
Anak-anak mempersiapkan diri untuk pelatihan, termasuk izin dari Raja untuk Zeus, juga rencana nakal Bintang dan Langit
‼️ RULES ‼️
1. Jangan terburu-buru menilai cerita ini.
2. Sabar.
3. Dibaca pelan-pelan.
4. Vote dan komen. WAJIB! Demi kelangsungan cerita ini.
Terima kasih.
Selamat membaca kisah menakjubkan anak-anak!
❦ ════ •⊰🅐-🅒-🅐-🅓-🅔-🅜-🅨⊱• ════ ❦
♡
.
♡
.
♡
.
"Semua hal yang susah bisa kita kerjakan asal mau bekerja sama."
— Celesthia Britney Mattias —
● Bagian 2 : Geng yang kompak
"Sakila punya bebek lima, lalu ayah Sakila membelikan Sakila bebek lagi tiga, jadi berapa total bebek Sakila?" Sereia membaca soal yang harus ia kerjakan untuk dikumpulkan besok, ditemani oleh kedua orang tuanya di ruang tengah. Televisi yang tadinya menyala kini sudah Nevis matikan agar anak-anak fokus belajar.
"Nah, jadi gimana cara Eia hitung? Appa udah pernah ajarin, kan?" tanya Nevis.
Sereia berpikir beberapa detik, lalu senyumnya mengembang setelah menemukan caranya. Ia mulai menulis di kertas HVS. "Lima ditambah tiga sama dengan delapan, Appa. Benar?"
"Benar!" Nevis bertepuk tangan, mengusap kepala Sereia pelan. "Nah, tulis cara dan jawabannya di bawah soal itu."
"Baik, Appa." Sereia pun segera melakukannya.
Nevis melirik Kai yang sedang berada di pangkuan Princess. "Kai, PR Kai mana? Nggak dikerjain?"
Kai diam, ia sedang minum susu di botol, punggungnya ditepuk-tepuk oleh sang ibu membuat rasa kantuk Kai datang menyerang.
Nevis menghela napas. "Kai...," panggilnya lagi.
"Tuh, dipanggil Appa," bisik Princess.
Barulah Kai menoleh pada ayahnya. "PR Kai susah, besok nyontek Zeus aja."
"Mana ada susah, abang yang nggak mau berusaha," sindir Sereia. "Lagi pula Bu Vanya bilang mencontek itu bukan hal yang baik, nggak membuat murid jadi pintar."
"Benar kata Eia, Kai harus berusaha sendiri, kalau susah, kan, bisa Amma dan Appa bantu. Ayo, jangan malas, Appa nggak suka anak-anak Appa malas." Nevis beranjak dari tempat duduknya, ia mengambil alih Kai dari pangkuan Princess tapi Kai malah memberontak dan merengek, hampir menangis.
"Kaidën!" Suara Nevis berubah tegas.
"Kai habiskan susu dulu, Appa," ujar Kai bergetar, matanya sudah berembun.
"Minum susunya nanti lagi, belajar dulu," suruh Nevis.
"Amma...," Kai mencebikkan bibirnya, setetes air mata tumpah, isak tangis pun mulai terdengar.
"Eh, kok nangis? Amma bantu Kai ngerjain PR yuk." Princess mengelap air mata Kai, ia juga mencium kedua pipi putranya dengan penuh kasih sayang.
Kai mengucek mata, ia mengangguk, turun dari pangkuan Princess, mengambil buku PRnya lalu duduk di samping Sereia.
Selagi Kai belajar, Nevis mengambil kesempatan untuk duduk di dekat Princess, ia peluk dan ia cium pipi istrinya. "Straw—"
"APPA!" Kai tiba-tiba berteriak. "JANGAN PELUK-PELUK AMMA KAI!"
Sereia terkejut sampai tulisannya tercoret, ia mengambil satu buku lalu ia pukulkan ke punggung Kai gemas. "Jangan teriak!" bentaknya.
Nevis melotot pada Kai. "Lah, biarin, Amma istri Appa. Kai belajar aja sama Eia."
"AMMA KAI!" Tangisan Kai akhirnya merebak kencang sekali, Kai berdiri ia berlari ke pintu utama, membukanya dan keluar dari rumah.
"Lah, loh?" Nevis bingung melihat putranya tiba-tiba kabur seperti itu, lantas Nevis kejar Kai keluar rumah. Ternyata Kai kabur ke rumah Saga dan Fira sambil memanggil-manggil kakek-neneknya.
"Kakek-Papai! Nenek-Mamai!"
"Kaidën, kenapa sih?" Nevis frustasi, ia gendong Kai tapi sekali lagi, Kai memberontak tangisannya makin tak terkendali dan membuat Saga keluar dari rumahnya.
Saga dengan cepat membuka pagar dan menghampiri Kai yang memberontak digendongan Nevis. "Kenapa ini? Sini sama kakek, Kai kenapa?"
Sambil menangis, Kai mengulurkan tangannya pada Saga minta digendong, dan Saga pun menggendong Kai, menimang-nimang cucunya yang sepertinya sedang bertengkar lagi dengan Nevis.
"Nevis cuma suruh Kai ngerjain PR, Papai, tapi Kai malah nangis," adu Nevis.
"Appa peluk-peluk Amma, Kakek-Papai!" Kai juga mengadu.
Mendapat aduan yang berbeda dari menantu dan cucunya, Saga sedikit pening, namun ia tidak menyerah untuk mendamaikan keduanya. "Sudah-sudah, Kai berhenti dulu nangisnya nanti sesak napas loh. Kasian cucu kakek-papai."
Nevis melipat tangannya di depan dada. "Kai, kan, udah besar, mau sampai kapan nangis gara-gara Appa peluk-peluk Amma? Kai boleh peluk Amma, kenapa Appa nggak boleh?"
"Nggak boleh!" Kai memeluk erat leher Saga. "Kakek-Papai tolong Kai."
Saga terkekeh geli, ia jadi ingat Princess waktu masih kecil, tingkah Kai sama persis seperti Princess. "Ya, begini Princess waktu kecil dulu, Nevis. Papai nggak boleh dipeluk Mamai, kalau ketauan Princess, ada dua kemungkinan yang bakal terjadi."
"Pertama, Princess bakalan ngambek sama Papai dan nggak mau bicara sama sekali, kedua Princess bakalan nangis kenceng banget sampai bikin heboh tetangga. Dikira tetangga, Princess dipukul di rumah."
Nevis tertawa lepas membayangkan tingkah menggemaskan istrinya, ia jadi ingin kembali ke masa kecil untuk melihat bagaimana tingkah laku istrinya rebutan Saga dengan Fira.
"Betul tuh!"
"Astaga!" Nevis terlonjak mendapati Fira muncul tiba-tiba dari balik gerbang. Jantungnya nyaris lepas. Ia usap dadanya yang berdebar.
Fira tersenyum miring. "Mamai geram banget banget sama Princess yang nggak pernah kasih Mamai kesempatan deket-deket Papai. Tapi, sekarang untungnya Princess udah nikah, waktu Papai jadi lebih banyak buat Mamai. Ahahahahaha!" Gelak tawa Fira mirip kuntilanak yang sering nangkring di atas pohon malam-malam. Puas sekali.
Kai yang tadinya menangis jadi ikutan tertawa padahal dia tak sepenuhnya mengerti apa yang kakek, nenek, dan ayahnya bicarakan. Menurutnya lucu saja menyebut-nyebut nama ibunya.
Merasa tangisan Kai sudah usai, Saga mengecup pipi Kai. "Kai, sekarang Kai pulang dulu, kerjain PRnya biar dibantu Appa sama Amma. Setelah itu Kai bobo, besok, kan, masih sekolah."
"Baik, Kakek-Papai." Kai mengangguk patuh, ia turun dari gendongan Saga.
"Ulululu, cucu nenek-mamai yang gantengnya tiada tandingan, sini cium nenek-mamai dulu, sayang." Fira memonyongkan bibirnya mendekati Kai.
Kai tergelak, ia lari memutari Nevis, menghindari ciuman neneknya. Sekian lama berlari, akhirnya Fira berhasil menggendong Kai, ia berputar-putar, dan langsung menyerang Kai dengan ciuman di seluruh wajah Kai sampai Kai memohon ampun untuk disudahi ciumannya.
"Ampun?" tanya Fira.
"Ampun." Kai tertawa menangkup wajah neneknya yang cantik jelita itu.
Fira tersenyum lebar, mendekap Kai erat. "Sayang banget sama Kai, jangan cepat besar ya, biar kecil terus aja."
"Ya ampun." Nevis dan Saga geleng-geleng kepala mendengar ucapan Fira.
Fira pun menurunkan Kai dari gendongannya.
"Nenek-Mamai bagaimana keadaan kakak Brinnie?" tanya Kai tiba-tiba teringat kakak sepupunya yang sedang sakit.
"Kakak Brinnie sudah membaik, sayang. Demamnya sudah mulai turun, mungkin besok atau lusa kakak Brinnie sudah boleh pulang," jawab Fira membelai lembut rambut Kai.
"Kai senang, akhirnya bisa berangkat sekolah bersama kakak Brinnie lagi. Geng Kai jadi lengkap, ada enam orang!" seru Kai riang gembira.
"Wah, ada geng?" Fira terkesima.
"Ada Nenek-Mamai. Kai, Eia, Langit, Bintang, kak Brinnie dan Zeus adalah geng!" Kai mengumbar senyuman cerahnya.
Para orang tua bertepuk tangan, memberikan apresiasi untuk geng yang dibentuk anak-anak menggemaskan itu.
Princess dan Sereia keluar kamar, Sereia berhamburan ke pelukan Saga dan Fira, anak perempuan jutek dan galak itu tak kalah mendapatkan kasih sayang yang besar dari kakek dan neneknya. Semua cucu-cucu Saga dan Fira akan selalu disayang dengan sangat.
"Kakek, Nenek, Eia nggak sabar mau masuk ACADEMY, Eia sudah mempersiapkan banyak hal," ucap Sereia antusias.
"Eia sudah mempersiapkan apa memangnya, Sayang?" tanya Fira.
"Apa saja yang dibutuhkan selama belajar di ACADEMY, Nenek. Seperti buku, pensil warna, pensil, tas baru, sepatu baru, dan topi baru pemberian kakak Brinnie." Celetukan Sereia melebarkan senyuman Saga dan Fira.
Fira menjentikkan jarinya. "Itu bagus. Hari jumat datang ke Den Coral Palace ya, nanti nenek-mamai ajak Eia dan sepupu-sepupu Eia jalan-jalan ke ACADEMY."
"Yeay!" Sereia dan Kai bersorak senang, tak sabar rasanya pergi ke gedung megah yang sangat indah itu. Letaknya tak jauh dari Den Coral Palace, dikelilingi taman yang cantik, dan juga ada air terjun buatan yang menambah nilai aesthetic tersendiri pada tempat itu.
"Pasti di sana banyak teman-teman yang mau menjadi anggota Den Coral dan Yigana," ucap Kai.
"Eia pikir juga seperti itu, Abang." Sereia memberi anggukan.
"Tapi, ada satu hal yang harus kalian patuhi." Saga berkata mengundang atensi Kai dan Sereia untuk menatapnya.
"Apa itu Kakek-Papai?" tanya Kai dan Sereia serempak.
"Jangan pernah pergi ke tempat itu lagi. Mengerti?" Saga tatap cucu-cucunya satu persatu memberi mereka peringatan secara halus.
Kai dan Sereia saling pandang, lalu mereka kompak mengangguk patuh. "Kami mengerti Kakek-Papai."
"Nah, bagus. Sekarang, pulang, lanjutkan belajarnya setelah itu tidur," perintah Saga.
"Siap, ketua!" Sereia dan Kai hormat setelahnya mereka berlari masuk ke rumah.
Saat Kai dan Sereia tak terlihat lagi, Saga pun berkata pada Princess dan Nevis, "Awasi cucu-cucu Papai, jangan sampai mereka datang ke tempat itu lagi, Papai rasa itu bukan tempat yang aman."
"Brinnie bilang dia melihat sesuatu bersembunyi di salah satu ruangan yang ada di tempat itu, masih belum jelas dia manusia apa bukan, dari pada terjadi sesuatu yang nggak diinginkan lebih baik perketat pengawasan pada anak-anak," imbuh Fira.
Princess dan Nevis mengangguk paham.
"Ayo, pulang, Nevis." Princess mengusap dada Nevis.
Saga melotot lebar. "Princess tangannya!"
"AGAAAA!" Fira pusing, sikap posesif Saga kambuh lagi.
────୨ৎ────
Pukul sebelas malam, Zeus termenung di depan layar komputernya yang menyala, ia selesai mengerjakan tugas sekolah dua jam yang lalu namun rasa kantuk belum juga menyerangnya. Ada banyak hal yang Zeus pikirkan mengenai ayahnya. Baju piyama biru tua panjang melindungi Zeus dari dinginnya udara di kamar karena AC yang menyala di angka terendah.
Zeus mengeklik salah satu website pencarian, dan mulai mengetikkan sesuatu di sana.
'Kenapa sifat orang mudah berubah?'
Merasa keyword yang dia masukkan tidak benar, Zeus menghapusnya, ia mengetik lagi, kemudian menghapus lagi, begitu terus sampai jam menunjukkan pukul setengah dua belas malam.
"Zeus."
Zeus terperanjat mendengar suara Raja di belakang, ia segera menghapus keyword yang ingin dia cari, lalu memutar kursinya menghadap Raja. "Papa, belum tidur?"
"Seharusnya Papa yang tanya, kenapa Zeus belum tidur? Berhenti main komputernya, nanti Zeus sakit mata." Raja mendekati Zeus, ia mematikan komputer putranya setelah itu mengusap kepala Zeus pelan. "Ayo, tidur, sudah sikat gigi?"
"Sudah, Papa." Zeus bangun dari kursi, ia naik ke ranjang, matanya terus mengamati sang ayah. "Papa, kata Kai, besok jumat nenek-mamai ingin mengajak jalan-jalan ke Academy."
Raja mendudukkan dirinya di tepi ranjang Zeus, ia genggam tangan putranya. "Iya, boleh kalau jalan-jalan, tapi Zeus harus ingat kalau Zeus nggak boleh ikut ke pelatihan Academy."
"Kakak-kakak Zeus...,"
Raja memotong, "Biarlah mereka ikut, Zeus fokus sekolah saja. Papa khawatir Zeus kenapa-napa."
"Zeus bisa jaga diri," sahut Zeus.
"Zeus ... Papa cuma punya Zeus dan Mama, kalau Zeus dan Mama terluka rasanya papa pengen banget hancurin dunia ini. Papa melarang karena papa punya alasan, yaitu demi keselamatan Zeus," tutur Raja. "Dengarkan papa ya, Nak."
Zeus menunduk, membalas genggaman tangan ayahnya yang menenangkan. Zeus menarik napas dalam, lalu mengembuskannya pelan, ia mengangguk. "Baik, Papa."
Raja tersenyum tipis, ia merendahkan tubuh mengecup dahi Zeus dan kedua pipi Zeus. Raja menarik selimut Zeus sampai sebatas dagu. "Papa sayang Zeus, anak satu-satunya papa."
"Zeus juga sayang Papa, Zeus minta maaf kalau sempat membawa kak Brinnie ke dalam bahaya," ungkap Zeus.
"Nggak papa, yang penting kejadian itu nggak terulang lagi." Raja berdiri, melangkah menuju pintu Zeus, tepat saat pintu dibuka, Zeus kembali memanggil.
"Papa..," Zeus meremas kuat selimutnya.
Raja menoleh, menunggu Zeus berbicara.
Panggil Zeus jagoan, Papa, mohon Zeus dalam hati, tapi saat menit berlalu, Raja tak juga mengucapkan apa yang Zeus inginkan. Maka, Zeus hanya tersenyum dan berucap, "Selamat malam, Papa. Have a sweet dream."
"Selamat malam, Zeus." Raja mematikan lampu kamar Zeus dan menutup pintunya rapat-rapat dari luar.
Zeus belum bisa memejamkan mata sekeras apapun ia berusaha, kepala Zeus menoleh ke arah bingkai foto yang tergeletak di meja belajarnya. Fokus Zeus terhadap bingkai foto itu mulai tajam, dan dalam hitungan detik, bingkai foto tersebut terbang dengan sendirinya membentur dahi Zeus.
"Aduh!" Zeus mengelus dahinya yang perih. "Harusnya aku lebih hati-hati."
Zeus menyadari kemampuan telekinesisnya belum sempurna, masih suka kehilangan kendali seperti yang baru saja terjadi. Mungkin lain kali Zeus akan melatih kemampuannya lagi.
Zeus mengusap bingkai foto yang ada di genggamannya, bibir merah Zeus melengkung ke atas mengukir senyuman samar. "Papa, mana Papa yang selalu memanggil Zeus jagoan? Kenapa hilang lagi? Padahal satu minggu yang lalu, Papa memanggil Zeus jagoan, menemani Zeus bermain bola, menemani Zeus bersepeda di Den Coral Palace."
"Tapi, Papa juga bisa menjadi orang yang sibuk bekerja, jarang bermain bersama Zeus, dan ... jarang sekali berbicara dengan Zeus kalau bukan menyangkut hal yang penting seperti sekolah Zeus."
"Zeus rindu Papa yang sebelumnya." Air mata Zeus meleleh disudut mata, membasahi bantal bermotif planet-planet. "Zeus mau diajak bicara tentang banyak hal, bukan hanya tentang sekolah Zeus saja, Papa."
"Dan, Zeus ingat...," Zeus mengusap hidungnya yang pengar. "Papa pernah mendukung Zeus untuk mengikuti pelatihan Academy, tapi kadang keputusan Papa bisa berubah dengan cepat dan membingungkan."
Zeus peluk bingkai foto itu erat-erat, ia menarik selimut sampai menutup tubuhnya dan Zeus menangis tanpa suara.
────୨ৎ────
Langit menyenggol lengan Bintang yang sedang asik makan bekalnya, saat Bintang menoleh, Langit memberi kode kakak kembarnya agar menatap Zeus yang tampak lesu sejak tadi pagi. Senyum yang Zeus ukir juga terasa aneh, terkesan dipaksakan.
Bintang hendak memakan karipap, ia urungkan, lalu Bintang berikan karipapnya pada Zeus. "Zeus, makan karipap bikinan mommy, enak loh."
Zeus tetap diam, menunduk.
"Hai." Sereia datang menyapa sepupu-sepupunya.
Bintang mengode Sereia untuk melihat kondisi Zeus.
Sereia mendekatkan wajahnya pada Zeus. "Kenapa nih? Ada yang ganggu Zeus? Mana orangnya, biar Eia jambak!" pekiknya penuh amarah.
"Entah, dari tadi diem aja sejak kita berangkat sekolah," sambar Langit. "Tapi, aku rasa bukan karena ada ganggu Zeus."
"Lalu?" Sereia duduk di kursinya, dan membuka kotak bekalnya. "Apa yang bikin Zeus diem aja?"
"Papa nggak izinin aku ikut pelatihan Academy," ucap Zeus.
"Hah? Bukannya waktu itu boleh? Ini udah nggak boleh lagi? Cepatnya uncle-papa berubah keputusan." Langit menggigit karipapnya.
"Itulah, aku juga bingung." Zeus mengambil karipap pemberian Bintang, ia makan tanpa minat, meski rasa karipap buatan Ratu sangat lezat tapi hal itu tak mampu menyembuhkan perasaan sedih Zeus.
"Sepertinya kita harus membuat rencana." Bintang menggebrak meja. "Kita, kan, geng. Semua harus ikut pelatihan, kalau nggak ada satu, bukan geng namanya."
"Sudahlah, nanti keputusan Papa berubah lagi, bingung sendiri aku." Zeus melanjutkan makan karena perutnya sudah berbunyi minta diisi.
"Alah, tenang, nanti kita minta solusi nenek-mamai." Sereia memberi ide. "Nenek-Mamai, kan, penyelamat."
"Betul tuh!" Bintang dan Langit setuju. "Jangan sedih Zeus, kami akan membantu kamu."
Zeus menopang dagunya dengan tangan. "Lakuin apapun yang kalian bisa."
Kai muncul setelah mengumpulkan tugas ke ruang guru, mengambil kotak bekal yang dibawakan Sereia lalu memakannya dengan nikmat. "Masakan Appa memang juara," pujinya.
Ia menatap Zeus yang tampak sedih. "Zeus, kenapa sedih nih?"
"Uncle-papa nggak izinin Zeus ikut pelatihan Academy." Sereia bercerita. "Eia, Bintang, dan Langit mau membuat rencana agar Zeus diizinkan ikut pelatihan Academy besok sabtu."
"Rencana apa?" Kai bertanya seraya menyuapkan nasi ke mulutnya.
"Minta tolong nenek-mamai!" ucap Bintang, Langit, dan Sereia.
Kai mengacungkan ibu jarinya. "Aku ikut!"
"Boleh. Ayo, pulang sekolah kita serbu rumah nenek-mamai!" Langit mengangkat sendoknya tinggi-tinggi.
"SE-TU-JU!"
Zeus tersenyum senang, semoga saja rencana kakak-kakaknya berhasil. Tangan mungil Zeus meraih botol minuman, dan membuka tutupnya, namun saat hendak minum tiba-tiba saja sebuah bola menghantam tangannya membuat botol Zeus jatuh ke lantai.
"HEI, MAIN BOLA BUKAN DI KANTIN! SANA KE LAPANGAN!" Sereia berteriak marah pada segerombol anak laki-laki yang menjadi pelaku pelempar bola.
"Nggak sengaja. Gitu aja marah." Anak laki-laki bername tag Zidan tersebut mengambil bola yang menggelinding ke arahnya.
"Minta maaf ke Zeus!" titah Sereia.
"Nggak mau." Zidan menjulurkan lidahnya. "Ayo, temen-temen, nggak usah peduliin mereka."
Zidan dan teman-temannya berlalu meninggalkan kantin tanpa rasa bersalah.
Sereia memungut botol minum Zeus, ia letakkan di meja. "Mereka harus dihukum!"
"Eia, udahlah." Zeus menegur, ia memalingkan wajahnya ke arah Zidan yang sedang menendang-nendang bola. Sorot matanya menajam ke arah bola itu, dan didetik berikutnya tiba-tiba bola itu terlempar memecahkan jendela guru dengan sendirinya.
Guru yang terkenal galak di sekolah dasar Cassiona keluar seketika, dan memanggil Zidan beserta teman-temannya untuk diberi hukuman.
Gema suara tawa puas meluncur dari Bintang, Langit, dan Kai.
"Kasian, mereka bakal kena marah Bu Sisil," ledek Bintang.
"Salah siapa gangguin Zeus." Langit menambahi.
"Zeus hebat!" puji Kai.
Zeus membalasnya dengan senyuman tipis. "Terima kasih."
────୨ৎ────
"Jadi, Papa nggak izinin Zeus ikut pelatihan di Academy?"
Bintang, Langit, Kai, Sereia, dan Zeus mengangguk kompak, mereka berdiri di depan Fira yang sedang duduk di sofa single. Wajah anak-anak memelas sekali meminta bantuan nenek mereka. Baju seragam khas Cassiona juga masih melekat di tubuh mereka, tidak sempat ganti baju karena mereka langsung menyerbu rumah Fira.
"Nenek-Mamai, tolong bantu Zeus, kami ingin Zeus ikut pelatihan Academy besok sabtu," pinta Bintang.
Fira mengusap kepala Bintang. "Nenek-Mamai udah pernah bilang sama Papa Raja, tapi Papa Raja tetap nggak mengizinkan."
"Nenek-Mamai bilanglah lagi, kami mohon," ucap Langit menggoyangkan kaki Fira. "Kasihan Zeus."
"Wah, kompaknya kalian mau Zeus ikut pelatihan." Fira tertawa kecil.
"Haruslah, Nenek-Mamai. Kami, kan, geng, harus kompak." Kai tersenyum manis.
Fira gemas mencubit hidung Kai pelan. "Okay, Nenek-Mamai akan mencoba berbicara lagi pada Papa Raja. Kalian tenang ya."
"YEAAAAYYYY!" sorak anak-anak lucu itu senang, mereka saling berpelukan satu sama lain.
Gadis mungil berambut blonde dengan gaun kuning cantik masuk bersama Pangeran. Wajahnya masih sedikit pucat tapi senyuman manis merekah di bibir merahnya. "Hai, semua."
"Eh? Kakak Brinnie!" Adik-adik Britney sangat antusias menyambut kedatangan Britney, terlebih Sereia, gadis kecil itu langsung memeluk Britney erat.
"Eia senang Kakak udah di sini lagi. Eia rindu Kakak." Sereia mengungkap rasa rindunya.
"Aku juga rindu adik-adik." Britney membalas pelukan hangat.
Pangeran tersenyum melihatnya, lalu ia beranjak menghampiri sang ibu untuk membicarakan sesuatu.
Langit melirik ayahnya sekilas, ia menarik Bintang mendekat lalu berbisik, "Bintang, bagaimana dengan rencana kita menyelidiki tempat itu? Aku sudah sangat penasaran apa yang kak Brinnie lihat."
Bintang menepuk dahinya pelan. "Aku hampir lupa. Oke, Langit, saat selesai pelatihan hari pertama di Academy, kita pergi diam-diam ke tempat itu lagi. Jangan beritahu kak Brinnie, nanti dia terkejut lagi terus demam."
Langit terkikik. "Oke, Bintang, aku setuju."
❦ ════ •⊰🅐-🅒-🅐-🅓-🅔-🅜-🅨⊱• ════ ❦
RAMEIN KOMENTARNYA YA! 😼
Gimana? Kalian suka?
Jangan lupa tinggalin jejak vote dan komen untuk memberi aku tambahan energi supaya lebih semangat nulis part selanjutnya💪🏻😼
● Jangan lupa baca side story Senada dan Om Mafia di karyakarsa 🤍🎀🌸
Terima kasih! 🍓
— Shileldaz —
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
