
Welcome to Sunday Diary..
selamat membaca ^^
Udara malam ini sungguh tidak bersahabat, namun sepertinya segerombolan orang-orang di tempat ini tidak terpengaruh sama sekali, pakaian mereka justru serba terbuka dan hanya bergantung pada alkohol sebagai penghangat. Lagi pula hanya orang gila yang mengadakan pool party di cucaca seperti ini.
“..dan orang-orang disini memang gila.” Pikir Violin.
Itu hanya salah satu dari sekian banyak alasan Violin mengeluh seharian, merengek, bahkan membenci event kali ini. Selain harus menahan dingin karna pakaiannya juga minim, dia juga harus menahan diri untuk tidak meninju laki-laki yang menggodanya setiap kali ia mengantarkan minuman.
Entah sudah berapa kali Violin menghela nafasnya ketika dia sampai di meja bar untuk mengisi kembali nampan kosongnya.
“Kamu masih bisa tahan kan Lin, atau mau pulang sekarang?” suara Andra muncul dari balik mesin air panas sambil menyodorkan secangkir teh hangat. Andra sangat tahu betapa Violin sangat menahan rasa ingin pulangnya.
“Aman bang, 3 jam lagi selesai kan?” jawabnya, kemudian menyesap teh buatan Andra.
Alis Violin mengangkat ketika merasakan aroma wangi dan rasa yang belum pernah ia rasakan dari teh tersebut. Andra tersenyum, seolah tau arti dari raut wajah Violin.
“Iya Lin iyaa, nanti aku kasih kamu ‘mentahan’nya biar kamu bisa bikin sendiri dirumah dan minum sampe kembung.”
Keduanya lalu tertawa hingga melupakan keriuhan pesta sejenak. Sedikit obrolan ringan dengan Andra selalu berhasil menghiburnya.
“Bang Andra, gue izin balik bentar ye. Mau jemput adek gue nih dirumah kawannya.” Akmal datang langsung menarik beberapa lembar tisue lalu menyeka keringatnya.
“Yaelah mal, masih banyak tamu itu, tega lo nyisain cewek-cewek doang disini.”
“Buset Lin, kan masih ada Dika, Yuan, terus Bang Andra juga kagak kemana-kemana. Bentar doang gue, nanti balik kesini lagi bantu beresan.”
Andra kembali terkekeh, kemudian mengiyakan permintaan Akmal. Diantara yang lain, Akmal memang yang paling konyol, terlebih Violin sangat senang menggoda lelaki yang seumuran denganya itu.
Setelah pamit dan membuka celemek, Akmal meninggalkan lokasi dengan setengah berlari hingga seorang wanita berpakaian sama seperti Violin datang membuat suasana berubah kikuk.
“Lin, ada tamu baru join tuh. Minta non-alcohol.”
“oh, iya mba. Aku langsung kesana.”
Violin buru-buru merapikan pakaiannya setelah meletakan secangkir teh hangat. Mengambil nampan yang sudah terisi lima gelas tinggi minuman tanpa alkohol kemudian pergi meninggalkan Andra bersama Salsa yang mengekorinya dnegan tatapan tidak suka.
“Kalau bukan karena kamu, Ndra. Aku ngga akan mau kerja bareng Olin.” Salsa mengikuti langkah Andra mengitari meja bar. Mengambil beberapa gelas dan mulai meracik kembali minuman.
Andra menghela nafasnya, lelaki tinggi itu sudah sangat hapal dialog seorang Salsa Winata jika sedang membicarakan Violin. Andra bahkan sudah bosan dengan tuduhan-tuduhan Salsa tentang Violin yang nyatanya tidak ada yang benar sama sekali.
“Aku masih sakit hati, Ndra, tiap lihat kalian bareng-”
“Sa!” Andra menghentak gelas yang di genggamnya ke meja. Membuat Salsa sediikit mundur. “jangan pernah lagi bahas ginian kalau kita lagi kerja. Kan kamu sudah menyelesaikan soal ini sendiri. Secara sepihak.”
Andra kemudian mengambil nampan kosong, menyusun gelas yang sudah terisi minuman racikannya lalu pergi menyusul Violin, meninggalkan Salsa yang terdiam karena ucapannya. Andra tahu ucapannya sedikit kasar, itu harus ia lakukan agar Salsa berhenti meng-kambing-hitamkan Violin sebagai penyebab kisah cinta mereka berakhir.
Sementara itu, Violin masih berusaha untuk keluar dari kerumunan orang-orang yang bahkan tidak mendengar ucapan ‘permisi’nya. Setelah nampannya kosong lagi, Violin akan kembali ke meja bar untuk mengisi ulang nampannya dan memilih menerobos keruman orang berbikini yang sedang berjoget dengan suara musik yang bahkan dia tidak bisa mendengar suaranya sendiri.
Sudah terlambat untuk memutar balik. Sudah terlambat juga untuk menyesali pilihannya yang dia kira menerobos kerumunan adalah jalan yang paling singkat untuk kembali ke bar.
Perlahan namun pasti, Violin akhirnya berhasil keluar dari kerumuna setelah beberapa kali terhuyun bersenggolan dengan pria-pria bertelanjang dada di sekitarnya. Telinganya berdengung, dan mulai merasakan kepalanya pusing.
Gadis itu berjalan cepat menuju bar, meletakkan nampan kemudian bergegas menuju toilet tanpa memperdulikan tatapan sinis Salsa di balik meja.
“Woy, Sa! masih gitu aja lo ngeliatin Vio.”
“Baska!?”
Lelaki itu menuang minuman beralkohol ke gelas kecil yang tersedia. tidak mengindahkan kekagetan Salsa atas kehadirannya. Begitupun Andra yang baru kembali, kaget sekaligus kesal ketika melihat kehadiran Baska Raditya Mahardika. Salsa dengan jelas melihat raut wajah Andra yang mengeras.
Baska menyesap minumannya sambil tersenyum tipis.
“Ngapain lo muncul lagi, Anjing!” seketika Salsa memegang lengan Andra, berharap agar Andra bisa menahan amarahnya.
“Gue gak berharap di sambut sama lo, Ndra.” Pandangannya lurus menatap gelas kecil di tangannya.
Terus terang, Baska juga sangat enggan bertemu Andra. Hampir setahun keduanya memutuskan untuk tidak saling akrab. Padahal sejak SMP Baska dan Andra terkenal sebagai sepasang ‘sohib’, bahkan pernah berurusan dengan kantor polisi karena keduanya memimpin tawuran antar sekolah.
“Mending lo pergi sekarang daripada gue seret lo keluar.”
“Gue ngga ada urusan sama lo. Lo ngga lupa kan yang punya acara ini ‘siapanya’ gue.”
Andra terdiam, mengepal tangan dengan rahang terkatup rapat. Bukan tidak mungkin bagi Andra untuk menyerat Baska dari hadapannya, hanya saja dia tidak mau acara ini berantakan karena keegoisannya. Dia harus menahan, sebentar.
“Bang Andra, Mba Salsa, di panggil bu Diaz diruang VIP.” Suara Dika menginterupsi. Membuat Andra mau tidak mau harus bergegas menemui tuan rumah.
“Kalau gue balik masih liat muka lo. Abis lo!”
Baska tersenyum sinis, “Jangan sampe tante Diaz denger ponakannya di ancam kayak gini sama EO-nya.”
“Ayok Ndra.” Salsa menarik lengan Andra menjauh dari Baska, diikuti Dika dibelakangnya.
Baska kembali menyesap minumannya, tubuhnya berputar memandang kearah toilet, dan tepat saat itu Violin keluar sana. Gadis itu mematung ketika tatapan mereka bertemu.
Baska mengangkat minumannya kearah Violin yang sama sekali tidak bergerak. Wajahnya basah, membuat baska tersenyum, masih ingat kebiasaan Violin ketika membasuh wajah selalu membiarkan air mengering dengan sendirinya.
Violin mengedipkan mata, berusaha menyadarkan diri dengan membuang pandangannya kemanapun yang penting tidak melihat lelaki itu. Dia tidak mau kehadiran Baska mempengaruhinya, entah itu emosi ataupun perasaan meskipun tetap saja kejadian setahun lalu berputar jelas di ingatannya hingga membuat dadanya perlahan terasa ngilu.
Baska masih menatap Violin di tempatnya berdiri, melihat mata Violin yang kini mulai berkaca. Lelaki itu memutar tubuhnya, mencengkram kuat gelas alkohol di tangan. Terakhir, ia hanya bisa mendengar suara wanita mengajak Violin untuk membantunya beres-beres.
Ketika suara musik berhenti mengakhiri pesta, Andra yang diikuti Salsa dan Dika kembali ke lokasi untuk membantu teamnya membereskan sisa-sisa pesta. Dan merasa lega dia tidak melihat sosok Baska lagi disana. Violin juga sedang melakukan tugasnya bersama Akmal dan yang lain.
“Bang Andra!”
Andra memutar badannya, mencari asal suara. Nadine, gadis 20tahun mengenakan handuk kimono dan rambut yang di gulung asal menghampirinya dengan wajah ceria.
“Eh, Din, selamat ulang tahun ya. Akhirnya tuan puteri mau nemuin staff dapurnya.”
“Lagi bahagia dia bang, baru di tembak cowok incerannya tadi.” Violin menambahkan, membuat wajah Nadine memerah. Gadis cantik itu menutup wajahnya malu-malu. Lalu ketiganya tertawa bersama.
“Kita bakal di traktir apa ya Lin sama Nadine.”
“Boleh-boleh, sebagai tanda terimaksih karena udah bikin acara berjalan lancar dan meriah, Bang Andra sama Mba Vio mau apa aja Nadine turutin.”
“Asik nih bang, kesempatan langka Nadine mau nurutin kemauan kita.”
“Padahal tadi ada yang sempet ngedumel terus sepanjang acara lho Din, ini langsung sumringah pas mau kamu turutin kemauannya.”
Nadine langsung tahu siapa yang Andra maksud saat melihat Violin reflek memukul lengan Andra. Nadine sudah sangat terbiasa melihat tingkah gemas Violin yang juga sering dia lakukan dulu pada Andra dan Baska saat kedua lelaki yang sudah ia anggap sebagai kakaknya itu menjahilinya.
“Oh, iya. Bang Andra sama Mba Vio udah ketemu Mas Baska kan? Baru banget landing langsung kesini. Nanti sekalian ajak Mas Baska, kita ngumpul lagi kayak dulu, pasti seru kita nostalgia.”
Andra menoleh, membaca raut wajah Violin yang tak jelas terhalang oleh helaian rambut panjangnya yang tertiup angin.
“Kamu balik kedalem gih, Din. Masuk angin nanti.” Ucap Andra penuh perhatian.
“Iya bang. Nanti Nadine telfon ya kapan kita ngumpulnya. Pokoknya personil harus lengkap.” Kemudian Nadine melambaikan tangan, menjauh dari Violin dan Andra.
“Lin..”
“Lanjut beresan yuk bang. Biar cepet pulang. Papa nungguin”
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰