizki.
“Enaknya masa muda” pikir Tejo.
Tejo pun pergi meninggalkan kedua pemuda kasmaran itu dan kembali melayani pelanggan-pelanggan yang lain. Kali ini pelanggan dengan kepala botak datang menghampiri Tejo dan mengambil beberapa gorengan yang ia buat.
Ia adalah salah satu pelanggan laknat yang masuk daftar hitam dari buku catatan Tejo. Pelanggan ini bernama Mijan dan selalu saja datang untuk mengambil gorengan dan terlebih lagi selalu berhutang.
“Jan...ngapain kau kesini ? Bayar dulu utang gorengan yang kemarin kalau mau ambil” ujar Tejo.
“Santai aja Jo...nanti bakal gw bayar kalo bisnis gw lagi membaik. Akhir-akhir ini lesu banget. Banyak orang gak percaya ama bisnis yang gw jalanin...terutama lo Jo. Lo mau bantu bisnis gw kan ? Klo gabung nanti gw kasih diskon temen buat lo”
Tejo langsung menolak dengan cepat ajakan Mijan.
Jujur ia tak masalah jika Mijan berhutang dengan dia.
Namun yang membuat ia kesal adalah dia selalu menawarkan bisnis abal-abal yang hanya mengandalkan perekrutan member untuk mendapakan keuntungan. Ia selalu memperingatkan Mijan untuk keluar dari bisnis itu, namun Mijan selalu bersikeras menolak dan akan membuktikan pada Tejo bahwa ia akan sukses dengan bisnis yang ia jalankan.
“Tenang Jo...gw ada segini dulu...sisanya nanti gw bayar. Oh ya Jo, tadi menu yang lo buat itu apa ? Gw baru lihat menu kayak gitu. Menunya anak muda banget. Bisa buatin gw yang kayak gitu Jo ?”
“Pertama, Kau bayar dulu hutangmu. Kedua, kau bawa pacar atau istrimu ke sini. Ketiga, lebih baik kamu keluar dari bisnismu itu. Dari cara perekrutan dan barang aja udah meragukan. Saya kasihan sama kamu yang hidup seperti ini terus. Repot saya kalau kamu tidak sukses juga sampai sekarang”
“Banyak amat syaratnya Jo...apalagi yang ketiga itu...rasanya udah gak mungkin”
“Kenapa gak mungkin ?”
“Sebenarnya gw juga udah tau itu bisnis mah gak jelas. Cuma kayaknya gw udah tanggung buat keluar dari bisnis itu. Gw udah rugi banyak dan masih belum untung juga. Setidaknya sampai gw dapat untung, gw bakalan keluar dari bisnis aneh itu”
Tejo pun hanya menghela napas.
“Jan..kalau kamu keluar pas untung, pasti kamu akan mikir lagi buat keluar dan tetap ngelanjutin bisnis aneh kamu itu. Lebih baik keluar sekarang daripada kamu nyesel nanti”
“Nanti bakal gw pikir lagi Jo...gw ambil lima gorengan lo dulu ya...seperti biasa catet aja di buku catatan hutang gw...gw mau lanjut nonton bola dulu...iklannya udah mau kelar soalnya”
Mijan pun langsung pergi dan membawa lima gorengan yang baru dibuat Tejo dengan cepat. Ia mengamati para pelanggan dan tersenyum puas. Ternyata selama ini ia tidak sia-sia menabung dan hidup irit selama tiga tahun. Usaha yang ia geluti sudah mulai memiliki beberapa pelanggan tetap.
Tak lama Rizki datang pada Tejo dan langsung berbicara empat mata.
“Mang Tejo...saya mau diskusikan sesuatu nih. Kata orang-orang disini, Mang Tejo paling bisa diandelin sebagai tempat curhat. Bang Dul juga cerita katanya Mang Tejo menteri keuangan pribadi Bang Dul” ujar Rizki.
“Dul ngomong apa lagi ke nih anak ?” pikir Tejo.
“Gimana Mang ?”
“Yaudah. Mau curhat apa ?”
Tejo pun pergi ke meja Rizki dan Dinda. Tejo izin sama asisten baru yang ia rekrut untuk menggantikan ia sebentar. Tejo pun langsung duduk di hadapan Rizki dan Dinda dan mencoba untuk mendengar setiap curhatan dari mereka.
“Menurut Mang Tejo...nikah muda itu gimana Mang ?” tanya Rizki.
Tejo sedikit terkejut mendengar pernyataan Rizki.
“Bukannya kamu itu masih kuliah ya ? Kamu gak mau selesain kuliah kamu dulu ? Nikah itu bukan cuma sekedar kasih mas kawin ke istri kamu. Butuh perencanaan panjang dan matang. Kamu udah siap buat semua itu ?”
“Itu dia. Masalahnya si Dinda ini mau dijodohkan dengan pihak orang tuanya. Saya sudah bilang bakal nikahin Dinda, tapi mereka tidak mau mendengarkan pendapat saya dan Dinda. Saya bingung harus gimana mang Tejo”
“Terus gimana ceritanya kamu mau minta nikah muda ?”
“Itu sebenarnya saran dari orang tua Dinda”
“Benarkah itu ?” tanya Tejo pada Dinda.
“Benar kang. Saya tidak tahu jalan pikiran orang tua saya untuk menikahkan saya buru-buru. Katanya kalau saya tidak mau dijodohkan, saya bisa menikah dengan Rizki dan dia nanti akan diberikan pekerjaan oleh orang tua saya nanti”
Mendengar ini Tejo malah makin terheran.
Seharusnya ini adalah sebuah win-win solution bagi Rizki dan Dinda. Rizki bisa menikahi Dinda secara sah dan tidak perlu repot untuk mencari pekerjaan. Tapi entah mengapa ada sesuatu yang tidak benar disini.
“Secara logika ini pasti menguntungkan buat kamu. Tapi kamu mau ngejalanin dan nurutin perintah orang tua Dinda kayak gini ?” ujar Tejo pada Rizki.
“Siapa sih yang tidak tergiur dengan tawaran nikah gratis dan dapat pekerjaan dari pihak orang tua si perempuan ? Saya sempat berpikir untuk menyetujui saran dari orang tua Dinda, tapi saya merasa tidak bertanggung jawab dengan Dinda”
“Mengapa begitu ?”
“Saya mencintai Dinda lebih dari apapun. Terkadang saya ingin membahagiakan dia dengan cara yang saya bisa. Tapi saya masih harus menyelesaikan pendidikan dan mencari pekerjaan yang layak untuk menghidupi Dinda nanti”
“Terus kamu akan menolak permintaan orang tua Dinda ?”
“Menurut mang Tejo gimana ?” tanya Rizki balik.
“Kalau saya jelas bakal tolak permintaan aneh itu. Saya tidak terlalu suka hidup bergantung dengan orang lain. Aneh saja rasanya”
“Saya juga seperti itu. Saya mencintai Dinda dan ingin Dinda melihat saya sebagai laki-laki bertanggung jawab”
“Bagus. Terus bagaimana kamu menjawab pertanyaan mereka ?”
Rizki pun menatap Dinda.
Tejo lagi-lagi merasa seperti setan yang mengganggu orang yang sedang kasmaran. Ia memalingkan muka ketika mereka berdua bermesraan.
“Saya bakal menolak permintaan mereka dan izin sama orang tua Dinda untuk memberi saya waktu sampai saya siap baik secara mental maupun finansial”
“Cakep itu jawabanmu. Kalau gitu ngapain juga kamu curhat sama saya ?”
“Sekedar berbagi cerita aja. Lagipula saya agak gugup buat bicara sama mereka besok. Jadi saya butuh saran dari orang dewasa yang udah punya pengalaman hidup lebih banyak dari saya”
“Saran saya gak sebagus itu. Pada akhirnya semua kamu yang memutuskan. Bukan saya. Saya cuma om-om pemilik warung kopi yang mencoba hidup santai dan mendengar curhatan setiap pelanggan saya”
Dinda tersenyum pada Tejo.
Tejo melihat ini dan semakin salah tingkah.
“Kang Tejo sudah punya pacar ?” tanya Dinda tiba-tiba.
“Sayang. Gak sopan kamu nanya gitu ke mang Tejo” ujar Rizki pada Dinda.
Rizki memberi kode pada Dinda bahwa Tejo tidak memiliki pacar. Dinda terkejut dan tidak menyadari hal ini sampai sekarang.
“Tapi aneh aja lihat kang Tejo yang udah mandiri gini tapi belum punya pacar. Kalau Dinda tidak sama Rizki, saya bersedia jadi pacar kang Tejo” ujar Dinda sambil menggoda Tejo.
Tejo yang tidak pernah digoda oleh wanita merasa salah tingkah dan malu. Dinda hanya tertawa melihat tingkah dari Tejo seperti itu.
“Sayang. Kok kamu ngomong kayak gitu sih ?” ujar Rizki sedikit merajuk.
“Bercanda kok sayang. Sini Dinda cium dulu biar kamu gak marah lagi”
Dinda langsung mencium Rizki di Depan Tejo tanpa sedikitpun rasa malu. Tejo yang melihat ini langsung pergi meninggalkan mereka.
“Saya lanjut dulu. Semangat buat besok nanti” ujar Tejo pada Rizki.
“Mang Tejo juga semangat ya”
“Semoga kang Tejo cepat dapat pacar” ujar Dinda.
Tejo semakin malu ketika Dinda menggoda dia seperti itu.
Ia teringat seseorang dengan sikap yang sangat persis seperti Dinda. Cantik, ceria dan mudah untuk bergaul dengan siapa saja. Tapi kenangan itu agak sedikit menyakitkan dan dia lebih menutup kisah itu dan menulis lembaran baru bagi hidup dia sendiri.
Tejo lihat asisten barunya itu sedikit kerepotan dengan pelanggan yang mengantri cukup banyak. Asisten Tejo masih baru dan perlu belajar lagi bagaimana untuk mengatur dan melayani pelanggan dengan manajemen waktu yang baik dan tidak membuat pelanggan menunggu lebih lama.
“Nih anak perlu belajar lagi kayaknya” pikir Tejo.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
