Senandung Rindu Bab 1

1
0
Deskripsi

Orang bilang cinta pertama itu sulit dilupakan. Mungkin itulah sebabnya Brian rela kabur di hari pertunangannya demi seorang gadis yang telah pergi darinya sepuluh tahun lalu. Namun, apakah itu sepadan? Saat Brian sama sekali tak tahu keberadaan sang pujaan hati. Dan, satu-satunya hal yang menghubungkan mereka hingga saat ini hanya sebuah lagu yang mewakilkan perasaan pria itu. Cinta Dalam Hati.

Bab 1 : Suara Merdu Di Radio 

Selalu ada dua hal tentang mengingat masa lalu

Senyum yang terkembang atau tangis yang menggenang

***

Jakarta, 2018

Mungkin ini memang jalan takdirku
Mengagumi tanpa dicintai
Tak mengapa bagiku
Asal kaupun bahagia dalam hidupmu
Dalam hidupmu

Gerakan tangan Brian yang sedari tadi menekan tombol search di radio mobil terhenti seketika. Lantunan lagu lama yang tak asing di telinga itu membuatnya tertegun. Teringat akan berbagai alasan yang membuatnya berakhir di dalam mobilnya sendirian di tempat asing, alih-alih menyematkan cincin pertunangan di jari Sienna.

Sembari mengembuskan napas panjang, Brian menyandarkan punggungnya ke jok mobil. Memutuskan untuk menikmati alunan lagu yang kini membawa memorinya ke masa silam. Sesekali ia meneguk kopi yang sempat ia beli di minimarket tadi.

Hari ini adalah hari pertunangan Brian dan Sienna. Saat yang telah lama dinantikan oleh gadis yang juga sepupunya itu. Sayangnya, Brian tidak merasakan hal yang sama. Ia justru merasa begitu kalut hingga akhirnya memutuskan untuk pergi dan menjadi seorang pecundang.

"Selamat malam, para pendengar setia!" Suara Pasha 'UNGU' tadi telah berakhir dan digantikan suara lembut perempuan. Brian tetap mendengarkan. Ia terlalu malas untuk kembali bergerak dan mencari channel lain. "Apa kabar hari ini? Masihkah didera rindu? Berkawan duka? Atau tengah mencecap bahagia?"

Brian kembali meneguk kopi miliknya. Masih mendengarkan rangkaian kata-kata si penyiar radio yang menurutnya agak terlalu puitis. Namun, Brian menyukai suaranya. Lembut. Begitu membelai indera pendengarnya.

"Apa pun yang terjadi hari ini, kalian bisa berbagi cerita dengan Nastiti di sini. Di Senandung Rindu, tempat untuk berbagi rasa dan mungkin, pelipur kegundahan hati."

Seutas senyum tipis tercetak di bibir Brian. Tuhan rupanya berbaik hati dengan mempertemukannya pada acara radio bernama Senandung Rindu tersebut. Ia tak tahu jenis perasaan macam apa yang bisa dibagikan sebagai cerita di sana, tetapi hari ini jelas hari yang melelahkan untuk hati Brian.

"Eits, ada Alicia juga di sini. Si cantik yang nggak baperan kaya Nastiti." Sebuah suara lain terdengar menyela. Suara yang lebih ceria dan renyah. Ternyata ada dua orang penyiar perempuan yang memandu acara tersebut.

"Hmm, apakah kita perlu mengingat sosok cantik tapi tukang telat ini?" Nastiti mencoba berkelakar yang sayangnya terdengar garing. Perempuan itu beruntung memiliki suara lembut yang membuat Brian masih bertahan mendengarkan acaranya.

"Abaikan!" seru Alicia pura-pura marah. Brian bisa membayangkan ekspresi Alicia saat itu. Mengerucutkan bibir dan memasang tampang jengkel. "Maksudnya abaikan pertanyaan Nastiti yang tukang baper ini. Karena aku nggak sabar untuk mulai mendengarkan cerita kalian. Tema hari ini sangat menarik. Sama dengan judul lagu yang mengawali acara ini tadi. Cinta Dalam Hati."

Betapa hidup sungguh ajaib. Bahkan tema untuk acara radio yang sedang Brian dengarkan pun sesuai dengan isi hatinya. Tentang perasaan yang sudah bertahun-tahun hanya mampu tinggal di hati tanpa menemukan jalan untuk menunjukkan diri. Brian hanya bisa tertawa miris. Menertawakan dirinya sendiri yang terasa begitu menyedihkan sekarang.

Selama dua puluh delapan tahun, Brian telah menjalani kehidupan yang bukan dirinya. Berusaha menjadi seseorang yang bisa diandalkan untuk mengelola perusahaan keluarga dan membanggakan sang mama. Ia bisa menerima meski bagi lelaki biasa seperti dirinya hal itu terbilang tidak mudah. Ia mematuhi setiap arahan Dennis, kakak dari papanya, semenjak Brian kecil. Menahan diri untuk tak memberontak atas semua sikap otoriter Dennis, Brian tetap berusaha menjadi yang terbaik versi keluarganya.

Ya, Brian berhasil menyandang gelar sebagai putra kebanggaan keluarga Atma Wijaya. Setidaknya sampai kemarin, karena malam ini ia sudah merusak titel tersebut. Brian mengubah sejarahnya sebagai anak baik menjadi pembangkang yang tega membuat Farah, mamanya, menangis.

Bodohnya, dari semua alasan yang Brian miliki atas tindakan konyolnya meninggalkan pesta pertunangan, satu hal itu masih bertahan. Dan, sepertinya akan terus bertahan.

Alasan itu adalah perasaannya. Cinta dalam hati Brian yang jelas-jelas bukan untuk Sienna.

Terdengar suara Nastiti menyebutkan sederet angka yang bisa dihubungi jika berkenan menelepon ke acara radio tersebut. Menyadarkan Brian dari lamunan. Perempuan itu mengulangnya hingga tiga kali, tetapi Brian bisa mengingatnya dengan baik di kali kedua. Samar-samar masih terdengar alunan lagu milik Ungu tadi. Menjadi latar belakang percakapan ringan Alicia dan Nastiti sebelum akhirnya berganti dengan sebuah lagu lain.

"Sial!" umpat Brian sewaktu nada yang mengawali lagu tersebut sama sekali tak asing di telinganya. Bahkan, ia masih mengingat jelas judul lagu tersebut. Hanya Ingin Kau Tahu.

Sungguh, Tuhan sedang mengajaknya bercanda sekarang.

***
Gelas kertas di atas dashboard mobil Brian yang tadinya berisi kopi kini telah kosong. Cairan hitam berasa pahit tersebut telah memenuhi lambung Brian beberapa menit yang lalu. Membuatnya tetap terjaga meski waktu sudah hampir menunjukkan pukul sepuluh malam.

Tentu itu bukan waktu yang terlalu larut untuk lelaki seusia Brian. Lagipula, ia tidak berencana untuk pulang. Justru ia ingin menikmati kesendiriannya sekarang. Bersikap egois dengan melupakan kesedihan Farah dan Sienna, serta kemarahan Dennis atas ulahnya. Brian juga masih mendengarkan acara radio yang sama meski beberapa lagu yang ia dengar membuatnya mengumpat.

Cerita bodoh dan konyol. Itulah yang Brian butuhkan saat ini. Acara bernama Senandung Rindu itu sudah memenuhinya. Sudah dua cerita yang ia dengarkan sejauh ini. Tentang seorang gadis remaja yang tak berani mengungkapkan perasaan pada sahabatnya dan seorang lelaki akhir dua puluhan yang ditinggal menikah oleh cinta diam-diamnya.

Brian menikmati cerita mereka. Itulah alasan ia masih setia mendengarkan acara radio tersebut. Selain suara lembut Nastiti yang berpadu dengan suara renyah Alicia tentunya. Sesekali ia tertawa miris. Menjadikan kisah sedih para pencerita itu hiburan untuknya. Bukan karena meremehkan, tetapi karena ia pun pernah mengalami hal yang sama.

Ralat, bukan pernah. Brian bahkan masih mengalaminya hingga kini.

Sedikit ragu Brian meraih ponselnya. Benda persegi berwarna putih itu tak menyala. Ia sengaja mematikannya sejak meninggalkan rumah tadi. Tak ingin pelariannya terganggu dengan panggilan-panggilan telepon berisi kepanikan, kekhawatiran dan kemarahan yang jelas tertuju untuknya. Namun, ketika cerita kedua yang ia dengar dari Senandung Rindu tersebut berakhir, Brian tergoda untuk melakukan hal yang sama. Menelepon ke sana dan menceritakan kisahnya.

Setengah yakin Brian mulai menyalakan ponselnya. Ia hafal nomor telepon yang harus ia hubungi di radio tersebut. Hanya perlu menunggu lagu yang kini tengah diputar berakhir, lalu ia bisa segera mencoba menelepon ke sana.

"Satu lagu dari Samsons sudah memanjakan telinga kita dengan Kenangan Terindah-nya. Nah, sesuai janji, kita berdua masih membuka satu line telepon lagi untuk kalian yang ingin berbagi cerita tentang tema hari ini," ujar Alicia.

"Dan seperti biasa, kalian juga bisa request lagu setelahnya," timpal Nastiti, "lagu-lagu Indonesia era 2000-an."

Sembari mendengarkan Nastiti menyebutkan nomor telepon radio untuk kesekian kali, Brian menunggu ponselnya menyala kembali dengan tidak sabar. Bertepatan dengan suara Alicia yang ikut menimpali cuap-cuap Nastiti, ponsel Brian telah menyala sepenuhnya. Dengan gerakan cepat, ia mengetikkan nomor telepon radio yang tengah didengarnya lalu menekan tombol warna hijau bergambar pesawat telepon.

Brian menempelkan ponsel ke telinga. Hatinya berharap-harap cemas sewaktu hanya terdengar nada tunggu standar di nomor yang ia tuju.

Sekali.

Dua kali.

Brian hendak mematikan sambungan telepon ketika kemudian muncul suara Nastiti.

"Halo! Dengan siapa di sana?"

Karena masih tak menyangka bisa masuk ke acara radio di kali pertamanya menelepon, Brian kehilangan kata-kata. Bingung harus memulai dengan kata sapaan apa hingga akhirnya keheningan itu terpecahkan oleh suara Alicia.

"Hello, anybody there? Ini yang nelepon masih manusia, kan?"

Candaan Alicia memang cukup untuk menerbitkan seutas senyum di bibir Brian. Memantapkan hati, Brian akhirnya membuka mulut dan bersuara.

"Halo!"

"Nah, ada orangnya ternyata. Nama siapa dan ada di mana?" Alicia mencecar pertanyaan sementara Nastiti menimpali.

"Alice, galak bener, sih?" Tawa kecil Nastiti menghiasi percakapan tersebut. "Jadi, dengan siapa ini?"

Brian hanya tersenyum menyadari nada suara Alicia yang memang terkesan galak. Namun, tak lama ia segera memberikan jawaban.

"Brian. Di Matraman."

Jeda sejenak. Brian tak tahu sebabnya. Akan tetapi keheningan itu segera terpecahkan oleh suara penuh semangat milik Alicia.

"Wah, Matraman? Deket, dong," ujar Alicia, "By the way, Brian pernah menyukai seseorang diam-diam?"

"Pernah. Dan, masih." Jawaban Brian sontak membuat Alicia menyerukan kata wow dengan sedikit tekanan. Bukan hal yang aneh. Apalagi jika penyiar itu mendengar kisahnya secara keseluruhan.

"Okay. Kita jadi nggak sabar untuk mendengarnya. Silakan, Brian," ucap Nastiti mempersilakan.

Brian menarik napas panjang sebelum mulai berbicara. Bagaimanapun juga, apa yang akan ia tuturkan adalah cerita lama yang tak banyak diketahui orang di sekitarnya. Brian senang bisa memiliki kesempatan untuk membagi kisah itu. Berharap keajaiban lain akan menyusul muncul dan mempertemukannya dengan sang pujaan hati. Namun, tak dapat ia pungkiri jika bersamaan dengan itu rasa gugup pun turut menghampiri.

Bersamaan dengan embusan napasnya, Brian memejamkan mata dan membayangkan wajah seseorang. Lalu, ia mulai bersuara.

"Ini kisah lama. Tentang seorang gadis yang mencuri hatiku sejak sepuluh tahun lalu. Cinta pertamaku."

***

Sambil nungguin Cerita Cinderella In Action dan Sleeping Betty yang belum selesai first draftnya, saya terbitkan cerita baru. Nggak baru juga, sih, sebenarnya. Udah tamat, tapi belum terpublish di sini. Insyaallah tayang tiap hari. Jadi, selamat membaca ya. Dan, semoga kalian suka. 

Salam Baca ๐Ÿ˜‰

Suki
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya Senandung Rindu Bab 2
0
0
Orang bilang cinta pertama itu sulit dilupakan. Mungkin itulah sebabnya Brian rela kabur di hari pertunangannya demi seorang gadis yang telah pergi darinya sepuluh tahun lalu. Namun, apakah itu sepadan? Saat Brian sama sekali tak tahu keberadaan sang pujaan hati. Dan, satu-satunya hal yang menghubungkan mereka hingga saat ini hanya sebuah lagu yang mewakilkan perasaan pria itu. Cinta Dalam Hati.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan