
Deskripsi
"Mungkin, 'kadang-kadang kematian lebih baik'
adalah pelajaran terakhir yang didapat dari duka.."
-Stephen King
Sebagai penulis yang pamornya sudah melegenda, Stephen King telah menulis banyak buku yang menjadi bestseller di seluruh dunia. Kariernya dipenuhi karya tulis bergenre horor dan thriller. Meskipun begitu, ketika ditanya soal buku apa yang menurutnya paling mengerikan, Stephen King dengan lugas menjawab: Pet Sematary. Penggalan statement tersebut bahkan dicetak menjadi catatan...
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya
PLOTTER VS PANTSER? KAMU YANG MANA?
8
0
Kamu Plotter, atau Pantser? Berdasarkan proses menulis, writer bisa dikategorikan dalam dua kubu besar: Plotter dan Pantser. Kategori ini sendiri diperlukan supaya kita bisa tahu apa aja strength point kita saat menulis plot, dan cara apa yang paling efektif untuk proses menulisnya masing-masing dari kita. Lalu, apa perbedaan di antara keduanya? Kalau kamu tipikal penulis yang mengetahui semua detail dan garis besar cerita dari awal sampai akhir sebelum kamu nulis cerita, maka kamu termasuk Plotter. Biasanya, seorang Plotter akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk merencanakan semua aspek dalam cerita (termasuk premis, pengembangan karakter, plot twist dan akhir cerita) sebelum mulai menulis. Gak ada yang namanya bergerak sesuai arus cerita tanpa arah yang jelas. Semua sudah diperhitungkan di awal. Bahkan, kadang seorang Plotter sudah tahu akan ada berapa bab dalam satu novel, serta gambaran besar dari masing-masing bab itu.Sebaliknya, seorang Pantser akan mulai menulis sebelum ceritanya benar-benar terbentuk dengan jelas. Penulis dengan gaya ini gak akan menyusun struktur cerita keseluruhan di awal dan stick to it, tapi lebih ke mengalir aja dengan ide yang ada saat itu. Intinya, lebih bergantung pada ‘ledakan ide’ yang dialami. Lebih baik mana, Pantser atau Plotter? Balik lagi ke tujuan kita untuk mengetahui apakah kita lebih condong ke Pantser atau Plotter, yaitu supaya kita tahu metode apa yang paling efektif buat kita saat nulis cerita. Ingat, gak ada yang namanya teknik yang ‘salah’ untuk menulis cerita. Tapi, kalau kita udah tahu kita lebih ke Pantser atau Plotter, kita akan tahu strength point kita ada di mana :) Terus, apa strength point dari masing-masing kelompok? Untuk Plotter, strength point-nya adalah:Proses menulis cerita akan lebih cepat. Karena semua aspek dari cerita sudah diperhitungkan di awal, maka saat nulis cerita, gak perlu lagi mikirin soal perkembangan plot, karakter, dll.Setiap keping cerita jatuh ke tempat yang benar. Sekali lagi, karena semuanya sudah diperhitungkan di awal, gak akan ada yang namanya cerita melenceng dari premis yang dituju, atau kehilangan arah di tengah proses menulis. Dan karena ini pula, gak ada bagian dalam cerita yang sia-sia. Semua adegan dan dialog disusun untuk menuju satu tujuan yang jelas.Cerita akan terstruktur dengan baik. Kalau sudah menentukan outline cerita di awal, maka seorang akan tahu sebenarnya ceritanya tentang apa, bukan? Kalau begitu, maka kita akan tahu cara ‘terbaik’ untuk menyampaikan cerita tersebut.[TAMBAHAN] Revisi biasanya akan lebih ringan. Karena revisi besar-besarannya ditaruh di awal, hahahaha! *berchanda* Untuk Pantser, strength point-nya adalah:Gampang untuk mulai menulis. Seorang Pantser gak akan kesulitan untuk mulai menulis, apalagi kalau sedang mengalami ‘ledakan ide’. Lebih mudah mengalahkan writer’s block. Kadang, writer’s block muncul karena ada batasan di suatu tempat, entah itu rencana yang udah terstruktur, maupun plot twist yang ingin dituju. Seorang Pantser gak akan menemukan masalah ini, karena gak ada target atau batasan yang dibuat di awal, maka semua berjalan aja sesuai arus ide yang dimiliki saat itu. Lebih terbuka pada perubahan. Karena gak ada outline, maka tipe Pantser akan lebih open minded terhadap perubahan, entah itu di area premis, struktur cerita, adegan primer, atau bahkan pengembangan karakter. Seperti di kehidupan sehari-hari, kadang semuanya gak berjalan sesuai rencana, kan? Tipe Pantser akan lebih mudah beradaptasi dengan perubahan karena bergantung pada ide terbaru yang mereka miliki. Tapi, masing-masing dari tipe ini juga punya weak point loh. Tujuan kita bahas weak point ini adalah agar tipe apapun kita sebagai writers, kita tahu apa sih ‘tumit Achilles’-nya, lalu bisa mencari trik untuk mengatasinya. Untuk Plotter, weak point-nya adalah:Lama untuk memulai proses nulis. Karena tipe ini banyak memikirkan keseluruhan aspek cerita di awal, biasanya tipe ini gak akan mulai menulis sebelum benar-benar yakin kalau ceritanya akan bisa mencapai tujuan yang diinginkan (tujuan di sini bisa berupa plot twist, moral of the story, atau premis). Kalau gak yakin-yakin, atau belum nemu struktur yang tepat, maka tipe ini cenderung bakal stuck lama banget di perencanaan. Akibatnya, yah proses menulis yang sebenarnya jadi mundur deh.Lebih rentan kena writer’s block. Writer’s block bisa terjadi pada kedua tipe, tapi, yang paling rentan sih ya tipe Plotter. Karena udah ada batasan yang dibuat di awal, terkadang itu malah bikin bingung harus nulis apa biar gak keluar batas yang dibuat sendiri :”( Lebih close minded soal perubahan. Karena semuanya sudah ditentukan di awal, maka saat muncul ‘ledakan ide’ yang gak disangka-sangka di tengah proses menulis, maka penulis akan terjepit antara pengen melakukan perubahan dikit, tapi juga ga pengen, karena itu artinya bisa aja revisi semuanya dari awal lagi dong... Untuk Pantser, weak point-nya adalah:Lebih rentan kena revisi. Kalau tipe Plotter lebih rentan kena writer’s block, maka tipe yang ini lebih rentan kena revisi. Kenapa? Karena, menulis berdasarkan ‘ledakan ide’ dan gak tergantung pada struktur memang memberi kebebasan untuk bisa menulis apapun, tapi kalau setelah dibaca ulang dan ternyata ide tersebut ga sejalan dengan apa yang ingin dicapai? Akhirnya ya revisi :’)Labil karena terbuka terhadap perubahan. Karena bergerak berdasarkan ‘ledakan ide’, maka tipe ini rentan terhadap perubahan (di aspek apapun). Kalau misalkan di tengah nulis cerita, ternyata ketemu sebuah premis yang lebih menarik dibandingkan sebelumnya (dan ternyata apa yang udah ditulis sedikit banyak ada kaitannya dengan premis yang lebih menarik tersebut), ya bisa tergoda buat ganti premis *ahem* *ahem*Lebih lama proses menulisnya dibanding proses drafting. Emang sih, tipe ini punya kebebasan yang lebih banyak untuk mengeksplor ide dan menulis apapun yang diinginkan. Tapiii, tipe ini bergantung pada ‘ledakan ide’, maka, apa jadinya kalau ada ide tapi random semua? Yah, mau gak mau harus mencoba bikin ‘ledakan ide’ selanjutnya, atau nulis semua ide tersebut dan cari benang merahnya. Makanya proses menulisnya bisa lebih lama dibanding drafting. Nah, untuk mengatasi ‘tumit achilles’ di masing-masing tipe, memang balik lagi pada kita masing-masing. Tapi, ada beberapa tips yang bisa kita pakai nih! Untuk Plotter:Temukan apa yang pengen dicapai dari cerita tersebut (intinya sih moral of the story, tapi ga selalu harus berhubungan sama moral kok)Temukan writing prompt (topik utama yang jadi sumber ide). Ini bisa berupa apa aja kok, misalkan adegan tertentu, plot twist, frasa, quotes, atau bahkan benda-benda kayak lukisan, dst. Pokoknya sesuatu yang bisa jadi pegangan untuk kita berangan-angan di sekitarnya. Bayangkan writing prompt ini seperti benang yang mengikat kita, di saat kita terbang bebas di lautan ide.Ambil piece by piece ide yang ada di otak, lalu cari benang merahnyaTemukan karakternya dulu, lalu kembangkan cerita di sekitar si karakterTemukan apa sih awal dan akhir ceritanya dulu, setelah itu baru deh cari apa aja yang bisa mempertemukan awal ceritanya dengan akhirnya. Untuk Pantser:Ketika mengalami ‘ledakan ide’, akan lebih baik untuk langsung ditulis, biar gak lupaBaca ulang apa yang udah ditulis secara berkala. Misalkan, setiap selesai satu bab, baca lagi bab sebelumnya. Selain supaya gak kehilangan ujung benang dari bab sebelumnya, ini bisa membuat ide besar ceritanya muncul loh!Ikuti aja ‘ledakan ide’ yang munculJangan takut buat edit dan hapusWriting stories should be fun, jadi, jangan pusing kalau misalkan belum nemu ujung akhir dari benang merahnya. Ikuti aja ke mana arah ceritanya mengalirCoba ‘ngobrol’ sama karakter yang ada dalam ceritanya. Kadang, kalau kita memperlakukan karakter sebagai orang beneran, kita jadi punya 3D sense terhadap karakter tersebut, dan itu bisa membuat karakter lebih hidup saat kita dalam proses menulis loh! Ini juga bisa memicu ide lain saat lagi bingung mau nulis apa :)Setelah menulis beberapa bab, coba rasakan, sejauh apa kita dari akhir ceritanya. Dengan begitu, kita bisa mengasah ‘ketajaman’ sense dalam menentukan apakah cerita tersebut sudah mencapai klimaks atau belum (terutama karena ga ada outline yang bisa menentukan kapan atau apa klimaks dari ceritanya) Cheyanne A. Lepka, seorang penulis yang juga bekerja sebagai arkeologis, membagi Plotter dan Pantser ini ke dalam 9 bagian lagi loh. Buat yang mau tahu soal ini, Stereospace bakal upload di feed instagram official Stereospace yaa! Hayoloh, yang belum follow, yuk search @stereospace dan klik follow, biar dapet updet setiap minggunya (di IG, kamu bisa dapet banyak info juga selain writing hack dan facts loh)! Banyak orang bilang kalau tipe Plotter akan lebih banyak diincar oleh publishing house dibanding tipe Pantser, padahal, enggak juga kok. Selama kita bisa respect sama deadline yang ada, dan bisa menyusun plot cerita dan pengembangannya dengan menarik, peluang itu bisa dateng dari manapun kok :) Jadi, kamu lebih condong ke tipe yang mana? Komen di bawah ya! Next bahasan: ‘5 TANDA PENULIS AMATIR? BENER GAK SIH?’[Gak setuju dengan opini di atas? Punya pertanyaan? Coba deh tulis argumen atau pertanyaan kamu di kolom komentar! Jangan lupa klik follow ya, biar dapet notifikasi kalau Stereospace bahas konspirasi teori mengenai tulis menulis lagi!]
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan