Health Circle Part I - II

1
0
Deskripsi

Farmasis suka Dokter.

Perawat suka Dokter.

Pasien suka Dokter.

Dokter suka Dokter.

Dokter suka siapa???? 

 

post-image-6682e3627740e.png

 

Health Circle Part Satu - Ketemu Musuh

 

◆ ◆ ◆

 

"iya Ma. Aku keterima dirumah sakit tempat dulu aku PKP, Ma."

"iya. Kan dari dulu aku emang udah rencana kerja disini."

"iya. Nanti aku cek transfer dari mama udah masuk atau nggak."

"iya... Aduh, maaf."

"hehehe, tadi nabrak orang didalam lift."

"Shinee meleng juga karena mama nelpon nggak selesai-selesai."

"ya, udah. Iya. Iya." Shinee menutup panggilan teleponnya dengan mamanya yang bertanya dari A sampai Z. Membuat telinga Shinee menjadi panas.

"maaf, milikmu?" sebuah suara menyadarkan Shinee yang masih menggerutu karena telepon dari mamanya.

Shinee melihat tangan yang terulur. Tangan bersih yang mengenggam kunci yang mirip dengan mobilnya.

"mirip punyaku?" gumam Shinee pada dirinya sendiri.

"memang punyamu."

"eh?" Shinee menatap wajah tampan itu. "kok bisa?"

"tadi jatuh waktu nabrak aku."

"eh? Maaf, maaf. Terima kasih ya." Shinee memberikan cengirannya. Merasa tidak enak pada laki-laki dengan wajah tampan yang sangat baik padanya.

Lift sampai pada tujuan Shinee yaitu basement lantai tiga dimana Honda CRV abu-abu miliknya terparkir manis diujung.

"ehm, maaf dan terima kasih untuk sebelum dan sesudahnya." Shinee menundukkan kepala tanda dia merasa tidak enak pada laki-laki tampan itu. Berjalan meninggalkan lift itu sejauh mungkin. Malu abis gue! Muka cantik dan imut gue mau taruh dimana. Mama rese' banget.

"aduh, mama pake nelpon lama banget." runtuk Shinee lagi tetap mengomel panjang kali lebar kali tinggi yang hasilnya nanti ketemu volume balok yang lagi ngambang disungai Brantas ataupun Kalimas.

"gila! Malu abis! Gue harap dia cuma pasien disini. Jangan sampai dia jadi pegawai. Apalagi satu tempat sama gue." Shinee masih menggerutu sambil mengemudikan mobilnya keluar dari rumah sakit.

 

◆◆◆

 

"lo lama banget sih, Ron. Ambil dompet ketinggalan atau lagi tepe-tepe ke pasien sama perawat, hah?" semprot laki-laki dengan tampang bodoh bin mesum yang bisa buat emak-emak nyembunyiin anaknya kedalam rahim lagi.

Yang dipanggil pun langsung seketika saja menggeplak kepala tak berisi temannya yang asal ngomong.

"lo ya. Bacot lo bisa diem sedikit nggak. Apa perlu gue suntik Lidokain?"

"woooo... Woles bro. Abis lo lama banget. Sampe jadi nasi jamur rasa kare gue disini. Betul nggak, As."

Laki-laki yang dipanggil As menoleh sebentar lalu menjawab santai. "lo aja yang lebay, Njar."

"Oh My God! Oke fix. Lo nggak setia kawan sama gue."

"emang sapa yang mau jadi kawan situ?"

"Lang, bantuin gue dong. Lo kan yang paling setia kawan ma gue."

"sorry, Njar. Lo kali ini emang lebay. Lo itu benci jamur dan nggak usah provokatif supaya nutup bakul nasi jamur beserta petani jamur, deh."

"bangke lo pada. Gue emang nggak suka jamur tapi gue nggak sepicik itu kali."

"udah. Kapan makan siangnya kalo bacot malah diadu, heh?" Aron menyelah dengan tatapan tajam miliknya.

"kemana ini makannya?" Alang bertanya hal yang sangat penting. Tujuan mereka makan siang kali ini kemana!

"Makan di Mall aja. Sekalian cuci mata." Anjar memberikan usulannya.

"waktu kita kosong banyak nggak?"

"gue sih kosong-kosong aja. Nggak tahu lagi kalo Dokter Aron yang fansnya bejibun ini." Aska menyikut perut kotak-kotak kaku milik Aron.

"bisa. Mall mana?"

"Marugame Udon bro." Anjar menyahut dengan nama salah satu tempat makan.

"Tunjungan lagi?" kali ini Alang mengeryitkan dahi tidak percaya. "lo nggak bisa move on ke Mall lain gitu, Njar? Royal kek atau CITO gitu."

Aska menempeleng Alang keras. "kejauhan pengong!"

"udah. Ke tempat yang Anjar bilang aja. Gue juga lagi pengen Chatime."

"tuh, Aron aja setuju. Udah sini kunci mobil lo As. Gue yang nyetir."

 

◆◆◆

 

"lo keterima di Quality Hospital?"

Shinee mengangguk dan kemudian memberikan cengirannya pada teman kuliahnya dulu. "iya, gue kan dari dulu udah narget kudu kerja disana. Abis lulus S2 langsung ketik deh lamaran pekerjaan." Shinee kemudian memakan Udon miliknya dengan santai.

"lo kok nggak bilang sih, Nee."

"emang kenapa, El?"

"nagini juga kerja disana."

"sumpah! Demi apa! Lo kok nggak bilang tuh uler kadut kerja disana!"

"lo yang nggak kasih info ke gue. Tau-tau keluar ngajak makan siang aja. Untung gue lagi off."

"nagini itu musuh lo waktu PKP kan?"

Shinee melirik Ivanna malas. "iya, masa' lo lupa tampang rese'nya sih, Iv."

"hehehe... Tampangnya nggak pantes gue simpen di memori otak. Njirr! Tahu gitu gue ikut nglamar kerja di Quality Hospital aja."

Elena mengerutkan kening bingung. "buat apa? Nggak usah aneh-aneh deh, ada lo makin rame tuh Depo Farmasi yang udah bikin gue sakit kepala. Apalagi sekarang Shinee keterima kerja disana juga. Aduh, perang!" Elena memijit pelipisnya pusing. Dari keempat temannya dialah yang tidak melanjutkan S2 dan bekerja di Quality Hospital lebih dulu. Beda sama Shinee dan Ivanna yang sekarang gelarnya makin panjang. Apalagi si perfeksionis Meera yang udah terbang ke Australia buat S3 setelah dia lulus S2. Elena terlalu malas buat S2, nanti juga bisa, kan.

Obrolan tentang nagini lepas sedikit demi sedikit digantikan dengan sesi bahas tentang drama korea kesukaan mereka berempat yang kini tinggal bertiga karena ditinggal Meera pergi buat study S3.

Beda dengan mereka bertiga yang kalo cerita nggak pandang sekeliling tempat makan Udon yang didalam Mall besar tersebut yang udah bisik-bisik kepo ngeliat empat pengunjung laki-laki masuk dan duduk di meja pojokan.

"untung nggak rame. Emang keberuntungan banget. Parkiran dapet cepet. Tempat duduk makan Udon cepet." Anjar senyum-senyum sendiri dengan statmentnya. Lalu menggelung lengan kemeja biru miliknya sebatas siku yang ternyata dilakukan juga oleh ketiga temannya.

Anjar yang menggulung lengan kemejanya mendadak diam sambil menatap gerombolan perempuan yang duduk tiga meja didepan mereka.

"kayaknya gue kenal sama perempuan itu deh."

Aska yang berada disamping Anjar duduk langsung mengalihkan pandangannya dari IPhone miliknya dan ikut memandang kedepan.

"itu kan anak dari Departement Farmasi. Tapi gue nggak tahu siapa namanya."

Alang membalikkan badan dan ikut menatap. "oh, namanya Elena. Kalo nggak salah."

"kalo nggak salah ya berarti bener." Aron nyeletuk santai tanpa ikut menoleh dan sibuk dengan Udon miliknya.

"yeee, kalo si Elena mah gue juga tahu. Dia masuk list target gue, jadi nggak mungkin gue nggak tahu lah." Anjar memansang wajah songong miliknya.

"terus siapa?"

"perempuan didepannya Elena. Yang munggungi kita. Itu yang gue tanyain."

"anjrit! Lo pikir gue tahu, heh! Samperin sendiri sana kalo lo emang penasaran."

Anjar mengibaskan tangannya kedepan wajah Aska yang kesal. "harga diri, bro."

Perdebatan itu terhenti karena Aska dan Alang lebih memilih menikmati Udon mereka daripada urusan sama Anjar. Meniru Aron yang udah lebih dulu nyantap Udonnya tanpa peduli Anjar mau apapun. Nggak lama kemudian Anjar juga ikut menyantap Udonnya. Baru empat kali Anjar menyuap Udon. Dia menghentikan acara suapan ke limanya saat tiga perempuan yang tadi dibahas berdiri untuk meninggalkan tempat mereka.

"Oh, jadi itu si Ivanna sama Shinee toh." Anjar menganggukkan kepalanya.

"lo kok kenal? Kerja di Rumah Sakit juga?" Alang meminum minumannya.

"dulu kan PKP di QH mereka."

"otak lo masih inget aja."

"ya dong. Cewek cantik gitu. Perlu diinget. Eh, kecuali si Shinee ya. Buset, cantik-cantik bringas. Karate ban item, coy."

"lo kok tahu?" Aska kini yang bertanya.

"kan si Elena masuk list target gue."

"jadi lo narget si Elena dari jaman dia PKP dan sampe sekarang nggak ada hasilnya? Nggak malu sama kelamin, Njar?"

"Fuck, lo As! Coba lo deketin si Elena. Kalo nggak lo yang kagok sendiri nantinya. Awas kalo sampe nikung!"

"nggak, kalo dulu waktu mereka semua PKP gue lebih suka sama Ivanna."

"gue suka ama itu lhoo... Siapa namanya... Gaby. Iya, Gaby." Alang ikut menyahut.

"gue nggak tahu malahan."

"ya, iyalah. Lo kan belum kerja di Rumah Sakit gue, Ron." Aska menjawab dengan malas. Malas sekali.

 

◆◆◆

 

"pagi El." Shinee nyengir lebar dihari kedua dia kerja dan kembali satu shift sama temen kental satu genknya.

"pagi, Nee. Lo pasti doa semoga nggak ketemu nagini hari ini, kan?"

"yup. Betul sekali. Bisa gue balik ni Depo Farmasi Rawat Inap Rawat Jalan."

"ngasal lo." Elena mencibir Shinee.

"eh, Mbak Shinee jaga pagi lagi?"

Shinee menoleh dan mendapati Miko yang baru saja datang dengan membawa tentengan.

"iya. Itu apa Ko?"

Miko yang disana bekerja sebagai Asisten Apoteker atau lebih dikenal dengan AA menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"bekal makan siang buatan ibu saya, Mbak."

"oh. Udah sarapan belum, Ko?" Miko menggeleng pelan. Dan membuat Shinee melanjutkan ucapannya. "yuk, sini makan sama-sama. Aku tadi beli soto deket rumah. Rahayu, Nisa, sini makan bersama." panggil Shinee pada AA lain, teman Miko yang satu shift dengan Shinee.

"beli banyak banget Mbak?" Rahayu membuka mulutnya setelah melihat soto yang dibeli Shinee terlalu banyak. Apalagi dia sendiri sudah sarapan pagi dirumah.

"iya, makan gih."

Tidak enak dengan Shinee yang jabatannya lebih tinggi darinya dan juga sudah sangat baik pada mereka, Rahayu, Miko dan Nisa memakan juga soto bersama dengan Shinee dan Elena yang berbicara.

"nanti makan siang di kantin?"

"ogah. Nanti ketemu si nagini siluman uler kadut." Shinee mencebik pelan.

"terus? Lo mau sampe kapan ngehindarin nagini?"

"gue masih dua hari kerja disini, Elena. Nanti kalo udah dua bulanan. Gue becek-becek tuh si nagini sampe kulit sisiknya ngelupas."

"sadis lo."

"makan siang delivery ayam bakar aja. Gimana?"

"boleh." Elena mengangguk semangat. Kalo yang mengusulkan Shinee itu sekitar sembilan puluh persen pasti bakal dibayarin alias gratis.

"kalian makan siang dimana nanti?" Shinee menoleh dan menatap tiga bawahannya dengan senyum lebar.

"saya kan bawa bekal Mbak. Soalnya saya lagi males makan di kantin." Miko yang menjawab pertanyaan Shinee lebih dulu.

"saya sama Ayu mungkin di kantin, kalo kantin nggak rame sih Mbak. Kalo rame yang beli bakso didepan, kalo ada. Hehehe." Nisa mewakili Ayu menjawab. Ayu sendiri asik makan soto yang ternyata enak banget. Dia udah makan terus saat nyicip soto bawaan Shinee sedikit dan dia lupa sama perutnya yang udah kenyang.

"oh, ya udah. Nanti kita delivery ayam bakar aja."

"Terserah Mbak aja."

 

◆◆◆

 

Zahra yang baru saja datang di shift sorenya tersenyum dengan lebar pada rekan kerjanya sesama perawat yang lain. Apalagi senyumnya semakin melebar saat melihat Dokter Aron mau melewatinya.

"Sore, Dokter Aron."

"Sore." Hanya kata itu sambil membalas senyuman Zahra yang bisa bikin perempuan itu lemas saat itu juga.

"Shift pagi Dok?"

"Iya, bentar lagi mau pulang." Dan Aron berlalu dari hadapan Zahra.

Zahra berjalan penuh senyum ke loker miliknya. Shiftnya belum berganti sepenuhnya karena dia datang terlalu cepat demi melihat Dokter Aron yang hari ini shift pagi. Kalo Riska nggak ada acara penting, pasti sangat pasti sekali Zahra bakal tukar shift jadi pagi.

"Zah." Panggil Ajeng bagian administrasi yang baru saja Zahra lewati selepas dari loker.

"What?"

Ajeng mencibir pelan dengan kelakuan temannya. "Lo udah tahu belum kalo Shinee kerja disini?"

Zahra mengkerutkan keningnya bingung. "Shinee?" Ulangnya sambil mengingat nama itu. "Anjrit! Shinee anak farmasi itu?"

"Iyes, dia kerja disini. Di Depo Farmasi Rawat Inap Rawat Jalan."

"Tuh medusa papan penggilesan ngapain juga kerja disini!" Geram Zahra emosi dan berlalu meninggalkan Ajeng yang hanya cengo sendiri.

Zahra berjalan kearah parkiran dimana semua sepeda motor diparkir dengan rapi. Mencari sepeda motor yang dulu pernah dia benci karena dipakai oleh si medusa. Ketemu. Zahra hafal betul motor medusa itu dan ternyata medusa itu nggak berganti motor sama sekali. Beda dengan Zahra yang udah ganti motornya.

"Mampus lo medusa. Nggak bisa pulang!"

 

◆◆◆

 

"Lo dijemput Boy, Len?"

Dan Elena hanya menggelengkan kepala. "Gue udah putus dari Boy seminggu yang lalu, Nee."

Shinee membulatkan kedua matanya. "Lo kok nggak cerita sama gue?"

"Masih belum mau cerita. Pasti lo nanti bakal bikin Boy babak belur."

"Udah pasti karena lo nggak mungkin yang putusin si Boy."

"Emang. Boy bilang kita udah beda, nggak satu prinsip lagi."

"Njirr! Kagak punya otak pake bilang satu prinsip segala. Udah lo bareng gue aja."

"Lo bawa apa?"

"Sepeda motor dong. Hehehe."

"Ogah. Panas. Bisa leleh gue naik motor. Kalo lo bawa mobil baru gue mau."

"Centil banget lo. Udah pokoknya lo pulang bareng gue." Shinee mengeluarkan nada diktator miliknya dan berjalan kearah parkiran sepeda motor yang diikuti oleh Elena.

Shinee membulatkan matanya seketika saja saat dia sampai dan melihat ban motornya kempes depan belakang. Seingatnya ban motornya baik-baik saja tidak ada tanda-tanda bocor.

"Anjrit! Siapa yang kempesin motor gue! Cari masalah tuh orang!"

Elena menghampiri Shinee yang menjerit kesal. Dan terkejut motor Shinee kempes. "Anjing! Siapa yang kempesin, Nee?"

"Nggak tahu."

"Mungkin nagini. Dia pasti udah tahu lo kerja disini. Apalagi motor lo nggak ganti dari jaman PKP."

"Sialan tuh nagini! Lo tunjukin dimana si nagini biasanya mangkal." Shinee berkata datar dan menyeramkan yang dibalas Elena anggukan lalu berjalan mencari nagini.

Elena menunjukkan sebuah ruangan biasanya para perawat Department Kardiologi berada. Shinee masuk kedalam tanpa mengetuk pintu dan hanya ada beberapa orang tanpa melihat si nagini yang dicari.

"Temen lo mana?" Shinee berkata tajam pada Firda temen deket nagini yang dulu juga ikut nagini PKL di rumah sakit ini juga.

"Gue nggak tahu. Gue baru aja dateng. Serius."

Shinee memandang wajah takut perempuan didepannya dengan menyipitkan mata mengintimidasi.

"Iya, Dok. Rekam Medis Tuan Agung ada didalam. Sebentar saya ambilkan."

Shinee hafal betul suara siluman ular itu. Emosi Shinee langsung naik seketika begitu muka nagini masuk kedalam ruangan.

"ANJING! NAGINIIIII! BANGSAT! Pasti lo kan yang udah kempesin sepeda motor gue!" Teriak Shinee mengelegar. Emosi dewa.

"Anjing lo! Pede banget. Buat apa gue kempesin sepeda motor butut lo itu!"

"Pasti lo nagini siluman uler kadut! Karena disini hanya lo yang selalu cari gara-gara sama gue! Awas aja lo! Gue bakal bales lo lebih dari ini. Bisa aja saat ini gue cabik-cabik muka jelek lo!"

"Gue tunggu pembalasan lo. Medusa papan penggilesan. Gue. Zahra nggak takut sama lo."

"Lo lihat aja. Lo udah kembali ngibarin bendera perang ke gue. Gue terima perang lo dengan senang hati."

Dua perempuan itu saling menatap tajam tanpa tahu jika beberapa pasang mata yang mengenal mereka memijit pelipisnya pusing. Bakal terjadi perang gunung merapi seperti dua tahun yang lalu lagi. Medusa vs Nagini.








 

-.T. B. C.-





 

Note:
1. PKP : Praktek Kerja Profesi
2. PKL : Praktek Kerja Lapangan

 

 

post-image-6682e412334e2.png



 

Health Circle Part Dua - Awal Permasalahan

 

◆◆◆

 

Shinee menatap Zahra dengan pandangan membunuhnya. "gue bisa aja balik ini meja kerja lo. Dan itu buktiin jika gue juga bisa matahin tulang belulang milik lo. Nagini, lo bener-bener salah milih lawan dari dua tahun yang lalu."

Zahra menggebrak meja disampingnya dengan kesal. "lo yang salah milih lawan. Dari dulu lo itu emang dasar tukang cari perhatian. Dan gue nggak suka itu."

"karena emang dasarnya gue jauh lebih cantik daripada lo. NA-GI-NI." Shinee berjalan pergi meninggalkan Zahra yang masih berkobar-kobar api kemarahan. Merasa tidak terima direndahkan oleh Shinee, musuhnya. "lalalala~~ fuck you, nagini." ucap Shinee dengan santai tanpa menoleh pada Zahra dibelakangnya. Tidak lupa jari tengah Shinee teracung semakin menambah geram Zahra.

Shinee terkikik geli dengan Elena disampingnya. Melakukan high five dengan Elena dan berjalan ke sepeda motornya berniat menuntun sepeda tersebut ke tempat tambal ban yang tidak jauh dari rumah sakit.

Zahra menendang kursi yang tidak berdosa dan memekik keras. "brengsek lo Shinee!!!"

Aron yang terpaku bersama dengan Alang sebagai salah satu saksi mata bertemunya dua musuh yang dua tahun berpisah itu memutuskan untuk membuka suaranya. "perawat Zahra, bisa saya minta rekam medis Tuan Agung?"

Zahra menarik napasnya sebanyak-banyaknya dan menatap Aron dengan senyum seakan tidak terjadi apapun tadi. "sebentar Dokter Aron."

Zahra membungkuk dan mencari rekam medis Tuan Agung yang berserakan dibawah bersamaan dengan gebrakannya tadi pada mejanya. Dicari dan dicari tidak juga menemukannya sampai Zahra menjadi kesal sendiri. Tangannya bahkan bergerak cepat membuat bunyi kertas-kertas yang lecek menggenaskan.

"Perawat Zahra. Besok saja rekam medisnya jika memang belum ditemukan. Saya masih ada urusan. Taruh saja diruangan saya." Aron memberikan solusi begitu melihat Zahra yang mencari dibawah dengan kesal.

"terima kasih Dokter Aron. Dan maaf atas kejadian menyebalkan tadi."

Aron mengangguk dan menyeret Alang pergi secepatnya dari ruang kerja perawat.

"gila. Itu tadi apaan?" decak Aron tidak percaya.

"ngopi dulu, Ron. Gue jelasin ke lo tadi itu apaan." saran Alang santai.

"lo kok kayak udah biasa gitu sih, Lang? Rumah sakit tadi habis aja kena serangan dua pegawai bar-bar."

Alang tertawa. "hiburan Ron. Yuk, udah ditunggu Anjar sama Aska di Excelso." Alang merangkul pundak Aron menyeretnya kearah mobil mereka masing-masing yang terparkir dibasement.

 

◆◆◆

 

"anjrit! Ini rumah sakit nggak salah kan nerima Shinee sama Zahra kerja disini. Ancur. Ancur." pekik Anjar di Excelso membuat Alang menempeleng keras kepala Anjar yang sudah bergeser semakin bergeser parah.

"ini di Excelso. Bukan dirumah sakit. Dan omongan lo semuanya typo tau." decak Alang yang merasa malu akibat ulah Anjar. Walaupun urat malu Alang sebenarnya sudah putus sama seperti urat malu Anjar.

"iya, iya. Tapi tetep aja. Rumah sakit salah nerima dua musuh itu kerja. Aska lo mesti tanggung jawab!"

"kok gue?"

"kan rumah sakit itu milik keluarga lo. Minimal lo tau kan kalo sampe Shinee sama Zahra satu tempat kerja yang ada perang dunia keempat!"

"gue nggak tau sama sekali kalo mereka berdua masuk kerja dirumah sakit gue. Lagi pula kepemimpinan masih dipegang ayah gue. Jadi gue belum ngurus apa-apa selain pasien gue." Aska menatap Anjar sebal. Lalu meminum Coffee miliknya dengan kesal.

"tunggu. Perang dunia keempat? Emang yang ketiga kapan?" Aron membuka mulut bertanya. "lo typo lagi, Njar?"

Anjar menatap Aron gemas. "mangkanya gabung ke rumah sakit dari dulu. Lo ketinggalan informasi penting pake banget."

Alang menatap Aron dengan senyum mengembang. "jelaslah perang dunia keempat. Orang perang dunia yang ketiga udah terjadi sekitar dua tahun yang lalu."

"iya, dan pelaku perangnya sama. Mereka Shinee sama Zahra." Aska mengangguk mengiyakan.

"ini semua gara-gara hal bodoh idenya Aska." Anjar menerawang mengingat permulaan bagaimana bisa dua perempuan keras kepala itu bermusuhan.

 

◆◆◆

 

Dua tahun lebih lima bulan yang lalu...

"terima kasih. Semoga lekas sembuh." Shinee memberikan senyuman lebarnya pada keluarga pasien yang mengambil obat dan dia berikan KIE seperti yang sudah diajarkan disalah satu mata kuliah pendidikan profesi Apotekernya beberapa bulan yang lalu. Sudah satu bulan dia menjalani PKP di Quality Hospital dan berarti kurang lima bulan lagi dia akan selesai menjalankan PKPnya. Dan lima bulan akan menjadi hal yang menyenangkan mengingat satu bulan ini begitu menyenangkan.

"makan siang, Nee." Ivanna mengajak Shinee makan siang yang disambut anggukan setuju Shinee.

"bentar ambil dompet dulu. Udah lo kabarin Elena sama Meera kalo kita mau makan siang?"

Ivanna mengangguk. "udah. Ketemuan di lobby katanya."

Shinee membentuk tanda 'oke' dengan ibu jari dan telunjuknya. Mereka berempat memang memilih satu tempat PKP. Tapi mereka dipencar. Bulan kemarin Shinee dan Ivanna bertempat di gudang dan kini bertempat di Rawat Inap Rawat Jalan. Sedangkan Elena yang kemarin di Rawat Jalan Rawat Inap sekarang berada di IGD, begitu juga Meera yang dulu di IGD sekarang ada di gudang. Bulan depan mereka juga akan bergilir kembali.

"makan apa?" Shinee sudah siap dan berjalan beriringan dengan Ivanna.

"bakso depan rumah sakit."

Shinee mengangguk. "sip!"

Mereka berdua kini sudah berkumpul dengan Elena dan Meera yang lebih dulu sampai. Tanpa basa-basi langsung keluar menuju depan rumah sakit dimana warung bakso langganan rumah sakit sudah ramai pembeli.

Shinee langsung saja bergerak duduk disalah satu meja kosong membiarkan ketiga temannya mengantri. Baru setelah Meera yang biasanya memesan bakso tanpa aneh-aneh -hanya pentol saja- datang dan duduk disebelah Shinee, Shinee beranjak pergi memesan baksonya.

Tidak lama kemudian meja mereka sudah berisi pesanan empat gelas es teh yang dipesan Meera seperti kebiasaan mereka.

"pulang nanti aku nebeng kau ya, Nee." Elena membuka percakapan mereka.

Shinee menggeleng. "sorry, El. Gue nggak bisa. Gue tadi dianter Kelvin terus nanti pulangnya juga dijemput. Gue nggak enak sama Kelvin kalo lo nebeng. Besok aja gue bawa motor atau nggak mobil."

Elena mengangguk paham. "oke deh."

"lo minta anter Dokter Anjar aja." celetuk Meera disertai kikikan.

"asem lo! Lo nyuru gue pulang sama playboy ikan asem kayak Anjar? Ogah!"

"ya kali, lo mau. Anjar kan kayaknya suka sama lo, El. Kelihatan kali dari sebulan yang lalu."

"yang kelihatan itu juga lo kali, Meer. Lo liatin Dokter Alang sampe mau nerkam tuh curut terus lo bekepin dibawah lo." Ivanna memberikan smirk kemenangannya.

"anjir! Lo tau aja, Iv. Hahaha. Sayang dia sukanya sama Gaby anak PKP dari Universitas lain."

"Gaby yang mana sih?" Shinee menatap Ivanna dan Meera bergantian.

"itu lho anak yang rambutnya selalu dipakein bando." Ivanna mencoba menjelaskan.

Shinee mencoba mencari di memori otaknya dan mengangguk. "oh, jadi dia namanya Gaby? Iya gue tahu kok. Udah Meer, sikat aja Dokter Alang. Gue dukung. Lagi pula Dokter Alang nggak seplayboy Dokter Anjar atau Dokter Aska kok."

Meera ingin sekali melempar pentolnya pada Shinee saking kesalnya. "sikat, sikat. Lo pikir WC? Sorry, gue cuma ngefans aja sama si Alang. Nggak berniat lebih. Lagi pula abis lulus apoteker gue bakal lanjut S2 dan nyiapin buat ambil scholarship S3 di Australia. Jadi nggak ada waktu buat Alang. Cukup gue udah kelewat nyiapin scholarship buat S2 gara-gara Gilang." Meera berkata panjang yang langsung disambut anggukan paham dari ketiga temannya. Si perfeksionis emang beda.

"oh, ya Nee. Si Kelvin ini apa?" Ivanna menatap Shinee penasaran yang disambut oleh tatapan penasaran juga dari Elena dan Meera. Pasalnya Kelvin adalah pacar baru Shinee setelah sekitar empat bulan yang lalu dia putus dari Dion.

"hehehe. Budha." Shinee menunjukkan cengirannya dan meminum es tehnya santai. Mengetahui arah bicara Ivanna.

"beda agama lagi?" Elena memekik tertahan dan Meera memijit kepalanya pusing.

"kalo nggak beda mah bukan Shinee." Ivanna kini kembali memasukan pentol kedalam mulutnya.

"ini berarti pacar lo yang keberapa, Nee?" Meera bertanya. "gue sampe lupa."

"ehm, yang keempat. Waktu SMA kan sama si Kevin satu tahun, putus terus sama si Liam satu setengah tahun. Putus lagi, masuk kuliah baru disemester dua gue pacaran lagi sama Dion. Terus putus dan sama Kelvin. Hehehe."

"iya, iya dan semuanya nggak ada yang seagama sama lo. Kelvin, Katolik. Liam, Khonghucu. Dion, Kristen terus ini si Kelvin, ternyata Budha. Terus kapan lo cari yang Hindu? Biar lengkap. Kan nanti nikahnya lo pasti milih yang seagama, kan." tanya Elena asal.

"iya nanti. Xixixi." Shinee terkikik menjawab pertanyaan asal Elena.

"tapi, emang dari semuanya cuma Dion yang paling lama dan paling nggak bisa buat lo move on."

"Sialan lo Meer. Gue bisa move on dari Dion kali."

"Yakin?" Kini giliran Ivanna menatap Shinee sangsi. "Kita taruhan berapa lama Shinee sama si Kelvin?"

"Taruhan aja sepuas hati lo. Gue putus dari Kelvin pun Dion nggak bakal balik sama gue. Dia udah punya pacar. Mereka udah pacaran setelah beberapa minggu kita putus." Iya, Dion memasang foto bersama perempuan di Path-nya dan beberapa teman Dion menyelamati laki-laki itu atas resminya mereka berdua pacaran. Membuat Shinee panas dan beberapa minggu kemudian Kelvin yang menembaknya, langsung dia terima.

"Duh, masih pacaran juga kali."

Shinee menatap Ivanna sebal. "Tapi gue sama Dion itu beda, Iv! Nggak segampang itu." Shinee memekik kesal.

"Emangnya?" Ivanna kini memelankan ucapannya dan membuka Instagram milik Dion. Disana terpampang foto Dion dengan pacarnya yang baru. Mereka satu tempat ibadah. "Gue nggak tahu kalo mereka seagama, Nee."

Shinee mengangguk paham. "Gue kesel banget."

"Lo yang sabar ya, Nee." Meera mengenggam tangan Shinee yang disambut senyuman perempuan itu.

"Iya. Kayaknya gue mau putus aja deh dari Kelvin."

"Lah, kenapa?"

"Setelah Ivanna bilang tadi, El. Gue sadar kalo gue emang belum bisa ngelupain Dion. Kasihan Kelvin." Shinee beranjak pergi dengan ponselnya berniat putus dari Kelvin.

Sepuluh menit kemudian Shinee kembali dengan senyum terpaksa diwajahnya. "Gue udah putus dari Kelvin."

"Serius lo?"

Shinee hanya menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Meera.

"Kelvin terima?"

"Kelvin emang mau putus juga dari gue."

"Hah?"

"Iya, dia bilang nanti saat jemput gue dia mau minta putus. Nyebelin banget kan! Brengsek emang!" Umpat Shinee sebal.

"Berarti, Kelvin rekor pacaran lo paling singkat. Empat bulan, Nee." Ivanna menganggukkan kepalanya membuat sebuah hipotesa.

"Udah, gue sebel sama Kelvin. Pokoknya. Titik nggak pake koma!"

 

◆◆

 

"Dek Shinee masuk nominasi lho. Dek Ivanna juga."

Shinee yang baru saja datang mengerutkan keningnya bingung. Pasalnya pulang dari makan bakso mereka langsung disambut oleh senior apoteker disini dengan senyuman lebar. Selebar lapangan sepak bola.

"Hah? Maksud ibu apa ya?" Ivanna sudah tidak bisa memendam ucapannya sedangkan Shinee hanya diam bingung.

"Iya, dua minggu lagi kan ulang tahun QH. Mulai dua tahun kemarin ada tradisi voting dokter, perawat, farmasis, staff administrasi dan bagian-bagian yang lain. Selain bazar, kreatifitas tiap Department."

"Hah? Saya tetap tidak bisa mencerna maksud ibu?" Ivanna tetap tidak bisa mencerna maksud senior apotekernya. Apalagi Shinee. Dia sampai tidak tahu harus bertanya apa.

"Sudah. Lihat saja dua minggu lagi. Ada voting untuk mahasiswa praktek. Kamu, Shinee, Elena, Meera, Kiki terus dari perawat ada Zahra, Firda, Eza, sama siapa ya... aduh banyak. Ada lima belas mahasiswa praktek yang divoting."

"Lalu dapat hadiah apa, Bu Ismi?" Shinee kali ini bisa bertanya.

Bu Ismi berpikir dan menatap Shinee lalu tertawa. "Voucher makan bakso didepan rumah sakit."

"Hah?" Kaget Shinee dan Ivanna dengan mulut terbuka lebar.

"Enggak lah. Bercanda. Hahaha. Tahun kemarin sih pemenang voting dapat jam tangan. Ibu nggak tahu tahun ini."

"Semoga aja tas Hermes ya Bu. Hehehe." Ivanna berharap sesuatu yang mustahil.

"Jelas itu nggak mungkin, Iv." Shinee memutar matanya kesal.

 

◆◆

 

"Hari ini ulang tahun QH, ya?"

"Siapa ya yang menang voting aneh itu diantara kita?"

Shinee menempeleng kepala Elena sadis. "Saingan kita bukan hanya gue, Meera sama Ivanna. Ada sebelas orang lagi. Kalo gue sih nggak berharap. Buat apa coba. Useless."

Ivanna memukul meja coffee shop rumah sakit dengan tawa keluar. "Iya, dua minggu lalu aja gue sampe nggak bisa ngatupin mulut karena ucapan selamat dari Bu Ismi. Gila. Siapa yang mikir acara kayak voting begituan, sih? Nggak berguna tahu. Mending juga baksosnya dibanyakin."

"Kabarnya sih itu ide Dokter Aska." Meera berucap menurut informasi dari anak gudang.

"Kalo itu ide Aska sih gue percaya pake banget. Secara Aska itu nggak punya otak. Kok bisa dia jadi anak pemilik rumah sakit." Ivanna berkata dengan sadis. Memang dari tiga dokter yang seperti trio kwek kwek itu dia paling muak dengan Aska daripada Anjar. Aska itu playboy. Nggak punya otak. Udah titik. Padahal Ivanna belum pernah kenal dekat dengan Aska. Tapi semua sikap Aska mengarah pada hal yang disimpulkan oleh Ivanna.

"Udah ayok berangkat ke aula rumah sakit. Acaranya udah dimulai." Elena memberikan peringatan karena dia sudah di LINE oleh temannya anak IGD.

Acara ulang tahun berjalan dengan mulus tanpa kendala. Pengumuman voting sudah berjalan sebagian dan tinggal enam pengumuman voting lagi yang belum dibacakan.

"Voting untuk mahasiswa praktek. Beberapa nama yang masuk kedalam voting adalah. Ivanna, Elena, Shinee, Meera, Zahra, Firda, Kiki, Eza, Aisah, Soleha, dan Tiara. Dan pemenang voting tahun ini adalah...." tampak Aska dan Anjar memasang senyum mempesona mereka.

"...adalah.... Shinee." Anjar berteriak nyaring membuat pemilik nama hanya melongo tidak menyangka.

"Yeh! Udah gue duga kalo Shinee yang bakal menang." Ivanna bersorak senang.

"Apaan sih, Iv. Norak ah." Shinee cemberut tidak suka lalu berjalan kearah podium mengambil hadiah votingnya dari tangan Aska dan Anjar.

"Terima kasih untuk yang sudah memilih saya." Hanya itu yang bisa dikatakan Shinee dan turun dari podium segera. Menyisahkan sebuah tatapan tidak suka dari seorang perempuan yang duduk di kursinya.

Semua hasil voting telah diumumkan dengan kemenangan Dokter terpilih tahun ini jatuh ketangan Aska, bukan Anjar seperti tahun kemarin. Acara menikmati makanan pun telah dibuka.

"Voting itu nggak adil! Apaan. Masa' model papan penggilesan yang nggak pernah nongol dimana-mana kayak gitu yang menang? Pasti dia udah berbuat curang dengan cara menggoda para panitia. Bitch banget kan!" Zahra mengomel pada Firda, Kiki dan Ajeng dengan kesalnya. Dia benar-benar tidak terima dengan hasil itu.

"Udahlah, Za. Votingnya cuma buat happy aja." Ajeng anak staff praktek administrasi menenangkan Zahra, teman SMAnya.

"Nggak bisa, Jeng. Pasalnya tuh cewek pasti udah curang!" Teriak Zahra.

"Maksud lo!" Shinee dan teman-temannya yang sedari tadi ditutupi oleh dua orang dokter tapi masih mampu mendengar Zahra menyebarkan gosip berteriak nyaring membuat pandangan tertuju pada mereka. "Lo tahu. Gue sama sekali nggak tertarik dengan voting bodoh ini. Tapi, kalo gue menang itu artinya lo nggak menarik sama sekali." Shinee menunjuk Zahra dengan senyum menghinanya.

"Sialan lo! Nggak usah nunjuk-nunjuk gue. Gue nggak suka!"

"Kalo lo nggak suka. Mulut lo itu nggak usah nyebarin gosip yang nggak bener." Shinee tetap dengan telunjuknya.

"Tipe perempuan kayak lo ini pasti bener lah apa yang gue omongin. Bitch!"

"Anjing lo! Lo ngomong bitch sekali lagi gue bakal tampar mulut lo!"

Plak!

"Sebelum lo tampar gue. Gue yang tampar lo duluan." Zahra tersenyum merendahkan membuat Shinee semakin naik pitam.

"Dasar jalang! Lo pikir gue takut hah sama lo!" Shinee menampar Zahra keras hingga perempuan itu jatuh karena tamparan Shinee. Shinee mendekati Zahra yang jatuh dan menjambak rambut perempuan itu. "Gue udah peringatin lo. Jangan main-main sama gue." Shinee menampar Zahra dua kali lagi dan pergi diikuti tatapan kasihan dari Ivanna, Elena dan Meera.

 

◆◆◆

 

"Jadi kayak gitu awal mulanya. Itu sih belum perang dunia ketiga. Baru awalnya aja. Karena sampai lima bulan mereka magang di QH. QH ancur banget. Teriakan Zahra dan Shinee menggema dimana-mana." Anjar memberikan wajah horornya. "Dan sekarang mereka kerja di QH. Entah jadi apa QH nanti."

"Kalo gue tahu Shinee sama Zahra bakal kerja disana. Gue nggak bakal nerima mereka. Serius. Apalagi Ivanna nggak ikut kerja disana." Aska menjawab melantur.

Aron menganggukkan kepalanya tanda mengerti dan jelas akan cerita dari Anjar. Lalu menyesap coffeenya dengan pelan. Bahasan tentang Shinee dan Zahra telah berganti ke acara bola internasional. Sungguh cepat sekali bergantinya. Apalagi mendengar curhatan Aska yang tidak bisa melihat si setan merahnya bertanding kemarin karena Mulan, pacarnya sekarang terus menggodanya hingga mereka bergulat diatas ranjang.

"Emang dasarnya lo penjahat kelamin aja, As." Celetuk Anjar menyahuti cerita Aska.

"Kayak lo bukan penjahat kelamin aja, Njar." Aska membalas dengan sebal.

"Aron. Kamu udah balik ke Surabaya?" Sebuah suara membuat keempat laki-laki itu menoleh. Seorang perempuan mungil yang mereka kenal kini berdiri dihadapan mereka. Membuat Aron tegang setengah mati.











 

-.T. B. C.-










 

Note:
*KIE : Komunikasi, Informasi dan Edukasi.

 

post-image-66854aa54fd9b.png
Lanjut part III… 


 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Health Circle Part III — V
2
0
Farmasis suka Dokter.Perawat suka Dokter.Pasien suka Dokter.Dokter suka Dokter.Dokter suka siapa?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan