
Siapa yang menyangka Rai menemukan cinta sejatinya berkat Martabak Indomie. Memang cinta itu bisa hadir tak terduga. Padahal pria itu sungguh-sungguh menyebalkan!

Tira mengamati gadis yang sedang duduk melamun di depan jendela café. Pandangannya menerawang ke arah luar jendela. Ia hanya memainkan Indomie dengan garpu tanpa menyantapnya.
“Dika, aku heran pada gadis itu. Ia tidak pernah menghabiskan makanan yang dipesannya. Sepertinya, ia tidak menyukai masakanmu,” kata Tira.
“Gadis yang mana?” Tanya Dika dari jendela dapur yang berbentuk bulat.
“Itu! Gadis yang bergaun biru muda.”
“Oh, itu Rai. Ia memang pelanggan café kami.”
“Kamu tidak merasa ia gadis yang aneh? Ia selalu datang tiap malam Minggu dan memesan menu yang sama, yaitu Indomie Mie Goreng Ayam Panggang Jumbo dengan telur mata sapi. Tapi, ia tidak pernah habis menyantapnya. Paling banyak ia hanya menyantap 2-3 suapan.”
“Panjang ceritanya,” kata Dika sembari menghela napas panjang. “Dulu ia berpacaran dengan chef sebelumku. Saat itu aku masih magang di café ini. Kak Arka memang pemuda yang tampan dan pandai menyenangkan hati konsumen. Banyak konsumen yang patah hati saat Kak Arka dan Kak Rai menjalin kasih. Mereka sudah berencana untuk menikah. Tapi, setahun yang lalu Kak Arka berlibur ke Amsterdam untuk mengunjungi kakeknya. Sejak saat itu tidak pernah ada kabar darinya. Ia menghilang begitu saja tanpa pernah sampai ke rumah kakeknya. Sejak saat itu Kak Rai tak pernah absen mengunjungi café ini.”
“Kasihan sekali. Tapi hingga kapan ia akan menunggu?”
Dika mengangkat bahu. Kemudian ia berkata, “Mungkin kau bisa menghiburnya…”
Tiba-tiba terdengar suara teriakan, “ARKA! KAU ARKA, kan?”
Tampak Rai sedang mencengkeram lengan kanan seorang pemuda yang baru saja memasuki café. Topinya yang terlepas menyingkapkan raut wajah yang tampan, tapi agak angkuh.
“Maaf, namaku bukan Arka. Aku Leo,” kata si pemuda berhoodie abu-abu tersebut.
“BOHONG! Aku mengenali wajahmu. Mana mungkin kau bukan Arka.”
“Duh, harus kukatakan berapa kali bahwa aku bukan Arka. Tapi aku kagum pada aktingmu yang begitu natural. Memang banyak sih gadis yang berpura-pura mengenaliku sebagai kekasih mereka. Aku memang tampan,” sahut Leo sembari terkekeh geli.
“Tidak! Aku tidak berakting. Kau serupa sekali dengan kekasihku, Arka. Seperti pinang dibelah dua,” tegas Rai.
“Kau yang jangan berpura-pura. Apa kau begitu benci diriku hingga mengaku sebagai orang lain?”
“Hey, gadis abnormal! Hentikan halusinasimu! Nih, lihat saja kartu identitasku,” kata Leo. Ia menyodorkan kartu identitasnya. “L-E-O. Kartu identitas ini atas nama Leo Ardiansyah, bukan?”
“Tak mungkin…”
“Tak mungkin apa? Aku ini Leo, bukan Arka. Aku ragu apakah kau sungguh-sungguh mencintai Arka? Jika kau ini sangat mencintainya, kau tak mungkin salah mengenaliku walaupun kami berdua sangat mirip.”
“JAHAT! KAU JAHAT. AKU SANGAT MENCINTAI ARKA,” teriak Rai. Ia begitu murka sehingga menampar pipi kanan Leo. Dan kemudian, ia menangis sangat keras.
Melihat drama tersebut, Tira dan Dika datang menghampiri. Bahkan, Dika membawa Teflon kecil karena panik.
“Sudahlah, Kak Rai. Jangan menangis lagi! Mari duduk dulu dan tenangkan diri Kakak,” kata Tira lembut sembari membelai punggung Rai.
“Iya, Kak Rai. Lupakan Kak Arka. Hidup Kakak masih panjang. Kakak harus move on,” saran Dika.
Mendengar nasehat Dika, Rai malah menangis lebih keras. Ia tak peduli menjadi tontonan gratis seluruh pengunjung café.
“Kalian ini tak adil. Aku yang ditampar keras, tapi malah ia yang dihibur,” sungut Leo. Ia meringis sembari memegang pipi kanannya yang terasa pedih dan panas.
“Oh ya, Kak, silakan duduk dulu. Aku akan segera membawakan Es Cappuchino. Khusus untuk Kakak gratis,” seru Dika tanggap.
“Plus es krim cokelat 2 scoop, ya?” Pinta Leo tanpa malu. Ia duduk manis di samping Rai yang tangisnya sudah mereda. ”Juga Indomie Jumbo dengan telur mata sapi.”

Dika mengangguk dengan senyum canggung. Diberi hati, malah minta jantung. Tapi tak apalah. Ini semua demi Kak Rai.
***
“Hey, gadis abnormal. Segera habiskan Indomie-mu. Tak enak menyantap mie dingin yang telah mengembang,” tegur Leo yang sudah menghabiskan santapannya.
“Untuk apa kau ikut campur? Ini Indomie-ku,” rajuk Rai sembari mengacungkan garpu. “Lagipula mengapa kau duduk di sampingku?”
“Woa…galaknya! Mungkin karena kau terlampau galak, maka kekasihmu kabur,” sahut Leo enteng. Ia tertawa geli melihat kedua mata Rai yang masih sembab, melotot marah. Dibanding melihat Rai menangis, Leo lebih senang melihat amarah Rai. Tingkah Rai persis kucing siam Leo yang pemarah.
Rai menancapkan garpu di Indomie Jumbo-nya seperti prajurit yang menancapkan bendera perang dengan penuh semangat. Sembari mendelik ke arah Leo, ia menegur, “Apa lihat-lihat?”
“Kau ini percaya diri sekali. Siapa yang melihat kau? Aku melihat Indomie-mu yang tak juga habis. Sudah tahu perutmu kecil, mengapa kau memilih Indomie Jumbo? Apa kau sanggup menghabiskannya?”
“Apa pedulimu?” Tanya Rai ketus. “Kita bukan teman.” Kemudian, Rai kembali melahap Indomie dengan jengkel. Dasar cowok rese!
“Ckckck…aku sangat iba…Aku sangat prihatin dengan …” kata Leo dengan raut wajah sendu.
Oh My God, jantung Rai berdebar kencang. Ekspresi Leo mirip sekali dengan ekspresi menyesal Arka. Hati Rai mencelos. Tiba-tiba ia merasa malu dan sangat bersalah karena telah menampar Leo. Bahkan, ia belum memohon maaf pada Leo.
“Tak perlu prihatin dengan diriku. Aku pasti bisa melalui kepahitan ini…,” kata Rai dengan sedih. “Aku mohon maaf telah menamparmu. Tadi aku terlampau emosi.”
“Taka apa,” sahut Leo diplomatis. “Tapi, ada syaratnya agar aku memaafkanmu.”
“Apa syaratnya? Jangan yang aneh-aneh,” kata Rai penuh curiga. Seringai Leo memang mencurigakan.
“Aku hanya ingin kau membuatkanku snack dari bahan dasar Indomie Mie Goreng Ayam Panggang Jumbo yang merupakan favoritku. Tolong kau buatkan setiap minggu dalam 6 bulan.”
“Lama sekali. Satu bulan saja,” tawar Rai. “Aku tak ahli memasak.”
“Enam bulan.”
“Tiga bulan.”
“Enam bulan. Titik. Tidak ada tawar-menawar. Kau tak tahu betapa sakitnya pipiku yang kau tampar ini,” kata Leo sembari meringis. Pipi kanan Leo memang tampak memiliki noda merah bekas telapak tangan Rai.
Diingatkan dosanya, Rai merasa tak enak hati. “Baiklah! Tapi aku tak menjamin rasanya.”
“Rasanya pasti enak,” seru Leo optimis. Lumayan bisa makan snack gratis. “Oh ya, Rai?”
Rai melemparkan pandangan penuh tanya.
“Aku tak prihatin dengan dirimu, tapi Indomie-mu. Cara makanmu seperti sedang perang dengan mie.”
“Ih…kau ini memang menyebalkan!”
Leo tertawa karena melihat Rai yang mengacungkan garpu dengan galak pada dirinya. Mereka berdua tak menyadari dua pasang mata yang memperhatikan tingkah laku mereka berdua dengan takjub.
“Pssst…chemistry mereka berdua begitu kuat…”bisik Tira.
“Mungkin ini jawaban Tuhan untuk Kak Rai. Siapa tahu mereka berdua berjodoh. Kita harus berusaha mencombangkan mereka berdua tanpa mereka sadari.”
Tira dan Dika melakukan high-five dengan kompak.
***

“Martabak Indomie macam apa ini? Sehitam arang… Apa ini aman disantap?” Tanya Leo. Ia mencuil sepotong martabak Indomie yang permukaannya agak gosong dengan ragu. “Padahal ini pertemuan kita yang keduapuluh….Tapi kemampuan masakmu belum juga menunjukkan kemajuan berarti.”
“Jangan cerewet! Ayo makan! Hanya sedikit gosong!” Seru Rai mulai jengkel. Mereka berdua duduk di pojok café seperti biasa. Rai pun telah minta izin pada Pak Budi, manajer café, karena membawa makanan.
Leo memeriksa martabak Indomie tersebut dari segala sudut. Melihat tingkah Leo yang seperti pakar kuliner, Rai hilang kesabaran dan menjejalkan martabak Indomie tersebut ke mulut Leo.
Leo menelan martabak dengan susah payah. Kemudian, napasnya megap-megap. Wajahnya tampak pucat. “To…tolong! Aku perlu air minum…HEEEK!”
“Ini….cepat minum. Jangan mati!” Kata Rai panik. Ia menepuk-nepuk punggung Leo.
Tiba-tiba Leo tersenyum lebar. “Nikmatnya minum Es Mochachino setelah makan martabak Indomie!”
“Kau ini sungguh menyebalkan. Gak lucu!” Seru Rai. Kedua matanya berlinang. “Kupikir kau akan mati…Kupikir kau akan lenyap begitu saja dari pandanganku seperti Arka.”
Pandangan Leo melembut. “Aku bukan Arka. Aku tak akan meninggalkanmu.” Leo berdehem untuk melegakan kerongkongannya yang terasa tersumbat. “Aku jatuh hati padamu, Rai Prameswari. Bagaimana dengan dirimu? Apakah kau tertarik pada diriku?”
Rai bergeming. Ia menatap Leo dengan nanar. Bibirnya terkunci rapat sehingga Leo memberanikan diri untuk memegang kedua bahunya.
“Rai, aku tak berharap banyak bahwa kau mencintaiku sebesar kau mencintai Arka. Tapi tak adakah separtikel nano cintamu untuk diriku?”
Rai malah menundukkan kepala sehingga Leo menghela napas. Leo merangkum wajah Rai yang mungil. Ia terkejut karena Rai tersenyum lebar tiba-tiba.
“Leo, aku juga mencintaimu walaupun kau ini menyebalkan, cerewet, dan banyak maunya.”
Mereka berdua saling bertatapan dengan penuh perasaan. Tapi ada yang mengganggu romansa mereka berdua.
“Kak Leo, mengapa kau mematikan handphonemu? Kak Arka menunggumu di luar,” kata seorang gadis cantik bergaun kuning. Aroma parfumnya yang mahal begitu membuai.
“Arka?” Tanya Rai. Ia menoleh ke arah jendela. Jantung Rai serasa berhenti. Tampak Arka yang sedang menggendong bayi mungil. Arka tidak melihat wajah Rai karena ia hanya memperhatikan wajah sang buah hati.
“Ya, Kak Arka, suamiku. Kau pacarnya Leo, kan? Arka itu kakak kembarnya Leo. Jadi, kau jangan sampai salah mengira Arka itu Leo, ya? Dulu aku tertukar saat mengenali mereka dan aku sungguh malu karena Kak Leo malah mempermainkanku,” celoteh gadis tersebut. Ia menyalami tangan Rai. “Perkenalkan aku Missy. Siapa namamu?”
Rai hampir tak bisa menjawab, “Aku Ra…Rai…”
“Ah, namamu unik sekali,” kata Missy dengan riang. “Ini kesempatan yang bagus sekali. Leo, mengapa tak segera kau perkenalkan gadis cantik ini pada keluarga kita?”
“Kami baru jadian. Dan kami sedang merayakannya dengan menyantap martabak mie ini. Kau mau mencobanya? Buatan Rai enak sekali,” kata Leo dengan antusias. Ia tak mempedulikan siku Rai yang menyodok pinggangnya.
Missy menggigit sepotong martabak Indomie dan menggangguk puas. “Agak sedikit gosong. Tapi rasanya sangat enak. Yuk, kita menemui Kak Arka.”
Ketika berjalan mengekor Missy, Rai berbisik, “Mengapa kau tak mengatakan bahwa kau adik kembar Arka? Kau juga tak mengatakan bahwa Arka sebenarnya menikah dengan perempuan lain sehingga menghilang dari duniaku.”
“Maaf, aku tak bermaksud mengelabuimu. Aku tak tega menyakiti hatimu. Aku menunggu waktu yang tepat untuk memberitahumu. Tapi lidahku selalu kelu saat hendak mengatakan kebenaran. Selain itu, aku terlalu mencintaimu. Aku sangat takut kau akan melarikan diri dariku saat kau mengetahui aku adik kembar mantan kekasihmu yang berkhianat. Apakah kau menyesal mengenalku?”
“Tidak. Aku tidak menyesal. Ini yang terbaik. Kaulah cinta sejatiku, bukan Arka, “ jawab Rai. Ia berjinjit dan mengecup puncak hidung Leo.
“Kau tidak berkeberatan menemui Kak Arka sekarang? Kau bisa menolaknya.”
“Tak apa. Sekarang hatiku sudah lega. Aku bisa menemui Kak Arka dengan perasaan tenang karena dirimu.”
Mendengar hal tersebut, Leo semakin mempererat genggaman tangannya. Ia bersumpah untuk menjaga bidadari martabak Indomie-nya selamanya…
Terimakasih banyak Indomie telah menyatukan cinta kami berdua.
Love,
Leo & Rai
----------------------------

Catatan dari Rai :
Leo sangat menyukai snack yummy yang renyah dan gurih, yaitu Martabak Indomie. Sebenarnya, bisa menggunakan Indomie varian apa pun. Tapi aku memilih varian jumbo karena mienya halus (mie keriting), porsinya besar, dan ada sayuran kering serta susis kering. Bumbunya juga enak.
Resep Martabak Mie ala Rai
Bahan:
1 Indomie varian jumbo, rebus dan tiriskan
6 telur
2 bawang Bombay, potong dadu
200 gr bawang daun, iris
Kaldu ayam bubuk secukupnya
Kecap asin sedikit
Sejumput gula
Kulit lumpia
Minyak goreng
Cara membuat:
1. Aduk telur, mie, bawang Bombay, bawang daun, kaldu ayam bubuk, kecap asin, dan gula.
2. Panaskan minyak goreng. Api kecil saja.
3. Ambil kulit lumpia selembar. Beri adonan mie. Rekatkan dengan telur.
4. Goreng hingga matang dan berwarna kecokelatan. Saat menggoreng, tusuk dengan garpu agar dalamnya matang.
5. Siap disajikan.
Yummy banget deh. Apalagi jika disantap dengan acar ketimun atau mayonnaise dan saus sambal.
Tips:
Supaya tidak gosong seperti pengalaman burukku, gunakan api kecil ketika menggoreng martabak Indomie.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
