5. Mawar Pertama

22
6
Deskripsi

"Kan mawar pertamanya, kamu," ujar Ernest enteng. "Inget! Aku biasa kencan di hari Rabu sama Minggu. Malam minggu jadwal maen PS," bisiknya genit.


Narra tersentak mendengar seruan familiar atas namanya. Dicarinya sumber suara dalam remang cahaya malam. Sosok bertubuh tinggi proporsional itu berdiri paling pojok, baru saja datang. Sejenak Narra ragu melangkah, muncul pertanyaa di benaknya, untuk apa Ernest memanggilnya? Apa sang senior tampan berharap untuk diberi bunga seperti yang lainnya? Atau memang ia melihat kebingungan Narra dan berusaha tampil sebagai penyelamat? 

Ernest di mata Narra memang mulai berbeda dan tak lagi biasa. Terlihat Ernest nampak menggerakkan kepalanya ke bawah, seperti sedang meneliti raut wajah Narra dari jarak yang masih lumayan jauh. Lantas, Narra melirik bunga mawar di genggamannya, apa benar harus ia serahkan pada Ernest?

"Kak Ernest," tanpa sadar, kaki Narra berlari menujunya. Tiba-tiba saja ia sudah berdiri tepat di depan sang senior tampan, menghadapi lelaki asing yang entah mengapa selalu ada di saat ia membutuhkan bantuan.

"Ya?" Ernest tampak baru saja bangun tidur. Matanya sembab, wajahnya kusut. Dikantonginya kedua telapak tangannya di saku celana. Mungkin saja ia sedang berusaha untuk tidak berharap Narra memberinya bunga.

"E ... aku kasih Kak Ernest bunga, tapi jangan mikir yang aneh-aneh ya," kata Narra canggung.

"Aneh-aneh?" dahi Ernest mengerut.

"Ehm, sebenernya─"

"Setangkai mawar. Kayak nama kamu, Primrose," sela Ernest seolah tak ingin Narra bicara lebih banyak.

"Makasih Kak, udah bantu aku banyak," senyum Narra terkembang, ia serahkan mawar putih di tangannya pada Ernest.

Alih-alih segera  menerima bunga pemberian Narra, Ernest justru setia menyimpan telapak tangannya di saku celana. Senyum menghiasi bibir tipisnya yang basah, 

"Ini mawar kedua ya, Prim," ucap Ernest sambil meraih bunga dalam genggaman Narra.

 Ernest-lah lelaki pertama yang memanggil Narra dengan nama itu. Primrose, nama bunga yang begitu sarat makna, bunga yang berarti 'mawar pertama'.  Secara tak sengaja, tanpa dijanjikan sebelumnya, Ernest sudah menjadikan Narra miliknya, sebagai mawar pertama dan kedua.

"Kedua?" tanya Narra tak mengerti.

"Kan mawar pertamanya, kamu," ujar Ernest enteng. "Inget! Aku biasa kencan di hari Rabu sama Minggu. Malam minggu jadwal maen PS," bisiknya genit.

"Eh?" Narra mengedip-ngedipkan matanya bingung. Apa maksud ni cowok sih?

"Kan tadi sore ada yang nembak," ucap Ernest tergelak.

"Kak! Itu kan nggak serius," elak Narra, "masak dianggepnya beneran sih?" desisnya.

"Takut amat! Bercanda kali, Prim. Lagian nggak mungkin Ernest bikin cewek nembak dia. Kalo aku mau ke kamu, aku yang bakal bilang cinta duluan," ujar Ernest ambigu. "Kuterima ya mawar keduanya," ia angkat bunga mawar dari Narra, ditimangnya sangat hati-hati seolah takut sentuhannya menyakiti sang mawar. Kemudian disakunya bunga itu di dada. "Sebut Saja Mawar, makasih."

"Sebut saja mawar?" lagi-lagi Narra tak paham arah bicaranya.

"Primrose, rose kalo dalam bahasa Indonesia artinya mawar. Kamu suka liat berita-berita investigasi jaman dulu nggak? Biasanya kalo nyebut pelaku kriminal atau orang-orang yang kena tangkap polisi kan pake nama alias. Mawar paling suka dipake. Hahaha, Sebut Saja Mawar, bukan nama sebenarnya,"

"Kak Ernest,"

"Apa?"

"Garing banget!"

"Kayak ayam crispy dong. Coba pegang!" canda Ernest terkekeh.

"Ogah!" sambar Narra gemas.

"Eits! Judes begitu kubuang bunganya!" ancam Ernest horor.

"Kok gitu?"

"Biar kamu dihukum."

"Jangan dong," rengek Narra memohon.

"Mana mungkin  dibuang. Dari kamu ini," cengir Ernest menggemaskan.

"Arggh!" Narra menggeram geregetan.

"Kenapa? Udah waktunya berubah? Kok menggeram gitu?" tanya Ernest makin menjadi.

"Berubah?" gumam Narra bingung.

"Yang berubah tengah malem apaan?" kikik Ernest makin menjadi.

"Manusia serigala?" tebak Narra asal.

"Siapa tau kamu seriusan jelmaan dewi bunga. Hahaha,"

Dan itu adalah lawakan paling garing yang selalu membuat Narra mengingat Ernest. Cara Ernest memandangnya memang biasa, tapi ketika sudah saling bertatap mata, Ernest perlahan berubah istimewa.

"Kalo aku dewi bunga, ogah deh ikut acara beginian," sungut Narra kesal.

"Yakin? Ada Mas Ernest lho!" goda Ernest iseng.

"Whatever!"

"Primrose Keinarra Milan Garnasih!" teriak Ernest  lantang, sekejap membuat suasana berubah hening. "Kamu adalah mawar pertamaku," desisnya penuh penekanan. "Dan setangkai mawar ini, menandakan kamu berhasil dilantik secara resmi jadi anggota keluarga besar Tonti Smansa Eka Cipta," sebutnya. 

Baiklah, itu jelas mengagetkan bagi seorang Narra yang tak pernah terlibat prosesi pelantikan semacam ini. Dalam bayangannya, ucapan lantang Ernest akan membuatnya di-bully habis-habisan dan terus dijodoh-jodohkan selepas pelantikan. Namun di luar dugaan, Ernest melantik Narra pertama kali. Ia mendekat, mengalungkan sebuah pita berwarna merah dan putih dengan satu tulisan manis. Setangkai mawar yang kutemukan di antara ribuan benalu dan tanaman perdu. Kau menjadi satu dengan rinduku, Primrose.

Para panitia menyiapkan pita yang sama untuk semua anggota Tonti baru malam itu. Satu hal yang membuat pita itu berbeda dengan milik Narra. Tulisan tangan Ernest di ujung pita yang menyebut namanya. Primrose-mawar pertama.

 Wajah Narra pasti memerah karena perlakuan Ernest. Tak terkecuali semua teman-teman se-angkatannya yang mengalami hal sama. Setelah dilantik mereka dikumpulkan lagi di laboratorium biologi. Beberapa alumni Tonti Smansa yang sudah lulus didatangkan untuk menyambut. Acara berubah atmosfer, bertolak belakang dengan kesuraman yang terjadi sebelum Narra dan teman-temannya resmi dilantik. 

Di meja praktikum, sudah disiapkan puluhan lilin yang belum dinyalakan. Narra sendiri tidak tahu untuk apa lilin itu di sana, yang ia tahu pasti, masih ada satu acara lagi yang dipersiapkan untuk menggembleng sang angkatan baru.

"Pegang jimatku Prim," kata Ernest setelah riuh tepuk tangan dan sorakan mulai mereda.

"Maksudnya Kak?" 

Ernest tak menjawab. Ia hanya mengangkat jari telunjuknya dan menempelkannya di depan mulut sebagai jawaban. Mata sendunya yang masih terlihat mengantuk memandang lurus ke depan. Di depan sana, satu per satu para alumni memperkenalkan diri dan memberi informasi di mana mereka berkuliah saat ini. 

Sementara Narra sudah tak begitu fokus pada apa yang terjadi karena rasa kantuknya benar-benar tak tertahan lagi. Matanya lebih asik mengamati gerak-gerik Ernest yang keluar-masuk ke dalam ruangan entah mengurus apa. Sesekali Ernest tampak berbicara dengan Bayu, kemudian keluar ruangan lagi.

Tak berapa lama setelah acara ramah-tamah selesai, anggota Tonti kembali disiapkan dalam sikap duduk yang rapi. Secara bergantian satu per satu diberi sebuah lilin yang belum dinyalakan. Banyak yang menebak bahwa mereka akan diminta uji nyali keliling sekolah sendirian dengan lilin yang diberi.

"Narra!!"

Panggilan yang menggema ke seisi ruangan itu membuat Narra tersentak dari lamunan. Ada nama Galih, Esa, Siska, dan Mila yang dipanggil bersamaan dengannya. Narra  maju ke depan dengan perasaan was-was, antara takut dan bingung akan diapakan nasibnya ini oleh para senior.

"Ernest ni," terdengar Andrea berbisik di telinga Bayu saat tiba giliran Narra menyalakan lilin.

Bayu mengangguk, lalu menatap Narra, "Bawa lilin ini ke tempat Kak Ernest, jangan sampai mati. Kalo mati, kamu harus balik lagi ke sini buat nyalain lagi!" perintahnya.

"Maaf Kak, Kak Ernest di mana ya?" tanya Narra polos.

"Itu tugas kamu buat nyari tau!" sahut Andrea ketus.

"Siap Kak!" jawab Narra takut-takut.

Andrea menarik lengan Narra keluar dari dalam laboratorium dan melepasnya di tangga. Ia tak lagi mengawal sang adik kelas dan membiarkan Narra berjalan sendirian di dalam gelap hanya berteman cahaya lilin. Semua lampu penerangan di sekitar sekolah sudah dipadamkan. Jadi, ke mana harus Narra harus mencari Ernest sekarang? Dalam kondisi gelap begini benarkah ia harus mengelilingi seluruh sekolah?

Sesaat Narra menoleh lagi ruang laboratorium yang masih ramai. Ia bingung memutuskan harus mencari Ernest di mana, apakah di kelasnya? Namun, baru dua langkah ia maju, seseorang muncul dari lorong koridor mengejutkannya. Hampir saja Narra berteriak panik jika sosok itu tidak memanggil namanya.  Ia dekatkan lilin yang dibawanya dan mendesah lega saat tahu bahwa sosok itu adalah Catur, senior yang sore tadi  ia temui saat meminta obat.

"Kaget ya," tegur Catur seperti tengah menahan tawa.

"Gimana nggak kaget kalo Kak Cantur muncul dalam gelap gitu. Untung nggak saya lempar lilin," balas Narra masih memegangi dadanya dengan sebelah tangan.

"Cari Ernest ya?" tanya Catur sambil tertawa.

"Kak Catur tau dia di mana?"

"Aku ke sini buat jemput kamu," jawab Catur memberi isyarat pada Narra untuk mengikutinya.

Narra mengekor saja. Mereka menaiki tangga beton melalui selasar kelas akselerasi yang gelap. Bagaimana Narra bisa menemukan Ernest jika dia bersembunyi di tempat sejauh ini? Siapa yang akan menyangka bahwa Ernest menunggu di ruang kelas Narra, kelas yang berseberangan jauh dari kelasnya sendiri. 

Saat Narra dibimbing masuk ke dalam kelas, di sana sudah ada Ernest dan Panji─alumni yang tadi sempat memperkenalkan diri. Beberapa lilin sengaja dinyalakan di atas meja yang dihadapi Ernest. Ia duduk dengan nyaman mendampingi Panji.

"Paket udah dianter," ucap Catur kemudian pergi. 

"Hai Prim!!" sapa Ernest ramah, sangat misterius. "Ketemu Mas Ernest lagi ya?" gumamnya tersenyum dengan begitu tampan.

Apalagi ini, Narra?

###

-Kau bunga nan semerbak, tebarkan aroma cinta, membuai hatiku menyentuh relung jiwaku. Kucium setiap kuncupmu, wanginya menusuk jantungku, luluhkan rasaku menuai buah cintaku- "Naff_Bunga"

Geng, sama kayak Your Guardian Angel ya, Mawar Pertama Ernest bakalan mulai berbayar di bab 6. Teknisnya sama, kalian bisa pake voucher yang kusediain tiap pembelian satuan. Atau bisa beli paketnya aja dengan memasukkan voucher khusus MPEKH agar dapet potongan harga. Harga satuan dan per paketnya nggak akan jauh beda ya, jadi silakan kalian pilih sesukanya. Makasih semuanya...kiss kiss. 


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 6. Jimat Ksatria Baja Hitam
18
8
Kode voucher : MPE1 Kenapa saya yang dapet jimat Kak Ernest, Kak? tanya Narra tanpa mengalihkan pandangan dari Ernest yang menunduk sedari tadi.Karena jimat itu sengaja milih Narra, desis Panji semakin melambungkan hati Narra.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan