
“Siapa saja yang bernama Dewi Harnum, harap datang ke Kekaisaran Alaska untuk mendapat hadiah besar dari kaisar sebagai bentuk syukur atas kehamilan menantunya yang bernama Selir Sita.”
Berita tersebut tersebar cepat. Banyak dari para perempuan yang mengaku-ngaku bernama Dewi Harnum demi mendapatkan hadiah tersebut.
Kereta kuda Kerajaan Borealis berhenti tepat di pinggir alun-alun kota tersebut. Dewi Harnum turun dari kereta kudanya. Sedangkan para pengawal Kerajaan Borealis mencari tempat untuk menaruh...
Chapter 28. Merasa Terancam
Usai sampai di Kerajaan Borealis dengan selamat, Dewi Harnum disambut baik dan dipersilakan untuk beristirahat. Keesokan harinya, Ratu Aithra memanggilnya dan langsung berujar, “Pangeran Arjuna dari Kerajaan Lahore menginginkan putriku sebagai selir kemuliaannya, Harnum.”
Dewi Harnum mengerjap saat melihat dua surat perbintangan di hadapannya. Mengerti keinginan sang ratu, iamembuka kedua surat perbintangan tersebut, membaca dan mencocokkan rasi keduanya dengan penuh perhitungan sebelum menutup kembali surat tersebut usai mendapat hasilnya.
“Minggu depan adalah waktu terbaik untuk melangsungkan acara pernikahan.”
“Benarkah itu, Harnum?” Putri Arianna menyelonong masuk, duduk di samping ibunya dan menatap Dewi Harnum antusias. Mendapat anggukan kepala, ia menjadi semakin antusias. “Lantas bagaimana dengan kehidupan pernikahanku nanti?”
“Pernikahan Anda akan membawa banyak keuntungan untuk kedua belah pihak, Tuan Putri. Anda dan Pangeran Arjuna akan saling mencintai. Tetapi Anda tak bisa menjadi prioritas. Istri sah Pangeran Arjuna akan tetap menjadi prioritas. Meskipun begitu hak Anda akan setara dengan istri sah. Anda akan menjadi yang terakhir.”
Ratu Aithra menghela napas lega mendengar masa depan putrinya yang cerah.
“Kita harus segera menyiapkan pernikahanku dari sekarang, Ibunda,” ujar Putri Arianna tak sabar.
Melihat kebahagiaan di hadapannya, Dewi Harnum berujar ragu, “Tetapi ….”
“Tetapi apa, Harnum?”
“Ada satu masalah, Yang Mulia. Sosok permaisuri tersohor Putra Mahkota dari Kekaisaran Alaska akan menjadi ancaman untuk Tuan Putri atau mungkin juga untuk semua istri dan para selir yang tersebar di seluruh pelosok negeri.”
“Bagaimana itu mungkin, Harnum?!” protes Putri Arianna tak terima.
“Jika sosok permaisuri tersohor ditemukan, Pangeran Arjuna akan sangat tergila-gila padanya, Tuan Putri.”
“Itu artinya perhatian Pangeran Arjuna hanya akan tertuju pada sosok permaisuri tersohor saja dan mengabaikan semua istrinya,” ujar Putri Arianna menyimpulkan dengan sebal. Ia tak mengenal sosok permaisuri tersohor, namun mengapa orang itu malah menjadi batu sandungan dalam kehidupan pernikahannya yang indah?
“Jadi … kehidupan pernikahan putriku akan berjalan baik jika sosok permaisuri tersohor itu tak ditemukan. Begitukah?”
“Benar, Yang Mulia Ratu.”
“Terima kasih, Harnum. Kau boleh pergi.”
Dewi Harnum mengangguk, memberi salam hormat sebelum keluar dari ruang kerja Ratu Aithra dengan perasaan resah gelisah. Ia merasa terancam akan sesuatu. Entahlah.
“Bagaimana ini, Ibu? Agar menjadi satu-satunya, aku bisa saja menyingkirkan istri sah Pangeran Arjuna. Tetapi bagaimana dengan sosok permaisuri tersohor milik Pangeran Leonard itu? Jangankan untuk menyingkirkannya---wajah dan rupanya saja tiada yang tahu kecuali Pangeran Leonard sendiri. Aku merasa terancam. Sialnya aku tak mengetahui rupa sosok yang telah membuatku merasa terancam seperti ini!”
“Tak usah risau, Nak. Hanya Pangeran Leonard yang mengetahui sosok permaisurinya. Ibu akan mengirim orang untuk mengikuti Pangeran Leonard secara diam-diam, tak menutup kemungkinan sosok permaisuri tersohor ditemukan olehnya,” ujar Ratu Aithra dengan senyum penuh arti.
Mengerti niat terselubung di dalamnya, Putri Arianna tersenyum lebar.
***
“Mengerti?”
Pangeran Matias menghentikan langkah di lorong istana yang sepi saat mendengar suara tersebut. Ia mengernyit saat melihat punggung seseorang berdiri di dekat pilar. Entah berbincang dengan siapa. Penasaran, ia memutuskan untuk memanggil ragu, “Kakak ipar Sita?”
Tubuh Selir Sita menegang dengan mata mengerjap. Ia mengusir lawan bicaranya dengan gerakan tangan. Menormalkan riaknya, ia memutar tubuh dan segera menghampiri adik iparnya dengan senyuman lebar. “Ah, ternyata Anda. Lama tak melihatmu, Pangeran. Kapan kembali?”
“Bicara dengan siapa?” Mengabaikan sapaan sok dekat tersebut, Pangeran Matias bertanya datar.
“A-aku bicara dengan pelayanku. Aku memintanya untuk mengambilkan bunga tulip di kolam kekaisaran.”
“Oh begitu? Baiklah. Saya pamit. Lain kali berbohonglah dengan lebih alami.”
Pangeran Matias dapat melihat ketegangan serta kecemasan dari riak Selir Sita hingga tatapannya menjadi semakin datar saja. Kecuali Putri Carrissa, ia memang tak menyukai para selir yang dipelihara kakaknya tersebut. Saat ingin pergi Selir Sita tiba-tiba jatuh pingsan sebelum ia berhasil menangkapnya. Berjongkok di sisi tubuh Selir Sita yang terbaring di lantai yang dingin, Pangeran Matias mendesis kesal, “Menyusahkan saja!”
Begitu Selir Sita membuka mata, kepalanya terasa berat. Ia bangkit untuk bersandar di kepala ranjang dan mengerjap heran saat melihat banyak orang di kamarnya. Ia semakin keheranan saat ibu mertuanya duduk di sisinya dan menatap terharu.
“Kau pingsan dan Matias yang membawamu kemari.”
Selir Sita mengerjap lambat sebelum menatap penolongnya malu-malu. “Te-terima kasih,” ujarnya tulus, namun Pangeran Matias hanya diam. Membuatnya kesal saja.
“Terima kasih telah memberi kami calon pewaris, Nak.”
Tubuh Selir Sita menegang. “Huh?”
“Selamat, Nak. Kau tengah mengandung. Usianya dua bulan.”
Selir Sita terkejut dan langsung meremas sisi gaunnya erat. Matanya dihiasi ketakutan saat banyak yang memberi selamat atas kehamilannya dan segera ia samarkan dengan senyuman lebar penuh kebahagiaan. Semua itu tak luput dari pandangan Pangeran Matias. Ia mendengkus pelan. Enggan memberi ucapan selamat, ia berlalu keluar ruangan. Melihat Putri Carrissa yang berdiri di dekat kamar Selir Sita tengah mengusap sudut matanya dan berlari pergi, Pangeran Matias hanya bisa mengasihaninya dalam hati.
***
Chapter 29. 'Pengaman'
Sang rembulan bersinar terang menerangi kamar utama Putra Mahkota yang gelap melalui celah jendela. Bulu mata lentik sang pangeran bergetar pelan sebelum mata indah beriris biru terang itu terbuka sempurna. Sambil memegang kepalanya, ia mencoba bangkit dan ringisan kecil terdengar dari bibir pucat saat merasakan kepalanya berat luar biasa. Pangeran Leonard menjentikkan jari hingga dalam sekejap kamarnya diterangi oleh lentera lilin. Ia duduk bersandar di kepala ranjang dengan berselonjor kaki. Wajah pucat dan mata sembab---karena kebanyakan menangis dalam tidur---adalah hal yang sangat mustahil terjadi padanya. Hanya permaisuri yang bisa melawan kemustahilan tersebut.
“Minggir!”
“Maaf, Tuan Putri. Putra Mahkota melarang siapapun untuk masuk.”
“Saya bilang; minggir!”
....
Samar-samar, Pangeran Leonard mendengar keributan di luar kamarnya dan merutuk pelan karena merasa terganggu. Tak lama bantingan pintu yang keras disusul dengan kehadiran Putri Carrissa di hadapannya yang berlinang air mata.
“Maafkan kami, Yang Mulia. Kami-“
“Kita harus bicara, Leon!” teriak Putri Carrissa parau. Tak menyadari keadaan suaminya yang kacau.
Pangeran Leonard menggerakan tangan untuk mengusir pengawal. Kini hanya ada mereka berdua. Sebelum sempat bertanya, sebuah telapak tangan mendarat di sebelah pipi kuat hingga menimbulkan suara keras yang khas. Ia memejamkan mata secara naluriah saat merasakan panas di pipi kirinya---membuatnya tersadar sepenuhnya dari sisa-sisa kantuk. Ia menatap Putri Carrissa murka. “Beraninya kau menamparku!”
“Rasa sakit di pipimu tak sebanding dengan rasa sakit di hatiku, Leon!”
Pangeran Leonard bangkit, menghampiri Putri Carrissa dan membalas apa yang dilakukannya dengan murka untuk memberi keadilan pada pipinya yang berkedut nyeri. Putri Carrissa menangis pilu saat tubuhnya terhempas ke lantai yang dingin dan panas di pipinya serta darah di sudut bibirnya yang sobek karena ulah suaminya sendiri.
“Pergi. Jangan tunjukkan wajah burukmu itu padaku sebelum aku memanggil.”
Putri Carrissa berdiri, menahan pening di kepalanya untuk membalas tatapan dingin Pangeran Leonard dengan kecewa. “Kau memaksaku meminum ramuan sialan itu tetapi di sisi lain kau menghamili Selir Sita! Kau sangat jahat, Leon!”
Pangeran Leonard mengernyit bingung.
Sampai kepergian Putri Carrissa usai berteriak puas mencaci makinya, Pangeran Leonard sama sekali tak sakit hati dan peduli. Ia malah merasa keheranan. Bagaimana bisa salah satu dari selirnya ada yang mengandung jika ia tak merasa melakukannya?
Begitu banyak spekulasi di benaknya, tatapannya menjadi bengis dan mengepalkan tangan kuat. Dirinya telah difitnah dan ia tak bisa menerimanya.
Selir Kemuliaan Anye yang sejak tadi berdiri di dekat kamar utama Putra Mahkota melihat kepergian Putri Carrissa sambil menyentuh pipinya sendiri dengan perasaan ngeri. Niat awalnya pun sama dengan Putri Carrissa; menghampiri suaminya untuk protes. Namun begitu melihat kekerasan yang dilakukan suaminya pada Putri Carrissa yang bukan hanya istri namun juga teman masa kecil, niat Selir Kemuliaan Anye menghilang dalam sekejap. Sebelum ia ketahuan, ia kembali ke kamarnya dengan tergesa.
Suaminya masih marah padanya dan ia takkan lagi mengulangi hal bodoh yang bisa membuatnya semakin marah. Jika ingin menjadi kesayangan suaminya lagi, maka ia harus lebih berhati-hati.
***
“Berhati-hatilah dengan calon selir Arjuna yang sekarang, Sayang. Perempuan itu memiliki seorang pelayan yang bisa membuatnya selalu bersinar.”
“Apakah mereka adalah ancaman, Ibu Suri?”
“Putri Arianna memang licik, tetapi dia bukan ancaman. Pelayannyalah ancaman yang sebenarnya.”
Putri Gaurvy mengernyit dalam, tak habis pikir. “Bagaimana bisa seorang pelayan lebih mengancam dari pada majikannya?”
“Dia bukan pelayan biasa, Sayang. Di Kerajaan Borealis, pendapatnya sangat penting sekalipun dia hanya seorang pelayan. Dia istimewa. Dialah yang membuat Arjuna ingin memiliki Putri Arianna. Aura kecantikannya membius pandangan Arjuna. Alam bawah sadarnya tengah dikendalikan oleh aura kecantikan itu,” ujar Ratu Zhurayya serius.
“Apakah perempuan itu memang secantik itu, Ibu Suri?” tanya Putri Gaurvy cemas.
“Kau lebih cantik darinya.”
Putri Gaurvy kebingungan. “Lantas bagaimana bisa aura kecantikan perempuan itu mengendalikan alam bawah sadar Arjuna? Aku sungguh tak mengerti.”
“Aura pelayan dari Putri Arianna sangat suci, Nak. Siapa saja yang menyentuh dan memandangnya dengan tulus, aura dan harum dari pelayan itu akan melekat sedikit padanya dan akan menghilang saat keangkuhan ada di hatinya.”
“Yang kudengar, Putri Arianna itu angkuh, Ibu Suri. Namun mengapa aura kecantikannya tak kunjung menghilang?”
“Itu karena Putri Arianna selalu dirias oleh pelayan itu, Sayang. Tangan pelayan itu sangat ajaib.”
Putri Gaurvy mengerjap sedih. “Lantas apakah yang harus kulakukan sekarang? Bagaimana caranya agar Arjuna kembali seperti dulu? Aku hanya ingin Arjuna untukku saja, Ibu Suri ....”
“Usai pernikahan, jangan biarkan pelayan Putri Arianna ikut serta kemari. Di malam pertamapun jangan biarkan Arjunabersamanya. Jadikan malam pertama perempuan itu sebagai malam pertama kalian. Hanya dengan begitu Arjuna akan tersadar sepenuhnya. Usai itu tak masalah jika Arjuna menyentuh perempuan itu. Ia akan terlihat biasa saja di mata Arjuna. Kaulah yang akan bersinar.”
Tetapi begitu sosok permaisuri tersohor milik Pangeran Leonard ditemukan, kau akan terlihat biasa saja bagi cucuku.
Mengingat hal tersebut, Putri Gaurvy yang terbangun di malam hari tersenyum lebar saat menatap wajah damai Pangeran Arjuna yang tertidur pulas di sampingnya sebelum berujar posesif, “Kau hanya milikku, Sayang.”
***
Menekan rasa iri di hatinya, Selir Marya duduk di sisi tubuh Selir Sita sambil menyuapi buah mangga manis. Selir Sita menerimanya dengan senang hati. Ada sedikit rasa bersalah karena telah melakukan kesalahan. Mereka bercerita apa saja sambil sesekali tertawa seolah mereka telah sangat dekat sampai kehadiran Pangeran Leonard yang tiba-tiba merusak suasana yang harmonis. Keduanya seakan tak percaya jika yang datang adalah Pangeran Leonard. Mata biru yang memerah dan sembab, bibir serta wajah pucat; seperti bukan Pangeran Leonard yang mereka kenal sepanjang bersama.
Selir Marya bangkit dan mendekati suaminya dengan kekhawatiran yang kentara. “Anda tampak tak baik-baik saja, Tuanku. Apakah Anda sakit? Perlukah saya panggilkan tabib untuk Anda?”
Pangeran Leonard menggeleng pelan.
“Mungkin Anda ingin bicara berdua dengan Selir Sita? Saya akan pergi.”
“Tetap di sini.”
Selir Marya mengurungkan niat untuk pergi karena suami tercintanya memberi titah demikian.
Selir Sita menjadi gugup saat tatapan datar lelaki itu memakunya lama. “Maaf bila saya tak sopan, Tuanku. Tubuh saya lemas. Saya sakit-“ Ucapannya terhenti saat Pangeran Leonard melempar sebuah kotak sedang berukuran indah ke arahnya. Meski kesal dengan sikap tak sopan lelaki itu, ia membukanya dan matanya terbelalak seketika saat melihat isinya. Pipinya merona namun ada kegelisahan di matanya. Ia menutup kotak tersebut kembali dan meletakkan di meja dekat kasur. “Saya melihat, Tuanku.”
Wajah Selir Marya merona. Tentu ia mengetahui isi dalam kotak tersebut karena Pangeran Leonard selalu memakainya jika ingin menyentuhnya.
Ratuniphus Vagnae. Pengaman yang berasal dari Dinasti Mesir Kuno yang dipakai oleh seorang lelaki dewasa saat hendak berhubungan intim dengan seorang perempuan untuk mencegah kehamilan. Pengaman tersebut terbuat dari campuran getah karet akasia, kurma, serat dan madu. Bentuknya disesuaikan dengan organ intim lelaki. Teksturnya lembut dan elastis, sehingga nyaman dipakai dan tak menyakiti ketika dimasukkan ke dalam organ intim perempuan.
Mengerjap karena isi pikirannya sendiri, Selir Marya menatap suaminya sedih. Mungkinkah Pangeran Leonard tak mengenakannya saat bersama Selir Sita? Ini sangat tak adil.
“Lantas bagaimana bisa salah satu dari kalian mengandung jika benda itu selalu ada saat saya ingin memakai kalian?”
Hati Selir Marya menjadi lega mendengarnya. Itu berarti Putri Carrissa pun diperlakukan sama oleh Pangeran Leonard. Jika demikian berarti suaminya telah dikhianati Selir Sita. Selir Marya yang tak terima menatap Selir Sita tajam. “Anak siapa yang Anda kandung itu, Selir Sita?!”
“Terakhir kali kita bermalam, Anda mabuk berat dan tak menggunakannya, Tuanku.” Mengabaikan kemarahan Selir Marya, Selir Sita menatap Pangeran Leonard sedih.
“Terakhir kali saya memakai Anda itu … sekitar tiga bulan yang lalu, bukan?”
“Ya dan kandungan saya berusia dua bulan.”
“Siapa yang memberitahu?”
“Ibu Ratu, Tuanku. Tabib Ann yang memeriksanya,” ujar Selir Marya cepat. Ia merasa ada yang janggal melihat sikap tak biasa suaminya.
Lalu Pangeran Leonard berteriak keras pada pengawal yang berjaga di luar kamar Selir Sita agar memanggil Tabib Ann ke hadapannya dengan segera yang langsung dipatuhi karena jika berani menolak titah penguasa sama dengan mati. Tak lama yang dinantikan memasuki kamar Selir Sita dengan tubuh sedikit gemetar dan gugup. Selir Sita terbelalak melihatnya. Dan semua itu Selir Marya lihat dengan jelas. Ada ketakutan di mata Selir Sita. Ada yang tak benar, pikirnya.
“Berapa usia kandungannya?”
“Du-dua bulan, Yang Mulia.”
“Apa? Berapa? Yang jelas!”
Mendengar suara bentakan yang mengerikan itu membuat Tabib Ann seketika berlutut di hadapan Pangeran Leonard, menangis sesal. “Maafkan saya, Yang Mulia. Saya berbohong. Selir Sita mengancam akan membunuh keluarga saya jika bicara jujur tentang kehamilannya.”
Selir Marya terkejut. “A-pa …?”
“Bohong! Itu semua bohong! Kau sendiri yang memberitahu Ibu Ratu. Aku tak mengetahui apa pun karena aku tak sadarkan diri saat itu! Beraninya kau memfitnahku!”
“Saya jujur. Ampuni saya, Yang Mulia. Jangan hukum saya ....”
“Jadi berapa usia kandungannya?” tanya Pangeran Leonard menatap Selir Sita tajam seolah ingin mengulitinya hidup-hidup sekarang juga. Tubuh Selir Sita merinding dan bergetar hebat karenanya.
“Satu minggu, Yang Mulia.”
“Apa? Satu minggu?!” Selir Marya syok. Lantas menatap Selir Sita marah. “Anda telah bermain di belakang Tuanku! Siapa ayah dari bayi yang Anda kandung itu, Selir Sita?!”
Selir Sita menangis dalam diam. Tangannya dengan cepat memeluk perut ratanya seolah melindungi. “Maaf, Tuanku. Maaf ….”
Pangeran Leonard mendengus jengah.
“Ampuni saya, Yang Mulia. Saya menyesal.”
“Pergi! Saya yang akan menjamin keselamatan keluarga Anda. Jangan mengulanginya lagi!”
“Terima kasih, Yang Mulia,” ujar Tabib Ann sebelum pergi dengan perasaan lega.
“Besok pagi di dalam rapat kekaisaran, jujurlah! Jika tidak ....” Pangeran Leonard menyeringai penuh arti sebelum pergi dari kamar Selir Sita dengan perasaan muak. Namun semua perasaan tak menyenangkan itu menghilang dalam sekejap saat kakinya berhenti tepat di depan sebuah kamar tamu yang harum akan wangi khas permaisurinya. Pangeran Leonard menerobos masuk ke dalam kamar tamu tersebut, mengabaikan tatapan bingung dari para pengawal yang tengah berjaga. Begitu ia masuk harum kelopak bunga mawar basah memenuhi seluruh penjuru ruangan. “Kaalillya. Dewi Harnum. Permaisuriku~” gumam Pangeran Leonard penuh kerinduan.
Malam kian larut. Pangeran Leonard duduk di sisi kasur dengan perasaan lega. Tangannya tak sengaja menyenggol sebuah bantal hingga sesuatu dibaliknya terlihat. Ia mengambil beberapa kelopak bunga mawar basah dan menghirupnya dalam. Ia menguap pelan saat rasa kantuk menyerang. Pangeran Leonard memutuskan tidur di kamar yang pernah ditempati oleh Dewi Harnum saat tinggal di Kekaisaran Alaska dengan kelopak bunga mawar basah dalam genggaman tangan. Ia tidur dengan damai dan tersenyum dalam tidur.
“Aku sangat mencintaimu.”
Marilah bertemu, melepas rindu dan saling berbagi candu, Permaisuriku~
***
Chapter 30. Dewi Harnum Meninggal (?)
“Sebagai Putra Mahkota Kekaisaran Alaksa, saya Pangeran Leonard de Zeuss mencabut gelar ‘Selir Kemuliaan’ pada Selir Anyelin Valentinian Augustus; putri dari Kaisar Konstantinus IX Augustus, pemimpin Dinasti Romawi Kuno dari Kekaisaran Byzantium dan memberikan gelar mulia tersebut kepada Selir Chleopatra Mahamarya Hatshepsut; putri dari Fir’aun Ramses II Amenemhatop Hatshepsut, pemimpin Dinasti Mesir Kuno dari Kefir’aunan Ptolemy Autelous dengan alasan pergantian jabatan di antara para selir saya.”
Dari balik tirai ruang rapat kekaisaran, Selir Anye mengerjap kecewa. Ia yakin jika alasan sebenarnya gelarnya dicabut adalah karena ia telah menghina sosok permaisuri tersohor tempo hari. Pangeran Leonard masih marah padanya, pikirnya.
“A-apa?” Selir Marya terkejut. Ini terlalu mendadak. Namun siap tak siap, ia dan Selir Anye berdiri, berjalan ke tengah ruang rapat di mana Pangeran Leonard berada. Lalu semuanya berjalan begitu saja. Mulai dari Selir Anye melepas mahkota kebanggaan dari kepalanya tanpa riak dan memakaikannya pada Selir Marya, ralat … Selir Kamuliaan Marya. Selir Anye mundur selangkah saat Selir Kemuliaan Marya berikrar dengan lembut namun tegas. “Sebagai Selir Kemuliaan Putra Mahkota yang baru, saya berjanji akan menjalankan hak dan kewajiban saya dengan baik dan takkan mengecewakan pihak manapun.”
“Saya mempercayai Anda.”
Hanya tiga suku kata namun Selir Kemuliaan Marya merasa sangat bahagia. “Terima kasih atas kepercayaan ini, Tuanku. Saya takkan pernah mengecewakan Anda.”
Pangeran Leonard mengangguk sebelum mendekati Selir Anye, berbisik di telinganya. “Orang yang telah menghina Permaisuriku tak pantas mendapat gelar mulia tersebut. Ini adalah peringatan pertama dan terakhir. Atau … Anda ingin saya pulangkan ke Konstantinopel, Selir Anye?”
Putri Carrissa berdecih dan membuang muka.
Selir Anye menggeleng panik. “Jangan, Tuanku. Maaf ….”
“Hm. Siapakah yang telah mengobati Anda?”
“Kaalillya. Pelayan dari Kerajaan Borealis, Tuanku.”
“Kerajaan Borealis,” gumam Pangeran Leonard dengan mata berkilat penuh tekad.
Di atas singgasananya, Kaisar Alardo pun memberikan ucapan selamat hingga para selir putranya kembali ke tempat semula, Pangeran Leonard tetap di tempat dan berujar, “Ada satu hal lagi, Baginda. Namun saya ingin hanya keluarga kekaisaran saja yang berada di sini.”
Kaisar Alardo mengernyit, tetapi tetap mengabulkan permintaan Putra Mahkota.
Dari balik tirai, Selir Sita tampak resah gelisah. Tangannya meremas sisi gaunnya erat. Hatinya berdentum keras akan perasaan takut. Ia berharap agar Pangeran Leonard tak membongkar aibnya. Meski itu mustahil.
“Bayi dalam kandungan Selir Sita bukan milik saya.”
Semua orang terkejut, kecuali Selir Kemuliaan Marya dan Selir Sita sendiri. Pangeran Leonard membuktikan ucapannya dengan menghadirkan Tabib Ann. Lalu saat wanita paruh baya tersebut membuka suara, semuanya tampak jelas. Bayi dalam kandungan Selir Sita yang baru berusia satu minggu tersebut bukanlah calon pewaris Kekaisaran Alaska. Pangeran Matias yang telah menduga sebelumnya, hanya tersenyum sinis. Semua orang syok, terutama Putri Carrissa. Saat melihat Pangeran Leonard, dadanya terasa sesak luar biasa akan perasaan bersalah. Ia sangat menyesal. Seharusnya ia tak bertindak saat marah. Seharusnya ia percaya pada suaminya yang takkan pernah mengingkari janjinya.
“Sebagai Putra Mahkota Kekaisaran Alaska, saya Pangeran Leonard de Zeuss menceraikan Selir Sitarazhat Haseki Sultan Khan; putri Khalifah Sulaiman Mehmet II al-Qanuni Sultan Khan, pemimpin Dinasti Turki Kuno dari Kesultanan Ottoman Utsmaniyah sebagai selir saya karena pengkhianatan yang telah dia lakukan.”
“Anda tak bisa melakukannya, Putra Mahkota. Akan ada banyak masalah jika hubungan Kekaisaran Yunani dengan Dinasti Turki Kuno harus berakhir dengan cara memalukan seperti ini,” ujar Selir Kemuliaan Elvira tegas.
“Jangan risau, Ibu Selir. Saya telah memberitahukan perihal keputusan saya ini kepada Khalifah Sulaiman Mehmet II Sultan melalui surat. Beliau menyetujuinya dan takkan memutuskan kerjasama. Justru ia menyesal dan merasa malu dengan perbuatan menjijikkan putri kesayangannya.”
Selir Sita menangis dalam diam. Ia menyesal. Namun terlalu terlambat untuk memperbaiki kesalahannya.
“Bersiaplah, Putri Sita. Beberapa hari lagi jenderal Sultan Khan akan segera tiba di Kekaisaran Alaska untuk menjemput Anda kembali ke Macedonia,” ujar Pangeran Leonard usai memberikan sebuah surat resmi pada selir kesayangan ayahnya.
“Putra Mahkota benar, Baginda. Tetapi Khalifah Sulaiman Mehmet II Sultan berharap Kekaisaran Alaska berkenan membantu untuk mencaritahu siapa ayah dari bayi yang berada dalam kandungan putrinya,” ujar Selir Kemuliaan Elvira usai membaca dan menutup kembali surat resmi tersebut.
“Jika demikian Kekaisaran Alaska akan membantu.”
“Terserah!” tukas Pangeran Leonard jengah. Lantas memutar tubuh dan pergi dari sana. Mengabaikan Putri Carrissa yang mengejarnya sambil memanggil namanya. Pangeran Leonard takkan pernah lupa dengan tamparan yang dilayangkan wanita sialan itu padanya. Ia pun menyadari jika Selir Anye turut mengikutinya secara diam-diam. Terserah!
Ratu Issabelle mendekati Putri Sita, menatapnya murka. “Siapakah ayah dari bayi tersebut?!”
“Raja Ocrisius dari Kerajaan Corinthus,” lirih Putri Sita malu. Air matanya terus bercucuran tiada henti.
“Sangat tak tahu diri! Padahal Kekaisaran Alaska-lah yang telah membantunya! Kalian sangat menjijikkan!” cerca Ratu Issabelle murka sebelum berlalu begitu saja dari ruang rapat kekaisaran.
“Apakah dia telah mengetahuinya?” tanya Kaisar Alardo dingin.
“Ya, Baginda. Beliau dalam perjalanan menuju kemari.”
“Lantas bagaimana dengan kejadian hari ini, Baginda?” tanya Selir Kemuliaan Elvira serius.
“Rahasiakan.”
***
Manik indah itu mengerjap pelan sebelum terbuka sepenuhnya saat merasakan sengatan sang surya memasuki ruang kamarnya. Putri Gaurvy terduduk dan tersenyum kecut saat tak menemukan Pangeran Arjuna di sampingnya. Tak lama ia mengernyit samar saat hidungnya mencium harum bunga mawar putih kesukaannya. Ia menoleh, mengambil sebuah keranjang bunga mawar putih dan menghirup harumnya dengan senyuman sebelum membaca sebuah tulisan di daun kering yang terselip di sisi keranjang bunga tersebut.
Aku mencintaimu.
Putri Gaurvy tersenyum kecil saat kembali mengingat percakapannya dengan Ratu Zhurayya.
“Bagaimana jika aku tak bisa membuat Arjuna bersamaku saat malam pertama mereka, Ibu Suri?”
“Berdoa saja. Semoga Arjuna dan perempuan itu bercinta sebelum pernikahan. Jadi saat mereka bercinta di malam pertama, keesokan harinya perempuan itu akan dicampakkan seperti para selir yang lalu.”
Masih mengenakan gaun tidurnya yang tipis, Putri Gaurvy turun tertatih dari ranjang yang sangat berantakan. Keningnya mengernyit saat merasakan sengatan ngilu di bawah sana. Memang bukan yang pertama namun ia masih saja belum terbiasa.
“Butuh bantuan, Cantik?”
Langkah Putri Gaurvy terhenti dengan tubuh menegang. Ia menoleh, menatap tak suka sang kakak ipar yang masuk ke kamarnya tanpa izin. Rahang lelaki itu tampak mengeras saat melihat ke arah ranjangnya yang sangat berantakan. Apakah lelaki itu cemburu?
“Kapankah kau akan bosan dengannya, Vy?” tanya Pangeran Shaz dingin.
“Pergilah, Kakak Ipar!”
“Kau bisa datang kapanpun padaku saat kau bosan padanya, Vy.”
“Takkan pernah! Keluar sekarang juga! Keluar!”
“Cepat atau lambat kau akan menjadi milikku, Vy. Jadi bersenang-senanglah dengannya sebelum kembali padaku.”
Putri Gaurvy menatap kepergian Pangeran Shaz gelisah. Ia tak sepantasnya merasa takut karena ia memiliki Pangeran Arjuna bersamanya. Namun ia pun tak dapat abai usai mendengar kalimat santai penuh keseriusan tersebut. Mengapa Pangeran Shaz masih memiliki rasa padanya di saat lelaki itu sendiri telah beristri?
***
Semua orang tampak sibuk mempersiapkan pesta pernikahan Putri Mahkota Kerajaan Borealis. Hiasan indah memenuhi seluruh penjuru istana, mengingat jika Pangeran Arjuna beserta keluarganya telah datang untuk meresmikan tanggal pernikahan yang akan dilaksanakan satu minggu dari sekarang. Dewi Harnum tampak sangat sibuk. Ia berjalan ke sana-kemari membantu mempersiapkan pesta pernikahan yang indah untuk majikannya yang kini tengah bersenda gurau dengan calon suaminya di taman istana.
Pangeran Arjuna tersenyum tipis sebagai respons atas celotehan Putri Arianna, tetapi matanya sesekali melirik minat seorang pelayan berselendang yang kini tampak sangat sibuk mempersiapkan pesta pernikahannya dengan Putri Arianna. Ia menghela napas pelan. Bisa-bisanya ia memiliki niat untuk menikahi dua perempuan sekaligus.
Tepukan ringan di pundaknya membuat Dewi Harnum menoleh. “Yang Mulia Ratu?”
“Pergilah,” titah Ratu Aithra memberikan sebuah surat resmi yang dikirim Kekaisaran Alaska pada seluruh kerajaan di seluruh pelosok negeri. “Kau pantas mendapatkan hadiahnya, Harnum.”
Dewi Harnum membuka, membacanya serius. Ia menggulungnya kembali surat itu dengan perasaan tak karuan. Ia tak ingin pergi, tetapi sebagian hatinya memintanya untuk pergi. Dewi Harnum menggigit bibir resah. Ia dilema. Seperti ada yang aneh dan janggal dari isi surat tersebut.
“Saya tak ingin, Yang Mulia Ratu. Saya ingin di sini dan membantu-“
“Kau bisa membantu usai pulang dari Kekaisaran Alaska, Harnum. Aku juga telah menyiapkan kereta kuda untukmu. Kerajaan Borealis tak ingin bermasalah dengan Kekaisaran Alaska, Harnum. Jadi sebaiknya kau pergi ke sana,” ujar Ratu Aithra tegas, hingga Dewi Harnum tak memiliki pilihan lain selain patuh.
Tanpa sang ratu sadari, ia sendiri yang telah memberikan jalan pada sang permaisuri untuk bertemu dengan sang pangeran.
***
Seluruh rakyat jelata berkumpul di alun-alun kota Alaska dengan kernyitan bingung menghiasi wajah mereka saat menatap beberapa pengawal Kekaisaran Alaska datang dengan sebuah surat perintah di tangan salah satu pengawal tersebut.
“Siapa saja yang bernama Dewi Harnum, harap datang ke Kekaisaran Alaska untuk mendapat hadiah besar dari kaisar sebagai bentuk syukur atas kehamilan menantunya yang bernama Selir Sita.”
Berita tersebut tersebar cepat. Banyak dari para perempuan yang mengaku-ngaku bernama Dewi Harnum demi mendapatkan hadiah tersebut.
Kereta kuda Kerajaan Borealis berhenti tepat di pinggir alun-alun kota tersebut. Dewi Harnum turun dari kereta kudanya. Sedangkan para pengawal Kerajaan Borealis mencari tempat untuk menaruh kereta kudanya hingga mereka berpisah dengan Dewi Harnum. Sang dewi pun mendengar pengumuman tersebut. Ia tampak gelisah. Bahkan banyak dari orangtua yang memaksa putri mereka untuk pergi ke Kekaisaran Alaska sebagai Dewi Harnum.
“Ternyata banyak sekali yang bernama Dewi Harnum, Baginda. Mungkinkah salah satu dari mereka adalah sosok yang kita cari selama ini?”
“Saya tak peduli, Tetua. Jangan menyisakan satupun.”
Dewi Harnum menggigit bibir resah saat suara Kaisar Alardo tengah berbincang dengan salah satu tetua kekaisaran berdengung di telinganya.Jangan menyisakan satupun sama dengan membunuh, pikirnya. Mengapa sang kaisar ingin membunuh pemilik nama Dewi Harnum? Itu berarti ia pun akan dibunuh jika mengakui nama aslinya.
“Pergilah ke Kekaisaran Alaska sebagai Dewi Harnum, Nak.”
“Tetapi, Ayah, aku bukan Dewi Harnum. Bagaimana jika Baginda Kaisar mengetahui kebohonganku?”
Samar-samar, Dewi Harnum mendengar perbincangan salah satu dari mereka. Ia berjalan mendekat dan tanpa pikir panjang berujar panik, “Jangan kirim putri Anda, Tuan. Pengumuman itu tak benar. Kebenarannya adalah Baginda Kaisar akan membunuh siapa saja yang bernama Dewi Harnum,”
Tanpa sadar, suaranya agak keras di tengah kesunyian masyarakat. Semua orang menoleh serempak dan menatap Dewi Harnum tanpa riak. Sang Dewi menelan ludah gugup. Firasatnya tak baik. Ia mundur perlahan saat para rakyat mulai mendekat dan mengelilinginya.
“Berani sekali Anda menghina kaisar kami!” tegur salah seorang rakyat geram.
“Jangan pernah berani Anda memfitnahnya!”
“Anda pasti membual. Mustahil kaisar akan membunuh rakyatnya sendiri!”
“Anda si Kaalillya itu, bukan? Ternyata saya yang menolak nama Kaalillya adalah benar. Anda hanya seorang pembohong!”
“Saya bicara benar! Kaisar akan membunuh siapa saja yang bernama Dewi Harnum!” ujar Dewi Harnum panik.
“Mengapa Baginda Kaisar melakukannya?”
“Saya pun tak tahu. Tetapi percayalah! Jika kalian pergi, kalian takkan kembali lagi!”
“Kita bawa saja Kaalillya si pembohong ini ke istana Kekaisaran. Biarkan Baginda Kaisar sendiri yang menghukumnya!”
Tak ada yang menyadari, jika seseorang sengaja berhenti di pinggir jalan pasar. Matanya menatap kericuhan yang terjadi dari atas kuda jantannya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Dewi Harnum menggeleng panik. Ia berjalan mundur saat para rakyat mulai mendekatinya dengan riak yang menyeramkan. Lantas segera berlari cepat sambil memegangi selendangnya agar tak lepas tertiup angin.
“Hei, jangan lari!”
“Kejar dia!”
Dewi Harnum terus berlari. Sesekali menoleh ke belakang hingga tak terlalu memperhatikan jalan di depannya. Ia berteriak saat kakinya tersandung batu jalan, tubuhnya berguling-guling dan jatuh terperosok ke dalam jurang kematian yang berada di ujung hutan barat Alaska. Para rakyat yang mengejar Dewi Harnum pun berhenti. Mereka berjalan hati-hati ke dekat tebing. Tampak ngeri saat melihat ke arah jurang yang sangat dalam dan curam tersebut.
“Kaalillya pasti sudah tewas.”
“Benar. Tak ada satupun yang bisa selamat jika terjatuh di jurang kematian.”
Mereka pun memutuskan pergi dan menyakini, jika perempuan berselendang bernama Kaalillya itu telah tewas dengan mengenaskan.
***
Omo! Apa benar Dewi Harnum udah koit? Hmmm….
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
