The Girl Dies

12
0
Deskripsi

Hinata menghilang dan Sasuke kalap mencarinya kemanapun. Namun gadis itu tidak memiliki tempat manapun selain sekolah, mini market tempatnya bekerja dan rumah. Lalu kemana, dia? Sementara itu gerak-gerik Kakashi terasa mencurigakan bagi Sasuke.

Cinta bukanlah seperti itu. Yang dilakukan Sasuke hanyalah obsesi menjijikkan yang membuat Hinata ingin mati. Jika bukan karena Naruto, mungkin dia sudah merenggut nyawanya sendiri dan tak peduli pada siapapun. Lagipula Hinata tidak yakin jika ia mati, Sasuke akan menangisinya. Mungkin pria itu akan berganti perempuan lain seperti yang selalu ia lakukan sebelum ia mengenal Hinata.

Meski Hinata tidak tahu, tapi ia menjawab pertanyaan Sasuke sebaliknya.

“Aku tahu. Jangan mendekat!” Gadis itu mengalihkan pandangannya dan Sasuke menyeringai. Merasa sekali lagi telah menang.

“Baiklah. Kujemput kau besok pagi dan kita berangkat sekolah bersama. Hm? Sebagai kekasih, kita juga harus sering pulang bersama.”

Gadis itu mengangguk lalu pergi lebih dulu. Ia berjalan perlahan dan memegangi perutnya yang terasa sakit. Luka memarnya belum sembuh dan semua keributan tadi membuat tubuhnya terguncang dan kembali terasa kembali sakit. Gadis itu melewati halaman sekolah. Orang-orang yang melihat insiden tadi sudah tidak ada, tapi suara-suara yang membicarakannya masih terdengar. Terdengar tak menyenangkan dan membuat Hinata merasa ingin menghilang secepatnya.

.

Hinata pulang malam itu dengan perasaan tak karuan. Ia hanya berharap bisa menenangkan dirinya di neraka yang disebut rumah. Ia berharap harapannya itu terkabul. Seluruh badannya sakit, hatinya sakit, pikirannya juga sakit. Namun kalau dipikir-pikir lagi, dibanding tidur dengan tenang tidakkah jauh lebih menenangkan jika ia mati saat ini juga?

Sayangnya Hinata adalah orang yang pengecut. Meski berkali-kali dia berpikir tentang kematian, dia tak pernah berani untuk bunuh diri sekalipun. Dia selalu berpikir kematiannya datang ketika Sakura dan komplotannya menyiksanya, atau ayahnya menghajarnya. Dia berpikir begitu karena tak ingin Naruto Sensei menyesali kepergiannya jika dia mati karena bunuh diri. Namun dengan begitu, yang ia lakukan sebenarnya jauh lebih jahat. Dia membiarkan orang lain menjadi tersangka dalam hidupnya dan mungkin akan membuat mereka dihukum di masa depan jika memang Hinata akan mati karena segala penyiksaan itu.

Meski begitu, Hinata tetap berharap dia bisa tidur dengan tenang. Tidak perlu nyenak, yang penting ia tidak perlu diganggu atau mengganggu siapapun. Hanabi akan pergi seperti biasa dan Hiashi juga akan tidur karena mabuk berat atau pergi ke pachinko.

Namun yang datang justru orang yang paling tak ingin Hinata lihat lagi seumur hidupnya. Miwako, ibunya sendiri. Wanita itu datang lagi tapi kali ini penampilannya berbeda dari tampilan glamornya tadi pagi. Ia berdiri dengan wajah lebam dan rambut acak-acak tak karuan. Bahkan bajunya juga terkoyak sebagian. Pria di sampingnya tak ada bedanya dan bahkan lebih parah.

“Anak tak tahu diuntung!” Wanita itu kembali memukulinya namun sangat keras hingga kepala Hinata terbentur pagar dan gadis itu jatuh. Tak hanya itu, Miwako juga menginjak dan menendangnya berkali-kali. “Kenapa kau tak bilang kalau pacarmu itu anggota yakuza? Gara-gara kau, kami dihajar Grup Uchiwa!”

Ketika melihat Hinata, Miwako menghampirinya dengan derap langkah menggebu-gebu dan menggamparnya.

Miwako terus saja mencerca dan melampiaskan emosinya. Ia tak sadar jika Hinata telah jatuh pingsan setelah batuk darah. Wanita itu baru berhenti setelah dihentikan oleh kekasihnya.

“Sudahlah, Miwa. Kau bisa membunuh anak itu.” Miwako segera berhenti dan melihat Hinata telah terkapar di aspal. “Ayo pergi, sebelum mantan suamimu atau orang lain datang melihat.”

Hinata terkapar, terkulai lemas bagaikan hidup dan mati. Ia melihat sosok ibu dan pria kekasihnya itu pergi meninggalkannya. Dalam hatinya, ia berpikir. Mungkin takdir kematiannya telah tiba. Kematian yang diidam-idamkannya sejak dulu, kematian yang ia pikir akan diberikan Sakura atau ayahnya justru diberikan oleh ibunya sendiri. Orang yang sebelumnya melahirkannya ke dunia, akhirnya membuatnya pergi meninggalkan dunia.

Ya, sebaiknya begitu. Pikir Hinata. Pada akhirnya orang yang bertanggung jawab melahirkannya ke dunia, akan menjadi orang yang bertanggung jawab membuatnya pergi meninggalkan dunia ini.

“Akhirnya…”

.

Keluarga Hyuga berasal dari keluarga terpandang yang disegani. Hiashi sebagai salah satu petinggi di perusahaan negara ternama dan Miwako sekretarisnya sebelum akhirnya keduanya menikah. Namun sebuah insiden terjadi. Ketika Hiashi melaporkan kasus korupsi rekannya pada atasannya. Hinata tak terlalu ingat detailnya, tapi sepertinya laporan Hiashi justru mendatangkan kemalangan bagi keluarga mereka.

Dulu keluarga mereka sangat bahagia. Setiap minggu sepulang dari tempat ibadah, mereka akan pergi untuk bertamasya atau makan di luar. Mereka memang keluarga yang taat beribadah, dulu. Namun sekarang jangankan beribadah, mungkin mereka tak lagi mengingat Tuhan.

Semuanya masih sangat bahagia di masa lalu sampai akhirnya ayahnya dipecat dan ibunya yang tak tahan hidup melarat pergi bersama pria lain. Ayahnya yang merasa dikhianati, melampiaskan amarahnya dengan alkohol, judi dan kemudian pada Hinata yang mirip sekali dengan Miwako.

Ah, kapan Hinata terakhir kali mengingat masa-masa indah itu? Kenapa dia jadi tiba-tiba mengingat semuanya ketika dia masih kecil? Mungkinkah ini kilas balik sebelum kematian? Jadi, di saat-saat terakhirnya, ia akan mengingat hari-hari indah di masa lalu juga hal-hal yang menyakitkan. Pada akhirnya meski ia pikir hidupnya sangat menderita, tapi ia masih memiliki kenangan indah yang tidak terlupa.

.

Sasuke menunggu Hinata di depan rumahnya pagi itu. Gadis itu sudah berjanji padanya akan berangkat sekolah bersama, seperti pasangan kekasih muda pada umumnya. Namun menunggu cukup lama, gadis itu tak juga muncul. Sasuke mencoba menghubungi ponsel yang berkali-kali diabaikan. Namun kali itu, panggilannya diangkat. Yang mengangkatnya adalah seorang pria.

“Kenapa lama sekali?” gerutu Sasuke. “Sebentar lagi kelas dimulai.”

“Oh, jadi kau peduli juga dengan sekolah?” tanya seorang pria di seberang telepon.

“Ka… Kashi?” tanya Sasuke heran. “Kenapa kau menjawab telepon?”

“Ah, kalau begitu seharusnya kumatikan saja.”

“Tunggu!” Sasuke menyergahnya. “Apa Hinata bersamamu?”

“Tidak,” kata Kakashi.

“Lalu bagaimana kau bisa mendapatkan ponselnya?”

“Ponselnya terjatuh di depan rumahnya, jadi aku mengambilnya.”

Sasuke tak mengerti. Alasannya terdengar tidak masuk akal. Kenapa pria itu mengambil ponsel orang sembarangan? Kenapa juga dia ada di sekitar rumah Hinata. Sasuke ingin bertanya lagi, tapi Kakashi justru menyelanya.

“Segera ke sekolah. Jam pertama akan segera dimulai.” Lalu panggilan terputus begitu saja.

Sasuke mengernyit heran. Ia memasuki pagar rumah Hyuga dan mengetuk pintunya. Ketukannya terdengar sangat keras hingga pemilik rumah keluar dengan wajah garang. Penampilannya kusut, acak-acakkan dan bau alkohol tercium khas tepat setelah pintu itu dibuka.

“Siapa kau?” tanya pria itu.

“Mana Hinata?” Sasuke balas bertanya. Dia bahkan tak segan menatap mata pria itu tanpa rasa takut.

“Entahlah, mungkin sekolah. Dasar anak itu. Apalagi yang dilakukannya?” Pria itu menggerutu. Ia berbalik untuk mencari rokok hingga tanpa sadar membiarkan pintunya terbuka. Saat itulah ia melihat bagian dalam rumah Hyuga yang berantakan. Vas pecah berada di sudut dinding, handuk bertebaran, piring pecah, sampah plastik menimbun, pecahan cermin masih tergantung. Sasuke tidak tahu apakah kondisi di dalam jauh lebih parah atau tidak.

Apa kau bahkan tahu penderitaanku?

Ucapan Hinata bergema di pikiran Sasuke dan ingatan Hinata tentang memar kecil yang sesaat dilihatnya dulu kembali muncul. Pria itu lalu mundur beberapa langkah terlihat linglung, lalu lari meninggalkan rumah Hyuga.

.

Sasuke sampai di sekolah saat jam pertama hampir berakhir. Ia tak segera ke kelasnya melainkan ke kelas Hinata lebih dulu. Pria itu membuka pintu geser dengan sedikit kasar dan mengejutkan semua orang. Terutama Sakura yang segera memandangnya dengan mata berbinar. Namun tentu saja bukan dia yang Sasuke cari. Kakashi yang mengisi jam pertama di kelas Hinata masih ada di sana, baru saja merapikan buku dan akan keluar.

“Hinata…” Pria itu tanpa sengaja mengucap nama Hinata ketika melihat bangku gadis itu kosong.

“Ah, dia tidak masuk hari ini,” kata Kakashi. Ia lalu mengabaikan Sasuke dan mengingatkan kembali PR hari ini sebelum pergi. Setelah Kakashi keluar dari ruangan, barulah Sasuke mengejarnya. Ia menagih keberadaan Hinata, juga alasan kenapa ponsel Hinata ada di tangannya tapi pria itu diam saja sampai akhirnya mereka berhenti di ruang guru. Kakashi berhenti tiba-tiba dan berbalik, mengejutkan Sasuke.

“Aku ke rumahnya kemarin untuk kunjungan guru dan menemukan ponsel ini di depan rumahnya. Apa ini menjawab pertanyaanmu?”

“Kalau begitu, kau seharusnya mengembalikan ponsel itu.”

“Benar,” kata Kakashi mengangguk setuju. “Tapi saat itu tidak ada siapapun di rumah. Jadi kubawa ponsel itu dengan harapan Hyuga-san akan datang hari ini, tapi dia tidak datang.”

“Kalau begitu mana ponselnya. Biar kuserahkan langsung.” Sasuke menengadahkan tangannya.

“Jadi kau tahu di mana Hyuga-san? Kebetulan, aku ingin bertemu dengannya untuk membahas nilai-nilainya yang turun. Jadi… kau tahu di mana, Uchiha-kun?”

Ditanya begitu, Sasuke justru mengalihkan pandangan. Ia biasanya bersikap angkuh dan seolah memiliki kuasa bahkan di hadapan guru sekalipun karena ayahnya pemilik sekolah ini. Namun untuk pertama kalinya ia terkesiap dengan sikap Kakashi yang tiba-tiba terasa mengintimidasi.

“Bukankah seharusnya kau yang paling tahu, Uchiha-san?” tanya pria itu lagi dengan mata memicing di atas maskernya. “Kau kekasihnya.”

Sasuke tidak sempat menjawab karena Kakashi langsung berbicara.

“Ah, benar. Karena kau pacarnya, apa kau tahu jika ada hal yang aneh dengan Hyuga-san?”

“Hal yang… aneh?”

“Ya,” kata Kakashi mengangguk. “Akhir-akhir ini nilainya menurun. Aku ingin tahu apa yang mengganggunya hingga nilainya menurun. Mungkinkah dia memiliki masalah di rumah, atau…”

Sasuke yang tengah mencerna setiap kata dari Kakashi tidak sadar bahwa kini pria itu mengamatinya dengan lekat. Tepatnya mengamati ekspresinya yang terlihat serius. Seakan ia sedang menyelidiki apa yang dipikirkan Sasuke.

Sasuke sebenarnya merasa janggal dan tidak nyaman. Ingatannya terus melayang pada kondisi rumah Hinata yang mengenaskan, ayah yang pemabuk, juga ibu yang terlihat kasar. Ingatan Sasuke juga mengulang saat di mana ia melihat adik Hinata setelah mereka keluar dari karaoke.

Suasana terasa hening sejenak sampai akhirnya Sasuke sadar bahwa ia telah melamun beberapa saat. Ia terkejut ketika melihat Kakashi masih di depannya dan mengulas senyum ringan di balik masker pria itu.

“Ap… apa?” tanya pria itu defensif.

“Tidak apa-apa,” kata Kakashi tenang. “Sebagai kekasihnya, katakan padaku jika dia terlibat masalah. Dia adalah siswi peraih beasiswa. Nilainya tidak boleh turun jika ia ingin tetap bersekolah di sini.”

Kakashi lalu berbalik meninggalkan Sasuke, tapi pria muda itu justru berteriak padanya.

“Kenapa kau peduli?” Guru dengan perak jabrik itu kembali menatap Sasuke. “Jika beasiswanya dicabut, aku yang akan membayarnya.”

Kakashi menatap anak itu dengan mata sayunya. Matanya kembali menyipit karena ia tersenyum lagi.

“Kau boleh berbicara seperti itu jika menggunakan uang hasil kerja kerasmu, Uchiha-kun.”

.

Meski Kakashi tidak memberikan jawaban yang memuaskan dan justru terkesan memojokkannya, tidak membuat Sasuke menyerah. Namun bukan berarti ia bisa mencari Hinata. Kemarin seharusnya gadis itu kerja sambilan sepulang sekolah seperti biasanya, jadi ia akan mengunjungi mini market Chouza sepulang sekolah. Sekarang yang ada di pikiran Sasuke justru Hinata dan segala permasalahan yang dialami gadis itu.

Sasuke pikir ia bisa menundukkan Hinata kembali dan berada di sisinya. Dia yang dulu bahkan tidak peduli pada masalah Hinata, saat ini ia sama sekali tidak sadar bahwa ia sedang memikirkannya untuk pertama kali. Ya, untuk pertama kalinya ia tahu seluruh masalah kompleks yang dialami Hinata. Adik yang menjual diri, ayah pemabuk dan melakukan kekerasan, lalu ibu yang kabur bersama pria lain. Sasuke baru mengetahuinya setelah ia mengirim orang-orangnya mengambil kembali kartu kredit dan menagih semua pembayaran yang dilakukan Miwako sebagai hutang dengan bunga tinggi. Saat mencari Miwako lewat kartu kredit Sasuke, mereka juga menyelidiki wanita itu dan keluarganya.

Sisi lain Sasuke berkata ingin mencaci keluarga kacau dari Hinata, tapi sisi lain dirinya mencegah hal itu. Mungkinkah ia… kasihan? Tidak mungkin.

.

Sasuke mendatangi mini market Chouza sepulang sekolah. Ia melihat seseorang telah berada di posisi kasir, tempat Hinata biasa bekerja. Chouza juga ada di sana, sedang mengawasi kurir pengantar memindahkan produk-produk baru ke gudang penyimpanan. Sasuke segera menghampirinya dan bertanya.

“Hinata?” tanya pria bertubuh tambun itu. “Dia tidak datang kemarin.”

Sasuke tercengang. “Dia tidak datang?”

Chouza menggeleng. “Apa kau temannya?” Dia lalu menghela napas panjang. “Aku kasihan sekali dengan anak itu. Dia berkata ingin pindah ke luar kota dan mengubah hidup setelah lulus, tapi sepertinya rencananya tak berjalan mulus. Ibunya sering mencuri uang dan ayahnya juga terlilit hutang judi. Kalau dia butuh bantuan, bantulah dia.”

Pria tua itu lalu pergi dan mengobrol dengan pegawainya. Jugo dan Suigetsu, komplotan Sasuke segera mendatangi bos mereka.

“Kau menemukannya?” tanya Suigetsu. Namun Sasuke hanya mengernyitkan dahi, merasa heran.

Kalau dipikir lagi, Hinata tidak memiiki banyak tempat untuk dikunjungi. Dia hanya pergi ke sekolah, lalu kerja sambilan, dan kemudian pulang ke rumah. Lalu begitu seterusnya setiap hari. Namun pikiran cepat Sasuke melayang pada sosok yang ia yakini mengetahui keberadaan Hinata. Siapa lagi, kalau bukan orang itu.

.

Untuk pertama kalinya Sasuke menemuinya dan Sakura senangnya bukan main. Di depan gedung sekolah, ia sedang mencoba make up yang baru dibelinya bersama Shion dan Sara sampai akhirnya ia melihat Sasuke berjalan tergesa-gesa menujunya. Namun pria itu datang dengan ekspresi yang tak ramah. Pria itu menyergap Sakura dan mencekiknya terpojok dinding. Sekolah sudah sepi dan hanya anak-anak itu saja yang masih berada di sana.

“Kau menyekap Hinata?” tanya Sasuke tanpa basa-basi. Sakura tentu tak bisa bernapas apalagi berbicara. Kedua tangannya meraih tangan kekar Sasuke dan ia merintih. Shion dan Sara meradang. Mereka berusaha meraih lengan Sasuke untuk melepaskan Sakura tapi Jugo dan Suigetsu dengan cepat menyekap keduanya.

“Katakan, atau kubunuh kau!” Tangan pria itu mengayun setengah membanting gadis itu. Sakura terbatuk-batuk dan berusaha menyeimbangkan jalan pernapasannya. Namun sebelum ia sempat melarikan diri, Sasuke sudah mencengkeram rambutnya. “Katakan!”

“A… aku tidak tahu!”

“Bukankah kau suka menindas pacarku?” Kini emerald Sakura bergetar ketakutan. Ia tak menyangka akan melihat sisi menakutkan dari pria pujaannya. Tentu saja ia tak berani menatapnya begitu lama dan mengalihkan pandangan.

“Ma… maafkan aku!”

Jawaban yang tidak memuaskan hati Sasuke. Pria itu lalu menampar Sakura dan berbisik padanya.

“Kalau terjadi sesuatu padanya, kau yang pertama kali kubunuh.”

Tangan gadis itu bergetar ketakutan begitu hebat. Bahkan setelah Sasuke melepaskannya dan pergi dari tempat itu. Kedua temannya segera memeluknya dan ia menangis dalam pelukan mereka.

.

Sasuke tidak tahu harus pergi kemana lagi. Dia menuruni tangga menuju lantai satu setelah berkeliling mencari tempat sembunyi lalu melewati ruang UKS. Saat itulah ia sadar. Ada satu orang yang mungkin menyembunyikan Hinata. Siapa lagi kalau bukan kekasih sesungguhnya, Naruto Uzumaki.

Sejak kemunculan pria itu untuk pertama kalinya, Sasuke sudah merasa curiga. Pria itu membuatnya terasa familiar entah mengapa. Kemunculannya yang tiba-tiba dan dikenal banyak murid membuatnya merasa heran. Sejujurnya ia tidak peduli, tapi ia merasa terganggu sejak mengetahui bahwa Hinata memiliki perasaan pada pria itu.

Papan bertuliskan ‘sedang keluar’ terpasang di dinding. Namun Sasuke yang mengintip UKS, yakin bahaw sosok Naruto masih ada di dalamnya entah melakukan apa. Sasuke masih bisa mendengar suaranya yang sayup-sayup terdengar. Ia lalu berkata pada Suigetsu dan Jugo untuk pulang lebih dulu. Setelah Suigetsu dan Jugo menghilang, Sasuke masuk ke UKS.

“Uzumaki Sensei, ada yang ingin kubicarakan denganmu. Aku tahu kau di sana.” Sasuke menunduk hingga ke rongga bawah gorden dan melihat dua pasang sepatu tergeletak di bawah ranjang. “Ah, aku ingin bicara berdua saja. Silahkan keluar selagi aku masih baik.” Lalu terdengar suara gaduh dari salah satu bilik. Tiba-tiba tirainya tersibak dan seseorang berlari keluar. Tatapan Sasuke tak bergeming dan Naruto keluar dari bilik itu dengan ekspresi ramahnya.

“Uchiha-kun. Tak biasanya kau kemari. Ada yang ingin kau bicarakan denganku?”

“Aku langsung saja. Kemana kau sembunyikan Hinata?”

“Hinata?” Untuk apa aku menyembunyikannya?”

“Jangan berpura-pura ramah padaku.” Sasuke mendekati Naruto dan terlihat posturnya yang tinggi menyamai pria itu. “Apa dia mengadu padamu tentang semua masalah hidupnya?

Naruto tertawa kecil. “Banyak murid mengadu dan bahkan curhat kepadaku. Untuk apa aku menyembunyikan Hinata hanya karena dia curhat padaku? Apa mungkin… kau cemburu? Lagipula aku mengetahui apa yang tidak kau ketahui tentang pacarmu.” Naruto menyungging senyum yang sangat dibenci oleh Sasuke. Pria itu merasa tak bisa menahan dirinya untuk melancarkan tinjuan kencangnya tapi dengan cepat Naruto menangkisnya. Pria itu menggenggam tangan Sasuke dengan erat. Saat itu juga Sasuke berbisik ditelinganya.

“Padahal kekasihmu menghilang tapi kau justru bercinta dengan gadis lain. Mengesankan sekali, Sensei.”

Ia lalu menarik lengannya dan merapihkan seragamnya. “Saya pulang dulu, Sensei. Terima kasih atas bimbingan konselingnya.” Meninggalkan Naruto dengan ekspresi terkejut yang tak dapat disembunyikan.

.

Kini harapan Sasuke hanyalah rumah Hyuga. Ia kembali ke tempat yang ia datangi pagi itu, berharap melihat Hinata meskipun rasanya tak mungkin. Yang mengejutkan, ia justru melihat Kakashi keluar dari rumah Hyuga bersama dua orang yang tak dikenal Sasuke. Ia juga melihat ayah Hinata ikut keluar dengan tatapan lesu. Pria itu mendelik, menatap Kakashi dengan pandangan heran.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Sasuke. Kakashi melihat Sasuke di depan pintu dengan tenang seakan tak terkejut dengan keberadaan pemuda itu.

“Kau di sini juga, rupanya? Apa kau sudah menemukan Hyuga-san?” tanya Kakashi, tapi Sasuke tak menjawabnya. Kakashi tersenyum kecil dan berbicara lagi. “Kalau kau penasaran, aku melakukan kunjungan guru. Bukankah sudah kukatakan kalau aku harus membicarakan nilai-nilai Hyuga-san yang menurun?”

“Lalu… dua orang itu?”

“Ah, mereka konselor dan panelis dari dinas anak. Sebagai pacarnya, bukankah kau harusnya tahu kalau ini langkah terbaik bagi Hyuga-san?”

Sasuke menatap Kakashi tidak mengerti. Untuk apa orang-orang dari dinas anak datang? Ayah Hinata juga sepertinya akan dibawa jauh. Sasuke lalu justru bertanya padanya. “Apa kau menemukannya? Apa yang terjadi padanya?”

“Jadi kau tidak tahu juga? Sebagai pacarnya, kukira kau tahu sesuatu.” Setiap kali Kakashi berbicara, dia selalu menyebut Sasuke sebagai kekasih Hinata. Semakin sering pria itu mengatakannya, semakin rancu Sasuke mendengarnya.

Kakashi lalu berkata lagi. “Dia menghilang. Mungkin kabur? Ponselnya juga ditinggal di depan rumah, sepertinya dia tidak ingin ditemukan. Aku menghubungi kedua orang tuanya dan mengetahui kalau mereka telah bercerai. Kondisi rumahnya mengenaskan dan melihat keadaan kamarnya, sepertinya dia baru saja mengalami kekerasan. Kudengar adiknya juga memiliki sedikit masalah. Jadi, aku memanggil orang-orang dari dinas anak untuk mengurus masalah ini. Sekarang pria itu akan ditindak untuk kasus KDRT.”

“La… lalu Hinata?”

“Masih mencari. Bersabarlah,” kata Kakashi menepuk bahu Sasuke dan pergi bersama orang-orang asing itu.

Kini hanya tinggal Sasuke sendiri, di depan rumah kosong Hyuga yang suram dan menyedihkan, ditengah pikirannya yang berkecamuk. Menunggu Hinata? Apakah ia bisa sesabar itu?

Sasuke tidak tahu, bahwa di sela-sela ia menunggu, di tengah kekosongannya tanpa Hinata, ia akan mengingat kembali semua kejahatannya pada gadis itu. Semua yang ia lakukan padanya, semua hal yang membuat gadis itu menangis, marah, dan mungkin dendam padanya. Sasuke tidak tahu, bahwa mengingat itu semua akan membuatnya merasakan perasaan berkecamuk yang tak pernah dirasakannya sebelumnya.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya The Girls's Back
9
0
Gadis yang hilang, telah kembali. Hinata kembali dan muncul saat karyawisata
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan