
Baca part ini sampai selesai ππ₯
Like dan komen cerita ini, ramein!
Happy reading!
βββββ³ΰΌ»ββΏβΰΌΊβ³ββββ
"Sebaiknya kita tidak perlu memandang rendah seseorang, siapa tau ke depannya dia adalah orang yang akan menolongmu."
β Devano Alghairon Tera β
Β
23. Bagian 23 : Dinasti
Pintu ruangan di sebuah bangunan terbuka, langkah kaki tegas seorang lelaki terdengar. Rokok eletrik yang ada di tangannya selalu menjadi ciri khas bahwa dia masih ada di sini. Bersembunyi dengan sangat baik dibalik identitas sang inang.
Reiyyan Gale Mattias. Kemampuan mengelabuhi orang-orang di sekitarnya memang patut diacungi jempol, sejauh ini belum ada yang mencurigai keberadaannya, sama seperti tahun-tahun yang lalu saat tak ada yang menyadari bahwa dia adalah bagian emosi yang terpecah. Sering dianggap Raja asli karena akting profesional yang ia lakukan.
Reiyyan membuka coat coklat yang melekat di tubuhnyaβ style pakaian yang sering Raja kenakan. Otot-otot di lengannya menonjol dengan begitu jelas dari balik kaus hitam itu, belum lagi dada bidangnya yang padat dan seksi.
Menyalakan rokok elektriknya, kemudian ia nikmati dengan tenang. Asap putih keluar dari bibir merahnya. Reiyyan memandang satu persatu foto yang menempel di dinding, ia sentuh salah satu foto itu. Foto perempuan seksi yang pernah tel*njang di depannya, foto yang masih dia simpan, dan dia abadikan dengan baik.
"Sang Ratu Meiseus." Sudah lama sekali ia tak menyebut nama perempuan itu, perempuan yang kini telah menjadi kakak iparnya, istri dari saudara kembarnya. Bibir Reiyyan mengulas senyuman miring. "Mungkin gue bisa memanfaatkan lo untuk rencana gue selanjutnya."
ββββΰ¨ΰ§ββββ
Senada keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah, ia baru saja selesai keramas dan berencana untuk memanggil Rui. Senada butuh bantuan Rui mengurus rambutnya. Namun sebelum Senada menghubungi Rui menggunakan ponselnya, tangan besar seseorang menahan pergelangan tangannya.Β
Senada terkejut, ia sontak berbalik, mendapati Devano sedang memandang lekat dirinya. Lagi-lagi, kebiasaan Devano yang selalu muncul secara tiba-tiba ini mengundang rasa penasaran Senada.Β
"Om Mafia, suka banget bikin Senada kaget." Senada meletakkan kembali ponselnya ke meja rias.Β
Devano tersenyum tipis, ia melingkarkan kedua tangannya di perut Senada. "Hari ini ikut saya," katanya.Β
"Kemana?" tanya Senada.Β
"Den Coral Palace," jawab Devano.Β
Senada terdiam, belum menyetujui ajakan Devano. Ia khawatir di sana ada Reiyyan, mengingat pertemuan terakhir mereka di Den Coral Art, membuat Senada masih merasa takut.Β
Senada membalik tubuhnya, ia menangkup wajah Devano, membelai pipi lelakinya dengan lembut. "Om Mafia serius ngajak Senada ke sana? Om Mafia nggak khawatir?"
"Khawatir kenapa?" Pertanyaan Devano seakan tak menunjukkan lelaki itu mengkhawatirkan pertemuan yang akan terjadi antara Senada dan Reiyyan Gale Mattias.Β
Β
"Di sana pasti ada Reiyyan," ucap Senada.
Devano justru tertawa pelan, ia mendudukkan Senada di meja rias, lalu mengecup bibir Senada sebentar sebelum membalas ucapan gadisnya, "Kenapa saya harus khawatir? Saya ada di samping kamu, dan nggak akan biarin dia sentuh kamu."
"Tapi ...,"
Devano kembali mencium Senada, kali ini lebih intens, ia ingin menunjukkan pada Senada bahwa tidak adaΒ yang perlu perempuan itu khawatirkan selama ia ada di sampingnya. Devano akan menjaga Senada selama di Den Coral Palace, ia tak akan membiarkan Reiyyan menyentuh perempuan kesayangannya. Lagi pula, bukan tanpa alasan Devano ingin mengajak Senada ke tempat itu. Devano perlu berbicara dengan Pangeran, ada informasi yang ingin ia beritahu pada adik laki-laki Princess.
"Oke, oke, Senada ikut Om Mafia ke Den Coral Palace." Senada mendorong dada Devano, menyerah, ia mengambil oksigen sebanyak yang dia bisa. "Om Mafia di sini dulu, Senada mau ambil baju. Nggak lucu, kan, Senada ke Den Coral Palace pake bathrobe?" candanya diakhiri kekehan singkat.
Devano baru menyadari bahwa Senada masih mengenakan jubah mandinya. Ia tersenyum, senyuman Devano mengundang kerutan di dahi Senada.
"Om Mafia mikir apa?!" Senada bertanya setengah memekik.
"Lucu juga kalau kamu ke Den Coral Palace seperti ini." Lelaki itu berniat menggoda Senada, ia senang melihat wajah Senada memerah seperti tomat segar.
Senada memukul bahu Devano. "Om Mafia ih! Seneng ya kalau badan Senada yang seksi ini diliat sama banyak orang?" Senyuman miring Senada terbit membalas Devano.
Sebaliknya, Devano justru kaku, senyumannya hilang dalam sekejab.
Senada tertawa puas, ia mencubit pipi Devano. "Makanya nggak usah sok-sok ngide bawa Senada ke sana pake bathrobe gini. Lucu sih iya, tapi ... nggak panas emang?"
Tangan jahil Senada mengusap dada bidang Devano.
Devano mendengkus samar. Ia menggendong Senada, berjalan ke sofa, mendudukkan Senada di pangkuannya. Devano kembali menyambar bibir manis itu, melumatnya sedikit terburu-buru sampai suara decapan memenuhi kamar bernuasa putih tersebut.
Dalam hati, Senada tergelak kencang merasakan kegelisahan hati Devano. Ia melepas jas Devano tanpa melepaskan ciumannya, setelah itu kancing kemeja Devano pun Senada urai satu persatu. Senada semakin merapatkan diri, memeluk leher Devano, mencari posisi paling nyaman untuk melangsungkan ciuman ini.
Ini adalah situasi yang gawat, Devano berusaha menahan dirinya, tapi pertahanannya mulai goyah. Devano berperang dengan hati dan pikirannya sendiri. Bisikan kecil yang mengalun merdu di telinganya merasuk ke dalam otak, membuat Devano menggerakkan tangannya meraba paha halus Senada.
Bathrobe yang Senada kenakan juga mulai tersingkap sampai paha putih dan mulusnya terpampang. Devano berpindah posisi, ia menidurkan Senada di ranjang, bibirnya menjelajah di rahang Senada lalu turun ke leher.
Jantung Senada berbedar kencang, ia mencengkram bahu Devano. Tiba-tiba saja terbesit di kepalanya ingatan dia tentang Reiyyan, ingatan itu bukan ingatan indah melainkan sudah membentuk menjadi sebuah trauma kecil bagi Senada. Apa yang Senada perbuat dengan Reiyyan dulu membuat Senada memiliki perasaan yang sangat dalam pada sepupunya sendiri.
Lalu, semuanya berakhir dengan menyakitkan dan menyedihkan, Senada takut ... ia dan Devano juga akan berakhir seperti itu karena saat ini perasaannya pada Devano juga sudah semakin dalam.
"Om Mafia." Senada menahan tangan Devano yang hendak membuka tali bathrobenya. Ia menatap lurus Devano. "Senada, boleh tanya sesuatu?"
Devano mengangguk. "Tanya apa?"
Senada menelan ludahnya sejenak. "Om Mafia ... pernah ... tidur sama perempuan?"
Devano menahan senyuman mendengar pertanyaan Senada. Ia mengelus pipi Senada. "Saya nggak pernah tidur sama perempuan mana pun, kamu tau itu."
Benar. Senada tau, lantas untuk apa ia bertanya?
"Bahkan menyentuh perempuan seperti saya menyentuh kamu seperti ini pun, saya nggak pernah," lanjut Devano. "Kamu perempuan pertama saya yang saya sentuh dan saya cium. Cuma kamu."
"Beda sama Senada ya ... Senada pernah disentuh ..," Senada tak sanggup melanjutkan.
"Saya nggak mempermasalahkan hal itu. Masa lalu kamu, cukup sampai sebatas itu saja, nggak perlu diingat lagi," ucap Devano. "Biarkan semuanya tetap di sana. Sekarang, kamu harus menjalani kehidupan bersama saya, karena kelak saya adalah lelaki yang akan memiliki kamu seutuhnya."
"Hanya saya yang boleh memiliki tubuh kamu dan juga hati kamu."
"Saya mencintai kamu, Senada."
Senada terenyuh. Tapi, masih ada yang ingin dia ungkapkan. "Foto-foto Senada ... udah tersebar diinternet. Bahkan, banyak yang menjual belikan foto t*lanjang Senada."
"Om tau kenapa ayah sekecewa itu? Karena semua orang udah melihat tubuh Senada bahkan menjadikan Senada fantasi liar mereka."
"Senada nggak tau saat Senada melakukan itu dengan Reiyyan, dia merekam dan mengambil foto Senada." Senada menitihkan air mata, sakit sekali menceritakannya. "Senada terjebak di dalam perasaan toxic yang Senada benci. Senada benci Reiyyan karena dia udah mempermalukan Senada, tapi ... Senada mencintai Reiyyan."
"Reiyyan laki-laki pertama Senada yang selalu menuruti apa pun kemauan Senada, memperlakukan Senada dengan manis seperti ratu di negeri dongeng."
"Perasaan itu perlahan-lahan membunuh Senada, menenggelamkan Senada ke palung kegelapan tanpa mengizinkan Senada naik ke permukaan."
"Senada ... murahan, seperti kata ayah." Senada tertawa perih bersamaan dengan tetesan air mata yang mengalir deras. "Senada seperti pelac*r."
"Senada, jangan diteruskan." Devano menghentikan. "Kamu nggak seperti itu. Kamu perempuan yang sangat berharga, kamu berhak memakai mahkota seperti ratu di negeri dongeng."
"Senada takut, kalau suatu saat kita melakukan itu, Senada akan berakhir seperti saat bersama Reiyyan," ungkap Senada.
Devano menggeleng cepat, ia peluk perempuannya erat. "Saya bukan dia. Saya nggak akan melakukan tindakan jahat itu kepada perempuan yang saya cintai."
"Reiyyan melakukan itu karena dia enggak mencintai kamu, dia hanya menjadikan kamu sebagai pelampiasan, ada hal yang nggak bisa dia lakukan ke orang yang dia cintai."
"Mimi?"
"Bukan."
Senada diam, otaknya bekerja lebih cepat, ia menangkap siapa orang yang Devano maksud. "Om Mafia ... tau? Om Mafia tau kalau Reiyyan pernah tertarik sama kak Princess."
"Hm." Devano mengangguk.
"Tau dari mana? Dulu Om Mafia belum hadir di hidup Senada dan Reiyyan." Senada cukup terkejut mendengar pengakuan Devano.
Devano menarik diri, ia duduk di tepi ranjang, seksi sekali penampilannya dengan kancing kemeja terbuka seperti itu memperlihatkan dadanya yang putih bersih. "Apa saya harus memberitahu kamu?"
"Harus!" Senada mendesak, ia bangun dari posisinya, menghadap Devano. "Om Mafia itu agak aneh ya, bisa tiba-tiba muncul, bisa denger isi hati orang, bisa baca pikiran, bisa baca masa lalu!"
"Kamu berlebihan." Devano memalingkan wajah. "Saya nggak bisa melakukan semua itu, kamu habis makan buah kecubung ya?"
Senada menganga. Kesal sekali diledek seperti itu. Tangannya meraih boneka, lalu ia hantamkan ke tubuh Devano. "Kok jadi ngeledek sih?!"
Devano mengambil boneka itu. "Sana ganti baju."
Senada bergeming di tempatnya.
Devano menoleh. "Mau saya bantu gantiin baju?"
"Kalau mau?" Senada memberi Devano tatapan menggoda, aura centilnya benar-benar menonjol.
"Jangan salahkan saya kalau kita batal pergi ke Den Coral Palace," sambar Devano.
"Hah?" Senada linglung seketika.
Devano berdiri, ia menatap Senada yang sedang duduk di kasur. "Saya bantu kamu melepas semua yang menempel di badan kamu, setelah itu ..." Tubuh Devano membungkuk. "Saya nggak akan membiarkan kamu memakai apa pun."
"IH!" Senada mendorong tubuh Devano, berlari menuju lemari pakaian dan mengambil gaun dengan asal setelah itu masuk ke walk in closetnya.
Devano geleng-geleng kepala seraya tersenyum penuh arti.
ββββΰ¨ΰ§ββββ
Selama kurang lebih lima hari sejak tragedi penusukan itu terjadi, Arzen dirawat di rumah sakit, sekarang Arzen sudah pulang dan bisa beraktivitas seperti biasanya. Arzen membawaΒ Catrina ke Den Coral Palace untuk mengerjakan tugas, sebenarnya itu permintaan Catrina karena Catrina penasaran seperti apa gedung Den Coral Palace yang sering om dan tantenya ceritakan.
"Woah! Ini mah istana!" Catrina terkagum-kagum saat memasuki gedung Den Coral, mirip istana di negeri dongeng di matanya. Rambutnya yang dikucir dua sampai bergerak seiring langkah gadis itu. "Halo, semua!" sapanya pada setiap orang yang dia temui.
Arzen tertawa gemas. "Catrina...,"
"Toddler." Selia memutar malas matanya. "Kita jadi baby sitter dia?"
Arzen merangkul Selia. "Anggap aja begitu, simulasi kalau kita punya anak nanti."
Selia bersemu. Ia mendongak menatap Arzen. "Lo ... pengen punya anak laki-laki atau perempuan?"
"Apa aja, yang penting sehat." Arzen mengusap kepala Selia. Ia sedikit membungkuk. "Ngomong-ngomong, kenapa lo tanya? Lo ... nggak lagi hamil, kan?"
"Enggaklah." Selia berdebar. "Mana mungkin langsung bisa hamil."
"Oh iya. Gue keluar di dalam saat bukan masa subur lo, kan?"
"Kak Arzen!"
Demi kerang ajaib, Selia ingin menampar mulut Arzen sekarang juga.
Arzen terkekeh. "Mau coba lagi sampai hamil?"
Selia melotot, ia menyikut perut Arzen lalu melangkah cepat melewati Catrina yang sedang bagi-bagi cookies dan permen pada anggota Den Coral yang berpapasan dengan gadis itu. Arzen tertawa puas, niatnya hanya ingin menggoda Selia, tapi apa yang dia ucapkan tidak sekadar guyonan saja, Arzen memang ingin berniat membuat Selia hamil tapi resiko yang harus dia tanggung cukup besar.
Rival selalu memiliki segala cara untuk menghancurkannya, bahkan mencelakainya. Arzen tak ingin perbuatan Rival berimbas pada anak yang Selia kandung nanti. Rival pasti akan sangat murka apabila mengetahui Selia mengandung bayi dari lelaki miskin yang tak memiliki marga.
Sebetulnya, Arzen tak semiskin itu, hanya saja kekayaan yang Arzen miliki tak mampu membuat dia masuk ke dalam jajaran konglomerat piramida.
Luka di perutnya membuat Arzen menyadari bahwa tindakan Rival ke depannya bisa saja lebih dari ini. Setelah dipikir-pikir, Arzen merasa nasibnya sekarang pernah dialami juga oleh sahabatnya.
Suara siulan Nevis mengundang perhatian Arzen. Sahabatnya itu berjalan santai sambil sesekali menggeol-geolkan pantat. Sepertinya Nevis sedang berbunga-bunga, wajah berseri-seri lelaki yang memiliki rambut gondrong itu tampak terlihat jelas.
"Strawberry sayangku~ cintaku~permata hatiku~" senandung Nevis.
Arzen mengernyit geli. Ia merinding. "Kecintaan banget lo gue liat-liat."
Nevis berhenti berjalan, ia menoleh pada Arzen. "Ya iyalah, Princess cewek gue yang paling istimewa sejagat raya, nggak ada yang bisa ngalahin. Princess itu cantik banget, indah, mempesona, bisa menggetarkan jiwa dan raga gue setiap detiknya."
Arzen ingin muntah. Nevis terlalu berlebihan memuji Princess, apa yang dikatakan lelaki itu memang benar, Princess indah, cantik dan mempesona tapi ... yang membuat Arzen mual adalah cara Nevis memuja Princess dengan senyuman, mata berbinar, dan wajah bercahaya.Β
"Princess itu ...,"
Saat Nevis sedang asik memuja Princess, Arzen mengendap-endap pergi dari sana, lama-lama ia muntah betulan ada di samping Nevis.
Nevis mengatupkan tangannya di depan dada, mulutnya asik berceloteh, nama Princess sering dia sebut tanpa lelah, matanya memandang langit-langit gedung diiringi senyuman menawan.
Tiga detik setelahnya, Nevis merasakan ujung jaketnya ditarik oleh seseorang.
"Kak, Kak!"
Nevis menoleh, ia celingukan karena tak mendapati Arzen di tempatnya. Kemana dia?
"Mau cookies sama permen nggak, Kak?" Catrina tersenyum manis.
ββββΰ¨ΰ§ββββ
"Lo pada dijaga ya bahasanya, ada anak umur enam belas di sini, dia mau belajar bareng gue. This is my job, ngelesin dia." Arzen memperingati teman-temannya agar menjaga tutur bahasa mereka di depan Catrina.
"Oh, jadi kamu masih umur enam belas ya, Dek? Lucunya~" Pangeran mengusap kepala Catrina seperti mengusap Mefira.
Catrina senyum-senyum. Salah tingkah sendiri di usap-usap kepalanya oleh lelaki tampan seperti boyband korea favorit dia. "Kakak mirip banget sama Yeonjun TXT," kata Catrina.
"Mulai." Arzen merotasikan matanya malas. "Siapa pun cewek yang dateng ke sini, pasti kepincutnya sama Pangeran. Nggak bocil, tante-tante, sampai nenek-nenek pun naksir Pangeran."
Pangeran seketika tertawa mendengarnya. "Masa sih?"
"Misi si." Arzen mencibir.
"Ya gimana nggak naksir Pange, dia itu, kan, friendly banget sama cewek. Love language-nya aja physical Touch, gimana cewek-cewek nggak baper coba," imbuh Mimi.
Nevis, Princes, Arzen, Selia mengangguk setuju. Sementara Ratu hanya anteng memperhatikan Pangeran.
"Gue jadi penasaran, waktu jaman kuliah tuh Pangeran gimana ya?" Ratu menyeletuk.
Nevis mengulas senyuman picik. Ia paling bersemangat menjadi kompor untuk Pangeran dan Ratu. "Lo tau? Waktu lo masih di Koreaβ"
"Lo nggak usah kompor, Pis!" gertak Pangeran ketar-ketir Nevis membongkar rahasianya pada Ratu. "Nggak gue restuin lo nikah sama kakak gue!"
"Bang, cerita, gue kepo," ucap Ratu.
"Tutut!" Pangeran merengek. "Aku enggak ngapa-ngapain pas kuliah. Sumpah. Deketin cewek aja enggak, mereka yang deketin aku, aku mah iya aja kalau emang mereka butuh bantuan. Tapi, nggak berlebihan."
"Simpelnya, Pangeran redflag." Arzen menyela. "Yang paling memorable, waktu ada acara di kampus, dia nyanyi buat meluapkan rasa rindunya ke lo tapi Olivia keGR'an, dikiranya buat dia. Nah, pas Olivia nanya "Pange, lagu itu buat gue ya? Lo kangen sama gue? Maaf, gue enggak keliatan selama seminggu ini gara-gara ada urusan.""
"Pangeran nggak bisa jawab kalau itu buat lo, dia iya'in deh. Makin gede tuh pala Oliv. Oliv nyebar gosip ke seluruh kampus, kalau dia sama Pangeran lagi deket."
"Pangeran sama Olivia juga pernah digosipin pacaran waktu KKN, soalnya mereka nempel mulu kek perangko."
Ratu menenggak es kelapa mudanya hingga habis tak bersisa, panas sekali mendengar cerita masa-masa Pangeran kuliah dulu.
Sementara Pangeran berusaha untuk menghentikan Arzen dengan menyumpal mulut Arzen menggunakan donat. Tapi, Arzen tak menyerah, ia terus bercerita. "Pangeran nggak ada klarifikasi apa-apa, dia biarin gosip itu terus berjalan sampai-sampai semua orang yakin Pangeran adalah pacar Olivia Clauranesa."
Mimi memijat kedua bahu Ratu, ia bisa merasakan emosi Ratu sudah sampai di ubun-ubun, bahkan asap tak kasat mata keluar dari kepala Ratu.
Princess menuangkan kembali es kelapa muda ke gelas Ratu. "Silakan diminum Yang Mulia."
"Tutut!" Pangeran berlutut di samping Ratu, ia mengambil tangan istrinya lalu dia cium-cium. "Aku enggak klarifikasi karena nggak tau mau ngomong apa. Oliv udah terlanjur seneng, kalau aku sangkal, dia bakal ngerasa malu, gosipnya udah melebar kemana-mana."
"Tutut, percaya sama aku, aku enggak ada perasaan apa-apa ke Oliv, aku bener-bener nunggu kamu selama enam tahun. Perasaan aku cuma tertuju sama kamu doang."
"Ya, seharusnya waktu api itu masih kecil, kamu siram dulu pake air biar padam. Bukan malah biarin api itu makin gede," sahut Ratu acuh. "Lama-lama api yang semakin besar itu bakal jadi pusat perhatian orang."
"Iya, aku salah, aku minta maaf." Pangeran menyesal.
"Udah, udah, itu kan cerita masa lalu Pangeran sebelum Ratu pulang. Sekarang, Oliv udah enggak gangguin Pangeran lagi karena tante-mamai yang bertindak." Nevis membela Pangeran.
"Tante-Mamai?" beo Ratu.
"IYA!"
"AAAAA LUTUNG!"
Pangeran kaget melihat ibunya tiba-tiba muncul dari pintu.
Fira bersiap mau melempar Pangeran menggunakan sepatunya jika tak dicegah oleh Saga.
Catrina terbahak kencang sampai perutnya sakit.
Fira berkacak pinggang. "Mamai bilang sama Oliv kalau Pangeran udah mamai jodohin sama seseorang." Wanita cantik itu berjalan ke arah Ratu, ia mencium kening Ratu hangat. "Dan seseorang yang mamai maksud itu Ratu, menantu mamai yang ditunggu Pangeran selama enam tahun lamanya."
Ratu tersenyum, ia peluk pinggang Fira. "Thank you, Mamai."
"Pangeran itu frustasi banget waktu lo nggak bisa dihubungi." Arzen menambahkan. "Dia nggak tau gimana cara melampiaskan rasa kangennya ke lo, alhasil setelah Pangeran kerja jadi anggota Den Coral, dia banyak ambil client cewek."
"Selain itu, Pangeran juga ragu lo masih inget sama dia atau nggak, karena lo diprediksi bakal menetap di Korea selama bertahun-tahun, kan?"
"Pangeran udah diambang putus asa kalau lo lupa sama dia, dia nggak tau harus gimana lagi ngelupain perasaannya tentang lo."
Begitu ya...
Ratu berdiri dari bangkunya, ia memeluk Pangeran, erat sekali. "Sekarang, aku istri kamu, Pange, aku nggak akan kemana-mana lagi."
"Iya, jangan kemana-mana, aku bisa gila tanpa kamu," balas Pangeran.
Arzen tersenyum menatap Pangeran dan Ratu yang akhirnya bisa bersatu setelah bertahun-tahun berpisah. Ia menjadi saksi di mana Pangeran selalu menceritakan kegelisahannya, kekhawatirannya, dan kebingungannya ketika kehilangan kontak Ratu. Arzen juga sering menemani Pangeran melukis di apartemen pemuda itu, banyak lukisan tentang Ratu di apartemen.
Kisah cinta yang sering dikira orang mulus, ternyata tak semulus itu, tantangan yang harus Pangeran dan Ratu hadapi adalah jarak. Jarak mungkin terlihat mudah untuk dihadapi, tapi nyatanya tak semudah itu. Hanya yang merasakannyalah yang tau bagaimana beratnya bertarung dengan jarak tanpa sebuah kabar. Seolah membiarkan semuanya berjalan sesuai kemauan semesta.
Arzen melirik Selia yang sedang menikmati drama Pangeran dan Ratu, ia menyentuh tangan perempuannya membuat Selia menoleh.Β Arzen bertanya-tanya dalam hati, apakah ia bisa melewati tantangan berbahaya yang ada di depan mata demi bisa hidup bersama cinta sejatinya atau mungkin dia akan gugur di tengah perjuangan?
"Zen, gue yakin lo bisa kok." Nevis menepuk bahu Arzen dari belakang. "Kita ada di belakang lo. Perjuangin Selia, jangan ragu, kalian pasti bisa bersama."
"Betul!" Pangeran berseru. "Harus yakin, Zen!"
"Gue juga lagi memperjuangkan Princess, kita sama tau, perjuangan kita taruhannya nyawa." Nevis mendramatisir keadaan.
Kenapa gitu? Catrina penasaran. Ia memasang telinganya baik-baik, menyimak apa saja yang orang-orang dewasa di depannya ceritakan. Diam-diam, Catrina mengeluarkan ponsel, dia memang dijuluki sebagai ratu gosip di keluarganya.
"Hai!"
Catrina melotot mendengar suara yang tak asing di telinganya, ia mengurungkan niatnya mengirim pesan di grup keluarga. Catrina tak menyangka akan bertemu dengan seseorang yang dia kenal.
"Kak Arel?"
ββββΰ¨ΰ§ββββ
"Gue nggak percaya lo kenal sama Arel."
Arzen, Selia, dan Catrina berjalan-jalan di taman setelah Catrina selesai belajar. Mereka hendak mencari udara segar untuk merilekskan pikiran.
Catrina mengemut permennya, dan menjawab. "Ya, kak Arel sepupu aku, Kak. Tapi, memang sih, sejak mama kak Arel meninggal, kak Arel cuma tinggal sama Om Elbar di rumah. Perusahaan Om Elbar lagi ada masalah, dan pengobatan kak Arel terancam gagal."
"Kak Arel punya penyakit jantung yang udah parah. Tapi, katanya udah ada orang yang mau bantuin pengobatan kak Arel."
"Kenapa Om Elbar nggak minta bantuan Om Pradipta aja kalau memang perusahaannya lagi ada masalah?" tanya Arzen.
"Om Elbar itu sedikit aneh, Kak. Dia kaya musuhi semua kakak-kakaknya sejak pembagian saham perusahaan kakek, dia merasa enggak terima dapat bagian sedikit," jelas Catrina. "Padahal kata papa, Om Elbar dapat bagian paling banyak. Om Elbar cuma nggak pinter aja ngelola apa yang kakek amanatkan, jadi hasil yang dia dapatkan dari perusahaan itu ya sedikit."
"Papa, Om Pradipta, dan yang lain sempet mau bantuin, tapi Om Elbar nolak, dia lebih milih menerima bantuan dari orang lain dibanding kakak-kakaknya."
Arzen paham sekarang permasalahan yang terjadi di keluarga McGun. "Gitu ya ... padahal Om Pradipta baik loh, beliau bakal bersedia bantuin siapa aja yang memang membutuhkan bantuan."
"Ya, aku setuju. Om Pradipta udah banyak banget bantu orang, sayang banget Om Elbar nggak mau akur sama Om Pradipta, padahal mereka kakak-adik," ucap Catrina. "Kalau di keluarga kak Selia, semuanya akur?"
"Akur." Selia menjawab singkat.
"Kak Selia dari marga apa?" tanya Catrina lagi.
"Harata."
Catrina mendadak membisu. Harata?
"Bukannya Harata itu ... marga yang dicurigai papa sama mama atas kecelakaan yang menimpa Om Pradipta dan Tante Ishara?"
Catrina mengunyah permen tusuknya sampai menimbulkan bunyi kraukan. Ia berjalan lebih dulu ke jembatan kecil di atas danau yang airnya bening. Catrina melihat ikan-ikan berenang dengan tenang di dalam air. Ia mengeluarkan ponselnya, dan membuka ikon kamera.
"Kak, ayo foto!" Catrina mengajak Arzen dan Selia berfoto bersamanya.
Arzen menuruti, mereka berfoto-foto sampai puas demi menyenangkan hati Catrina.
Setelah itu, Catrina mencari tempat duduk untuk melihat-lihat hasil foto di ponselnya, sementara Arzen dan Selia asik berduaan di tengah jembatan.
Catrina mengedit foto Arzen, ia sandingkan dengan foto Pradipta. Kemiripan mereka tampak jelas, Catrina semakin yakin bahwa Arzen dan Pradipta memiliki hubungan darah. Jalan satu-satunya untuk membuktikan firasatnya adalah tes DNA. Tak hanya itu, Pradipta pernah bercerita bahwa bayi omnya memiliki tanda lahir di punggung tangan kanan, dan Arzen juga memilikinya.
"Fiks, nggak salah lagi, kak Arzen kakak sepupu aku!"
Catrina mengetik pesan di grup yang baru saja ia buat, isinya hanya ia, Pradipta dan Ishara saja.
(Misi Cat)
Om-om tua π : Grup apa ini? Misi Cat?
Tante ganas π₯π : Cat, ada-ada aja. Ngapain kali ini?
Catrina : SEMUANYA DIAAAAAAAAM! >.<
Om-om tua π : -_- dari pada kamu aneh-aneh, mending temenin tante Ishara cetak undangan. Sebentar lagi, tante Ishara ulang tahun, banyak undangan yang harus dicetak.
Catrina : Suruh aja om Bob atau om James, ngapain susah-susah cetak undangan sendiri? π€·π»βοΈ
Tante ganas π₯π : Mereka ngurus persiapan lain, lagian cuma cetak undangan.
Catrina : Kak Arzen diundang nggak?Β γ½(β ββ )γ
Om-om tua π : Diundang dong, pasti, tamu VIP.
Tante ganas π₯π : Nggak sabar ketemu nak Arzen lagi (* ^ Ο ^)
Catrina : Pacar kak Arzen juga diundang? Kak selia...
Om-om tua π : Ya, nanti diundang kalau mau.
Tante ganas π₯π : π
Catrina : Nggak boleh gitu, Tante! (dengan nada kerasukan)
Tante ganas π₯π : π
Catrina : BOYCOT, TANTE ISHARA!
(Tante ganas π₯π keluar dari grup)
"Lah?" Catrina terkejut melihat Ishara keluar dari grup yang dia buat. "Alamat nggak direstuin nih hubungan kak Arzen sama kak Selia."
"Susahnya," gumam Catrina.
"Oke, misi Cat adalah mencaritau kebenaran dan membuat tante Ishara merestui hubungan kak Arzen dan kak Selia!"
(Catrina mengundang Tante ganas π₯π ke grup Misi Cat)
Catrina : JANGAN OUT, TANTE! CAT LAGI MENGERJAKAN MISI PENTING BUAT TANTE DAN OM!
Catrina : Tapi, sebelum itu, Cat mau ngajakin kalian untuk...
Catrina : Tes DNA yuk. π
Om-om tua π : Hah?
Tante ganas π₯π : (2)
Catrina : (3)
(Tante ganas π₯π mengubah nama grup "Misi Cat" menjadi "Stupid Cat")
ββββΰ¨ΰ§ββββ
Di pesisir pantai, tepatnya ada disebuah pondok yang berisikan empat seseorang, dua laki-laki, dan dua perempuan, mereka tengah menikmati es kelapa muda bersama sambil memandang kilauan laut yang terkena pantulan sinar matahari.
Suara deburan ombak yang menghantam karang menjadi backsound menenangkan untuk didengar.
"Dia ... seperti memiliki darah bangsawan. Dikehidupan sebelumnya, pasti dia adalah putra mahkota dari sebuah kerajaan."
"Siapa?"
"Arzenro Gananta."
"Arzenro Gananta? Fermen, dia hanya seorang anak laki-laki yatim piatu, tanpa marga, bagaimana mungkin dia memiliki darah bangsawan sementara asal usulnya saja tidak ada yang tau. Hentikan dugaanmu."
Fermen menatap Claudia dengan seulas senyuman tipis, mereka adalah istri dari para konglomerat besar. "Akhir-akhir ini aku sibuk menyelidiki mengenai dia sejak konflik yang terjadi antara anak itu dengan Harata."
"Ayolah, kita semua menyelidikinya. Siapa pun yang berkonflik dengan Harata pasti akan kita selidiki, Harata tidak akan berkonflik dengan orang biasa. Untuk apa? Menghancurkan masyarakat kecil hanya akan mengotori tangan mereka." Claudia berkata.
"Benar, masyarakat kecil dimata Harata hanyalah debu. Harata akan menyingkirkan atau memberi pelajaran pada orang-orang yang mereka anggap kuman pembawa penyakit," imbuh Cloe.
"Apakah Harata merasa terancam dengan keberadaan anak yatim piatu itu?" tanya Serena.
"Ini sedikit membingungkan, anak yatim piatu itu membuat Harata terancam?" Claudia tertawa geli. "Harata pasti salah target kali ini."
"Hai, boleh aku bergabung?"
Fermen, Claudia, Cloe dan Serena terdiam melihat wanita cantik mengenakan gaun biru tua yang indah, serta kalung berlian yang berkilau, dan tas mahal datang menghampiri, meminta izin untuk bergabung. Pasti wanita itu berasal dari keluarga terpandang yang kekayaannya melebihi batas wajar.
"Tentu." Fermen mempersilakan wanita itu bergabung. "Siapa nama anda, Nyonya?"
"Tidak perlu terlalu formal. Aku Nakeya." Nakeya memperkenalkan dirinya.
"Nakeya ...," gumam para wanita sosialita itu. Mereka memperkenalkan diri masing-masing.
Nakeya tersenyum anggun. Ia memesan minuman yang sama dengan para wanita di depannya. Sambil menunggu pelayan membawakan pesanannya, Nakeya berujar, "Aku dengar kalian membicarakan tentang anak laki-laki yatim piatu yang bernama Arzenro Gananta."
"Ah, itu benar. Kami sedang membicarakannya, kamu mengenal dia?" tanya Serena.
"Tentu, aku mengenalnya," jawab Nakeya.
"Wah, benarkah? Apakah benar dia ancaman keluarga Harata? Padahal setauku, dia hanyalah masyarakat kecil yang tidak termasuk jajaran keturunan konglomerat di piramida." Cloe berujar antusias.
"Asal usul dia juga tidak ada yang tau, tidak ada informasi yang pasti mengenai anak itu. Sedikit yang aku tau, dia tinggal di panti asuhan Matahari, lalu diadopsi oleh sepasang suami istri yang tidak bisa memiliki keturunan," papar Claudia. "Jadi, mustahil, kan, Harata menganggap anak itu sebagai ancaman?"
"Tidak ada yang mustahil di dunia ini." Nakeya memberi tanggapan. "Anak yatim piatu yang sering kali dipandang rendah, tidaklah serendah itu. Justru jika banyak yang mengetahui satu fakta ini, mereka akan menyesal, dan menunduk sebagai bentuk penghormatan."
"Hah? Bagaimana mungkin? Fakta apa yang kamu maksud?" tanya Serena.
"Fakta bahwa darah bangsawan mengalir di tubuhnya. Kerajaan Gunnaria, kerajaan yang memiliki sejarah penting pada abad ke sembilan disuatu negara di bawah pimpinan raja Gunaric."
"Seiring berjalannya waktu kerajaan tersebut mengalami penurunan kejayaan, maka para keturunan raja Gunaric harus mencari tempat untuk meneruskan kejayaan kerajaan Gunnaria."
"Mereka terus melahirkan keturunan sampai tahun-tahun selanjutnya, keturunan laki-laki terakhir saat ini adalah Arzenro Gananta."
Terkesan? Tentu saja. Para wanita sosialita itu pernah mendengar mengenai sejarah kerajaan Gunnaria. Namun, informasi yang mereka dapatkan tidak selengkap yang Nakeya berikan. Apa yang Nakeya katakan seperti sungguhan, tidak ada campur tangan kebohongan sama sekali.
"Kekayaan raja Gunaric akan terus ada dan semakin berkembang. Sayang sekali, di tengah kejayaan di tahun kelahiran Arzenro Gananta, sebuah peristiwa menyedihkan menimpanya," kata Nakeya.
"Peristiwa apa?" tanya Fermer.
"Kendaraan yang kedua orang tua Arzen gunakan saat perjalanan pulang setelah melahirkan, mengalami kecelakaan hebat hingga menyebabkan salah satu diantara mereka mengalami koma dan hilang ingatan," tutur Nakeya.
"Oh, Ya Tuhan, kasihan sekali." Cloe menyendu, ia ikut merasa terpukul mendengar cerita anak malang itu. "Lalu, apa yang terjadi? Kenapa Arzen malah berpisah dari kedua orang tuanya?"
"Benar, apakah kecelakaan itu murni kecelakaan atau ada sabotase dari orang yang tidak menyukai keluarganya? Secara, mereka berasal dari keluarga bangsawan dan terhormat," tambah Serena.
"Benar, mereka berasal dari keluarga bangsawan yang sangat terhormat, maka dari itu kejayaan mereka mengundang kedengkian dari salah satu marga yang menduduki piramida nomor dua." Nakeya mengulas senyuman penuh arti menatap para wanita itu secara bergantian.
Tunggu, Fermer merasa tidak asing mendengar cerita Nakeya, teman barunya.
"Nakeya, berdasarkan ceritamu. Apakah itu ... McGun? Arzenro Gananta berasal dari keluarga McGun dan McGun adalah sebuah dinasti dari kerajaaan Gunnaria, yang berarti Arzen cucu dari raja Gunaric?" tanya Fermer.
"APA?!" Serena shock dan hampir pingsan.
"Benar." Nakeya membenarkan.
Bruk!
Serena pingsan.
ββββΰ¨ΰ§ββββ
GIMANA PARTI INI?
Maaf telat banget yaπ aku tuh bingung nyusun scenenya biar mantapp..
BANYAKIN KOMENTARNYA!
Like cerita ini juga, cepat!
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi π₯°
