
“Terus, mau kamu apa?”
“Mas Ganteng, mau nggak jadi plus one aku?”
PART 5
Adelio tidak tahu, bahwa saat dia curhat, padahal Caramel masih cukup sadar dan mendengar curhatannya.
Wah, dibalik wajah kaku dan sikapnya yang dingin ternyata dia adalah pria galau. Meski saat itu pendengarannya samar-samar, Caramel masih bisa menyimpulkan bahwa Mas Ganteng ditinggal nikah sama wanita yang dicintainya.
“Hatinya hello kitty juga.” Dia terkikik. Jadi penasaran seperti apa cewek yang dicintai Mas Ganteng.
Sebenarnya, Caramel agak kecewa sedikit sih, sama fakta itu. Kemungkinan Mas Ganteng jadi jodohnya kayaknya menipis. Yah, siapa sih, yang nggak tertarik sama pria setampan itu. Tapi, sayangnya, Caramel paling anti menjalin hubungan sama orang yang belum lepas dari masa lalunya.
Tapi, nggak apa-apa. Dia punya alternatif lain untuk Mas Ganteng. Pria itu masih pantas dia dekati. Dia masih bisa menjadikan Mas Ganteng sebagai partner kondangannya ke acara pernikahan Erich.
Ya, semalaman Caramel memikirkan itu.
Caramel berpikir untuk menarik perhatian Mas Ganteng dan mengajaknya menjadi plus one-nya di pernikahan Erich nanti. Mas Ganteng kandidat terkuat yang dia miliki saat ini untuk mendampinginya. Caramel tidak tahu lagi harus mengajak siapa.
Kedua, dia ganteng, sudah jelas. Hal itu akan menguntungkan Caramel untuk membuat Erich merasa ciut dan tertampar bahwa Caramel bisa kok menggaet pria yang lebih unggul dari si buaya buntung itu.
Ketiga, posisi mereka sama. Dua orang patah hati dan putus asa. Karena itu, pasti Mas Ganteng akan mudah didekati. Biasanya orang patah hati kan butuh teman curhat. Buktinya, tanpa diminta kemarin Mas Ganteng langsung curhat sama dia soal masalah percintaannya. Masalah percintaan! Pribadi banget nggak, tuh.
Caramel bisa jadi teman curhatnya.
Tapi, caranya gimana? Masa tiba-tiba Caramel bilang, “Hai, kamu lagi patah hati, ya? Butuh teman curhat? Aku bisa bantu.”
Udah mirip sales pinjol.
Yang ada pria itu kabur.
Aha! Mas Ganteng kan tinggalnya di kompleks perumahan dekat taman yang suka jadi tempat Caramel jogging. Kalau begitu, Caramel harus rajin jogging di sana. Siapa tahu bisa ketemu Mas Ganteng lagi, terus pelan-pelan dia jadiin plus one-nya, deh.
Dimulailah perjuangan Caramel mendekati Mas Ganteng. Dia jadi rajin ke taman itu setiap pagi sebelum berangkat kerja. Meski dia agak lelah melakukan aktivitas yang masih cukup berat untuknya ini, apalagi sudah hampir seminggu dia tidak juga bertemu batang hidung ganteng pria itu. Andai saja jasnya belum dibalikin. Caramel kan jadi punya alasan.
Tapi, Caramel tidak menyerah, dong. Dia salah seorang yang memiliki prinsip bahwa usaha tidak akan mengkhianati kita.
Nah, kan, kali ini beneran ketemu! Bikin Caramel jadi berharap lagi bahwa mereka beneran berjodoh.
Mas Ganteng sedang berlari kecil bersama kucing lucunya. Pria itu langsung berhenti saat sadar Caramel menyamakan langkahnya.
“Hai!” Caramel menyapanya dengan semangat pagi.
Tapi, Mas Ganteng kok mundur? Memangnya badan Caramel bau?
Tapi, iya, sih. Tadi pagi Caramel nggak keburu mandi gara-gara takut kehilangan Mas Ganteng. Hehe.
“Makasih ya, waktu itu udah anterin aku pulang.” Meski begitu, Caramel tak gentar, “Kamu masih ingat aja rumah kontrakan aku.” Caramel terkekeh. “Oh, iya, mumpung kita ketemu, Mas Ganteng mau imbalan apa?”
“Kenapa kamu selalu panggil saya ‘Mas Ganteng’ ‘Mas Ganteng’, sih?” tanya Adelio. Dahi mulusnya berkerut.
“Oh. Haha. Itu panggilan aku buat kamu. Aku kan nggak tau nama kamu siapa. Jadi, ya itu aja.” Caramel nyengir lagi. Sampai Adelio jadi khawatir giginya akan kering.
“Kalau gitu, kita kenalan dulu nggak, sih? Biar kamu nggak risi gitu sama panggilan itu.” Caramel berdehem. Sekilas mengelap tangannya ke baju sebelum mengulurkannya ke depan Adelio, “Aku Caramel.”
Adelio malah terdiam sambil terus menatap Caramel. Bikin Caramel yang tadinya bingung, perlahan memasang senyum semanis mungkin. Sebelah tangannya dia angkat menyampirkan anak rambut di telinga, lengkap dengan senyum malu-malu kucing.
Mas Ganteng pasti terpesona, kan, sama kecantikan aku? Batinnya.
Sampai tiba-tiba Adelio berkata... “Caramel macchiato?”
Padahal, seharusnya dia bercanda. Tapi, wajahnya terlalu datar untuk dikatakan bercanda. Caramel sampai melongo, bingung harus bereaksi gimana, dan akhirnya hanya bisa tertawa canggung biar Adelio nggak malu.
Lucu banget. Ya ampun, udah ganteng, lucu pula. Argh, gemes!
Caramel sudah sering mendengar guyonan itu dari teman-temannya setiap dia memperkenalkan diri pada orang baru. Tapi, yang ini lucu banget.
“Haha. Iya, deh,” ucap Caramel tertawa kering, “Terus, nama kamu siapa?” tanyanya balik, yang kemudian malah dibuat melongo lagi karena Adelio malah melengos, dan pergi.
Caramel menggerutu. Idih sombong banget! Kalau saja Caramel nggak butuh dia, sudah dia lempar kepalanya pakai sepatunya.
Tapi, bukan Caramel namanya kalau dia menyerah.
Caramel cepat-cepat kembali menyusul, “Btw, aku ingat lho, waktu aku mabuk kita ngobrol apa aja. Termasuk curhatan kamu.” Caramel menahan tawa saat ucapannya itu berhasil membuat langkah Adelio berhenti. “Ternyata kamu lagi patah hati juga, ya. Uhh... ganteng-ganteng sad boy.”
Adelio menatapnya tajam, “Lupakan itu!” katanya dingin.
“Kamu minta aku lupain curhatan kamu? Oh, tidak semudah itu, Ferguso.” Caramel menggeleng-geleng sambil mengibas-ngibaskan tangannya, “Kapan lagi denger cowok ganteng galau.” Dia terkikik, tanpa peduli di depannya wajah Adelio sudah merah padam.
“Saya udah move on! Jangan sok tau!” geram Adelio, “Dan itu bukan urusan kamu!”
Adelio ingin pergi lagi, tapi kini dengan cepat Caramel menahannya, “Ya udah, iya.” Caramel harus menahan diri meledek Mas Ganteng kalau tidak mau pria itu pergi dan rencananya jadi berantakan, “Jadi, kamu mau imbalan apa?”
“Nggak perlu.”
“Jangan gitu, dong. Kamu udah nolongin aku dari cowok rese. Kalau malam itu kamu nggak di sana, aku nggak tau deh nasib aku gimana. Mikirinnya aja bikin aku merinding.” Caramel bergidik. “Setidaknya, aku harus kasih kamu sesuatu kan, sebagai ucapan terima kasih.”
“Kamu harusnya tau, wanita nggak baik mabuk sendirian. Kamu udah dewasa, kan? Seharusnya kamu bisa jaga diri,” tegur Adelio. Wajahnya serius sekali. Caramel hampir saja merasa dia salah dengar.
“Kamu lagi khawatirin aku?” tanya Caramel percaya diri, “Kalau gitu, kamu mau nemenin aku minum lain kali?” ucapnya dengan wajah berbinar.
“Kapan saya bilang begitu?” sinis Adelio.
“Hahaha.” Caramel malah tertawa. Tangannya terulur mengelus leher kucing dalam gendongan Adelio. Maunya sih mengelus leher Adelio saking gemasnya, tapi nanti Mas Ganteng lari ketakutan. “Beneran nih nggak mau apa-apa?” Matanya melirik Adelio.
Merasa nyaman dengan sentuhan lembut Caramel, Noe jadi bergeliat dalam gendongan Adelio. Ingin melompat ke dalam gendongan Caramel. Adelio susah payah menahan gerakannya, “Noe!” peringatnya.
“Oh, kucing kamu namanya Noe? Namanya ganteng, ya. Kayak yang punya.” Caramel terkekeh. Tangannya masih setia mengelus-elus leher Noe membuat Noe semakin nyaman. Mau tak mau Adelio jadi membiarkan Caramel mengambil alih Noe.
“Nggak,” balas Adelio.
Caramel mengangkat pandangannya dari Noe, “Apa?”
“Untuk pertanyaan kamu tadi. Saya nggak butuh imbalan,” jelas Adelio datar. Sebelah telunjuknya terulur mengelus pipi gembil Noe yang kini bersandar nyaman di gendongan Caramel.
“Kalau aku yang bikin permintaan gimana?”
“Silakan.” Mata Caramel hampir saja mencelat keluar saat mendengar jawaban cepat Adelio yang tidak terduga. Tapi, sayangnya, dia terlalu berbaik sangka, “Tapi, nggak ada kewajiban saya untuk memenuhinya,” lanjut Adelio kemudian.
“Geez,” cibir Caramel, “Kalau kamu nggak mau, mulai sekarang aku ganti panggilanku ke kamu dari Mas Ganteng jadi sad boy tiap kita ketemu, gimana?”
Tatapan laser seketika Adelio hunuskan pada Caramel, “Apa permintaan kamu?” Dia akhirnya menyerah, tapi dengan wajah ketus, “Memangnya kamu mau gangguin saya terus?”
“Iya.” Tawa Caramel menyembur saat Adelio mendelik sinis, “Gampang aja, kok. Kamu ingat kan, waktu pertama kita ketemu? Mantan pacar aku habis tunangan waktu itu. Tunangan sama orang lain. Dia undang aku ke acara pernikahannya dengan mengancam kalau aku datang nggak bawa pasangan berarti aku belum move on dari dia.”
Adelio mengernyit, merasakan sesuatu yang buruk, “Terus, mau kamu apa? Urusannya sama saya apa?”
Caramel tersenyum manis yang lebar sekali, “Mas Ganteng, mau nggak jadi plus one aku?”
“Ha?”
Tak memedulikan kebingungan Adelio, Caramel malah mengangguk-angguk semangat, “Iya. Jadi, partner aku.”
Bukannya Adelio tak mengerti. Tapi, apa itu masuk akal? “Maksudnya, saya pura-pura jadi pasangan kamu untuk ditunjukkan ke mantan kamu, begitu?”
“Hooh.”
“Saya nggak mau.” Adelio hendak pergi. Sebelum itu, dia ingin mengambil Noe kembali, tapi Caramel malah menjauhkannya.
“Cuma sehari aja, kok. Setelah itu, aku janji nggak akan ganggu kamu lagi. Ya?” tawar Caramel dengan wajah memohon.
“Kamu bisa cari orang lain.” Adelio ingin mengambil alih Noe, tapi lagi-lagi Caramel tak mengizinkan.
“Aku nggak punya temen cowok lagi.”
“Laki-laki yang waktu itu bersama kamu?”
“Erich udah kenal Danesh. Jadi nggak mungkin—“
“Itu urusan kamu.” Dengan cepat, Adelio merebut Noe, lalu pergi secepat kilat.
“Ihh!” Caramel kesal sampai menghentak-hentakkan kakinya.
Caramel tak hilang akal. Dia berlari menyusul, lalu pura-pura terjatuh di dekat Adelio.
“Aw! Aduh sakit banget. Mas Ganteng, tolongin!”
Tapi, Adelio cuek saja, dan melanjutkan langkah. Membuat Caramel melongo.
“HAISH!”
***
Hari ini, sama seperti hari-hari belakangan, Caramel kembali melakukan misinya mendekati Mas Ganteng.
Kan sudah dibilang. Tidak ada kata menyerah dalam kamus hidup Caramel!
Tapi, sayangnya, sudah setengah jam berkeliling taman, Caramel tidak juga menemukan batang hidung pria itu.
Caramel jadi tertunduk lesu. Masa dia harus menyerah sekarang, sih. Terlalu cepat untuknya.
Dan datang sendirian ke acara pernikahan Erich? Itu sama saja bunuh diri!
Tidak datang pun sama saja memperlihatkan dia kalah.
Tapi, dia tidak tahu lagi harus meminta kepada siapa untuk menjadi plus one-nya.
Kenapa Caramel nggak laku, sih? Dulu, cukup banyak cowok-cowok yang deketin dia di sekolah. Tapi, dia malah memilih jadi budak cintanya Erich. Cowok-cowok itu jadi mundur teratur. Apalagi saat tahu Caramel bucin lama banget.
Caramel jadi menyesalinya. Dan sekarang, dia kebingungan.
Bahkan, Mas Ganteng saja nggak mau sama dia. Pria itu pasti tidak mau lagi ke sini gara-gara diganggu sama dia.
Sekarang, dia malah berhalusinasi melihat Noe, kucing putih milik Mas Ganteng.
Sampai kucingnya aja dia pikirin.
Kucing itu semakin mendekat. Dan eh, kayaknya itu benar Noe. Caramel masih mengingatnya dari tali lehernya yang berwarna merah. Perlahan, Caramel menengadah melihat siapa majikan dari hewan itu.
Mas Ganteng!!
Wajah keruh Caramel langsung bercahaya, seolah dikelilingi bintang-bintang yang bersinar seperti dalam komik.
Mas Ganteng masih ditakdirkan untuk Caramel! Hihi. Thank, God!
Dengan tidak tahu diri, Caramel teriak-teriak sambil melambai.
“MAS SAD BOY. HAII!!”
Adelio yang semula berjalan menunduk sambil memandangi ponselnya, jadi mendongak. Langkahnya terhenti seketika, dengan mata melotot.
Wanita itu meneriakkan apa tadi?!
Tidak mau lagi berurusan dengan wanita itu, dan dia yang kadung malu dengan ucapan Caramel yang kemungkinan besar didengar banyak orang di taman ini, tanpa pikir panjang Adelio membalikkan tumit ke arah sebaliknya.
“Eh, eh. Kok kabur?”
Tapi, Caramel tidak kesal. Alih-alih, dia malah terkikik, lalu berlari melompat-lompat menyusul.
Sengaja dia mengganti panggilan Mas Ganteng. Kan, sudah perjanjian kalau pria itu tidak mau melakukan permintaannya, Caramel bakal panggil dia sad boy.
Biar tahu rasa! Masa Caramel yang cantik begini dicuekin!
Caramel semakin mempercepat langkahnya saat Mas Ganteng perlahan-lahan berlari juga.
Namun, Adelio harus berhenti. Terlalu terburu-buru, dia sampai tak melihat sekitar dan akhirnya menabrak seseorang yang melintas dengan kursi roda. Beruntung orang itu tidak sampai terjatuh, dan dengan mudah memaafkan saat Adelio meminta maaf.
“Segitunya banget kamu mau menghindari aku?” ledek Caramel yang akhirnya jadi bisa menyusul, meski napasnya agak terengah-engah.
Dia tertawa kecil saat Adelio menggerutu. Tapi, kemudian membelalak saat matanya menangkap lutut Adelio yang tidak tertutupi kain celana terluka.
“Eh, kamu berdarah, tuh!” katanya sedikit heboh, “Sini, ikut aku.” Tanpa izin, Caramel menarik pergelangan tangan Adelio.
Tercekat, Adelio segera menarik lengannya kembali, “Ngapain? Saya nggak mau.” Dia dapat sial apa, sih, bisa ketemu wanita aneh ini terus?
“Ayo. Ikut aja!”
Tak menyerah, Caramel kembali menarik kuat Adelio bersamanya.
Wanita ini mau apa lagi, sih? Awas saja kalau aneh-aneh!
Dan ternyata, Caramel membawanya ke minimarket terdekat. Membawa obat merah dan plester setelah menyuruhnya menunggu sembari dia ke dalam minimarket untuk membeli semua peralatan itu.
“Duduk!” perintah Caramel.
Tidak hanya memerintah, wanita itu bahkan mendorong bahunya. Membuat Adelio tercekat dan seketika menatapnya tajam.
Tapi, dia tidak bisa membantah saat Caramel mulai mengobati luka di lututnya. Adelio tak sadar kapan dia mendapatkan luka ini. Terlalu mengkhawatirkan seseorang yang dia tabrak membuatnya tak menyadarinya.
Dari tempatnya, perlahan matanya beralih melirik Caramel. Tidak menyangka wanita yang dia tahu bar-bar ternyata bisa terlihat tenang juga. Gerakannya saat membubuhi luka lecet Adelio dengan obat merah, lalu menutupi dengan plester juga terlihat telaten dan penuh kehati-hatian.
Sampai Caramel berkata, “Biasanya kalau gini cowoknya lihatin cewek dengan tatapan memuja gitu.”
Caramel mendongak, dan seringaian tercetak di bibirnya saat tahu tebakannya benar.
Mas Ganteng lagi terpesona lihatin dia. Yuhuu.
Bibir Adelio naik setengah, “Kamu kebanyakan nonton sinetron!” cibirnya.
“Ulalaa... bilang aja udah mulai terpesona sama pesonanya Caramel,” ucap Caramel sangat percaya diri. Dia melemparkan senyum semanis mungkin seraya menopangkan kedua tangan di bawah dagu. Acara mengobati lutut Mas Ganteng sudah selesai. “Caramel manis kan, kayak caramel.” Kali ini, matanya mengedip-ngedip lucu dengan bibir yang mengerucut.
Melihat tingkahnya, Adelio jadi bergerak-gerak gelisah. Bukan! Jangan dikira karena dia salah tingkah! Tidak sama sekali!
Dia justru lama-lama jadi risi. Selalu diganggu wanita menyebalkan.
“Caramel.”
“Hm?”
“Nama kamu bagus. Terdengar lembut. Wajah kamu juga tidak buruk.”
Dipuji begitu Caramel jadi berbinar. Oh, ya ampun. Ternyata pesonanya masih bisa meluluhkan hati pria tampan.
Kalau begini, dia akan cepat dapat pengganti Erich.
Namun, harapannya terlalu tinggi.
Karena kemudian, Adelio berkata, “Tapi, kenapa kelakuannya sangat berbanding terbalik?”
Mas Ganteng lagi mencemoohnya? Ha!
“Yang penting, kamu anggap aku cantik, kan? Kalimat berikutnya aku nggak mau dengar.” Dan satu lagi yang membuat dia senang lantaran Mas Ganteng... “Terus, kamu masih inget sama nama aku, hihi.”
Adelio semakin menatapnya sebal. Kan tadi wanita itu sendiri yang sebut namanya duluan.
“Itu artinya Mas Ganteng mau kan, jadi plus one aku?” sambung Caramel, “Ayolah, kan kita sama-sama diuntungkan di sini. Mas Ganteng bantu aku. Setelah itu, siapa tau dengan kita jalan, kamu jadi suka sama aku. Kamu nggak galau lagi, deh.”
“Saya memang mau move on, tapi bukan sama kamu,” cela Adelio.
“Oh, ya?” Wajah jenaka Caramel berubah serius, “But who knows. Nggak ada satu orang pun yang tau masa depan.” Seringainya tersungging lagi.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
