Hal yang tak akan aku lupa sewaktu bersekolah dibangku menengah atas adalah menjadi tutor sebaya teman sekelas ku maupun teman kelas yang lain aka drama kehidupan seorang koordinator bahasa Jepang.
Hal yang tak akan aku lupa sewaktu bersekolah dibangku menengah atas adalah menjadi tutor sebaya teman sekelas ku maupun teman kelas yang lain aka drama kehidupan seorang koordinator bahasa Jepang. Aku mau cerita cukup panjang soal ini. Dan sebenarnya kalau dimulai dari awal panjang banget, akhirnya aku ambil saja cerita yang waktu SMA saja. Dan aku merasa kalau cerita ku ini seperti memamerkan kepintaran tetapi ini hal yang berbeda ya. Oke, ini dimulai ketika kelas 10 kelasku mendapat lintas minat yaitu bahasa Jepang. Sebenarnya nggak cuma kelas ku sih ada 3 kelas lainnya yang mendapat bahasa Jepang. Entah aku yang saking minat dan terlalu asik sama bahasa Jepang membuatku bisa menghafal huruf hiragana dan katakana hanya dalam satu semester. Nah, mungkin sejak saat itu teman satu kelas mulai menganggapku anak yang pintar bahasa Jepang sampai kelas 11 aku dijadikan Koordinator Bahasa Jepang. Ini hal yang lucu sih dimana seharusnya koordinator pemangku mata pelajaran diisi oleh dua orang cuma koordinator yang satu orang yaitu aku sendiri (Udah jelas terlihat aka kaga mau ngurusi hal yang nggak ribet pikir mereka). Jadi yang mengurus tugas, pengumpulan tugas, pembayaran buku LKS, dan lain-lain aku sendiri (Jadi double pekerjaan buat aku). Kesel iya tapi disini juga aku merasa kasihan sama teman-teman karena anak IPA mendapat lintas minat bahasa Jepang yang memang sulit bagi mereka apalagi mereka dituntut kelas 11 sudah hafal huruf dan pola kalimat dalam bahasa Jepang. Karena itu aku dengan baiknya (atau dengan gobloknya) mencoba membantu mereka dalam pelajaran bahasa Jepang dengan mengerjakan tugas di papan tulis (Kayak diphoto) dan menjelaskan ke teman-teman. Ya bisa dikatakan aku ini Sensei kedua dikelas. Hal itu terus berlanjut sampai USP-BKS (USBN) yang sudah jelas ku bantu mereka dalam mengerjakan. Sebenarnya Sensei sudah tahu kalau kelas ku yang paham dan hafal huruf jepang cuma beberapa anak. Hal ini dibuktikan dengan nilai bahasa Jepang satu kelas hapir sama (Nggak cuma itu sih jawaban tugas-tugas kan biasanya ada yang salah aku kerjain auto satu kelas juga salah karena dari jawabanku). Awalnya aku takut dan cemas karena aku sudah terlalu jauh membantu mereka bahkan ujian harus aku bantu tapi ya namanya orang kasihan dan peduli begimana lagi kan?
Hal yang aku rasa menjadi tutor sebaya atau bisa dikatakan Sensei kedua adalah campur aduk antara senang, kesal, dan sedih jadi satu. Bagaimana tidak saat sudah diberitahukan jawaban tugas tinggal menyalinnya saja harus nunggu diundur dari jadwal pengumpulan. Tidak mendengarkan saat aku memberi contoh tahu-tahu saat praktek kena marah Sensei. Yang disalahkan siapa? Ya koordinatornya. Aku mencoba membuat semua menjadi mudah dan tidak timbul masalah dalam mata pelajaran yang aku koordinasikan karena ya memang anak IPA belajar bahasa yang dari TK aja kaga tahu itu sulit.
Ini masih teman sekelas belum yang luar kelas yang dapat lintas minat yang sama. Kadang sering minta bantuan ke aku buat ngerjain. Dan ada satu peristiwa dimana ada seseorang ngechat aku minta buat dikerjain tugas bahasa Jepangnya padahal aku sendiri saat itu sedang remidi. "Emang kamu siapa? Kenal aja kaga." Kocak bats. :v
Mungkin dari kalian menganggap jadi anak yang langsung bisa ini itu lalu jadi tutor atau pengajar itu mudah tinggal pinter suatu materi terus diomongin dan ngerjain tugas udah selesai. Padahal sulit luar biasa terutama dalam mengontrol emosi supaya yang kita jelaskan itu beneran ngerti nggak cuma cuar-cuir menyepelekan. Jadi yang bilang ngajar itu cuma begituan kalian berarti nggak pernah serius dalam mencari ilmu. Terutama buat yang kaga sependapat karena ya mungkin aku yang pemarah, nggak sabaran atau keras kepala pengen minta tabok.
Dan sekarang karena semua orang sudah lulus dan diterima dimasing-masing perguruan tinggi yang mereka mimpikan aku merasa lega karena tugas ku sebagai koordinator bahasa jepang selama 2 tahun berturut-turut telah selesai. Aku tahu aku sering membuat kalian kesal karena saat itu aku anaknya moodyan dan kacau. Tapi aku melakukan itu untuk kalian tanpa kalian sadari. Dan aku ambil positifnya itu mungkin semacam latihan buat ku yang bercita-cita menjadi guru. Satu hal lagi, "Jangan buang bukunya ya rek itu buat kenangan. Kalo bisa disumbagkan atau disimpan. Sia-sia kalian bayar 10k per buku kalau cuma menjadi bahan mengejar nilai doang tanpa dipelajari. Anggap saja itu sebagai amunisi kalian kelak dimasa depan. Siapa tahu kalian beneran ke jepang." :)
*ini cerita nggak ada hubungannya sama wibu atau hal-hal yang jejepangan ya. Aku ingatkan kepada kalian, kelasku atau kelas lain yang memang mendapat lintas minat bahasa Jepang bukan berarti wibu. Coba pikir dulu sebelum menghujat.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ