
“How does it feel to be kissed?”
"Na, nanti kamu balik duluan nggak apa-apa 'kan? Aku kayaknya perlu nyelesain tugas sebentar," kata seorang pria terhadap gadis berambut pendek yang duduk manis di kursi penumpang.
Riana Abraham, kekasihnya selama hampir tujuh tahun itu memandangnya kesal. Bibirnya dimajukan sedikit sementara pipinya dikembungkan. Menggemaskan sekali. Tidak peduli berapa kali ia melihat pemandangan itu, tidak membuatnya bosan.Tangannya tergerak, lalu menjawil pipi gadis itu pelan.
"Aku nggak akan lama, Sayang."
"Kamu udah janji, Ga. Ini udah kedua kali...Salah, udah tiga kali kamu ikar janji dalam sebulan."
"Kamu tau sendiri kalau sekarang tugas aku semakin menumpuk. Bisa ngerti 'kan? Aku janji nemenin kamu nonton semalaman penuh sabtu ini. Mau nonton drama kesukaan kamu pun aku oke. Boleh, ya?"
Menghembuskan napas kasar, Riana akhirnya mengangguk.
"Yaudah."
"Yaudah apa?"
"Ya ok."
"Ok, apa sayang?"
Riana mencebik kesal. "Iya, nanti aku pulang duluan. Udah sana kamu ke kelas nanti telat."Gadis itu melepas sabuk pengamannya, membuka pintu mobil dan hendak meninggalkan Sagara sendirian namun pergelangannya dicekal.
"Kenapa?"
Sagara terdiam. Memandang Riana lama, berpikir tentang sebuah keninginan yang sudah lama ia pendam namun setelah melihat ekspresi tidak sabar pada wajah Riana, pria itu menggeleng kemudian tersenyum lembut.
"I love you."
Dan pipi Riana bersemu merah. Selalu seperti itu.
"Makasih." Lalu gadis itu berlari.
***
Riana bersama dua sahabatnya—Kiran dan Nindy— duduk bersama seraya menikmati santapan siang mereka. Ketiga gadis itu sibuk dengan aktivitas masing-masing, tidak begitu niat untuk memulai percakapan sebab perut mereka sejak tadi sudah melakukan demo masal untuk diberi perhatian terlebih dahulu.
Keheningan itu berlangsung hampir sepanjang sepuluh menit sebelum akhirnya terpecahkan karena pekikan pelan yang dikeluarkan oleh Riana.
"God, my eyes!"
Kiran maupun Nindy mau tidak mau mengalihkan atensi mereka kepada Riana yang sekarang sudah menggeleng-gelengkan kepala seraya menampilkan ekspresi tidak percaya.
"Kenapa lo?" tanya Kiran heran.
"Itu...ada yang ciuman di depan umum."
Nindy sontak memutar bola mata malas.
"Lo kayak nggak pernah lihat orang ciuman aja, Na. Udah biasa kali."
"Iya, tapi ini 'kan lingkungan kampus, Nin. Berani juga mereka kayak gitu. Kalau ada yang foto atau vidio terus disebar di sosial media gimana? Kan malu."
Kiran menoleh, memerhatikan pasangan yang sedang dimabuk asmara yang tengah asik saling memberikan ciuman-ciuman cinta.
"Kalau dilihat 'sih mereka nggak bakal malu. Yaudah 'sih, nggak usah diambil pusing, biarin aja mereka mau ciuman kek atau mau tempur sekarang juga itu urusan mereka."
Membayangkan hal tersebut Riana bergedik ngeri.
"Padahal mereka kan bisa nahan dikit terus ciumannya di tempat yang lebih aman—"
"Namanya juga udah kepengen banget. Mereka mana mikir," potong Nindy. "Ah, gue lupa lo kan nggak pernah ngerasain urgensi buat cium pacar lo tiba-tiba."
Kalimat terakhir dilontarkan dengan nada menyindir yang mau tidak mau sukses membuat alis Riana tertaut.
"Kok lo ngomong gitu sih Nin?"
"Kenyataan 'kan? Lo nggak pernah punya perasaan atau dorongan yang bikin lo mau banget cium Sagara sampai kalau nggak berhasil lo stress sendiri."
Melihat Riana yang terdiam seribu bahasa tanpa niatan memberi balasan, Kiran akhirnya ikut menimpali.
"Mumpung kita lagi bicarain ini. Gue jadi pensaran. Sagara nggak pernah gitu izin buat cium lo, Na?"
"Pernah, kok."
"Di bibir?"
"Nggak. Lo gila?!"
Kiran menggeleng. "Padahal lo cantik dan menggoda gini kok dia bisa tahan ya? Kalau gue Sagara lo udah gue puja siang dan malam."
"Ya syukur lo bukan Sagara."
"Kalian pacaran hampir tujuh tahun ngapain aja? Main kelereng? Lo harus hati-hati, Na. Siapa tau Sagara nggak nyentuh lo tapi malah nyari cewek lain," ujar Nindy asal. "Ada banyak kasus yang cowok nyari kepuasan di cewek lain karena pacarnya nggak ngasih jatah."
Riana sontak memukul meja dengan kuat, tidak terima kekasihnya dikait-kaitkan dengan kelakukan bejat pria lain. Ia mengenal Sagara dengan sangat baik. Ia tahu pasti kekasihnya itu tidak akan mungkin mengecewakannya.
"Sagara nggak gitu."
"Lebih parahnya nih, Na, bisa aja cowok lo malah cari kepuasan sama cowok lain."Mata Riana membola.
"Nindy! Gue nggak suka ya lo ngomong aneh-aneh kayak gitu. Sagara isn't that kind of man."Nindy hanya mengedikkan bahu.
"Gue cuman nyampaian pendapat doang, Na. Ada baiknya lo berjaga-jaga. Cari tau apa dia beneran loyal ke lo, atau dia nyari kepuasan melalui orang lain. Be it a man or woman."
***
Perkataan sahabatnya terus terngiang bahkan sampai malam. Riana mulai dilanda ketakutan. Bagaimana jika apa yang mereka katakan benar? Bagaimana jika ternyata selama ini hanya ia sendiri jatuh cinta pada Sagara dan kekasihnya itu justru bermain di belakangnya.
"Aaa!"
"Na?! Kenapa?" suara penuh kekhawatiran itu membuat Riana berhenti berteriak. "Kenapa? Ada yang sakit?"
Riana ingin menangis rasanya. Tidak mungkin 'kan Sagara bersikap semanis ini jika pria itu tidak mencintainya?
"Shh, kok kamu nangis? Aku ada salah?" jemari Sagara dengan lembut menyeka pipinya yang justru membuat tangis Riana semakin menggila. "Nana, sayang, kamu kenapa? Cerita, ya?"
"Ga, kamu sayang 'kan sama aku? Kamu cintanya cuman sama aku 'kan?"
"Iya, sayang. Cuman kamu."
"Beneran? Kamu...kamu nggak pernah cari kepuasan di luar 'kan?"
"Hah?"
Riana mencebik kesal, mendorong Sagara menjauh darinya lalu melempar bantalan sofa ke wajah kekasihnya.
"Jadi mereka bener."
"Kamu ngomong apa, sih? Aku nggak ngerti. Coba ngomong yang jelas biar aku bisa jawab. Jangan buat kesimpulan dulu." Sagara kembali mendekat, meraih kedua tangan kekasihnya.
"Selama ini kamu pernah nyari kepuasan di luar, Ga?"
"Kamu dari tadi ngomong kepuasan mulu. Kepuasan apa coba maksudnya?"
"Ya yang itu."
"Itu apa, Nana? Yang jelas."
"Sex."
Bagai disambar oleh petir di tengah hari, Sagara membeku. Netranya terpaku lurus pada Riana. Sangat tidak menyangka kata itu akan terlontar dari kekasihnya yang polos ini.
"Barusan kamu bilang apa? Aku nggak salah dengar 'kan?"
"Nggak. Aku nanya kamu pernah nyobain sex di belakang aku?"
"Kamu nuduh aku selingkuh?!"
Melihat raut wajah Sagara yang tidak lagi lembut ditambah bahwa pria itu bangkit dari posisinya jelas sekali menandakan bahwa ia telah berbuat salah dan kekasihnya itu marah besar.
"Kenapa kamu bisa nuduh aku selingkuh?"
"Aku nggak nuduh..."
"Kalau bukan nuduh terus apa, Na?!" suara Sagara meninggi membuat nyali Riana menciut seketika. Selama menjalin kasih, ini kali pertama Sagara sampai semarah ini.
"Kamu jangan marah. Aku takut."
Melihat kondisi Riana yang mengenaskan. Tubuh gadisnya bergetar, matanya sembab dan pipi serta hidungnya memerah membuat hati Sagara melembut.
Sagara menghembuskan napas berat, lalu menghampiri Riana kembali.
"Maaf, aku kebawa emosi. Sekarang kamu bisa cerita kenapa bisa punya asumsi kayak gitu?"
"Nggak mau. Aku takut."
"Na."
"Nggak."
Emosi yang sebelumnya sempat padam kembali tersulut. Sagara mengusap wajah kasar, berusaha menahan diri sebisa mungkin. Ia tahu Riana bukanlah tipe gadis yang senang dibentak. Gadisnya ini sangatlah manja dan senang dibujuk dengan lembut, jadi berteriak seperti tadi jelas akan membuat Riana menjauh.
Sagara menyentuh dagu gadisnya, memaksa Riana untuk menatapnya. "Sayang, cerita, ya? Jangan kayak gini. We don't want to sleep while still mad at each other, do we?"
Pada akhirnya cerita itu meluncur dengan lancar dari Riana. Gadis itu menjelaskan semua keresahannya yang didasari oleh omongan kedua sahabatnya. Ia juga tidak lupa menyampaikan kemungkinan bahwa Sagara menyukai pria dan bersamanya hanya untuk bersembunyi.
Detik dan menit yang berlalu selama mendengarkan Riana, air muka Sagara semakin gelap. Sampai akhirnya ia mengumpat.
"Dan kamu percaya?"
"Nggak. Makanya aku tanya buat konfirmasi. Kamu nggak kayak gitu, 'kan?"
"Kamu jelas lebih kenal aku dari mereka, Na. Mana mungkin aku tega ngehianatin kamu."
"Terus kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Kamu nggak pernah nyoba nyentuh aku?"
Dan Sagara melongo.
"Gimana?"
Riana memainkan jemarinya, gugup. Tetapi karena sudah terlanjur jadi tetap ia lakukan.
"Selama ini kita pacarannya nggak ada progres. Gitu kata Nindy. Kamu nggak pernah nyoba nyentuh aku sama sekali. Aku yang salah atau gimana?"
"Ya Tuhan, Riana. Aku nggak gitu karena emang belum saatnya aja."
"Terus saatnya kapan?" tanya gadis itu polos dengan mata yang berbinar.
"Saatnya...ehmm...saat kamu siap?"
"Memang selama ini nggak siap, ya?" guman Riana pelan. "Sekarang aku siap."
Sagara sontak jatuh terduduk. Matanya membelak terkejut. Hal gila apa yang baru saja terjadi?
"Na, kayaknya kamu perlu tidur. Dari tadi kamu ngelantur."
"Aku siap. I want to be touched here," Katanya seranya menunjuk bibirnya. "Tadi ada pasangan yang ciuman di area kampus. Mereka kelihatan menikmati sampai nggak peduli tempat. Itu bikin aku penasaran, Ga. How does it feel to be kissed? Kok bisa hanya ciuman bikin mereka lupa diri?"
Kepala Sagara pening bukan main. Wajah Riana jelas menunjukkan rasa penasaran yang sangat tingga sehingga ia tahu jika tidak terpuaskan Riana akan terus mendesak.
"Na, nggak sekarang, ya."
Riana menggeleng. Gadis itu merangkak mendekat hingga jarak mereka sangat dekat.
"Aku penasaran, Ga."
Sial. Sial. Sial. Sagara mana bisa menolak kalau Riana sudah bersikap manis seperti ini. Satu kelemahan Sagara adalah Riana. Ia bisa saja menuruti semua keinginan kekasihnya itu tanpa pikir panjang.
"Ciuman, yuk?" ajak Riana seolah tengah mengajaknya membeli bakso.
"Kamu yakin?" pertanyaan Sagara dibalas anggukan semangat. Hilang sudah raut sedih dari wajah Riana tergantikan dengan ekspresi super ingin tahu. "Na, serius kamu mau ciuman?"
"Ih, iya. Ayo."
Riana duduk diam dengan mata terpejam kemudian memajukan bibirnya, menuggu dengan sabar sampai akhirnya ia merasakan sesuatu yang kenyal menimpa bibir miliknya namun dalam hitungan detik sensasi itu hilang.
"Sudah, 'kan? Ayo aku antar kamu balik," ucap Sagara cepat. Keringat dingin nampak di pelipisnya.
"Gitu doang? Tadi mereka lama banget, Ga. Terus dari yang aku nonton di drama dan film mereka pasti bergerak gitu...tapi tadi kamu cuman nempel doang. Itu kayak aku cium adik bayi."
Ya Tuhan, Sagara ingin pingsan di tempat. Jika ia meneruskan ia takut kelepasan. Ia tidak sepolos itu. Meski tidak memiliki pengalaman praktekm tapi ia cukup sering belajar dari film dan melihat temannya secara langsung.
"Segitu dulu, ya? Lain kali kita coba yang lama."
"Nggak. Aku 'kan penasaran sama ciuman yang bikin orang lupa diri. Atau jangan-jangan kamu malu karena nggak bisa kayak gitu, ya?"
"Bukan, Na. Tapi ini udah malam pasti kamu dicariin."
"Dih, bilang aja kamu nggak bisa."
"Na."
"Yaudah, kalau nggak bisa."
Ego yang terus disentil seperti itu, akhirnya kesabarannya habis. Ia mendekat pada Riana. Membingkai wajah gadisnya dengan kedua tangan.
"Ini kamu yang minta, ya."
Riana menganguk bagai anak anjing yang akan diberikan snack.
"Jangan nyesal, loh, Na."
"Nggak. Sekarang cium aku."
Dan tanpa keraguan Sagara menurut.
Sekali lagi Riana merasakan sensasi bibir Sagara yang lembab menumpu miliknya. Awalnya hanya diam sebelum akhirnya bibir pria itu bergerak perlahan dan malu-malu. Sagara mengecup dan menyesap bibir bawah dan atasnya secara bergantian, memberikan sensasi geli pada perutnya.
Tangan pria itu memaksa kepala Riana untuk semakin mendongak, memperdalam ciuman mereka. Dituntun insting, Riana memeluk tubuh kekar sang kekasih. Ia membalas setiap kecupan yang diberikan Sagara dengan ragu-ragu.
Bibir mereka saling tertaut hingga akhirnya Riana merasakan perih karena bibir bawahnya digigit kemudian lidah pria itu menjilat bekas gigitan itu hingga membuat Riana gemetar bukan main. Ia mendorong tubuh Sagara, kemudian menatap wajah kekasihnya yang terlihat kalut.
"Ga, kamu nggak apa-apa?"
Sagara menggeleng namun jelas bahwa pria itu seperti menahan sakit.
"Beneran?"
"Iya, sayang. Sekarang aku antar pulang, ya?"
Karena rasa penasarannya sudah terpuaskan, Riana setuju.
Selama perjalanan Riana terus mengingat sensasi saat bibir mereka saling berada. Ia seperti melayang, dan diantara pangkal pahanya ada yang berdenyut nyeri namun membuatnya ketagihan. Ternyata seperti itu rasanya ciuman.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
