Pandora - [Chapter 6] Yang Menghindar Tak Bisa Lari

35
3
Deskripsi

Dunia Hinata runtuh dua kali. Saat ia harus memiliki Himeka sendirian, dan ketika Sakura harus meninggal. Sasuke Uchiha kembali datang ke hidupnya saat Hinata memutuskan untuk melepas semua masa lalunya dan mencoba memulai hidup baru.

REMAKE ff lama saya dengan judul yang sama

“Semuanya 213 krona.” Setelah memberikan beberapa lembar ratusan krona, Hinata keluar dengan menenteng tas belanja. Ia memanggil Himeka yang sedang bermain di kids area. Anak itu berlari menghampiri ibunya sambil tersenyum. Tubuhnya berkeringat dan wajahnya memerah cerah. Anak itu menggenggam tangan ibunya dan keduanya meninggalkan tempat itu.

“Apa Hime masih sering sakit kepala?” tanya Hinata sambil merapatkan jaket tebal Himeka dan anak itu menggeleng.

Hinata tertegun sejenak. Ia mengamati wajah riang Himeka dalam pikiran yang cukup rumit. Ia mendengar penjelasan Dokter Kakuzu sebelum mereka berangkat ke Norwegia.

“Kondisi Himeka belum bisa dikatakan stabil untuk waktu lama. Untuk sekarang, kondisinya memang telah membaik dan pengobatan akan membantu memperpanjang usianya sampai donor sumsum yang cocok berhasil didapatkan. Namun Nyonya harus tahu bahwa hal itu tidak akan bertahan lama. Terlebih, sepertinya hal ini juga mempengaruhi penglihatannya. Apa akhir-akhir ini Himeka mengeluhkan pandangannya?”

Hinata terdiam sejenak, lalu menggeleng. Selain mengeluh sakit kepala dan pingsan karena anemia, anak itu tidak pernah mengeluh apapun.

“Saya akan menganggap ini pertanda baik, tapi Nyonya tetap harus berhati-hati. Saya akan menuliskan rujukan untuk dokter hematologi terbaik di kota.”

Mengingat pesan itu, Hinata lalu berpesan pada putrinya, “jika Hime merasa sakit, Hime harus beritahu Kaachan, ya.”

“I… iya, Kaachan,” kata anak itu sembari tersenyum canggung.

Berjalan lima menit, mereka sampai di gedung apartemen bergaya modern. Gedung itu terdiri dari lima lantai dan Hinata menempati penthouse di lantai teratas. Berkat uang yang diwariskan padanya, ia berhasil mendapatkan apartemen yang lebih mahal dari apartemen sebelumnya. Ia juga bisa membayarnya dengan lunas dan tak perlu menyewa.

Apartemen itu terdiri dari dua kamar tidur dan dua kamar mandi. Karena merupakan penthouse, areanya sangat luas dan memiliki balkon yang bisa digunakan Hinata untuk roof garden. Ini salah satu penyesalan Hinata. Jika saja Sakura masih hidup, wanita itu pasti senang bisa menata kebun mini milik mereka sendiri. Apartemen lama mereka cukup sempit karena harganya yang cukup murah di tengah kota.

Memasuki rumah baru mereka, Himeka segera melepaskan sepatu dan menuju kamarnya. Hinata seperti biasanya akan ke dapur untuk menata barang belanjaan. Hari Minggu ini tak terasa dingin karena musim semi di kota Tromso hampir tiba.

Sambil memasukkan bahan makanan segar ke dalam lemari es, Hinata memikirkan daftar pekerjaan yang harus ia lakukan hari ini. Memeriksa pekerjaan untuk hari Senin, juga harus mempelajari beberapa brosur untuk sekolah Himeka. Hinata lalu teringat untuk membawa Himeka ke kursus bahasa Norsk. Ia juga harus menghapalkan lebih banyak kosakata karena penjual lokal di tempatnya tinggal tidak banyak yang memahami bahasa Inggris.

Hinata menghembuskan napas panjang, mengingat lagi banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan.

 

Kelas bahasa Norsk untuk orang asing berlangsung satu jam. Himeka yang masih kecil, begitu mudah menyerap pelajaran. Tak seperti Hinata yang otaknya sudah terlalu penuh dengan masalah hidup. Jadi, terkadang Himeka-lah yang justru membantu Hinata meskipun hanya satu atau dua kata umum seperti nama buah, atau nama hewan.

Kelas Hinata selesai lebih terlambat dibanding kelas anak-anak. Tentu saja kelas keduanya berbeda, karena Hinata harus mengambil kelas bahasa untuk pekerja. Sebenarnya ia sedikit menyesal harus datang ke Norwegia lebih cepat. Ia tak bisa mempersiapkan kemampuan bahasannya lebih baik lagi. Kantor baru tempatnya bekerja memang tidak mengharuskan Hinata menguasai bahasa Norsk. Bahasa Inggris saja sudah cukup. Namun tanpa bahasa lokal, ia akan kesulitan meminta bantuan tetangga atau membeli keperluan.

Ketika Hinata keluar dari kelas, ia tak mendapati Himeka ada di kelas. Kelas itu kosong dan melihat sekeliling, anak-anak dengan berbagai macam kewarganegaraan tampak berlarian. Hinata tertegun, tak mendapati Himeka di manapun. Ia melihat guru Himeka keluar dari kantor kursus dan bertanya padanya. Pria dengan ras kaukasian itu menolehkan kepalanya sesekali lalu menunjuk bangku kecil di taman depan tempat kursus. Ada seorang pria dengan jas dan gadis kecil dengan pakaian Himeka, duduk di sana.

Hinata mengenali pakaian anak itu dan mendekati mereka, tapi langkahnya segera terhenti ketika melihat pria di sebelah Himeka. Ia mengenali pria itu. Bahkan meskipun enam tahun berlalu dan wajahnya telah berubah karena penuaan, ia masih bisa mengingat garis wajahnya. Bahkan meskipun pria itu memejamkan mata karena tertidur, Hinata masih bisa mengenalinya. Pria itu… Fugaku Uchiha.

“Hi… Himeka.” Panggilan Hinata membuat kepala Himeka terangkat. Ia menunjukkan mulutnya yang belepotan karena es krim lalu tersenyum lebar pada HInata. Dengan langkah tertatih karena gugup, ia berjalan semakin dekat.

“Kaachan!” Suara keras Himeka membangunkan Fugaku. Pria itu melihat Himeka turun dari bangku dan menunjukkan es krim di tangannya. “Kakek itu membelikan ini untuk Hime.”

“Bukankah Kaachan sudah bilang, jangan menerima apapun dari orang asing.” Hinata berbisik gusar dan membuat Fugaku tertegun sejenak.

“Aku tidak menyangka akan bertemu orang Jepang di tempat ini,” kata Fugaku membuat Hinata setengah tersentak. “Tidak apa-apa, Nyonya. Saya hanya menemaninya karena ia duduk sendirian.” Tak lama, seorang pria muda mendekati Fugaku dan berbisik di telinganya. Pria itu beranjak lalu merapihkan jasnya. Hinata melihatnya pergi ke arah di mana sebuah bis pariwisata berhenti di tepi jalan dan beberapa orang berdiri di sekitarnya.

Hinata memicingkan matanya, mengamati orang-orang itu dan mengenali beberapa dari mereka. Ada Oonoki, serta Mai Terumi. Mereka adalah anggota parlemen. Sepertinya para anggota parlemen sedang melakukan perjalanan dinas ke luar negeri dan kota Tromso di Norwegia tempat Hinata tinggal saat ini adalah salah satunya.

Namun untuk mengatakan hal ini sebagai kebetulan terasa tak masuk akal. Hinata mendengar bahwa pria itu selalu mangkir dari tugas perjalanan dinas ke luar negeri, dan ketika Hinata akhirnya berhasil melepaskan diri dari pengaruh Fugaku Uchiha di Jepang, ia justru bertemu pria itu. Hinata tak pernah bertemu dengan Fugaku sebelumnya. Lagipula ia selalu menghindar demi menjauhkan Himeka dari pria tua itu.

Apakah pria itu sudah tahu dan… Sasuke yang memberitahunya?

Dugaan Hinata segera disanggahnya sendiri. Mengingat pertengkaran mereka terakhir kali, pria itu mencoba menimpakan semua kesalahan pada ayahnya sendiri. Secara tak langsung, itu menunjukkan sikap proteksi Sasuke. Jadi tak mungkin dengan kepergiannya, Sasuke akan melaporkan tempat tinggal Hinata sekarang pada Fugaku.

“Apa pria itu mengatakan sesuatu?” tanya Hinata, dan Himeka menggeleng.

“Kakek itu hanya bertanya apa Hime lapar. Hime menjawab, ‘tidak’. Lalu penjual es krim itu datang dan kakek membelikan satu untuk Hime.” Anak itu menunjuk penjual es krim keliling yang sedang menutup tokonya. Pria itu menurunkan tiang kanopi dan menyimpannya dalam bagasi van.

Hinata tidak yakin apa ia bisa mempercayai anak itu, tapi melihat Himeka baik-baik saja, ia berharap bisa merasa tenang.

 

“Kau berkata akan menjaga identitasku, tapi kenapa aku melihat Fugaku hari ini?” tanya Hinata pada seseorang dalam telepon. Ia telah menidurkan Himeka dan meninggalkannya diam-diam untuk sementara.

“Fugaku di Norwegia?” tanya pria dalam telepon. “Mungkin itu terkait agenda perjalanan dinas anggota parlemen. Ada rencana kerjasama sister city antara Hokkaido dan Tromso dan beberapa anggota parelemen memutuskan untuk mengunjungi tempat itu.”

Hinata tahu kabar itu, tapi kegundahannya masih tak terobati. Jadi ia terus menyanggah pria dalam telepon. “Kau tahu bahwa ia terkenal sering mangkir dari perjalanan dinas. Bahkan ditugaskan ke kota sebelahpun, ia tak mau dengan dalih pekerjaan.”

Pria itu lalu membalas lagi, “ada rumor bahwa ia akan mengundurkan diri dari parlemen akhir tahun ini. Sepertinya ia memanfaatkan waktu yang tersisa untuk istirahat sejenak.”

Hinata terdiam, mencermati ucapan pria itu. Ia teringat ucapan Sasuke saat mereka menemani Himeka bermain.

Mungkin karena melihat isi kotak itu, dia jadi menyesal dan memutuskan untuk turun dari parlemen.

Pria di seberang telepon merasa heran karena tak mendengar suara apapun dan memanggil nama Hinata. “Apa yang kau pikirkan?” tanya pria itu.

“Tidak,” jawab Hinata. “Sepertinya kabar pengunduran diri itu bukanlah rumor. Dia memang akan mengundurkan diri.”

“Oh, kau tahu sesuatu?” tanya pria itu.

“Sasuke Uchiha yang mengatakannya.” Namun Hinata buru-buru menyanggah. “Tapi aku tidak bisa membuktikan kebenarannya.”

“Benar. Bahkan meskipun putranya sendiri yang mengatakan hal itu tak ada jaminan bahwa ia benar-benar mengundurkan diri.” Keduanya terdiam sejenak dan pria itu bertanya lagi. “Bagaimana denganmu?” Hinata tertegun karena pria itu tak pernah terlihat peduli padanya selama ini. “Bukankah kau berkali-kali dicurangi olehnya? Untuk mendapatkan posisi itu, kau melakukan begitu banyak pengorbanan tapi pria itu bisa membuktikan bahwa ia adalah pejabat yang baik. Lalu, setelah semua pengorbananmu, dia justru mengundurkan diri dari posisinya.”

“Aku baik-baik saja,” kata Hinata. “Aku justru ingin menanyakan hal yang sama denganmu. Apa kau baik-baik saja jika pria itu mengundurkan diri? Jika benar, bukankah semua kerja kerasmu selama bertahun-tahun akan sia-sia?”

Tak seperti Hinata yang segera menjawab, pria itu justru terdiam sejenak mendapati pertanyaan Hinata. Beberapa detik kemudian, ia menjawab, “aku tak merasa hal ini sia-sia. Lagipula, aku bisa membalaskan dendam rekanku, membantu putrinya, dan membahagiakan adikku. Itu sudah cukup. Lalu…” Pria itu menjeda kalimatnya dan berkata setelah beberapa hembusan napas. “Masalah tadi, jangan dipikirkan. Pria itu tidak pernah melihatmu, apalagi mendengar tentangmu.”

Panggilan terputus, tapi Hinata tidak juga merasa lega. Dengan Sasuke yang bersikap cukup heboh, tidak mungkin Uchiha tua itu tidak mengetahui tentangnya. Hinata memutuskan kembali tidur. Ia menyimpan telepon itu dalam laci tersembunyi di nakas. Wanita itu lalu melihat wajah tertidur pulas dari Himeka. Anak itu tampak tenang, tertidur berselimut tebal.

Hinata merangkak ke tempat tidur dan ikut bergelung selimut mendekap putrinya. Di usapnya perut Himeka dan mata peraknya mengamati sekujur tubuhnya. Proporsi tubuhnya masih normal yang artinya belum ada tanda pembengkakan dan tak ada luka dalam ataupun luar yang muncul. Artinya untuk saat ini Himeka masih baik-baik saja.

Kejadian hari ini sungguh mengejutkannya. Fugaku adalah orang yang paling ia hindari setelah Sasuke. Jika pria itu tahu, bahkan dengan perlindungan Sasuke sekalipun takkan bisa mencegah pria itu mengambil Himeka darinya.

Tak akan kubiarkan mereka mengambilmu dariku.

 

“Ayah ke Norwegia?” tanya Sasuke tak percaya dengan ucapan Tokito, salah satu asisten Fugaku. Meski ia masih membaca surat Itachi di hari ke-4, ia ingin meminta penjelasan Fugaku tentang kekasih Itachi yang menghilang. Setelah penyelidikan singkatnya ke apartemen lama Hinata, semuanya terasa saling terhubung meskipun terlihat tak masuk akal.

Kekasih Itachi yang juga menghilang seperti Hinata. Namun jika diingat lagi, Hinata menghilang enam tahun lalu sementara Sasuke ragu dalam menentukan waktu menghilangnya kekasih Itachi. Apartemen tempat Samui mengirim hadiah pada kekasih Itachi yang juga sama dengan apartemen lama saat Hinata masih kuliah. Yang paling janggal adalah, nama penghuni apartemen lama yang sama dengan nama Hinata tapi seorang pria yang tinggal bersama istrinya.

Sasuke memutuskan untuk tinggal di rumah orang tuanya sampai Fugaku kembali ke Norwegia. Saat memutuskan hal ini, seketika ia tersentak. Ia terlalu banyak berpikir hingga tak sadar dengan ucapan Tokito.

“Tunggu, Ayah ke Norwegia untuk apa?”

“Perjalanan dinas. Saya dengar Kementerian Pariwisata ingin menjalin kerjasama dengan Norwegia untuk membangun sister city di Hokkaido. Karena pekerjaan itu berkaitan dengan divisi dari Tuan Fugaku, jadi beliau ikut serta ke Norwegia.”

Hinata juga di Norwegia. Apa ayah tahu sesuatu? Tidak… aku tak mengatakan apapun tentang Hinata dan Himeka padanya. Apa hanya kebetulan?

“Sampai kapan?” tanya Sasuke lagi.

“Kalau berdasarkan jadwal, sekitar sepuluh hari sejak dua hari lalu.”

Sasuke meninggalkan Tokito tanpa memberi salam. Ia melihat Nenek Chiyo di ujung koridor sedang mengajari pelayan baru lalu memesan air panas untuknya mandi. Nenek Chiyo juga mengatakan bahwa makan malam telah disiapkan dan ia akan menyiapkan air panas untuknya. Pria itu menurut, karena perutnya terasa lapar. Ia menuruni tangga dan melihat Konan, istri Itachi tampak membaca buku di halaman belakang. Sesekali ia melihat mawar-mawar yang dirawatnya itu lalu kembali membaca buku.

Melihat wanita itu, membuat Sasuke teringat dengan ucapan Itachi dalam suratnya. Bahwa Itachi mencoba menikahinya tapi masih terpaku pada mantan kekasihnya.

Sasuke tak ingin berbicara dengan wanita itu. Namun jika ia berada di balik menghilangnya kekasih Itachi, maka ia harus mendapatkan informasi darinya. Pria itu muncul dari belakang pintu kaca untuk menunjukkan dirinya. Wanita itu menyadari kehadiran Sasuke dan tersenyum kecil.

“Apa kau kemari untuk menguji emosiku lagi?” tanya Konan membalik halaman bukunya. “Ayah tak ada di rumah dan aku lelah meladenimu setelah seharian mengurus rumah.”

“Rumah sebesar ini diurus dengan baik oleh sepuluh pelayan. Sebagai Nyonya Rumah, kau tak perlu ikut membersihkan setiap jengkal debu di lantai.” Sepertinya kebiasaan Sasuke untuk tidak bisa bersilat lidah tak dapat dihilangkan. Begitu sadar, ia segera merutuk. Bukan situasi seperti ini yang ia harapkan.

Konan tampak tak ingin menanggapi Sasuke, bahkan dengan ucapan pedasnya. Ia hanya melirik sejenak dan kembali fokus pada buku di tangannya.

Seharusnya dengan sikap Konan yang demikian membawa kecurigaan bagi Sasuke atau setidaknya pria itu pergi karena diacuhkan. Namun Sasuke masih mematung di tempatnya, entah kenapa. Karena itu, Konan mengangkat sedikit kepalanya untuk memperhatikan Sasuke. Pria itu tampak melamun menatap Mawar Juliet kesukaan Mikoto.

“Apa yang kau pikirkan?” tanya Konan akhirnya. Lamunan Sasuke pecah dan melihat Konan telah menatapnya dengan pandangan curiga.

“Aku hanya penasaran. Apa yang membuatmu jatuh cinta pada Itachi?”

Konan mendengus, ia meletakkan bukunya. “Percuma menjawabnya. Kau hanya akan memandangku sebagai wanita matrealistis pengejar harta kakakmu.”

“Tidak,” kata Sasuke tegas. Pria itu menyilangkan kedua tangannya. “Aku akan mendengarkanmu secara objektif… kali ini.”

Mengernyitkan dahi, Konan tersenyum sinis.

“Apa yang terjadi padamu? Kau sepertinya mulai tertarik padaku.”

Sasuke terdiam sejenak. Ia menimbang perlukah memberitahunya tentang kotak surat itu pada Konan, tapi ia sendiri masih tidak bisa mempercayai wanita itu sepenuhnya. Dua orang yang dipersalahkan oleh Sasuke karena kematian Itachi adalah Fugaku dan Konan. Bahkan meskipun ia mempercayai ayahnya, ia tidak bisa mempercayai Konan.

Sebenarnya pria itu tak memiliki cukup informasi tentang kakaknya sendiri. Lagipula ia sibuk kesana kemari mengejar Hinata tanpa menyadari bahwa ada kemungkinan wanita itu memiliki keterkaitan dengan Itachi. Sasuke tidak ingin mengatakannya, tapi ia pikir lebih baik mengatakan kebohongan demi informasi yang lebih besar.

Sasuke sendiri mengakui bahwa ia tidak mengenal Konan begitu baik. Ia menyadari kematian Itachi membuat panilaiannya terhadap wanita itu begitu subjektif. Bahkan meski ia menerka-nerka reaksi wanita itu dan mempertimbangkan kalimat yang tepat untuk mengorek informasi darinya, ia tak yakin.

“Anak,” kata Sasuke pada akhirnya. “Aku mendengar rumor tentang Itachi yang memiliki anak dari mantan kekasihnya.”

“Lalu, dengan menanyakan perasaanku pada kakakmu, kau ingin mencari informasi tentang wanita itu? Kau tak berpikir aku menyingkirkan kekasih kakakmu, kan?”

“Aku memang berpikir demikian,” kata Sasuke menyeringai. “Tapi seperti kataku, kali ini aku akan mendengarkanmu secara objektif.”

Konan mendengus, memutuskan untuk berbicara. “Ini terdengar kejam, tapi aku jatuh cinta padanya setelah melihatnya mencintai wanita itu.” Sasuke tertegun dan wanita itu menatapnya sinis. “Kau benar jika berpikir aku ingin menyingkirkan wanita itu, tapi itu bukan aku. Aku bahkan tidak pernah melihat wanita itu sebelumnya.”

“Lalu, bagaimana kau tahu cara Itachi mencintai kekasihnya?”

Pandangan Konan kemudian menerawang. “Aku adalah teman kakakmu semasa kuliah. Dia menjadi ketua mahasiswa, dan aku menjadi salah satu anggota dari divisinya. Meski begitu, aku dan kakakmu tidak banyak bicara. Dia lebih sering bergaul dengan teman-temannya dan akupun merasa sulit mendekatinya. Saat kami purna jabatan di kemahasiswaan dan mulai serius untuk menyelesaikan tugas akhir, aku mendengar dia berkencan dengan seorang wanita.”

Sasuke terdiam mencermati cerita Konan dan menarik kesimpulan. “Jadi, dia berkencan dengan wanita itu saat masih kuliah?”

“Ya,” kata Konan. “Yang membuatku jatuh cinta padanya, adalah caranya memperlakukan wanita itu. Dia akan memandangnya dengan tatapan penuh cinta dan mendengarkan semua ceritanya. Pria itu juga memperhatikan hal-hal kecil yang dilakukan wanita itu. Itachi memang protektif, tapi tidak mengekang. Ia sangat perhatian dan segala tentang wanita itu ada dalam dirinya. Ia menyantap bekal dari wanita itu. Ia mengenakan pakaian yang dipilih wanita itu. Ia membuat pilihan wanita itu menjadi pilihannya. Dunia Itachi hanya mengitari wanita itu saja. Seperti bumi mengitari matahari.”

“Kau mengetahui semua itu tapi tak pernah bertemu dengannya?” tanya Sasuke mendelik curiga.

“Entah kenapa Itachi berusaha menyembunyikan kekasihnya. Saat itu aku tidak tahu apa alasannya. Pria itu mengajak wanita itu ke festival kampus berkali-kali dan bahkan tak segan berkencan di tempat umum, tapi selalu menyembunyikannya ketika seseorang datang. Ketika aku masuk ke keluarga ini, barulah aku menyadari. Sifat keras ayah mertua dan sifat manipulatif ibu mertua membuatnya ketakutan. Sepertinya wanita itu bukan dari kalangan berada. Ia ingin berkencan dengan wanita itu seperti pasangan normal pada umumnya, tapi ia juga ingin identitas wanita itu disembunyikan untuk melindunginya. Sebenarnya jauh sebelum pernikahan kami, kakakmu menyimpan pergolakan batin yang luar biasa, dan puncaknya saat dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.”

Cerita panjang itu diakhiri dengan tatapan kesedihan dari Konan. Wanita itu terus menatap Mawar Juliet favorit Mikoto, seakan-akan berbicara pada bunga-bunga itu.

Wanita itu lalu menatap Sasuke. Ia terlihat lelah dan menutup bukunya.

“Maaf jika aku terdengar seperti menghina kedua orang tuamu, tapi ini adalah ceritaku dari sudut pandang seorang menantu di keluarga ini sekaligus seorang istri yang tak diinginkan kakakmu.”

Wanita itu lalu beranjak masuk ke dalam. Seorang pelayan menemuinya dan Konan berkata ingin tidur di kamarnya karena lelah.

“Kalau kau ingin menyelidikinya, coba mulai dari teman-teman Itachi semasa kuliah. Kudengar ada satu orang yang pernah menemui wanita itu,” kata Konan sebelum wanita itu menghilang ke lantai dua.

 

Pikiran Sasuke terasa semakin kalut. Semua petunjuk tak terasa seperti menuntunnya. Sebaliknya, membuatnya semakin kehilangan arah. Malam ini ia tak bisa tidur. Lagipula siapa yang bisa tidur setelah mendapati seseorang yang mengenal kekasihnya justru mengetahuinya sebagai laki-laki yang telah beristri?

Malam itu pukul 12 lebih sedikit, Sasuke beranjak dari ranjang dan mencari buku kosong. Ia berusaha menguraikan pikiran-pikirannya yang ruwet. Dalam catatannya, pria itu menulis poin-poin petunjuk yang telah di dapat dan mengurutkannya dari pertemuannya dengan Hinata dan Himeka. Namun semakin banyak menuliskan yang ia ketahui, semakin bingung dirinya. Sasuke menggeram dan meremas kepalanya. Ia mencorat-coret tulisannya itu dan menuliskannya lagi, kini dengan format berbeda.

Ia menyebut dua Hinata dalam catatannya. Hinata Hyuga asli, seorang wanita, memiliki anak bernama Himeka dan merupakan saudara satu panti dengan Sakura. Bahkan setelah pertemuan mereka, Sasuke masih tidak mengetahui pekerjaannya. Hinata memiliki tiga alamat: alamat di Kyoto yang digunakan semasa kuliah, alamat di Tokyo yang didapatkan oleh Sasuke baru-baru ini, dan alamat barunya di Norwegia. Hinata enghilang 6 tahun yang lalu dan kembali ke Tokyo 1 tahun setelah menghilang bersama Sakura dan Himeka.

Mendeskripsikan Hinata Hyuga palsu, Sasuke menyebutnya sebagai pria beristri yang menggunakan nama yang sama dengan Hinata. Latar belakang tidak diketahui, pekerjaan tidak diketahui, tapi tinggal di tempat yang sama dengan rumah Hinata di Kyoto. 6 tahun lalu memberikan apartemen Hinata asli dan pergi bersama istrinya.

Apakah pria ini menumpang di rumah Hinata? Tanya Sasuke membaca ulang deskripsinya.

Sasuke menjabarkan Sakura dalam tulisannya, seorang yatim piatu seperti Hinata. Seseorang yang menampung Hinata setelah keluar dari panti asuhan di usianya ke-17. Pekerjaan tidak diketahui, latar belakang tidak diketahui. Nomor telepon yang digunakan Hinata, terdaftar sebagai namanya dan saat ini telah meninggal.

“Lalu… Himeka Hyuga, anakku.” kata Sasuke. Ia menuliskan usia Himeka, lalu tertegun. Tak banyak yang ia ketahui tentang anak itu kecuali mata perak yang terlihat seperti milik Hinata.

Kemudian… wanita itu, kekasih Itachi. Seseorang yang menghilang entah sejak kapan. Alamat saat ini tidak diketahui, tapi pernah tinggal di alamat yang sama dengan rumah Hinata di Kyoto.

Tunggu… sejak kapan kekasih Itachi tinggal di tempat itu?

Sasuke mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Samui. Tentu saja wanita yang masih tidur itu menjawab teleponnya dengan suara parau. Masih dalam rasa kantuk dan mata terpejam, Samui menjawab pertanyaan Sasuke.

“Saya masih mengirim hadiah hingga setahun sebelum pertunangan Tuan Itachi.”

Mematikan ponselnya, Sasuke menambahkan deksripsinya tentang kekasih Itachi. Ia lalu membuat sebuah timeline mundur terhitung dari tahun ini. Tiga tahun lalu, 2019, Itachi meninggal. 2018, Itachi menikah. 2017 Itachi bertunangan dengan Konan. 2016 Samui masih mengirim hadiah ke ‘wanita itu’. Artinya di tahun 2016, Itachi masih berhubungan dengan kekasihnya.

Tiba-tiba sebuah pemikiran terlintas dibenak Sasuke. Di tahun 2016 Itachi masih berhubungan dengan kekasihnya dan di tahun yang sama, Hinata menghilang.

Tak hanya itu. Baik Hinata maupun kekasih Itachi juga memiliki persamaan. Mereka pernah tinggal di apartemen yang sama, di waktu yang sama.

Jantung Sasuke berdegup kencang. Ia kembali mendengar ucapan Hinata di kali pertama mereka bertemu setelah 6 tahun berpisah.

“Dia bukan anakmu.”

Tidak… Sasuke menyanggah suara yang didengarnya. I… ini tidak mungkin.

 

“Miss Hyuga,” panggil Ingrid, rekan kerja Hinata. Wanita itu masih berkutat pada gambar kerja hingga tak menyadari bahwa Ingrid telah berada di sampingnya. “Masih mengoreksi gambar kerja?”

Hinata tersentak dan tersenyum canggung. “Sepertinya tidak ada yang salah,” ujarnya sambil melihat dua cangkir kopi di tangan Ingrid.

“Ada diskon tas baru di Jekta. Mau ikut?”

“Maaf, aku harus menjemput putriku di sekolahnya.”

“Kau bisa membawa putrimu,” kata seorang wanita bernama Hailee, bergabung bersama mereka.

Hinata menimbang. Bahkan meskipun ia ingin, ia tak bisa. Menurut jadwal, Fugaku masih berada di Norwegia. Ia tak ingin mengambil resiko pergi ke tempat umum dan membuat mereka melihat pria tua itu.

“Tidak hari ini. Aku harus menyelesaikan gambar kerja lain.”

Beruntungnya Hinata, atasannya muncul dari ruangan dan menagih gambar kerja yang disebutkan wanita itu pada kedua rekannya. Hinata mengangkat bahunya seakan memberi isyarat, “lihat, kan?”

Hinata menjemput Himeka terlambat seperti biasanya. Lagipula pekerjaannya kali ini membuatnya sering pulang sore, berbanding terbalik dengan Himeka yang pulang lebih awal. Tidak ada Kakashi di sini dan ia tidak bisa memintanya menjemput Himeka. Ia harus mandiri, ia tidak bisa bergantung pada siapapun.

Mereka bertemu Dokter Tsunade keesokan harinya. Wanita itu adalah dokter hematologi rekomendasi dari Dokter Kakuzu yang bermigrasi ke Norwegia karena mengikuti suaminya. Hinata menatapnya dengan hati was-was ketika dokter itu mengamati rekam medis Himeka. Sesekali wanita itu memeriksa kondisi mata Himeka dan mengambil beberapa foto dan video dengan kamera lalu memangku dagu. Ia juga memeriksa tangan dan kaki anak itu. Beberapa menit kemudian, ia memanggil perawat dan berbicara pada Himeka.

“Apa Himeka suka kelinci?” tanya dokter itu dengan ramah. Anak itu mengangguk antusias. “Dokter punya boneka kelinci kecil yang bisa Himeka bawa kemanapun. Himeka mau?”

“Ya!” seru Himeka segera beranjak. Dokter Tsunade meminta perawatnya untuk mengantar Himeka. Dengan begini hanya Hinata dan dokter itu saja di ruangan itu.

“Ruam sudah mulai muncul. Sepertinya tak lama lagi luka-luka juga mulai muncul di kulitnya,” kata Tsunade. Hati Hinata mencelos. Pada akhirnya ia kembali di masa itu. Menunggu waktu hari demi hari dengan penuh kecemasan karena mengkhawatirkan Himeka. Ia melakukan hal yang sama saat Sakura sakit dahulu.

“Saya tidak tahu bagaimana kelahirannya dulu, tapi apakah dokter kandungan anda mengatakan sesuatu? Sepertinya tanda-tanda kebutaan sudah mulai muncul juga.” Dokter Tsunade mengambil kamera khusus miliknya dan menunjukkan gambar mata Himeka pada kamera itu.

“Pupil matanya tidak membesar, artinya ia tidak sensitif terhadap cahaya. Sepertinya saat ini ia sedang tidak bisa melihat dengan baik.”

“Ta… tapi hari ini ia bisa berjalan dengan baik,” sanggah Hinata yang membuat Tsunade menatapnya dengan tatapan heran.

“Kalau melihat dari gambar ini, setidaknya ia sudah mengalami beberapa kali kebutaan. Saya yakin, ketika anak ini lahir ia tidak memiliki bercak mata seperti ini. Anda yakin dokter kandungan tidak memberitahu anda apapun soal ini?”

Hinata menunduk, menggigit bibirnya. Memang benar dokter kandungan saat itu tidak memberitahunya apapun dan Hinata dengan sengaja mengelabuinya. Ia juga tidak memberitahukan hal ini pada Dokter Kakuzu. Namun Dokter Tsunade terus memberinya peringatan dan Hinata mau tak mau harus bercerita. Ia lalu menceritakan kelahiran Himeka 6 tahun lalu. Ketika pendarahan terjadi karena kelahiran prematur. Hal itu membuat dokter harus melakukan operasi sesar dan membutuhkan darah yang sangat banyak. Ketika Himeka lahir, dokter kandungan saat itu tidak melihat adanya tanda serius dan menganggap bercak itu sebagai tanda lahir.

“Lagipula saya juga memilikinya,” kata Hinata menyelesaikan ceritanya. Dokter Tsunade memangku dagu, menatap serius foto-foto tampilan mata Himeka.

“Untuk sementara, saya akan membuatkan resep. Anda tahu bahwa obat tidak akan selamanya menyembuhkan, jadi jalan satu-satunya adalah operasi sumsum tulang belakang. Dokter Kakuzu sudah memasukkan Himeka dalam daftar tunggu. Sayangnya, hmm…” Tsunade kemudian melihat layar komputernya sejenak lalu berkata pada Hinata, “di Jepang, Himeka berada dalam urutan pertama dalam penerimaan donor sumsum. Kami juga memiliki pasien dengan penyakit yang sama dan karena Himeka telah dirujuk kemari, dia menempati urutan kedua.”

“Begitu, ya…” Hinata menghela napas. Ia termenung dan Tsunade bisa melihat kegundahan wanita itu.

“Jika Himeka memiliki saudara, atau saudara anda dan suami, bisa menjadi pendonor bagi Himeka.”

Hinata tersenyum getir dan menjawab lirih, “kami hanya hidup berdua. Tidak ada sanak keluarga.”

Tsunade tertegun sejenak dan mengangguk. “Baiklah,” ujarnya. “Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk mencari pendonor yang cocok bagi Himeka.

Sepulang dari kunjungan, ucapan Dokter Tsunade menjadi beban pikiran Hinata. Bagaimana jika Himeka tak mendapat pendonor?

Atau…

Hinata tertegun dengan pikirannya sendiri. Bagaimana jika Himeka mendapatkan pendonor yang cocok tapi pendonor itu tak memiliki kecocokan dengan urutan pertama penerima donor. Bukan tidak mungkin Himeka mendapatkan giliran operasi lebih dulu. Untuk menemukannya, akses rekam medis rumah sakit sangat diperlukan. Bisakah pria itu mencarikan informasi ini untuknya? Memang sedikit riskan tapi ia harus mengupayakan semua yang ia bisa. Hinata memutuskan untuk mencari peluang. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

“Ini aku,” kata Hinata. “Bisakah kau mencari sesuatu untukku?”

 

Sasuke memutuskan untuk membuang semua hipotesa awal yang ia buat malam lalu. Ia tak lagi berfokus pada Hinata ataupun kekasih Itachi. Ia bahkan tak peduli lagi dengan seorang pria beristri yang memiliki nama yang sama dengan Hinata, bahkan meskipun pria itu tinggal di tempat yang sama dengan wanita itu. Ia menduga, pria itu mungkin mengisi apartemen Hinata selama wanita itu pergi.

Selama seminggu ini, pekerjaan Sasuke selain mengurus perusahaannya, ia membaca surat-surat Itachi. Ia juga memperhatikan hari dimana Fugaku akan pulang. Ia harus menagih cerita yang panjang dari pria tua itu. Fugaku berjanji akan menjelaskan tujuannya pada Sasuke jika ia selesai membaca surat-surat Itachi.

Hanya saja, 137 surat yang dibaca tak satupun memberinya petunjuk. Hanya berisi cerita-cerita melankolis, depresif dan bagi Sasuke terasa membosankan karena ia tak menemukan apapun untuk menambah catatannya.

Dalam surat itu, Itachi lebih banyak menceritakan tentang rasa sedihnya, kerinduannya pada ‘wanita itu’, tentang bagaimana Konan berusaha melayaninya tapi hatinya tak sedikitpun tergerak.

Menatap tumpukan surat-surat tak beraturan itu, Sasuke mulai memaklumi jika Sang Ayah merasa menyesal. Terlebih jika 365 surat yang ditulis Itachi setiap harinya hanyalah berisi pergolakan batin dan kesedihan hati.

Samui yang mendapatkan perintah dari Sasuke untuk mencari informasi tentang Sakura dan teman-teman Itachi semasa kuliah, datang setelah Sasuke menyelesaikan makan siang. Wanita itu melihatnya menutup kotak bento dan asisten lain mengambil sisanya.

“Saya menemukan dua orang yang dekat dengan Tuan Itachi semasa kuliah. Kisame Hoshigaki, pemilik bengkel yang cukup besar di Tokyo, dan Juzo Biwa, aktor teater musikal.”

“Bagaimana dengan penyelidikan Sakura?”

Samui lalu menyerahkan laporannya. Sebuah data dari catatan sipil yang menyatakan bahwa Sakura memiliki marga Haruno dan Hinata Hyuga berada di dalamnya. Sakura sebagai kepala keluarga, sementara Hinata disebut sebagai adik angkat. Pada tahun 2016, ia menikah dengan seseorang dan meninggalkan kartu keluarganya. Seharusnya pada kartu keluarga itu tersisa Hinata seorang, mengingat Sakura menikah dan mengikuti marga suaminya.

“Apa kau menyelidiki suami Sakura juga?”

“Sayangnya saya tidak bisa menemukan data mengenai itu, juga nama suaminya. Catatan sipil hanya menyertakan tahun pernikahan mereka hanya bertahan setahun. Sepertinya dia kembali ke rumah adiknya.”

Sasuke merebahkan punggungnya, berpikir seraya menyentuh bibirnya dengan jari. Satu persatu petunjuk mulai terhubung. Hinata yang kembali ke Tokyo sesuai dengan cerita tetangga sebelah wanita itu, rupanya untuk membawa kembali Sakura. Pantas jika tak terlihat pria di sekitar mereka.

Tunggu sebentar. Kalau masalah pria…

Ada seorang pria di sekitar Hinata. Pria dengan rambut perak menjulang yang Sasuke temui di rumah sakit menjemput Hinata.

Mungkinkah pria itu justru mantan suami Sakura? Bukankah wanita itu meninggal karena sakit? Setelah mengetahui mantan istrinya sakit dan sekarat, pria itu datang mengunjunginya.

“Lalu bagaimana dengan sakitnya?” tanya Sasuke membuat Samui heran.

“Sakit… nya?”

“Sakura meninggal karena sakit. Apa kau mendapatkan informasi tentang itu?”

Air muka Samui berubah. Terlihat bahwa ia tidak paham dengan pertanyaan Sasuke.

“Saya tidak menemukan itu,” kata Samui. “Tapi… ada yang aneh.” Sasuke mengamati Samui dengan tatapan tajamnya. “Baik menikah maupun setelah bercerai, Sakura tidak terdaftar dalam keluarga manapun di catatan sipil. Jika dia kembali ke rumah adiknya, bukankah seharusnya ia terdaftar dalam catatan sipil di keluarga Hyuga? Catatan sipil juga tidak memiliki data keluarga Haruno, jika memang ia tidak kembali ke rumah adiknya.”

Sasuke membenarkan pendapat Samui. Kecuali ia kembali pada marga Haruno miliknya dan membuat kartu keluarga baru, tentunya akan terdaftar di catatan sipil. Namun baik nama Haruno dan nama Hyuga, tak terdaftar di catatan sipil. Bahkan nama suami Sakura-pun tak diketahui. Seakan ketiga nama itu tak pernah ada. Jika di catatan sipil saja tak tercatat, apalagi rekam medisnya.

Pria itu membuang napasnya dengan punggung terlempar. Ia begitu lelah. Penyelidikan terhadap Sakura juga kekasih Itachimemberikan petunjuk lain. Namun kali ini terasa berbeda.

Ketika Sasuke mencoba menemukan Hinata 6 tahun lalu, ia mendengar hal-hal aneh tentang Hinata. Seperti keluarganya yang berasal dari klan tertentu, atau rumor bahwa kedua orang tuanya meninggal karena dibunuh dan bukan karena kecelakaan seperti yang Hinata ceritakan.

Bahkan ini yang menjadi satu-satunya alasan Sasuke untuk berhenti mencari Hinata. Karena ia berpikir, wanita itu sedang menyelesaikan urusan masa lalunya. Entah dendam pada pembunuh kedua orang tuanya atau mencoba mencari anggota klan-nya yang lain, hanya jika kedua cerita itu benar. Saat itu Sasuke masih bisa berprasangka baik. Ia mempercayai hal itu dan memberikan Hinata waktu. Siapa yang akan menyangka, wanita itu akan kembali dengan seorang anak.

Namun kali ini berbeda dengan situasi di masa lalu. Sasuke telah menemukan Hinata dan meyakini bahwa Himeka adalah darah dagingnya. Ia tak bisa melepaskan keduanya dan entah mengapa wanita itu bisa terhubung dengan kekasih Itachi. Seakan mencari kekasih

Hanya saja, semakin lama Sasuke mengoreknya, semakin banyak ia menggalinya, pria itu mulai ketakutan. Ini tidak seperti dirinya di masa lalu, yang masih bisa menempatkan satu harapan kecil bahwa Hinata akan kembali padanya. Tidak. Bahkan meskipun saat itu Sasuke merasa Hinata bagaikan orang asing tak peduli sebanyak apapun pria itu menyelidikinya, saat ini Sasuke justru ketakutan. Bukan takut jika Hinata akan berubah menjadi orang asing yang jauh darinya. Bukan. Ia takut meruntuhkan semua kepercayaannya pada wanita itu, yang telah dibangun kokoh selama bertahun-tahun.

Dalam pikiran Sasuke saat ini telah tersimpan begitu banyak kemungkinan-kemungkinan yang tak ingin diucapkan. Mungkinkah Hinata berselingkuh darinya? Apa kenyataan bahwa Himeka bukan anaknya seperti yang dikatakan wanita itu adalah benar adanya? Lalu bagaimana dengan hadiah yang dikirimkan Itachi untuk kekasihnya? Kenapa Itachi mengirimkan hadiah itu ke alamat Hinata di Kyoto? Hinata dan kekasih Itachi juga menghilang di tahun yang sama. Apakah Hinata… memang… Apakah… Hinata dan Itachi… keduanya adalah…

Namun sebanyak apapun surat-surat yang Sasuke baca tak menunjukkan dengan jelas nama Hinata sebagai kekasih Itachi. Pria itu hanya mengeluh, meracau, bersumpah serapah, larut dalam kesedihan yang mendalam, dan membiarkan dirinya sendiri berkutat dalam depresi yang terus menenggelamkannya.

“Lupakan itu. Lebih baik kita kunjungi teman-teman Itachi.”

 

“Itachi?” tanya Kisame Hoshigaki saat Sasuke mengunjungi bengkelnya. Bengkel itu cukup ramai dengan tiga mobil sedang diperbaiki dan satu mobil derek datang membawa mobil lain. Kisame lalu berkata, “tentu saja aku ingat. Dia temanku saat kuliah dulu. Apa kau adiknya? Bagaimana kabarnya?”

Sasuke tertegun karena Kisame tak mengetahui kabar kematian temannya sendiri. Bahkan meskipun Kisame bukanlah teman dari Itachi, ia seharusnya tahu kabar itu. Itachi meninggal saat Fugaku telah menjadi anggta parlemen. Tentunya kabar bunuh diri yang dilakukan oleh pemimpin perusahaan Uchiha sekaligus putra sulung anggota parlemen Fugaku Uchiha, menjadi kabar paling santer di tahun itu. Semua orang tahu, bahkan banyak media meliput rumah duka. Namun pria di hadapan Sasuke saat ini justru tidak tahu hal itu?

“Itachi sudah meninggal, kau tak tahu?”

“Be… benarkah? Astaga…” Pria itu sepertinya memang tidak tahu kabar itu. Setelah Sasuke sedikit menceritakannya, pria itu lalu bercerita bahwa ia sempat ke Amerika untuk mengunjungi pacarnya selama beberapa bulan dan sama sekali tak mengetahui kabar itu.

“Aku kemari ingin bertanya tentang kekasih Itachi, apa kau mengetahui sesuatu?”

“Kekasih Itachi?” gumam Kisame. Pria itu menerawang, mencoba menggali sisa-sisa memorinya di masa lalu. “Hmm, aku ingat bahwa ia memiliki pacar, tapi aku tidak bisa mengingat namanya. Apa kau mencari orang itu?”

“Hmm… yah,” jawab Sasuke sekenanya. “Aku mendengar rumor bahwa Itachi memiliki anak dengan wanita itu.”

Kisame tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Sasuke. “Itu tidak mungkin,” katanya. “Itachi adalah pria paling kuno yang pernah kukenal. Wanita itu adalah pacar pertamanya dan dia sangat menjaganya. Bahkan dari nafsunya sendiri. Aku tak percaya dia memiliki anak dari wanita itu.”

Ucapan Kisame ada benarnya. Sasuke teringat dalam surat-surat Itachi, pria itu bahkan tidak menyentuh istrinya sendiri karena tak ingin menyentuh wanita yang tak dicintainya. Selain kuno, juga keras kepala.

“Lalu, tentang wanita itu. Apa kau mengetahui sesuatu? Seperti pekerjaannya, atau asalnya?”

Kisame kembali berdeham. Ia tak memiliki alis tapi dahinya berkerut tanda berpikir. “Seingatku mereka bertemu saat Itachi menjadi sukarelawan rumah sakit. Aku lupa rumah sakit mana, tapi aku ingat pria itu selalu membual dengan mengatakan pertemuan mereka adalah takdir. Seperti pasien yang ditakdirkan bertemu dengan dokternya.” Kisame lalu tertawa kecil. “Dasar, seharusnya ia mengambil Jurusan Sastra dan menjadi penyair. Oh, kalau boleh tahu, kenapa dia meninggal?”

Sasuke tak ingin menjawab, tapi karena Kisame bertanya jadi ia dengan jujur berkata, “bunuh diri.”

Raut wajah Kisame segera berubah serius. Ia tak percaya yang didengarnya tapi Sasuke juga tidak terlihat bercanda. Setelah Sasuke pergi, pria bertubuh kekar itu masih berdiri di tempatnya, begitu tersentak.

 

Sasuke harus menunggu cukup lama agar Juzo Biwa keluar. Pria itu terlihat lebih tua dari usianya, jika memang benar pria itu adalah teman Itachi semasa kuliah. Juzo keluar dari ruangannya dengan riasan yang sudah terhapus.

“Aku terkejut ketika manajerku datang dan mengatakan bahwa adik Itachi mengunjungiku.”

“Aku lebih terkejut mengetahui kakakku berteman dengan seorang aktor.”

Juzo mengeluarkan sebatang rokok dan menawarkannya pada Sasuke, tapi segera ditolak.

“Jadi, ada keperluan apa?” tanya Juzo. Sepertinya pria ini tak bisa berbasa-basi, jadi Sasuke segera mengatakan tujuannya. Lagi-lagi ekspresi yang sama dengan Kisame, muncul di raut wajah Juzo. “Pacar Itachi, ya… aku ingat dia memiliki pacar, tapi aku tidak ingat namanya.”

“Apa kau tahu sesuatu tentangnya?” tanya Sasuke.

Juzo mengamati pria di depannya itu dengan sedikit curiga. “Apa terjadi sesuatu di rumahmu?” Sontak pertanyaan itu membuat Sasuke tersentak. Selain tak bisa berbasa-basi, pria ini juga memiliki insting yang tajam. Sasuke tidak bertanya bagaimana pria ini bisa mengetahuinya, karena hal itu terlihat jelas di raut wajahnya. Juzo lalu tertawa kecil. “Tentu saja aku tahu. Itachi sering bercerita denganku tentang keluargamu. Tentang ayahmu yang tidak setuju dengan hubungannya atau tentang ibumu yang mencoba mengenalkannya dengan adik dari pemilik perusahaan ternama.”

Sasuke mengetahui jelas cerita itu. Ia memang beberapa kali mendengar pertengkaran Sang Ayah dengan Itachi. Ia juga tahu siapa adik dari pemilik perusahaan ternama yang disebut Juzo. Siapa lagi kalau bukan Konan Akatsuki.

“Lalu, kenapa kau ingin tahu tentangnya?” tanya Juzo menyadarkan lamunan Sasuke.

“Aku mendengarnya memiliki anak dari wanita itu,” kata Sasuke memberikan alasan yang sebenarnya sama sekali tak berdasar. Ia tak menemukan anak dalam surat-surat Itachi. Fugaku juga memintanya mencari kekasih Itachi dan bukan anak dari wanita itu. Ia hanya beralasan demikian agar memiliki alasan akurat untuk mendapatkan informasi tentang wanita itu.

“Hmm, jadi ayahmu berusaha mencari cucunya yang hilang. Begitu?” tanya Juzo dan Sasuke hanya menjawab sekenanya. Entah mengapa ia merasa pria ini tak kunjung memberinya jawaban dan hanya berputar-putar saja. “Tapi rasanya tidak mungkin,” kata pria itu lagi. “Kudengar wanita itu tidak bisa memiliki anak.”

“Apa dia sakit?” tanya Sasuke.

“Sepertinya. Kudengar ia memiliki penyakit langka. Aku percaya Itachi yang lurus-lurus itu tidak akan menyentuh kekasihnya, hanya saja… bahkan jika Itachi sungguh menyentuh wanita itu, ia tidak akan bisa hamil. Aku tidak tahu nama penyakitnya tapi begitulah yang dikatakan Itachi.”

“Aneh sekali.” Kini Sasuke memandang Juzo dengan tatapan curiga. “Baik kau maupun Kisame memberikan informasi sebanyak ini tapi tidak mengingat wajah ataupun namanya?”

“Hoo, kau mengunjungi Kisame juga, ya.” Pria itu lalu menanyakan kabar Kisame dan membuat Sasuke harus berdeham cukup keras agar Juzo tidak berbicara diluar konteks. Sasuke pikir pria ini tak bisa berbasa-basi, nyatanya ia senang sekali berputar-putar.

Juzo tertawa kecil lalu berkata, “kami memang tidak pernah bertemu secara langsung dengannya. Yang kami ceritakan padamu sebagian besar kami dapat dari Itachi. Sempat kami berpikir bahwa pria itu berhalusinasi atau semacamnya, sampai suatu ketika kami melihatnya sekali. Wanita itu tak terlalu tinggi, rambutnya tidak terlalu panjang, mungkin sebahu lebih sedikit dan ia selalu mengenakan topi. Hmm… tapi sepertinya orang itu pernah melihatnya dan bahkan berbicara padanya.”

“Siapa?” tanya Sasuke.

“Deidara Iwagatsuki, salah satu teman kami juga. Aku pernah melihatnya mengobrol cukup akrab dengan wanita itu, ketika tak satupun dari kami berhasil membuatnya bicara. Sepertinya mereka telah mengenal cukup lama.”

Petunjuk baru yang akan menuntunku, begitu pikir Sasuke. Namun setelahnya Juzo berkata bahwa Deidara telah meninggal.

“Meninggal karena kecelakaan, tapi ada juga yang mengatakan bahwa ia terlibat dengan organisasi dan dibun…”

“Terima kasih atas waktunya,” kata Sasuke membungkukkan badannya. Pria itu segera melenggang. Juzo memang memberikan informasi yang cukup banyak, tapi kelakarnya juga cukup menguji kesabaran Sasuke.

 

Berada di dalam mobil, Sasuke memperbarui catatannya tentang kekasih Itachi. Wanita itu sakit-sakitan dan tidak memiliki anak. Maka kemungkinan buruk yang pernah ia pikirkan sebelumnya, sama sekali tidak sesuai. Dengan begini, kegundahan Sasuke memikirkan Hinata berselingkuh dengan Itachi telah sirna.

Lagipula semasa kuliah Hinata masih memelihara rambut panjangnya. Pria itu mencoret beberapa tulisannya dan menambahkan tulisan baru mengenai deskripsi fisik kekasih Itachi. Namun tetap saja, bertanya pada kedua orang itu sama sekali tak membuahkan hasil. Ia hanya bisa menambah beberapa tulisan saja.

Sasuke merebahkan dirinya, menutup mata dengan lengan kanannya. Kepalanya terasa sakit dan matanya terasa panas. Mencari informasi tentang Hinata begitu menyulitkan dan entah mengapa menyelidiki kekasih Itachi justru membawanya pada sesuatu yang baru yang tak pernah ia temukan ketika mencari Hinata 6 tahun lalu.

Hinata, sebenarnya siapa kau?

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Pandora
Selanjutnya Pandora - [Chapter 7] Yang Tak Terlihat Menampakkan Diri
37
7
Dunia Hinata runtuh dua kali. Saat ia harus memiliki Himeka sendirian, dan ketika Sakura harus meninggal. Sasuke Uchiha kembali datang ke hidupnya saat Hinata memutuskan untuk melepas semua masa lalunya dan mencoba memulai hidup baru.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan