
Pastor memberikan dua buah benang merah pada Dewi Harnum dan Pangeran Leonard. “Ikatlah benang merah ini pada pergelangan tangan kiri kalian. Jika suatu saat nanti kalian telah menemukan seseorang yang dicintai, kembalilah ke kuil ini untuk berdoa bersama agar selalu bersama.”
Sebenarnya, Pangeran Leonard enggan percaya. Namun melihat perempuan itu kesusahan mengikat benang merah di pergelangan tangan kiri sendiri, entah mengapa ia menjadi kesal. Dewi Harnum terkesiap saat seseorang mengambil paksa...
Chapter 24. Hari Kebangkitan Cinta
Di sebuah kamar mewah, Selir Kemuliaan Anye tengah duduk bersandar dengan nyaman di kepala ranjang dengan berselonjor kaki. Ia tersenyum saat menerima secangkir teh hangat dari Sina dan menikmatinya dengan khidmat. Keadaannya jauh lebih baik dari sebelumnya, meski wajahnya masih tampak pucat.
“Anda harus banyak beristirahat, agar lekas pulih,” ujar Sina sambil memijat kaki sang selir.
“Siapakah perempuan berselendang yang telah menyelamatkan saya, Sina?”
“Ia hanya seorang pelayan dari Kerajaan Borealis, Yang Mulia Selir. Putri Carrissa yang mengundangnya datang, entah untuk tujuan apa.”
“Antarkan saya padanya, Sina. Saya ingin berterima kasih padanya secara langsung.”
“Ia telah meninggalkan istana pagi tadi, Yang Mulia Selir.”
“Secepat itu? Mengapa?”
Sina pun menceritakan semua yang terjadi dalam rapat pagi tadi dengan jujur.
“Tak sepantasnya pelayan itu pergi dengan cara memalukan seperti itu, seolah semua jasanya tak dihargai,” ujar Selir Kemuliaan Anye miris.
“Saya tak mengerti dengan pola pikir pelayan itu, Yang Mulia Selir. Apakah salah jika menerima hadiah atas pekerjaannya? Sepertinya pelayan itu tak suka dikasihani.”
Selir Kemuliaan Anye pun setuju dalam hati. “Tuliskan surat pribadi saya padanya, Sina. Sampaikan terima kasih dan maaf saya padanya.”
“Baik, Yang Mulia Selir.”
Usai kepergian Sina, Selir Kemuliaan Anye meletakkan cangkir tehnya di nakas samping kasurnya. Ia menatap cuaca alam yang begitu terik melalui jendela kamar yang terbuka lebar.
“Semoga Dewa Zeus selalu melindungimu, Wahai orang baik.”
***
Matahari tengah berada di puncak langit yang cerah. Sengatan sinarnya membuat kebanyakan orang mengeluh. Cuaca lebih panas dari biasanya, seolah sang surya tengah meluapkan kemurkaannya pada bumi dan seisinya. Di bawah teriknya matahari, Dewi Harnum terus berjalan. Sinar matahari yang menyengat tak menyurutkan langkahnya untuk segera sampai di Kerajaan Borealis, karena ia memang tak merasakan panasnya sang surya. Ia berhenti di tengah jalan saat rasa pusing dan lapar menghampiri. Ia merutuk diri saat tak sempat makan apa pun sebelum pergi dari Kekaisaran Alaska.
“Kuatkan aku, Dewi Dione.”
Dewi Harnum menaiki undakan tangga kuil Dewa Zeus dengan tubuh sedikit gemetar. Usai berada di kuil yang sepi tersebut, ia meletakkan patung Dewi Dione di sisinya sebelum bersimpuh di hadapan patung Dewa Zeus. “Rajanya para dewa, tolong aku ....” Suara Dewi Harnum terdengar bergetar. Ia memang tak bisa terlambat makan karena miliki sakit lambung. “Aku lapar ...,” cicitnya malu.
Tak lama, suara kerumunan orang terdengar. Dewi Harnum segera membenarkan posisi duduknya dan kembali memeluk patung Dewi Dione di pangkuannya. Kuil pun menjadi ramai. Dari balik selendangnya, Dewi Harnum melihat saat seorang wanita bertubuh gemuk duduk di sampingnya dan mengangsurkan setangkai buah anggur ke arahnya.
“Apakah kau mau?”
Dewi Harnum memetik satu buah anggur dari tangkainya sambil tersenyum lega. Dewa Zeus sangat baik. “Terima kasih, Nyonya.”
“Satu mana cukup, Nak.”
“Cukup, Nyonya.” Dewi Harnum tersenyum dan memakan anggurnya khidmat. Seketika sakit di perutnya menghilang begitu saja. Ia menatap lurus di mana patung Dewa Zeus berada dan berbisik, “Terima kasih, Dewa.”
“Kau seperti asing, Nak. Dari manakah kau berasal?”
“Saya dari Kerajaan Borealis, Nyonya.” Dewi Harnum tak terlalu memerhatikan respon perempuan tersebut, karena ia penasaran dengan keadaan kuil yang mendadak ramai sekali. “Ramai sekali. Apakah ada perayaan penting, Nyonya.”
“Ini adalah hari Agape. Hari kebangkitan cinta, Nak. Ini adalah hari di mana sebuah kisah cinta akan dimulai. Benih cinta yang tak mementingkan diri sendiri, cinta tanpa batas atau cinta tanpa syarat. Agape adalah cinta tak egois, cinta murni ... cinta sejati. Cinta yang identik dengan cinta Tuhan terhadap ciptaan-Nya.”
Dewi Harnum mengangguk paham.
“Apakah kau sudah memiliki kekasih?”
“Mengapa Nyonya bertanya demikian?” Dewi Harnum mengernyit heran.
“Jika kau memiliki kekasih, ajak dia berdoa bersama. Konon, kekasih yang berdoa dengan tulus di hari Agape, hubungan mereka akan selalu diberkati sepanjang zaman. Seperti kisah cintanya Dewa Zeus dan Dewi Dione.”
“Jika tak memiliki kekasih?”
“Maka di tempatmu berada, kau akan segera menemukan tulang rusukmu ... belahan jiwamu. Pasangan yang telah ditakdirkan oleh Tuhan untukmu.”
Bertepatan dengan itu, sosok tinggi, tampan nan gagah terlihat menaiki undakan tangga kuil tanpa riak.
“Dia akan sangat mencintaimu. Selalu mendahulukanmu di atas segalanya. Kau adalah prioritasnya. Dia hidup hanya demi dirimu ... hanya untukmu. Dia akan selalu memuja dan memanjakanmu tanpa mengenal rasa bosan dan lelah. Dia bahkan rela melawan alam semesta dan menundukkan dunia di bawah kakimu. Seperti kisah cinta sejati Dewi Aphrodite dan Iblis Adonis. Di mana, cinta dan kasih sayang Iblis Adonis pada Dewi Aphrodite begitu termahsyur di alam semesta.”
“Kita menyamar dan pergi sejauh ini dari Kerajaan Kashi hanya untuk berdoa di kuil?”
Langkah Pangeran Leonard terhenti di tengah undakan tangga, saat seseorang menahan pundaknya dan mengeluh. “Aku tak memaksamu ikut serta.”
“Hei, ingat! Hari ini adalah hari pernikahanmu dengan Putri Rashi, Leon.” Pangeran Arjuna mengingatkan. “Sebaiknya, kita segera kembali ke Kerajaan Kashi. Pengantinmu menunggu.”
“Dalam hidup, aku ingin menikah satu kali seumur hidup. Aku ingin menghabiskan hidupku hanya dengan satu perempuan saja, yaitu Permaisuriku.” Pangeran Leonard menatap patung Dewa Zeus dari jauh. “Dengan menikah lagi, aku merasa telah mengkhianatinya. Untuk itulah, setiap aku akan menikah lagi, aku akan pergi ke kuil, memohon pengampunan dan berdoa agar Dewa Zeus segera mempertemukanku dengan Permaisuriku.”
“Tetapi banyak kuil!”
“Jika dewa dari para dewa merestuiku, mungkin hari ini aku akan menemukan Permaisuriku.”
Pangeran Arjuna berdecih. “Omong kosong! Buktinya kau menginginkan Putri Rashi.”
“Carrissa yang memintanya.”
“Huh? Carrissa?”
Mengabaikan kebingungan Pangeran Arjuna, Pangeran Leonard melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.
“Bagaimana jika kami tak bertemu hari ini, Nyonya?” tanya Dewi Harnum polos.
“Ada hari esok, lusa ... cepat atau lambat kalian pasti akan bertemu, Nak.”
“Bagaimana jika ada seorang penghalang di antara kami?”
“Hei, Leon! Tunggu aku!” seru Pangeran Arjuna kesal sambil mengejar Pangeran Leonard yang mulai memasuki kuil.
Perempuan gemuk itu tersenyum. “Itulah ujian cinta kalian.”
“Kemana perginya pelayan buruk rupa itu? Cepat sekali ia menghilang,” gerutu Pangeran Matias yang menggunakan pakaian rakyat biasa dari atas kudanya yang berhenti di depan kuil Dewa Zeus. “Sebaiknya aku berdoa terlebih dahulu agar dipertemukan dengan pelayan buruk rupa itu.” Ia pun turun dari kuda dan menaiki undakan tangga kuil usai mengikat kudanya di pepohonan.
Perempuan itu mengusap bahu Dewi Harnum dengan senyum lembut di bibir. “Sebesar atau sekuat apa pun penghalang cinta di antara kalian, aku percaya kalian akan mampu melewatinya. Semoga kau segera bertemu dengan separuh tulang rusukmu, Gadis cantik.”
Bertepatan dengan bunyi lonceng kuil yang dipukul pelan oleh Pangeran Leonard.
“Terima kasih, Nyonya.” Dewi Harnum tersenyum haru.
Pangeran Leonard berjalan, duduk didekat patung Dewa Zeus. Jarak duduknya dengan Dewi Harnum terpisah oleh tiga perempuan bertubuh gemuk. Tak lama, Pangeran Arjuna menyusul, duduk di samping sahabat rasa musuhnya tersebut. Disusul Pangeran Matias yang duduk di belakang karena kuil telah penuh. Jaraknya dengan Dewi Harnum terhalang oleh empat perempuan bertubuh ramping.
“Hei, Nak! Lepaskan penutup kepala kalian itu. Ritual Agape akan segera dimulai,” tegur salah seorang perempuan yang duduk didekat Pangeran Leonard sambil menunjuk penutup kepalanya dan Pangeran Arjuna.
Kedua pangeran tampan itu menurut, menyisakan sebuah kain transparan yang menutupi hidung sampai dagu.
“Ini penghinaan! Beraninya dia memerintah Putra Mahkota seperti kita, Leon. Ini adalah hari terakhirku ke kuil dengan penyamaran!” bisik Pangeran Arjuna penuh kekesalan.
“Diam!” desis Pangeran Leonard tertahan. Matanya terpejam lelah. Udara sejuk di kuil membuatnya ingin tidur, mengantuk.
Ritual Agape akan segera dimulai. Tetapi terjadi masalah. Patung Dewi Dione yang telah dipesan untuk ritual tak kunjung tiba dan pemain kecapi pengiring ritual juga tiba-tiba jatuh sakit. Pastor tampak cemas. Ritual Agape takkan bisa dimulai tanpa patung Dewi Dione. Bisik-bisik yang mulai terdengar membuatnya gelisah. Waktu yang baik bisa berlalu begitu saja.
“Ini, Bapa Pastor.” Dewi Harnum tersenyum tipis sambil mengulurkan patung Dewi Dione di tangannya dengan senang hati.
Pastor menghela napas lega. Ia menerima, meletakkan patung berukuran sedang tersebut di samping patung besar Dewa Zeus. Ia menatap Dewi Harnum penuh harap. “Bisakah kau mengiringi ritual Agape dengan kecapi, Nak?”
Dewi Harnum mengangguk membuat Pastor kembali menghela napas lega. Tak lama, sebuah kecapi telah berada hadapan sang dewi.
Ritual Agape dimulai dengan petikan senar kecapi, disusul oleh suara emas Dewi Harnum yang menyanyikan sebuah lagu pujian. Seketika semua orang dibuat takjub dan terpesona oleh suara indah sang dara. Bahkan semua orang sampai tersenyum dalam berdoa, termasuk ketiga pangeran tampan tersebut. Usai nyanyian ritual hampir selesai, Pangeran Leonard membuka mata. Iris birunya langsung mencari suara indah yang begitu menggetarkan dan menenangkan hati.
Ia melihat pemilik suara emas itu, memerhatikan detail; gerakan tangan pada senar kecapi, gerak bibir menggoda saat bernyanyi, suara syahdu milik perempuan berselendang itu sungguh memabukkan. Pangeran Leonard ingin mendengarnya setiap hari.
Ritual Agape pun usai. Dewi Harnum menuai banyak pujian. Namun, ia hanya membalas dengan senyuman tipis dengan kepala menunduk malu. Tanpa sadar Pangeran Leonard ikut tersenyum tipis. Perempuan berselendang itu pemalu rupanya. Apakah ia adalah permaisuri? Tersadar akan kebodohannya, Pangeran Leonard segera mengalihkan pandang, menatap pasangan patung dewa-dewi di hadapannya menyesal saat hidungnya tak mencium harum familiar tubuh permaisurinya; harum kelopak bunga mawar basah.
Maaf karena aku hampir menyukai perempuan lain, Permaisuriku~
“Terpesona..., aku terpesona ....” Pangeran Arjuna bersenandung riang dengan setengah berbisik. Matanya menatap Dewi Harnum terkagum-kagum. “Aku tak terlalu menyesal telah datang kemari, Leon. Suaranya sangat indah. Tetapi aku penasaran.”
“Hmm?”
“Saat bernyanyi saja suaranya seindah itu, bagaimana jika ia mendesah karenaku, ya? Suaranya pasti akan jauh lebih indah.”
Pangeran Leonard menatapnya tajam. Ia tak suka jika objek yang telah mencuri perhatiannya disentuh oleh lelaki manapun. “Jangan coba-coba!”
“Apakah kau juga penasaran, Leon? Atau sekarang ... dara bersuara emas itu telah berhasil menggoyahkan kesetiaanmu pada Permaisurimu?” goda Pangeran Arjuna.
“Mustahil!” bantah Pangeran Leonard tegas, namun matanya berkilat ragu. Sayangnya, Pangeran Arjuna tak menyadarinya. Ia hanya berdecih sebagai respons.
Pangeran Matias dilanda rasa penasaran yang besar. Ia berusaha untuk melihat siapa pemilik suara emas itu, tetapi tak dapat. Dara bersuara emas itu harus menjadi miliknya!
“Tetapi kau setuju jika suara perempuan itu sangat indah dan menenangkan, bukan?” goda Pangeran Arjuna.
Pangeran Leonard mengangguk. Ia kembali menatap perempuan berselendang itu lekat sebelum mencubit pelan pangkal hidungnya kesal. Bagaimana bisa ia menginginkan perempuan lain selain Permaisurinya? Pasti ada yang salah dengan dirinya.
Tanpa ia sadari, perempuan berselendang yang telah menyita perhatiannya itu memang sosok permaisuri yang dicarinya selama ini. Pangeran Leonard tak dapat mencium harum tubuhnya karena Dewi Harnum telah memakan sebuah anggur yang dapat menahan harum tubuhnya menguar ke permukaan.
***
Chapter 25. Tanpa Sadar Terikat
Dulu.
Seratus tahun yang lalu, seluruh penyihir dari Klan Penyihir terkuat di alam semesta tengah berkumpul dalam suatu ruang yang terdapat di Negeri Hitam. Mereka merencanakan hal jahat untuk Dewi Hanum karena iri akan kecantikan dan harum tubuh putri kesayangan Dewa Zeus tersebut. Mereka menyatukan kekuatan, menghasilkan setangkai buah anggur; buah kesukaan sang dewi.
“Usai memakan anggur ini, harum tubuh Dewi Hanum akan menghilang bersama kecantikan yang akan mengikis dengan sendirinya,” ujar Ratu Penyihir sambil tertawa jahat, diikuti tawa jahat penyihir lainnya.
“Sebentar lagi. Putri kesayanganmu akan hancur, Dewa Zeus.”
***
“Maaf mengganggu, Wahai Dewi. Pelayan kebun surga mengirimkan buah anggur yang Anda minta.”
Dewi Hanum tersenyum senang. Ia berjalan, menghampiri pelayan tergesa dan segera mengambil alih keranjang berisi anggur dari tangan pelayan tersebut. “Sampaikan terima kasihku pada mereka.”
“Baik, Wahai Dewi.” Pelayan mengangguk patuh, meninggalkan Dewi Hanum dengan sekeranjang anggur beracun di tangannya. Tak lama, ia menghilang tanpa jejak. Ia adalah penyihir yang menyamar.
Dewi Hanum duduk di tepi ranjang, menatap sekeranjang buah anggur segar di hadapannya dengan binar senang di mata birunya yang berpendar indah. Ia memakan anggur itu perlahan. Pada anggur ketiga, ia merasa ada yang salah dengan tubuhnya. Mata terasa panas, tubuh menggigil seiring dengan getaran bibir merah alaminya yang kini tampak sangat pucat. Keranjang anggur lepas dari tangan, jatuh begitu saja ke lantai. Tak lama, Dewi Hanum ikut terjatuh dengan cairan ungu kental yang keluar dari mulutnya. Ia bergumam lirih sebelum tak sadarkan diri.
“Kiraz ....”
***
Kejadian mengerikan yang terjadi pada Dewi Hanum membuat Dewa Zeus murka dan memerintahkan Dewa Herakles untuk lebih memperketat penjagaan di surga terutama di kamar sang putri tercinta saat merasakan aura hitam di sekitar ruang kamar tersebut.
“Dewi Hanum baik-baik saja, Baginda Dewa. Ia hanya perlu banyak beristirahat agar lekas pulih. Dewi Hanum pun tak boleh memakan anggur lagi, karena semua buah anggur di alam semesta telah disihir oleh kaum penyihir untuk membunuh Dewi Hanum,” terang Dewi Artemis serius.
Usai semua orang pergi meninggalkan Dewi Hanum untuk beristirahat, angin malam berembus kencang dan memadamkan semua penerang di kamat tersebut. Sebuah sinar hitam keemasaan masuk melalui celah jendela sebelum berubah menjadi sosok Mahadewa para iblis; Iblis Leozard. Dalam kegelapan sosoknya tampak misterius. Ia berjalan mendekati dan menatap wajah cantik yang kini tampak redup itu dingin. Terlebih saat hidungnya tak mencium harum kesukaannya; harum kelopak mawah basah. Samar-samar, ia melihat kecantikan kekasihnya mulai terkikis perlahan. Seketika kemarahan membeku di wajahnya. Iblis Leozard duduk dan mengulurkan tangan ke kening Dewi Hanum. Tak lama sebuah sinar biru menyinari wajah sang dewi, menghilangkan racun dalam tubuhnya sebelum menghilang dengan usapan tangan sang iblis pada surai sang dewi.
“’Kan kuhancurkan Klan Penyihir sialan itu hingga ke akarnya, Kaalillya. Aku berjanji.”
“Ibu, gelap ....”
Mendengar suara parau yang lirih tersebut, Iblis Leozard menyalakan semua penerang di kamar dengan jentikan jari. Sinar rembulan masuk melalui celah jendela, namun tak langsung mengenai Dewi Hanum karena terhalang oleh tubuh Iblis Leozard.
“Kiraz, kau di sini.” Dewi Hanum tersenyum lemah. Saat lelaki itu merunduk hendak mencium bibirnya, ia segera menahan dada bidang lelaki itu tanpa daya. “Aku baru saja muntah darah ungu, Tuanku. Itu menjijikkan.”
Iblis Leozard menurut saat sentuhannya ditolak dengan keras kepala. Ia mengecup kening Dewi Hanum lama sebelum menyatukan kening. Hidung mereka bersentuhan hingga napas hangat keduanya membaur menjadi satu.
“Kau selalu bisa membuatku ketakutan,” lirih Iblis Leozard berat.
“Aku akan segera pulih,” balas Dewi Hanum menenangkan. Ia meremas jirah lelaki itu yang hendak menjauh dan berujar manja, “Temani aku tidur ....”
“Apa pun untukmu.” Iblis Leozard masuk ke dalam selimut, bergabung bersama Dewi Hanum dan memeluknya erat dari belakang. Dewi Hanum menutup mata secara naluriah saat tubuhnya meremang saat sesuatu yang kenyal menyesap tengkuknya dalam, ia yakin itu pasti meninggalkan bekas yang kentara di tubuh seputih susunya tersebut.
“Bagaimana kau bisa menembus penjagaan Dewa Herakles?”
“Apakah kau lupa, Kythereia? Kekasihmu ini adalah Mahadewa para iblis.”
“Berhenti memanggilku Kythereia!” ketus Dewi Hanum.
“Mengapa?”
Dewi Hanum memutar tubuh dan memeluk Iblis Leozard erat. Ia menyembunyikan wajah di dada bidangnya sebelum menutup mata, nyaman. “Kythereia adalah nama pemberian orantuaku. Kau harus memanggilku dengan nama istimewa darimu,” rajuknya manja.
“Hmm.”
Dewi Hanum mengerucutkan bibir lucu karena ucapannya tak ditanggapi dengan serius. Menyerah, ia kembali memejamkan mata saat kantuk menyerang. Ia menguap pelan dan mengeratkan pelukan. “Jangan pergi sebelum aku bangun.”
“Hmm. Sekarang tidurlah.” Iblis Leozard tersenyum lembut, tetapi iris emasnya menatap seseorang yang berdiri di balik pintu kamar Dewi Hanum dengan ketegasan yang tak terbantahkan.
Siapkan air suci para dewa sesegera mungkin, Dewa Zeus.
Sesuai titahmu, Mahadewa.
Usai memberi titah melalui pikirannya dan mendapat jawaban yang ia inginkan, Iblis Leozard mematikan semua penerang di kamar tersebut dan memeluk Dewi Hanum protektif. Tatapannya menerawang ke depan seolah ingin menembus kegelapan. Ia bisa saja mengembalikan harum tubuh Dewi Hanum dengan cepat, namun ia tak bisa melakukan itu selama ia belum mendapatkan solusi dari perbedaan di antara mereka.
Lelah karena memikirkan banyak hal, sang iblis ikut memejamkan mata.
***
Sekarang.
Usai menerima persembahan ritual Agape, semua orang berdiri dan pergi meninggalkan kuil tersebut. Ada beberapa orang yang memilih menetap, termasuk Dewi Harnum. Ia berdiri, menatap patung dewa-dewi di hadapannya dari balik selendang dengan lembut.
Pangeran Arjuna memilih keluar kuil karena merasa kegerahan. Pangeran Matias pun keluar untuk mencari Dewi Harnum. Sedangkan Pangeran Leonard masih berada di kuil. Ia berdiri di samping Dewi Harnum dengan jarak dua orang dewasa. Sama halnya dengan Dewi Harnum yang berdoa dengan menyatukan tangan, Pangeran Leonard pun berdoa, namun hanya dengan mata tertutup. Angin sejuk membelai halus wajah keduanya.
Wahai dewa-dewi yang agung, jika ucapan nyonya itu benar, segera pertemukanlah aku dengan tulang rusukku. Agar kami dapat berdoa bersama dan mendapat restu kalian.
Segera pertemukanlah aku dengan permaisuriku.
Mereka pun usai berdoa dengan bersamaan.
Pastor mendekat, menatap Dewi Harnum lembut. “Terima kasih, Nak. Karenamu waktu terbaik untuk ritual Agape tak berlalu begitu saja.”
Dewi Harnum mengangguk dengan mengulas senyum. Pangeran Leonard meliriknya melalui sudut mata.
“Kau bisa mengambil kembali patung Dewi Dione milikmu, Nak.”
“Sejatinya setiap pasangan harus selalu bersama. Tak apa. Biarkan sang dewi bersama tulang rusuknya, Bapa Pastor.”
“Terima kasih, Nak. Kau sangat murah hati.” Pastor tersenyum. Ia menatap muda-mudi di hadapannya secra bergantian. “Apakah kalian adalah pasangan?”
Keduanya menggeleng. “Kami hanya orang asing,” ujar Pangeran Leonard datar.
“Orang asing bisa menjadi orang yang tersayang,” ralat Pastor tersenyum penuh arti. Pangeran Leonard mengernyit mendengarnya. “Lantas apakah kalian telah memiliki pasangan?”
“Belum.” Keduanya menjawab bersamaan.
Pangeran Leonard merasa heran dengan dirinya sendiri. Padahal ia telah menikah dan memiliki beberapa selir, namun mengapa malah menjawab demikian? Dan perihal pasangan … bukankah Permaisurinya adalah pasangannya? Mengapa ia tak mengakuinya?
Pastor memberikan dua buah benang merah pada Dewi Harnum dan Pangeran Leonard. “Ikatlah benang merah ini pada pergelangan tangan kiri kalian. Jika suatu saat nanti kalian telah menemukan seseorang yang dicintai, kembalilah ke kuil ini untuk berdoa bersama agar selalu bersama.”
Sebenarnya, Pangeran Leonard enggan percaya. Namun melihat perempuan itu kesusahan mengikat benang merah di pergelangan tangan kiri sendiri, entah mengapa ia menjadi kesal. Dewi Harnum terkesiap saat seseorang mengambil paksa benang merah dari tangannya, membantu mengikatnya erat, tanpa melukai tangannya. “Te-terima kasih,” lirihnya malu.
Pangeran Leonard diam. Ia sibuk mengikat benang merah di pergelangan tangan kirinya meski sulit. Ia berdecak kesal sebelum terkesiap saat hatinya berdesir halus ketika kulitnya bersentuhan dengan perempuan berselendang yang membantunya untuk mengikat benang merah dengan benar. Begitu usai mereka kembali berjauhan.
Pastor tersenyum penuh arti. Tanpa mereka sadari, mereka telah terikat dan mengikat satu sama lain. Baik di masa lalu, masa sekarang hingga masa depan.
“Kapan saya bisa melepas benang ini, Bapa Pastor?” tanya Dewi Harnum.
“Bukan kalian, Nak. Tetapi pasangan kalianlah yang harus melepaskan benang merah itu dari tangan kalian. Jika kalian menikah dan melakukan malam pertama, lepaskanlah benang merah itu. Lalu kalian harus kembali ke kuil ini untuk berdoa bersama pasangan kalian masing-masing.”
Keduanya mengangguk paham.
“Ini adalah air persembahan ritual, air suci para dewa. Ini untukmu. Anggap sebagai hadiah karena kau telah menyatukan kembali Dewa Zeus dan Dewi Dione di hari Agape yang mulia ini,” ujar Pastor menyerahkan sebuah kendi perak pada Dewi Harnum.
Dewi Harnum menerimanya dengan senang hati. “Terima kasih, Bapa Pastor.”
Pangeran Leonard pergi dari kuil tanpa kata. Dewi Harnum meliriknya sekilas sebelum berpamitan dengan sopan. Ia segera keluar kuil, mengejar Pangeran Leonard sebelum pergi jauh. Sedangkan Pastor berubah menjadi sosok Dewa Helios. Ia melihat kepergian pasangan alam semesta dengan senyuman lembut di bibir. “Bahkan pasangan dewa-dewi tertinggi di alam semesta sendirilah yang telah menyatukan kalian.”
Di sisi lain, Pangeran Leonard menatap Dewi Harnum yang menghadang jalannya datar.
“Kemarikan kedua tangan Anda.”
Pangeran Leonard menukik alis keheranan, namun tetap menurut seolah lupa jika hanya permaisurinya yang bisa mengaturnya. Melihat perempuan itu, keningnya berkerut halus. Apakah ia adalah perempuan berselendang yang sama ia lihat saat bermain seluring dan yang berdiri di luar Kekaisaran Alaska? Apakah ia adalah Permaisurinya? Tersadar akan pemikiran bodohnya, Pangeran Leonard membuang muka saat indera penciumannya tak mencium harum Permaisurinya yang khas seolah menegaskan jika pemikirannya salah besar.
“Ini adalah air suci para dewa. Hidup Anda akan lebih diberkati. Anggap saja sebagai imbalan karena Anda telah membantu mengikat benang merah di tangan saya.”
Pangeran Leonard meminum air suci para dewa di tangannya sampai habis. Dengan lancang, ia menarik pelan selendang Dewi Harnum untuk mengeringkan tangannya yang basah sebelum melepaskan selendang sutra itu dan berlalu begitu saja.
“Lama sekali. Apakah kau bercinta dulu dengan para biarawati di kuil, Leon?”
“Tutup mulutmu!”
“Sabar, sabar.” Pangeran Arjuna mengelus dada seolah-olah ia adalah orang paling tabah di dunia sebelum mengikuti Pangeran Leonard yang mulai menaiki kuda dan berlalu meninggalkan kuil.
“Tak sopan.” Dewi Harnum mencebik kesal. Ia duduk di undakan tangga kuil yang teratas, meminum air suci dari kendi di tangannya secara langsung hingga tandas. Mengingat, airnya telah berkurang banyak karena ia membaginya dengan lelaki asing tersebut. Seketika, harum kelopak bunga mawar basah kembali menguar menggoda dari tubuhnya. Seketika Pangeran Leonard menghentikan laju kudanya di tengah jalan saat harum sang permaisuri memenuhi indera penciumannya secara tiba-tiba. Mungkinkah Permaisurinya berada baru saja datang ke kuil tersebut? Memikirkan hal tersebut, jantungnya berdebar keras.
“Kau pergi duluan, Arjuna. Aku harus kembali ke kuil.” Untuk memastikan sesuatu.
Riak Pangeran Arjuna berubah jengkel. “Jangan coba-coba. Kita telah cukup jauh dari Kuil!”
Pangeran Leonard menghela napas berat. Ia kembali memacu kudanya liar dan meninggalkan Pangeran Arjuna yang tertinggal jauh di belakang dengan kesal.
Mengapa menemukanmu harus sesulit ini, Permaisuriku?
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
