CERPEN 1 - KUNTILANAK DI TENGAH MALAM

1
0
Deskripsi

CERPEN 1 - KUNTILANAK DI TENGAH MALAM

KUNTILANAK DI TENGAH MALAM 

 

Langit semakin gelap seiring tengah malam dan dedaunan menumpuk di halaman dan depan pintu rumah, menimbulkan suara gemerisik yang amat tidak nyaman didengar, sehingga menimbulkan kesan akan hadirnya orang lain di sana. Ditambah, tanpa adanya sumber listrik yang masuk ke desa tempat mereka tinggal, membuat suasana di dalam rumah menjadi gelap gulita, hanya ditemani cahaya lilin di atas meja. 

Rani meraih buku yang ada di atas meja dan kemudian ia mulai membaca kembali di bawah cahaya lilin yang perlahan semakin temaram. Rumah ini merupakan warisan dari neneknya yang telah lama diberikan padanya, tapi yang membuat aneh adalah bahwa tak ada sanak saudara satu pun yang mencoba untuk memperebutkannya, tak seperti sawah-sawah dan juga apartemen yang nenek miliki di beberapa tempat di luar pulau Jawa. 

“Rani, apa kau setuju untuk mendapatkan rumah nenek yang ada di desa itu ?” kata bibinya.

“Tentu saja. Rani tidak mempermasalahkan itu” 

Semua yang mendengar di ruangan itu, saat pembagian warisan ketika seluruh keluarga besar berkumpul, tertawa dan berbisik-bisik di belakang Rani. Ia menyadari bahwa dirinya ditertawakan, tetapi ia tak peduli. Bagi dirinya, apapun yang diberikan neneknya adalah harta yang tak ternilai untuk dirinya. Tetapi, entah kenapa ia mulai berpikiran sama dengan yang lainnya saat tiba disini. 

Di tengah malam itu, Rani tak dapat tidur sehingga ia hanya menghabiskan waktunya dengan membaca koleksi buku-buku neneknya yang ada di meja kerjanya. Tak disangka, seluruh bukunya amat menarik hingga lilin yang digunakan untuk penerangan hampir padam. Meski rumah neneknya yang ini besar, tetapi ia tidak suka hal-hal modern, sehingga ia mempertahankan konsep tradisional di tempat ini. 

Rani pun mencari lilin yang ada, sambil ia mencari beberapa minuman yang dapat ia seduh, seperti coklat ataupun teh hangat. Ia juga ingin membuat minuman untuk adiknya, Dina, yang menemani ia di tempat besar ini. Jujur, ia masih sedikit takut, tetapi kehadiran Dina yang menemani dirinya telah menyingkirkan rasa takutnya sedikit demi sedikit. 

Rani pun mulai mengambil beberapa lilin, memasukkannya ke kantong baju, dan kemudian mulai membuat teh dan coklat panas untuk adiknya. Meski agak menyeramkan, ia nampaknya menikmati momen-momen kesendirian itu di tengah sunyi yang sedikit mencekam di dapur. 

“Ini coklat panas untukmu” ujar Rani sambil ia membawakan coklat panas kepada Dina. 

“Terima kasih, kak. Coklat panas di tengah malam ini membuatku sangat nyaman” 

“Kau benar. Tetapi, kenapa kau tidak tidur dan memilih untuk menemani diriku disini ?” tanya Rani yang penasaran dengan Dina. 

“Kak, kau bercanda ? Tempat ini menyeramkan. Aku mencoba untuk tidur di kamar atas, tetapi entah kenapa sesuatu mengawasi diriku saat berada di sana. Karena itu, aku putuskan untuk membawa bantal dan menemanimu belajar di sini” 

“Kita berada di desa yang jauh dari peradaban. Tentu suasana di sini agak sedikit menyeramkan” 

“Kau benar, kak. Selain itu, kalau nenek begitu kaya hingga mampu untuk membuat rumah sebesar ini, dengan stok makanan berlimpah di lemari, kenapa ia tidak membuat rumah ini dialiri listrik saja ? Tentu biayanya tak seberapa bagi dia” 

“Bahkan tak ada generator juga disini” balas Rani. 

“Benar sekali. Itu yang semakin aneh” 

Rani kemudian melanjutkan kembali kegiatan membaca yang ia lakukan dari pukul sembilan malam. Tak terasa, waktu berjalan begitu cepat hingga tengah malam tiba. Tetapi, di tempat yang seperti ini, ia sama sekali tidak merasa kantuk, seolah adrenalin dalam tubuhnya mengalir begitu deras, dan memaksa ia untuk tetap terjaga sepanjang malam. 

Tiba-tiba saja, Rani merasa mendengar sesuatu dari kejauhan. Kemudian, ia bertanya pada Dina tentang suara yang didengarnya. 

“Apa kau mendengar itu ?” tanya Rani. 

“Aku tidak mendengar apapun kak” 

Rani tak memperdulikan itu dan memilih untuk kembali melanjutkan bacaan yang tadi sempat ia lewatkan. Tetapi, saat ia lanjut membaca, ada sebuah bayangan melintas dengan cepat dari balik jendela. Ia tak tahu itu apa, tapi perasaan akan bayangan itu membuatnya sedikit takut. 

“Dina, apa kau melihat bayangan yang lewat tadi ?” tanya Rani sedikit panik. 

“Bayangan apa kak ? Dina dari tadi tak melihat apapun. Apa jangan-jangan kakak mulai ketakutan disini ?” ujarnya sambil sedikit meledek Rani yang saat ini ketakutan di meja kerja neneknya. 

Suasana perlahan mulai berubah, ketika pintu utama mulai terbuka secara pelan. Mereka berdua kini menjadi ketakutan dan kini berpelukan di atas sofa sambil menutup mata mereka. 

“Kak, Dina takut” katanya sambil gemetar memeluk Rani. 

Rani pun juga berada di posisi yang sama, tetapi karena adiknya ketakutan, ia berusaha untuk memberanikan diri. Samar-samar, wangi aroma bunga mulai tercium, dan disana ada sesosok wanita menyeramkan dari balik pintu. 

Ia berambut panjang, tak memiliki apapun dari balik gaunnya yang putih panjang, dan yang lebih menyeramkan lagi adalah sosoknya yang begitu tinggi, dengan cakar yang panjang di kedua tangannya. Rani yang melihat sosok itu amat ketakutan, dan tak menyangka ada makhluk yang begitu menyeramkan disana. 

Ia menutup matanya dan gemetar ketakutan. Saat mahkluk itu hendak pergi, angin kencang berhembus di seluruh ruangan dan mematikan lilin yang ada di meja kerja neneknya. Keadaan menjadi gelap total, dan beberapa saat setelah mereka memejamkan mata, Rani mulai memberanikan diri untuk melihat dan menyalakan kembali lilin di meja. 

“Kak, apa itu tadi ?” tanya Dina kepada kakaknya terkait makhluk yang ia lihat tadi. 

“Entahlah”

“Kak, Dina takut. Mari pergi dari sini” 

“Bertahanlah. Saat ini kita tak bisa pergi. Mari kita cek terlebih dahulu di luar sana. Sepertinya pintunya agak sedikit rusak karena angin kencang tadi” 

Mereka berdua pun pergi keluar, dan Rani mengambil senter yang selalu ia gunakan ketika berkemah di hutan ketika kuliah dulu. Ia meraih tas di dekat sofa, dan kemudian mengambil senter, lalu pergi ke luar. Dina sedari awal terus menempel kepada Rani sejak kedatangan makhluk itu. 

Rani pun mulai mengecek keadaan sekitar. 

Saat senternya menyorot kedalaman hutan, mereka berdua begitu terkejut, karena banyak dari mereka mengawasi disana. Para makhluk itu, yang sering disebut sebagai kuntilanak, berdiri di sana, tidak hanya satu, tetapi belasan dari mereka ada di balik pohon, memantau dengan senyum dan mata yang sama sekali tak terlihat dari balik rambutnya. Gaun putih yang mereka kenakan begitu lusuh, kotor, dan ada salah satu dari mereka penuh dengan belatung di seluruh tubuhnya.

Rina yang begitu ketakutan, tak tahu harus melakukan apa. Ia begitu takut, dan adiknya Dina bahkan sampai kencing di celana karena terlalu takut dengan keberadaan mereka. 

Ketika mereka ingin kembali ke dalam, ada sepasang tangan, di belakang pundak mereka, menjulur dan meraba seluruh tubuh mereka berdua, dengan kuku-kuku panjang dan kotor yang mereka miliki. Aroma yang amat menyengat menusuk hidung mereka, tetapi tak satu pun ada yang menutup hidung, karena terlalu takut dengan situasi mereka saat ini. 

Malam itu, mereka berdua tak dapat tidur hingga pagi menjelang. Tangan-tangan menyeramkan itu terus menempel pada mereka berdua hingga mentari menyinari mereka, dan sosok kuntilanak itu telah pergi, kembali menuju tempat mereka, yang tertutup oleh tabir misteri. 

Rani dan Dina adalah orang terakhir yang menempati rumah itu, dan saat ini, tak ada siapapun yang berani untuk mengurus rumah neneknya yang besar namun menyeramkan. Rumor berkembang di tempat itu, bahwa ada rumah besar yang kosong, dijaga oleh lusinan kuntilanak yang diyakini oleh para penduduk desa merupakan bangsa jin yang pernah bekerja dengan wanita tua itu. Meski kabar mengerikan itu tersebar, tapi tidak berpengaruh terhadap reputasi yang dimilikinya. Tak ada yang tahu apa misteri di balik rumah besar itu, tetapi rumah itu sekarang telah diyakini oleh penduduk disana sebagai sarang kuntilanak, dan siapa saja yang berani untuk kesana, maka bersiaplah untuk menemui ajal yang menanti disana. 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Cerpen 4 - Nyai Djarot
0
0
Cerpen 4 - Nyai Djarot
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan