
Kincir ria yang berputar perlahan dan lagu jazz kesukaannya, adalah salah satu dari kenangan berharga yang kudapat setelah pertemuan kami beberapa bulan silam. Jauh di dalam lubuk hati, aku ingin mengenal dirinya lebih jauh dan tak berpisah dengannya.
Kenangan Sesaat yang Tak Terlupakan
Kincir ria yang berputar perlahan dan lagu jazz kesukaannya, adalah salah satu dari kenangan berharga yang kudapat setelah pertemuan kami beberapa bulan silam. Jauh di dalam lubuk hati, aku ingin mengenal dirinya lebih jauh dan tak berpisah dengannya.
Namun takdir tak begitu memihak diriku.
Bahkan tak memberiku kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal padanya. Entah ia yang brengsek atau aku yang terlalu polos.
Namun satu hal yang pasti.
Kenangan tiga bulan selama dengannya adalah salah satu hal paling berharga dalam hidupku. Jika Tuhan memberiku kesempatan bertemu sekali lagi, aku hanya ingin berterima kasih padanya dan tak terlalu berharap lebih jauh.
Ini semua dimulai tiga bulan yang lalu.
Sebuah pertemuan tak sengaja dari dunia maya.
Aku berkenalan dengannya melalui aplikasi pertemanan yang sedang populer saat itu. Kami sering bertukar pikiran, ide dan hal-hal kecil apapun yang dapat kami bicarakan. Hingga saat itu ia memutuskan untuk bertemu denganku.
Aku begitu gugup.
Tak tahu apa yang mesti kulakukan.
Kupandang wajahku dari cermin wastafel apartemen yang kutempati. Aku mengecek wajah, rambut, bulu hidung serta gigi dan juga napasku. Aku tidak ingin ia mencium bau mulut dari sambal petai yang kumakan dua hari sebelumnya.
Kutengok setiap sisi wajahku dan aku tersenyum puas.
“Sempurna” kataku sambil percaya diri.
Di cafe dekat salah satu kampus.
Jam sepuluh pagi.
Itulah waktu janji pertemuan yang ia buat denganku. Karena gugup, aku datang lebih cepat tiga puluh menit dari waktu yang dijanjikan. Selama menunggu, aku ditemani oleh dua cangkir kopi latte dari pelayan wanita yang kupandang cukup manis disini.
Waktu menunjukkan pukul tepat sepuluh lagi. Belum ada tanda seseorang akan datang mendatangiku. Aku sempat mengira ia berbohong, sampai seseorang di belakang menepuk pundakku.
Aku terbelalak.
Ternyata pelayan yang manis ini adalah orang yang selalu ku tunggu. Aku benar-benar bodoh tidak menyadarinya.
“Kamu Reza kan ?” katanya dengan suara lembut yang begitu manis terdengar di telingaku.
“Ya. Vania” kusebut namanya dengan melihat tanda pengenal miliknya.
“Apa kau mau pergi denganku sekarang ?” katanya dengan santai.
“Bagaimana dengan pekerjaanmu ?” aku balik bertanya.
“Aku sudah izin dengan manager. Aku boleh pergi katanya”
Setelah baranjak dari cafe, ia memberiku dua tiket ke salah satu taman bermain di sana. Satu untukku dan satu untuknya.
Selama di taman bermain, kami mencoba berbagai jenis permainan di sana, sampai roller coaster yang sempat membuatku bergidik ngeri. Kulihat tawa dan teriakan para pengunjung yang membuatku terheran.
“Bagaimana bisa mereka menikmati semua ini ?” pikirku.
Kulihat Vania menarik tanganku menuju ke sana. Tawa dan senyumnya entah kenapa membuat rasa takut dalam diriku menghilang.
Sampai aku duduk di depan roller coaster dan rasa takutku muncul kembali.
Vania tertawa melihatku muntah setelah menaiki roller coaster.
“Kalau bukan untuk Vania, tidak sekalipun aku akan menaiki benda mengerikan seperti itu” pikirku.
Hari berlanjut sampai sore.
Sudah kucoba segala jenis permainan disini dan sebagai penutup, kami memutuskan dengan menaiki kincir ria berdua.
Selama di dalam kincir ria, ia memutar lagu jazz kesukaannya dan berbicara kepadaku.
“Aku sangat suka lagu jazz semenjak aku umur tujuh tahun, bagaimana denganmu ? Apa yang paling kau sukai ?” kata Vania dengan ramah.
“Aku menyukaimu Vania. Aku suka tawa milikmu, senyum yang menghias bibir indahmu dan hal-hal kekanak-kanakan yang kau lakukan seharian denganku saat ini. Aku menyukainya. Aku jatuh cinta padamu Vania” kataku di dalam benak pikiranku saat itu.
Ingin aku mengatakannya.
Namun aku tidak mau merusak momen berharga seperti ini.
“Aku menyukai jenis musik apapun, selama itu enak terdengar di telingaku” kataku kepadanya.
“Kau bukan tipe pemilih ya” katanya sambil tertawa.
Sesaat kulihat tatapan mata kami saling bertatapan.
Aku memalingkan wajahku karena malu dan kulihat ia sibuk memainkan handphone miliknya.
Jantungku berdegup kencang tidak karuan saat itu.
Saat aku mencoba mendekatinya, waktu kincir ria kami sudah berakhir dan penjaga membukakan pintu. Taman bermain sudah hampir tutup dan kami memutuskan untuk pulang ke rumah dan kuantar ia sampai halte terdekat.
Sejak di taman bermain, kami berdua mulai semakin dekat.
Ia mulai mengajakku pergi ke manapun ia inginkan. Entah ke perpustakaan, bioskop atau sekedar menemaninya belanja baju kesukaannya.
“Baju mana yang menurutmu lebih cocok ?” katanya sambil menunjukkan dua buah baju yang berbeda motifnya pada diriku.
Aku melihat kedua baju itu dan memikirkan bagaimana jika Vania memakainya.
“Menurutku keduanya bagus untukmu. Kau tetap terlihat cantik apapun pakaian yang kau kenakan” kataku secara berterus terang.
Vania nampak terkaget dengan perkataanku.
“Baiklah kalau begitu aku pilih keduanya” katanya sambil tersenyum dan kulihat wajahnya sedikit memerah.
Tiga bulan kami dekat dan kuputuskan untuk menyatakan perasaanku saat itu di hadapannya.
Aku mencoba mengajaknya bertemu.
Namun tidak ada kabar darinya.
Kutelepon ia berulang-ulang dan sama sekali tidak ada jawaban. Aku begitu gusar dan tidak tahu harus melakukan apa. Bahkan malam pun saat itu terasa lebih panjang dari biasanya.
Paginya aku mencoba ke tempat kerja Vania.
Namun hal yang kudapat sungguh mengejutkan. Ternyata ia sudah tidak bekerja di sana satu minggu yang lalu. Aku bertanya kepada temannya dimana ia tinggal, namun tak ada satupun yang mengetahuinya.
Aku mencoba mencari lewat internet.
Sesuatu seperti stalking atau semacamnya.
Aku juga tidak suka melakukan seperti ini, namun aku tidak punya pilihan.
Kucari nama yang berhubungan dengan Vania, namun tak satupun berhasil kudapatkan. Aku mencarinya siang malam selama satu minggu penuh dan tak menemukan hasilnya.
Enam bulan berlalu dan aku belum menemukannya sama sekali. Kuputuskan untuk menghentikan pencarianku terhadapnya.
Di malam yang begitu dingin, terkadang aku begitu memikirkan kenangan indah yang telah dilalui bersamanya. Tawa hangat miliknya, mata yang indah, senyum mempesona dan rambut yang halus membuatku tidak bisa melupakannya hingga ia terbawa ke dalam mimpiku.
Aku jatuh cinta padamu Vania.
Kuharap kita dapat bertemu lagi.
Entah dimana.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
