
Tak pernah bertatap muka, tapi bisa jatuh cinta. Mungkinkah?
Tentu saja, untuk penganut love language physical touch screen sepertiku, sangat mungkin.
Kisah ini mungkin tidak semanis kisahmu, tidak seindah hidupmu dan tidak seromantis bayanganmu. Ini hanyalah kisah sederhana antara aku dan dia, yang dibuat jatuh cinta dari bagaimana bertutur kata lewat tulisan.
Jatuh cinta memang misterius, ya?
Setelah berpacaran selama tiga tahun lamanya, menjadi seorang jomblo adalah salah satu hal cukup membuat aku kena mental. Aku kembali beradaptasi dengan rutinitas yang jauh berbeda dari sebelumnya. Tidak ada lagi sosok yang menungguku di depan pintu, tidak ada lagi yang mengantar makanan saat kelaparan di tengah malam, tidak ada lagi kencan romantis di akhir pekan.
Sumpah, mendadak aku menyesal sudah putus dengan Bagas. Kenapa juga aku menyia-nyiakan cowok sebaik Bagas semata-mata karena perasaan bosan? Gila, memang. Akan tetapi, di sisi lain aku juga tidak bisa menjadi cewek labil yang meminta untuk balikan di hari ketiga putus.
Aku memandang fotoku dan Bagas dalam bingkai yang terpajang di dinding. Aku sengaja masih menyimpan satu foto itu di saat aku menghapus semua foto-foto di instagram dan galeri bersama Bagas. Jangan tanya alasannya, aku ingin saja.
Memori tentang Bagas masih terus mengganggu, sementara waktu terus berputar tanpa berkompromi. Aku melirik arloji berlapis kaca yang melingkar manis di pergelangan tanganku. Sudah jam delapan pagi, aku harus berangkat sekarang kalau tidak mau terlambat.
Ah, kalau saja aku tidak putus dengan Bagas, dia pasti sudah datang menjemput.
Ah, sial. Mau sampai kapan aku menyesali keputusan ini, sih?
Tak ingin membuang waktu yang berharga lebih lama, aku begegas menutup jendela dan pintu kamar kosku, melangkah dengan tergesa menuruni tangga lantai dua, menuju lantai satu, sesekali tersenyum untuk menyapa penghuni lain yang juga tengah bersiap memulai aktivitas mereka.
Jarak dari kos dan kampusku tidak begitu jauh, bisa ditempuh dalam waktu 30 menit dengan berjalan kaki. Sepertinya, hari ini Dewi Fortuna tengah berpihak padaku. Dari kejauhan, aku dapat melihat sosok Rasya, salah satu teman satu jurusanku, bersama motor berwarna pink kesayangannya. Ia terus melaju, sebelum berhenti tepat di sampingku.
Sekilas tentang Rasya. Dia bertubuh mungil dan berambut pendek sebahu, punya lesung pipi samar di satu sisi pipinya saja, lebih tepatnya sebelah kanan. Kedua matanya menghilang setiap kali tersenyum, dia cewek yang cukup manis. Rasya jelas lebih pendek dari aku, lihat saja kakinya yang berjinjit saat membawa motor itu. Dan Rasya satu-satunya cewek di jurusanku yang tidak pernah pacaran seumur hidup! Itu berdasarkan pengakuan Rasya sendiri. Dia sangat bangga akan hal itu, dan mengklaim dirinya sendiri sebagai untouchable woman. Bukan berarti tidak ada cowok yang mendekati Rasya, justru banyak! Sayangnya, Rasya lebih tertarik pada game daripada cowok. Gamers sejati.
“Lho, Rin? Tumben nggak bareng Bagas?” Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Rasya. Tak ada rasa bersalah sedikit pun. Jelas dia tidak lupa kalau aku sudah putus dengan Bagas, dia itu sedang menyindirku.
Aku mendecih sebelum menaiki jok motornya tanpa meminta izin terlebih dahulu, “Berisik, Sya. Gak usah bahas tentang Bagas, deh!” gerutuku kesal seraya menggetok helm yang ia kenakan.
“Dasar jones!” Rasya tertawa terbahak-bahak, sebelum kembali melajukan motornya ke arah kampus.
Pagi itu, aku dan Rasya membicarakan banyak hal di perjalanan menuju kampus. Untuk pertama kalinya, aku merasa tertarik pada game yang ia mainkan. Game yang seringkali membuat Rasya lupa waktu dan lebih memilih main game dibandingkan nongkrong. Jujur, itu ngeselin!
“Emang kalau main game ngapain sih, Sya? Kok lo sampe bisa gitu ngedekem di kosan sampai berjam-jam cuma buat main game." Pertanyaanku itu yang mengawali pembicaraan kami. Aku penasaran, menanti jawaban Rasya yang masih menyetir menuju kampus kami.
“Pertanyaan lo aneh deh, Rin.” Rasya mengedikkan bahunya, “Kalau main game ya main aja kaya biasa … lu kaya nggak pernah main game aja deh, Rin."
Tidak puas mendapat jawaban dari Rasya, aku mencibir. “Dih, game yang gue mainin cuma Plants vs Zombie. Itu juga ya biasa aja … nggak bikin gue lupa waktu kaya lo.”
“Oh, kalau game yang gue mainin bukan kaya gitu.”
Aku menaikkan alisku, mencondongkan tubuhku lebih dekat ke arahnya, “Terus, game apa?”
“Game MMORPG, multi player. Mainnya nggak sendirian, ada temennya. Kalau Plants vs Zombie kan lo main sendirian tuh, kalau ini ramean.”
Aku mengernyitkan dahi, agak bingung dengan ucapannya. Aku memang sangat awam pada game. Aku hanya tau satu game ponsel yang terkenal, PABJI Mobile yang kerap dimainkan Bagas dengan teman-temannya. Sama halnya dengan Rasya, game satu itu pun seringkali membuat Bagas lupa waktu.
“Emang gamenya kaya gimana?” Aku makin penasaran.
“Visualisasinya kaya anime, kartun-kartun ala China gitu. Lo bisa bikin karakter yang lo mau di game itu, cuma ya tampilannya emang kaya kartun." Rasya memberhentikan motornya di parkiran kampus kami, "Game yang gue mainin ini ada alur ceritanya yang bisa lo simak dan ikutin. Dan ada banyak hal yang bisa dilakuin. Quest, dungeon, player vs player, weekly challenge, ada guild juga di mana lo bisa ketemu orang-orang baru. Seru banget deh pokoknya!”
Rasya menceritakannya dengan penuh semangat. Sementara aku hanya manggut-manggut menanggapi penjelasannya. Aku tidak sepenuhnya mengerti, banyak istilah asing.
Aku pun beranjak turun dari motor, berjalan beriringan bersama Rasya menuju gedung B, tempat kelas pagi ini diselenggarakan. Aku dan Rasya sama-sama mengambil jurusan Ekonomi di salah satu universitas swasta di Bandung. Meskipun kami sama-sama berada di tahun ketiga, Rasya satu tahun lebih muda dariku. Dia masuk SD lebih cepat, katanya.
Sesampainya di ruangan kelas, aku serta-merta menduduki kursi di barisan paling belakang, Rasya duduk di sampingku. Sepuluh menit sebelum kelas dimulai, para mahasiswa lainnya satu-persatu menempati kursi yang kosong.
“Sya,” Aku mencolek lengan Rasya yang nampak sibuk menyiapkan peralatan menulisnya. Dia hanya menjawabku dengan gumaman sekenanya.
“Ajarin gue main game yang lo mainin dong, Sya.”
Detik selanjutnya, aku mendapati Rasya menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
