TD - Part 3

59
4
Deskripsi

 

Umpatan kasar diiringi dengan satu pukulan tepat mengenai rahang kanan Wira. Seketika itu juga rangkulan di bahu Ayu terlepas bersamaan dengan beberapa goodie bag yang jatuh dan isinya berhamburan keluar. Wira sampai mundur beberapa langkah lantaran kuatnya pukulan tersebut.

"Arrggghh." Ayu terpekik kaget lalu membungkam mulutnya dengan kedua telapak tangan, sebelum tiba-tiba dia merasakan panas yang menjalar di pipinya.

Part 3

 

"Seriusan lo mau cere?" 

Siska bertanya setengah berteriak, membuat pandangan nyaris seluruh pengunjung restoran Jepang itu seketika tertuju pada meja yang berada di dekat pintu masuk, di mana Rinjani sedang makan siang bersama ketiga temannya. 

Sementara itu, tangan kiri Endy masih menepuk pelan punggung Rea yang tersedak sushi lantaran terlalu kaget mendengar informasi yang disampaikan Rinjani.

Mereka berempat bersahabat sejak kuliah. Walaupun mengambil jurusan yang berbeda, tapi pertemuan konyol sewaktu mereka menjalani Masa Orientasi Mahasiswa Baru malah menjadikan pertemanan mereka terjalin erat hingga sekarang. Diantara keempatnya, hanya Rinjani yang telah berrumah tangga. Siska dan Endy masih betah menjomlo, sedangkan Rea sudah bertunangan dengan laki-laki yang dipacarinya dari masa putih abu-abu.

Batuk-batuk kecil Rea sudah mereda setelah gadis itu meminum jus jeruknya. Tangannya kemudian mengusap lembut punggung tangan Rinjani yang berada di atas meja. "Kalo lo belum siap cerita sekarang engga apa-apa, kita bakalan nunggu sampe lo siap berbagi beban hidup lo sama kita-kita," ucap Rea pengertian.

Memang Rea-lah yang selalu bisa menjadi pendengar yang baik. Gadis keturunan Jawa tulen itu juga yang acapkali memberikan kalimat-kalimat yang menenangkan setiap kali sahabatnya sedang menghadapi masalah, karena ia memang seorang psikolog. Kalau Siska masih melanjutkan kuliah S-2 nya, sementara Endy sudah menjadi Arsitek yang cukup terkenal di kota mereka.

Senyum tulus terbentuk di bibir ranum milik Rinjani. Ia tahu mereka saling menyayangi satu sama lain. Jadi tidak salah kan kalau ia ingin berbagi beban hidupnya dengan sahabat-sahabatnya?

"Dia punya perempuan lain," ungkap Rinjani mencoba membagi perih dalam hati.

"Berengsek!" 

Umpatan beserta suara gebrakan meja oleh tangan Siska lagi-lagi berhasil merebut atensi pengunjung yang lain. Siska yang berperawakan tinggi dengan kulit sawo matang dan rambut potongan sebahu memang yang paling tidak bisa mengontrol emosi diantara mereka berempat. Perempuan berdarah blasteran Betawi-Batak ini juga tidak suka berbasi-basi. Siska selalu mengungkapkan apa yang ada di hatinya tanpa tedeng aling-aling.

"Kecilin suara lo bego!" tegur Endy. Tangannya kemudian terulur untuk menjitak kepala Siska. Sebagai satu-satunya laki-laki di meja itu, ia takut orang-orang menyangka umpatan Siska ditujukan untuknya.

"Sorry ...." Siska meringis sambil mengusap kepalanya.

Lalu … dengan suara pelan, mengalirlah semua cerita tentang rumah tangganya dari mulut Rinjani. Sesekali ia menghela napas berat seolah mencoba mengurai sesak yang memenuhi rongga dada. Rea yang lebih dulu memeluknya erat setelah Rinjani selesai bercerita, disusul Siska, lalu Endy. 

Rinjani bersyukur dalam hati, ia dikelilingi oleh orang-orang baik yang selalu menyayanginya. Tidak ada air mata yang mengalir, ia memang sudah bertekad, air matanya di malam itu adalah air mata terakhirnya untuk Wira. Pelukan mereka terurai, Rea yang duduk di sebelah kanan Rinjani menggenggam kedua tangannya erat-erat.

"Lo berhak dapet yang lebih baik," kata Rea lembut. 

"Kayak gue misalnya, gue lebih segala-galanya dari suami lo, Jani ...." Endy menyambar sembari menawarkan diri.

"Ngimpi lo, lo itu cuma remahan peyek tau nggak!" Siska ikut menimpali.

Tidak terima dengan hinaan Siska, Endy kembali bersuara tak kalah pedas. "Enak aja kalo ngomong lo. Lo tuh perempuan tapi bar-bar banget. Makanya jadi jomlo sepanjang masa." 

Endy yang bernama lengkap Mahendy Rajata jelas tidak terima disamakan dengan remahan peyek. Ia termasuk ke dalam golongan laki-laki pujaan. Dengan tinggi 178 cm dan berat badan 75 kg juga tubuh atletis serta hidung mancung khas keturunan India yang didapatkan dari sang ayah, membuatnya mampu memikat gadis-gadis di luaran sana hanya dengan satu kedipan mata. Jangan lupakan juga karirnya yang melejit bak rudal Korea Utara. Jadi ia merasa cukup sepadan kalau dibandingkan dengan suami Rinjani.

"Mulai lagi." Rea geleng-geleng kepala melihat kelakuan dua sabahatnya yang sudah seperti kucing dan anjing. Siska dan Endy memang selalu perang kata jika bertemu. Maka Rea yang lemah lembut atau Rinjani yang bersikap dewasa, yang akan selalu menjadi penengah diantara mereka berdua. Tapi kali ini Rea biarkan Siska dan Endy adu mulut lebih lama. Pasalnya, dengan begitu, ia bisa menyaksikan Rinjani tertawa lepas dan sejenak melupakan kesedihannya.

 

 

*****

 

 

Tangan kekar laki-laki itu terulur guna meraih satu box kaca yang berisi boneka Barbie berambut pirang yang diinginkan gadis kecil dalam gendongannya.

"Yang ini?"

"Iya, Ayah," jawab gadis kecil itu sumringah seraya mengangukkan kepalanya.

Wira tersenyum, lantas memasukkan boneka tersebut dalam troli belanjaannya.

"Kamu nggak ada yang mau dibeli, Yu? Mumpung kita masih di mall," tanya Wira pada perempuan yang sedari tadi mengekorinya di belakang saat ia dan Dira asyik memilih beberapa mainan.

"Enggak, Mas. Semua bahan makanan juga masih banyak." Ayu menyahut sembari mengumbar senyum. Ia sangat bahagia dengan kebersamaan mereka. Baginya, bisa memiliki Wira untuknya dan Dira sudah cukup. 

Seminggu yang lalu, Wira datang dengan membawa kabar baik untuknya -perceraian Wira dan Rinjani-. Mendengar hal itu, Ayu merasa mimpi indahnya hanya tinggal selangkah lagi. Janji Wira untuk menikahinya ternyata bukan isapan jempol belaka. Ya, sebentar lagi ialah sang nyonya Arjuna Wiranata Kusuma.

Wira mengusap lembut rambut hitam panjang milik perempuan itu. Wajah cantik nan polos milik Ayu selalu bisa membuatnya merasa nyaman. Mereka bertiga lalu berjalan menuju kasir.

"Ya sudah, mau makan dulu atau langsung pulang?" Wira memindahkan Dira ke dalam stroller.

"Kita makan di rumah aja, ya? Aku pengen masak," usul Ayu, yang disetujui oleh Wira.

Antrian di kasir lumayan panjang. Mungkin karena ini weekend jadi banyak orang tua yang memilih untuk memanjakan anak-anak mereka dengan membelikan mainan. Dira sudah terlelap karena kelelahan, balita itu terlihat sangat nyenyak di dalam strollernya. Saat Wira masih berdiri di antrian yang lumayan panjang, Ayu mendorong stroller Dira ke samping pintu keluar.

Selesai membayar di kasir, Wira menenteng beberapa goodie bag berukuran lumayan besar di tangan kirinya yang semuanya berisi boneka. Lekas ia menghampiri Ayu dan berjalan keluar toko dengan tangan kanannya yang merangkul bahu Ayu lembut.

Bugh!

"Bajingan!"

Umpatan kasar diiringi dengan satu pukulan tepat mengenai rahang kanan Wira. Seketika itu juga rangkulan di bahu Ayu terlepas bersamaan dengan beberapa goodie bag yang jatuh dan isinya berhamburan keluar. Wira sampai mundur beberapa langkah lantaran kuatnya pukulan tersebut.

"Arrggghh." Ayu terpekik kaget lalu membungkam mulutnya dengan kedua telapak tangan, sebelum tiba-tiba dia merasakan panas yang menjalar di pipinya.

Plak!

"Rasa sakit di pipi lo nggak sebanding sama rasa sakit hati perempuan yang suaminya lo rebut, Jalang!"

Satu tetes air bening jatuh membasahi pipi Ayu yang memerah. Kalimat berisi makian kasar itu sangat menusuk hatinya. Jauh lebih sakit dibandingkan dengan bekas tamparan yang sebentar lagi mungkin akan membuat pipinya bengkak. Ia bukan jalang! Bukan perebut suami orang! Bukan! rapalnya dalam hati. Wira mencintainya, mereka berdua saling mencintai. Apa ada  yang salah dari keinginan dua orang yang saling mencintai untuk hidup bersama?

"Kamu udah nggak laku? Sampe harus ngrebut suami orang, hah?!" 

Makian itu semakin terdengar nyaring, membuat Wira seperti tersadar dari keterkejutannya. Buru-buru dihampirinya Ayu yang sedang menunduk sambil berusaha menyeka air mata yang mengalir. Didekapnya erat, berusaha melindungi wanita rapuh itu dari orang yang masih memandang tajam ke arahnya dengan penuh kebencian. Melirik sekilas, beruntung Dira masih terlelap di stroller, tampak sama sekali tak terusik dengan keributan yang melibatkan orang tuanya.

Keadaan lalu berubah sangat cepat. Suasananya terasa semakin tidak kondusif sebab ada banyak orang yang sekarang berkerumun di dekat mereka, sekedar ingin tahu apa yang terjadi. Ada juga segerombolan ibu-ibu yang memandang Ayu sinis sambil mengatainya pelakor. Tidak sedikit juga para anak muda yang mengabadikan kejadian itu dengan ponsel mereka.

Kemudian, telunjuk orang itu mengacung tepat di depan muka Wira.

Ada amarah yang dibalut rasa malu luar biasa di dadanya. Wira tidak pernah diperlakukan seperti itu sebelumnya oleh siapa pun. Namun, ia berusaha untuk mengendalikan diri dan mencoba tidak terpancing emosi yang dapat merubah keadaan menjadi kian memburuk.

"Dasar laki-laki berengsek!" Umpatan untuk yang kesekian kalinya kembali terlontar dari mulut orang di hadapan Wira. “Nggak tahu diri! Nggak tahu malu!”

Amarah orang itu kian tak terkendali melihat bagaimana Wira yang masih bisa bersikap tenang dan berusaha melindungi Ayu. Ia bersiap melayangkan tinju kedua sebelum tubuhnya didekap dari belakang oleh seseorang.

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya TD - Part 4
69
5
Joleha yang biasa dipanggil Bi Leha, asisten rumah tangga yang sudah bekerja di keluarga Wiranata Kusuma sejak Wira bayi meneruskan perkataannya dengan tergagap. Non ... Non Cintya sengaja mengiris pergelangan tangannya sendiri, Nyonya ....
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan