
Pertengkaran sengit antara Sunghoon dan Heeseung mengungkap satu fakta mengerikan yang membuat Elisa takut untuk pulang ke rumah.
CW: Abuse, non-con, smoking, violence, toxic obsession, dirty words. | 2,3k+ words βπ»
Β
Dari pagi ada banyak jam kosong dan hampir semua siswa pergi lapangan demi mengikuti random dance. Itu pasti acara yang seru dan worth it untuk didatangi.
Mulanya Elisa hendak ikut menonton, tapi melihat banyak manusia dari jendela dia diserang cemas dan ujungnya memilih mendekam di kelas.
Di kepalanya terbesit ingatan tentang cerita Kim Sunoo tempo hari, kalau Heeseung pernah berkencan dengan lelaki manis itu. Mendengarnya membuat Elisa berdebar. Dia mulai membayangkan hal-hal yang Lee Heeseung lakukan saat jatuh cinta.
Pasti romantis, pikir Elisa. Entah mengapa dia jadi ingin berada di romansa serupa.
"Tapi mana mungkin." Eluhnya.
Si gadis menatap kelasnya yang sunyi seperti habis dilanda serangan zombie. Sungguh perbedaan yang kontras apalagi sekarang dia bersekolah tanpa Jake.
Demi menepis pikiran, Elisa memutuskan pergi ke toilet paling ujung di sekolah. Menurut teman-teman, disana masih baru dan kinclong jadi mungkin dia bakal menyendiri di salah satu biliknya.
Β
βο½‘Λ βοΈ Λqβq
Β
"Huh? Toilet pria dan wanita jadi satu?" Gumam Elisa pada diri sendiri, sedikit bergidik ngeri.
Gadis itu tahu betul kalau sekolah ini tak cuma dihuni dengan orang-orang baik. Tentu mampus kalau dia bertemu dengan orang mesum.
"Fakmen." Umpatnya saat mendengar suara sekumpulan lelaki yang berada di sisi luar toilet.
Mau tidak mau, dia bersembunyi di bilik paling ujung. Berusaha tak membuat suara apapun. Semoga mereka tak lama pasalnya gadis itu tak mau terjebak disini.
"Heeseung, lo ada rokok?"
"Nih. Ambil aja semuanya."
"Lah? Kenapa?"
"Gue udah berhenti."
"Lo ada cewe? Ngaku, Seung."
Pantas saja Elisa familiar dengan suara itu. Rupanya Heeseung dan dirinya ada di tempat yang sama. Tapi mengapa ada orang lain disekitarnya? Jujur Elisa ingin menggunakan kesempatan ini untuk membicarakan tentang Kim Sunoo.
"Nggak kok, belum." Jawab Heeseung.
Kedua kawannyaΒ meledek karena kenal betul sosok Heeseung. Akurasi dia berbohong besar. Setidaknya pasti ada satu gadis yang belakangan ini dia pikirkan.
"Belum. Artinya sebentar lagi." Jawab lelaki satu.
"Iya. Nggak bakal lama kalo lo, mah. Auto dikejar sampai dapat kan?" Ucap yang lain.
Heeseung tersenyum pasrah dengan sindiran itu. Hatinya diam-diam berbunga sebab ucapan teman-temannya terdengar seperti lantunan doa.
"Udah diem. Cepetan kalo mau ngerokok. Mumpung disini ada exhaust fannya." Ujar si mantan ketos.
Seseorang dari mereka menuding-nuding ke pojokan, memberi sugesti agar tak terlalu ramai. Heeseung yang berdiri dekat dengan bilik itu agak menunduk dan melihat pantofel cantik yang dia hafal pemiliknya.
Heeseung tersenyum, mengisyaratkan teman-temannya untuk pergi. Satu per satu dari mereka keluar dari toilet sementara manusia di dalam bilikΒ setia membungkam mulut. Barulah ketika situasi betulan sepi, ada gadis muncul dari persembunyian.
"Waduh." Elisa spontan mundur karena tak jauh darinya ada Heeseung yang menatap dari pantulan cermin.
Sepertinya lelaki itu sengaja diam disana ketika teman-temannya sudah pergi.
"Dari kemaren aku kesulitan nyari kamu, sekalinya ketemu malah disini." Katanya.
Lelaki setinggi enam kaki berjalan mendekat. Postur yang luar biasa memikat. Yakin saja gadis seantero sekolahΒ tergila-gila hanya dengan caranya melangkah.
"Halo?" Lelaki itu membuyarkan lamunan Elisa.
"E-Eh, kak Heeseung. Kebetulan aku mau ngobrolin sesuatu sama kakak."
Β
βο½‘Λ βοΈ Λqβq
Β
Heeseung terus membantah apa yang ia dengar dari gadis itu. Tangannya bergerak seperti terus ingin meraihnya, memohon simpati, tapi Elisa menjauh sebab merasa kurang nyaman. Ini cuma percakapan santai. Harusnya Heeseung tak perlu se-emosional ini.
"Pokoknya nggak. Aku gak kayak gitu sama dia." Ucap Heeseung, masih keras kepala.
"Berarti kakak secara gak langsung bilang kalau Sunoo berbohong?" Tanya si gadis.
Lelaki itu mengusap wajahnya dengan kasar. "Dengerin aku, El. Aku emang pernah pacaran sama Sunoo, tapi aku pengen kamu ngerti situasinya gak seserius itu."
Si gadis mendecih kecil. Bukan bermaksud tak sopan, tapi wajah Heeseung benar-benar panik seakan-akan dirinya kepergok selingkuh.
"Emang nadaku terdengar gak terima ya? Aku gak masalah kakak pernah pacaran, aku disini cuma memastikan kebenaran cerita." Terang si gadis.
Ia mulai menangkap beberapa ekspresi baru dari lelaki yang disukainya. Heeseung yang biasanya berkarisma rupanya juga bisa bertingkah macam hamster penakut.
"Dia cerita apa lagi sama kamu?" Tanya si marga Lee.
Si gadis Park menggeleng dengan muka santai. "Itu aja, kak. Makasih sudah menjawab kekepoanku."
Heeseung berangguk lega lalu berusaha merebut atensi dengan menyentuh puncak rambut gadis itu. Elisa menanggapinya dengan friendly meski faktanya baru-baru ini mereka telah melakukan kontak fisik yang intens.
"Aku kangen sama kamu, El. Akhir-akhir ini aku ngalamin hal berat." Ungkap lelaki Lee dengan wajah murung.
Elisa menotis bambi eyes di paras menawan Heeseung. "Kakak gapapa? Kakak bisa cerita kalau mau."
Lelaki di hadapannya menggeleng sambil tersenyum. "Gak perlu, kok. Sebenarnya bebanku sudah hilang pas lihat wajah cantik di bawahku."
Heeseung tiba-tiba mengusap bagian belakang surai si gadis sambil mengecup keningnya dalam-dalam.
Sentuhan mendadak itu membuat Elisa berada di titik paling tenang di kepalanya. Dia sadar apapun yang berurusan dengan Heeseung membuat raganya seperti melambung ke langit.
Seniornya ini terlalu tampan dan sempurna untuk gadis itu ekspektasikan menyukainya. Ah, entah kenapa Elisa lagi-lagi kebablasan memujanya.
Drrt!
Si gadis mendorong tubuh yang lebih besar, mencoba berdiri sejauh mungkin saat separuh kesadarannya telah kembali. Ini tidak benar, hampir saja dia kecolongan mesra-mesraan lagi dengan Heeseung.
"H-Halo? Iya, bentar lagi aku balik--Ah!"
Tarikan Heeseung membuat badannya terhuyung lalu dihimpit di tembok keramik. Surainya kini menyentuh dagu milik lelaki itu sebab ia didekap erat.
"Kak! M-mau ngapain?" Elisa mencoba melirik ekspresi Heeseung yang seperti bukan dirinya.
"Ayo pacaran." Ucap Heeseung tiba-tiba.
"Aku harus balik ke kelas, kak! Katanya guru BK lagi patroli!" Jawab si gadis, gelisah karena tubuhnya sulit untuk bergerak.
"Please, seenggaknya peluk aku sebentar aja. Aku pengen jadi orang egois." Lirih Heeseung yang entah apa maksud terselubung dari perkataannya.
Lelaki itu tergesa-gesa menarik kembali tubuh Elisa ke depan deret wastafel. Kemudian mengendus puncak rambutnya sebelum bibirnya turun ke sekitar pipi, mengecup tiap inci kulit lembut disana.
"Kak! Please, nanti kelasku di sidak!" Elisa menggigit bibir bawahnya sambil menahan gerakan Heeseung dengan tangan yang bergetar.
"Can I taste your lips again?"
Elisa menggeleng serta memberontak sebab keinginan Heeseung sudah tak terkendali. Karena ditolak, Heeseung akhirnya mengusap hidung bangirnya di leher gadis itu sambil menunggu sinyal darinya.
"Cium bibir, El. Please?"
BRAK!
"Udah paling bener firasat gue!" Dan itu adalah Park Sunghoon.
Dia menggenggam ponsel yang menyala terang. Nama Elisa tertera di atas detik panggilan yang berjalan.
Rengkuhan dilepas oleh Heeseung, namun lelaki itu masih santai menatap bibir si gadis dari jarak yang dekat. Dia sama sekali tak takut meski Sunghoon terlihat siap membabak belur dirinya untuk kedua kali.
Elisa yang merinding lantas kabur ke belakang tubuh saudaranya. Detik ini saudaranya tak melepas pandangan pada sahabat yang sudah dia anggap musuh.
"Keluar. Sekarang ini urusanku sama dia." Bisik Sunghoon, mendorong bahu saudarinya.
Ketika sang kakak keluar, Sunghoon meluapkan amarah dengan menendang perut Heeseung. Tubuh seniornya terpental agak jauh karena tak ada kesigapan.
"DARI SEKIAN CEWEK KENAPA HARUS ELISA?!"
Saat Sunghoon hendak memukul, Heeseung sudah menerjangnya ke dinding. Dia meremas jas milik kawan yang membersamainya sejak SD.
"Gue sayang sama kakak lo, paham?" Heeseung menyeringai sebagai bentuk mengintimidasi.
"Enteng banget mulut lo! Semua orang tau gak ada yang boleh deketin saudara gue!" Sunghoon menyentak kasar sampai poni di rambut Heeseung terkibas.
Lelaki yang dihimpit kesulitan melepas cengkraman di seragam mahalnya yang mulai lusuh.
"Najis lo, overprotektif!"
"Lo yang najis, otak sange!" Teriak yang lebih muda.
"Gue gak lebih najis dari lo, Sunghoon. Orang yang mimpi nikahin kakak lo sendiri!" Teriak Heeseung.
"Anjing! Kurang ajar lo--ARGH!" Belum juga Sunghoon memulai, Heeseung sudah meluncurkan serangan.
Satu pukulan mengenai titik lemah di hidung bangir dan Sunghoon spontan ambruk. Ringisannya terdengar menyakitkan tapi dia masih sanggup melawan.
Ketika Sunghoon berancang-ancang berdiri, dia menyikut perut Heeseung dengan keras. Dan saat seniornya lengah, Sunghoon menjambak keras rambutnya lalu menghantamkan kepalanya ke cermin.
PRANG!
"AH!" Heeseung memekik kencang.
Musuh sudah berdarah-darah, tapi Sunghoon masih ingin menyerang. Matanya terus mengucurkan air mata. Emosinya pun meledak tak karuan, tak lain karena fakta yang tadi disebutkan Heeseung dengan lantang.
Heeseung selalu tahu rahasia hidupnya. Sunghoon lah yang menceritakannya sendiri. Rupanya dia cuma pura-pura mendukung Sunghoon selama ini.
Bukan cuma itu, Lee Heeseung tidak pernah jujur soal perasaannya dengan Elisa dan diam-diam mencoba merebut sang kakak darinya.
"Elisa cuma punya gue! Kalo lo berani nyentuh dia, gue tau harus apa sama lo!" Pekik Sunghoon.
Β
βο½‘Λ βοΈ Λqβq
Β
Β
Di luar toilet si Elisa tak sendiri. Sunoo secara kebetulan datang dan mengusap tubuh bergetarnya dengan penuh kasih sayang.
"Kak, jangan panik! Aku bakal ke dalem pisahin mereka." Kata lelaki di sampingnya.
"Nggak perlu." Lirih si gadis sambil meremat mukanya keras-keras, sungguh memalukan dia bisa menangis sehebat ini di ruang terbuka.
"Gapapa! Aku takut kakak denger percakapan mereka lebih jauh." Sunoo bicara dengan nada memohon.
"Udah lah, percuma." Wajah gadis itu terangkat dan nampak sangat berantakan.
Lelaki manis bernama Kim Sunoo spontan berlutut dan mencoba mendengar secara seksama apapun yang ingin Elisa katakan. Sunoo adalah bocah yang perasa.
"Percuma. Aku udah denger semuanya. Aku bener-bener butuh sahabatku sekarang." Isak si gadis.
Sang junior mengangguk paham. "Iya. Aku bakal hubungi kak Jaeyun. Tapi pertama-tama, kita cari tempat supaya kakak bisa tenang."
Sunoo pun membantu kakak kelasnya berdiri. Jemarinya sibuk bertanya di grup tentang nomor manusia yang terkenal dekat dengan gadis itu.
Β
βο½‘Λ βοΈ Λqβq
Β
Unit Kesehatan. Ini adalah tempat sempurna bagi kedua insan menghabiskan waktu.
Kebetulan Kim Sunoo merupakan murid khusus yang merangkap sebagai anggota Osis dan PMR dan dipekenankan mengelola tempat ini.
Sekarang bocah itu duduk di ranjang berbeda, bermain ponsel sambil menunggu balasan datang.
Elisa yang pikirannya berkecamuk tidak tahu menahu kalau Jake tengah menuju ke posisi mereka.
Ingat? Jake hari ini tak pergi ke sekolah entah karena sakit maupun ada keperluan pribadi. Tapi ternyata Jake rela pergi dari tempatnya demi gadis itu.
Si Aussie super tampan sempat berkeliling di lantai satu, memastikan kehebohan di TKP sebelum langkahnya mantap ke klinik kesehatan.
Dari balik tirai tipis yang menjuntai, Jake mampu melihat siluet rambut sahabatnya yang tergerai panjang dan bergelombang cantik.
"Oh? Dia datang." Sorak Sunoo, melirik manis pada senior cantiknya.
Elisa yang sejak awal bosan rebahan akhirnya duduk saat mendengar ucapan Kim Sunoo.
Tirai dibuka oleh lelaki tampan dengan Varsity hitam full kancing. Dia membawa dua lunch box di tangan. Si gadis yakin sahabatnya tak pakai seragam atasan, cuma mengenakan celana katun hitam yang kebetulan mirip dengan seragam sekolah mereka.
"Sunoo? Thanks udah jagain Elisa. Ini gue ada lunch box buat lo." Ucap Jake.
"Wah! Makasih, kak. Sekarang apa aku boleh balik ke kelas?" Tanya Sunoo dengan malu-malu.
"Silahkan. Maaf udah ngerepotin. Lain kali kakak traktir kamu ya?" Kata Elisa, merasa bersalah.
"Gak masalah, kak! Aku buru-buru soalnya di kelas mau ada guru killer, hehe." Lelaki berhati malaikat itu melangkah pergi dengan kegirangan.
"Dia mirip sama kamu, El." Jake memulai percakapan dengan sahabatnya.
Si gadis mengangguk secara antusias. "Sumpah. Aku juga kadang ngerasa gitu! Tapi kenapa ya?"
Mata Jake langsung fokus pada wajah sahabat cantiknya yang sebelumnya nampak murung. Untunglah rautnya berubah drastis ketika dia datang.
"He's sweet and innocent, just like you." Bisik Jake. Lelaki itu mulai duduk di samping si gadis.
"Masa?" Kening Elisa mengernyit. "By the way, Jake. Katanya kamu sakit?"
"Iya. Aku keracunan makanan tapi nggak begitu parah, kok. Udah enak-enak istirahat. Eh, Bundaku tiba-tiba ngabarin mobilnya hilang. Aku dipaksa ngurus ke kantor polisi sendirian tapi kayaknya masih sulit diproses."
Elisa menunduk kasihan. Jake harusnya istirahat penuh hari ini, apalagi dia seorang study freak yang selama bersekolah hampir tak pernah cuti sakit. Bukan Jake tak pernah sakit, tapi dia bisa menahan fisiknya untuk beristirahat total diluar hari aktif belajar.
"Sorry. Aku ngerepotin kamu lagi dan lagi." Elisa memilin kerah lengan Varsity sahabatnya.
"Don't be. Justru aku yang maaf karena nggak langsung kesini. Masih ngecek tempat kejadian."
Tempat kejadian? Apa Sunoo menceritakan semua pada Jake di chat? Mampus, padahal Elisa belum siap untuk menarik sahabatnya ke dalam problem rumitnya. Kuatirnya Jake makin payah kalau direpotkan dengan masalah internal gadis itu.
"Kamu lihat keadaan mereka tadi?" Tanya Elisa.
Jake mengangguk. "Yang jelas, chaos. Heeseung dan Sunghoon dikerumuni banyak orang. Guru-guru dan ketos baru juga turun tangan. Kamu berdoa aja semoga mereka nggak dihukum terlalu berat."
"Gih makan, buat nambah energi." Ucap Jake sambil memijat pelan betis sahabatnya yang agak kaku.
Si gadis hendak mengambil sesuap kimbab di sumpit tapi indera penciumannya entah kenapa tak berfungsi maksimal. Malah perut kosongnya mendadak mual. Sepertinya efek banyak pikiran.
"Kusimpan aja buat dimakan nanti." Katanya.
Jake mengangguk dan menatap sahabatnya dengan mata teduh. Biasanya Jake minta izin dulu sebelum melakukan kontak fisik, tapi kali ini dia langsung merebahkan kepala di bahu gadis itu. Kedua tangannya juga melingkar demi mengusap punggungnya.
"Elisa. Hidup berdampingan dengan manusia kadang bisa serumit ini. Tapi aku yakin pelan-pelan kita bisa temukan jalan keluarnya." Sahabatnya bicara langsung ke inti.
Lelaki itu sama sekali tak membiarkan Elisa overthinking sendirian. Dia sudah mendengar segalanya dari Sunoo, termasuk ucapan-ucapan mengerikan dari dua manusia yang terlibat baku hantam di toilet.
Demi Tuhan, Jake saja syok berat sampai tak bisa membayangkan berada di posisi si gadis.
"Tapi setelah denger omongan kak Heeseung soal Sunghoon, aku takut mau pulang ke rumah." Lirih Elisa, membalas pelukan Jake seadanya.
Wangi segar yang menguar dari bahu Jake membuat gejolak di hati si gadis ringan. Usapan lembut di punggungnya pun seakan menepis semua air mata yang bisa jatuh kapan saja. Jake betul-betul cocok dengan julukan human comforter dan pelipur lara.
"Bagaimanapun kamu harus pulang. Di dunia ini gak ada tempat paling aman selain rumah." Ucap Jake.
Elisa menggeleng. "Aku bukan gakmau pulang. Aku cuma belum siap ngadepin hal-hal kayak gini. Kalo pulang, aku mikirin gimana nanti Sunghoon ke aku."
Jake mengecup kain di bahu sahabatnya sebentar, membuat Elisa menggeliat sebab geli.
"Jake?" Gadis itu memanggil-manggil sahabatnya karena yang bersangkutan tak kunjung merespon.
"Hm?" Jake menarik wajahnya, membuat pipi mereka tidak sengaja bersentuhan.
Saat ini arah pandang lelaki itu berpusat ke bibir Elisa yang seperti campuran warna jeruk dan merah cherry, nampak sangat lezat di matanya.
Karena teringat scene di film romantis yang pernah dia tonton, tiba-tiba Jake berbisik di telinga gadis itu.
"Elisa, do you think bestfriends can kiss?"
________________
To be continued.
Β
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi π₯°
