
…
Aduh, bikin betah saja. Mana kalau dilihat-lihat, this guy beside me must be a hottie.
What a blessed dream. Otakku keren sekali bisa memvisualisasi momen seperti ini. Dengan ruangan sekeren dan sedetail ini.
Aku memberanikan diri menyentuh kulit kecoklatan di sampingku. Oh my, it's so real, I almost choked myself from shock. Lalu lanjut menyentuh rambut hitam ikalnya. Aku masih tidak bisa melihat wajahnya karena dia berbaring telungkup.
Tapi sosok itu sepertinya mulai terganggu oleh sentuhan usilku....
DI akhir tahun seperti saat ini, angin dingin berhembus pelan, dan matahari berpendar hangat. Sungguh kombinasi yang menyenangkan. Aku suka sekali cuaca yang seperti ini. Pas. Tidak panas tapi juga tidak terlalu dingin.
Akan sangat menyenangkan kalau aku bisa bergelung seharian di bawah selimut, di atas kasur empukku, di kamarku yang nyaman dengan jendela tertutupi gorden tebal dan gelap tanpa cahaya, kecuali dari lampu pelangi estetik yang kubeli di Shopee. Oh, dan jangan lupa lilin aroma terapi favoritku.
Akan lebih syahdu jika sambil mendengar lagu favoritku.
Aah, membayangkannya saja aku sudah bahagia. Sayang sekali, sebagai budak kapitalisme dengan berbagai tagihan yang harus dipenuhi, aku harus bertahan di kantor sampai malam nanti. Begitu pula akhir pekan nanti. Kantor sedang sibuk-sibuknya menjelang akhir tahun.
Aku tidak bisa berleha-leha.
Ya, aku harus bekerja keras dan lebih keras lagi agar bisa hidup dengan tenang. Aku butuh banyak uang agar bisa terus hidup bahagia.
Ayo, Mina, cepat selesaikan pekerjaanmu agar kamu bisa cepat pulang dan istirahat. Ah, aku rindu kasurku.
***
“Haaahh” aku mendesah lega ketika badanku bersentuhan dengan kasur empukku. Syukurlah, tiba di rumah aku langsung buru-buru ke kamar mandi, mandi, memakai piama, kemudian cepat-cepat menggunakan serangkaian perawatan kulitku. Kalau tidak begitu, aku bisa tertidur tanpa mengganti baju dengan riasan wajah yang akhirnya bikin aku kesal karena badanku gatal-gatal dan wajahku jerawatan parah setelahnya.
Di umurku yang semakin tua, aku berhasil memaksakan diri agar tidak menuruti sifat malasku yang mendarah daging dan membuang jauh-jauh kebiasaan menunda-nunda. Hanya akan menambah masalah kalau aku malas dan menunda-nunda. Apa pun itu pekerjaannya.
Nah. Mari tidur.
Rintik hujan terdengar sayup-sayup diiringi bisikan jangkrik yang terputar dari pengeras suara yang terhubung dengan laptopku. Seraya membayangkan kampung halaman. Ku peluk selimut tebalku yang lembut kemudian menutup mataku perlahan.
Akan sangat menyenangkan kalau aku tak perlu pergi ke kantor besok pagi.
***
Mentari bersinar terang membangunkanku dari tidur nyenyak. Ah, aku tidak rela bangun. Bisa tidak sih aku bolos kerja saja hari ini? Apa aku pura-pura sakit saja?
Tidak-tidak. Sebagai wanita dewasa, aku tidak bisa cuek terhadap apa yang sudah menjadi tanggung jawabku. Aku tidak mungkin membiarkan orang lain terpaksa bekerja lebih karena harus menyelesaikan pekerjaanku.
Kalau mau beristirahat, aku sebaiknya memanfaatkan cuti tahunan saja. Bukannya malah pura-pura sakit.
Aku kan bukan anak sekolahan lagi.
Oke, mari bangun.
Aku membuka mataku perlahan. Berat dan terasa lengket. Tidurku semalam sungguh sangat menyenangkan. Nyenyak sekali. Tempat tidur dan selimutku terasa lebih nyaman daripada biasanya. Wanginya juga enak sekali. Seperti wangi lelaki dewasa ganteng yang baik hati dan tidak sombong.
Duh, pagi-pagi sudah melantur, ayo bangun!
Untuk sesaat aku mengalami disorientasi. Sepertinya aku tidur terlalu nyenyak dan berputar-putar sehingga kamarku terasa asing.
Hah?
HAAAH?
ADUH! INI BUKAN KAMARKU!!!
MATI AKU!
Aku segera menyapu pandangan ke sekeliling kamar.
Ketika mataku tak sengaja melihat kepala dengan rambut hitam lebat di sampingku, aku tak bisa menahan pekikan kecil keluar dari mulutku.
Aku bukan orang yang suka teriak ketika terkejut. Aku bahkan tidak berteriak ketika hampir dicopet, begitu pula ketika aku jadi korban pelecehan seksual secara visual. Aku menjauh dengan cepat dan tenang, walau sambil menahan emosi. Tanpa berteriak. Mungkin karena hal itu bukan hal yang tidak mungkin terjadi.
Aku orang yang selalu hati-hati dan banyak pertimbangan.
Tapi hal ini sungguh di luar dugaan.
Aku memukul wajahku. Cukup keras. Sakit dan tentu saja aku tidak bermimpi.
Jadi ini apa? Kenapa aku bisa terbangun di tempat asing, dengan lelaki yang tampaknya tidak pakai apa-apa di balik selimutnya, karena aku dapat melihat punggung lebarnya mengintip malu-malu.
Wah, bahunya bagus. Sepertinya dia senang berolahraga.
Aduh, bangun, Minaaa, FOKUS!
Aku ingat dengan jelas kalau semalam tidur di kamarku sendiri. Aku tidak mampir di mana pun sepulang dari kantor. Apalagi main ke klub, mabuk, dan melakukan one night stand.
Aku yakin sekali.
Because I’ve never been a fan of night club, drinks, nor one night stand.
For god sake, in my late twenties I’m still virgin and I’m 100 percent sure I’m mentally stable too. Am I tho?
Apa sebenarnya aku berkepribadian ganda?
Kalau benar, aku harusnya beberapa kali kehilangan kesadaran sebelum ini. Masa sekalinya diambil alih aku langsung melakukan kesalahan besar seperti ini? Sepertinya tidak, kan? Aku yakin aku tidak berkepribadian ganda. Bukannya yang punya kepribadian ganda mengalami kejadian traumatis dahulu?
Apa aku trauma karena pekerjaanku? Duh, jangan melantur.
Eit, eit, apa jangan-jangan ini mimpi? Mimpi yang terasa nyata? Apa si itu sebutannya?
Lucid dream?
Ahh, benar, bisa jadi aku masih tidur kan?
Tapi bagaimana aku keluar dari lucid dream?
Aku ingat pernah baca caranya di satu artikel, yang tentu saja tak kuingat lagi, karena aku pelupa dan tak pernah terlintas di kepalaku kalau aku akan membutuhkannya.
Hmm, ingatkan aku untuk searching caranya kalau sudah bangun nanti.
Yaya, pasti ini lucid dream kan?
Sekarang mari nikmati mimpi yang terasa sangat nyata ini.
Aku mengeluarkan tanganku dari balik selimut, menikmati hangat mentari pagi menyirami kulit tanganku.
Duh, warna kulitku jadi bagus banget di bawah matahari begini.
Thanks to perawatan spa dan body care-ku yang tidak murah.
Yah, tidak murah karena aku bukan anak sultan dan aku membayar semuanya dari penghasilanku sendiri.
Kamar ini sangat luas tapi terasa sangat homey dan nyaman. Interiornya modern tapi terasa hangat. Homey. Ada balkon di sebelah kiriku, tempat cahaya matahari masuk dengan masif, karena dindingnya terbuat dari kaca. Gorden berwarna cokelat kemerahan dibiarkan terbuka. Suasana kamar ini seperti musim gugur.
Aduh, bikin betah saja. Mana kalau dilihat-lihat, this guy beside me must be a hottie.
What a blessed dream. Otakku keren sekali bisa memvisualisasi momen seperti ini. Dengan ruangan sekeren dan sedetail ini pula.
Aku memberanikan diri menyentuh kulit cokelat keemasan di sampingku. Oh my, it’s so real, I almost choked myself from shock. Lalu lanjut menyentuh rambut kecokelatan ikalnya. Aku masih tidak bisa melihat wajahnya karena dia berbaring telungkup.
Tapi sosok itu sepertinya mulai terganggu oleh sentuhan usilku. Karena kini aku bisa melihat wajahnya berputar ke arahku. Dengan mata menyipit kemudian perlahan mengerjap.
Aku bisa melihat matanya yang agak belekan. Such a detailed-oriented brain, You, Mina? Di mimpi pun serealistis dan semanusiawi ini dalam membuat karakter, hm?
I am so weirrdd, right? Aku tersenyum-senyum sendiri. Aku lucu sekali-
“Who are you?” tanya sosok yang ternyata mempunyai suara berat nan seksi ini.
Aduh, apa aku sedang di masa ovulasi, yaa? Beraninya memimpikan makhluk Tuhan seseksi ini?
Suaraku bergetar ketika berkata, “Aku Mina, nice to see you”
“...”
“Nice body, huh?” komentarku tersipu saat lelaki yang tampak familier ini bangun dan duduk, yang untungnya atau sayangnya (?) pakai celana tidur. Aku tidak akan seberani ini jika tidak sedang berada di alam mimpi. Haha. Yaa, mumpung hanya aku yang akan mengingat kejadian ini, why not act all flirty and bitchy? Kapan lagi. kan, yah?
Lelaki di depanku mengernyit terganggu, “Who are you and what are you doing in my room?” tanyanya dengan tekanan di tiap katanya. Dia tampak marah kali ini.
Suasana yang terasa terlalu realistis ini membuatku duduk dan mengkeret di hadapannya.
“Jangan marah padaku! Berani-beraninya memarahiku padahal kamu menumpang dalam mimpiku!” sergahku sambil merengut. Ikut-ikutan berbicara dalam bahasa Inggris. Aku tidak suka dimarahi. Apa lagi jika disudutkan seperti ini, pandangan tajam dan menuduh lelaki di depanku membuatku tertekan. Membuatku ingin menangis.
Wah keren sekali aku berbahasa inggris dalam mimpiku.
“Mimpi apa? Kamu sekarang berada di dalam kamarku” sergahnya.
“Kamu masuk dari mana? Hah?”
Kini aku sudah lebih santai. Untuk apa takut sama sosok tidak nyata di hadapanku, kan?
“Yah, apa lagi yang bisa menjelaskan keadaan ini? Aku jelas-jelas tidur di kamarku dan tiba-tiba terbangun di tempat asing dengan lelaki setengah telanjang yang tak ku kenal.”
Aku pun dengan santai bangun dari tempat tidur dan bergerak ke arah balkon yang sedari tadi menarik perhatianku.
“Woah, pemandangannya sungguh kelihatan detail dan jelas. Menakjubkan. Seolah-olah aku berada di luar negeri.” Komentarku.
“Tahu begini sering-sering saja aku ngalamin lucid dream”
Berdecak kesal, lelaki itu berkata, “Ini bukan mimpi, kamu ada di kamarku.” Lalu menghela napas berat, “berhenti berpura-pura bodoh dan katakan padaku, bagaimana kamu bisa masuk ke rumahku? Dan tidur di kamarku, di atas kasurku?!” suaranya konstan naik di setiap kalimatnya.
Membuatku berdiri menciut.
“JANGAN BILANG KAMU SASAENG?!!” suaranya menggelegar memenuhi ruangan. Dia berdiri, memperlihatkan celana piama putih panjang yang menggantung indah di pinggangnya. Kini kakiku bergetar. Entah karena dibentak, atau pemandangan asing yang biasanya hanya bisa kulihat lewat layar kaca.
Ini terlalu nyata.
Aku menampar wajahku bolak-balik, berusaha bangun. “Bangun! BANGUUUN, MINAAAA!!!” aku berteriak seperti orang gila.
Tapi tak ada yang berubah.
Aku merasa wajahku sakit.
Bodoh sekali.
Ini bukan mimpi.
Mana ada lucid dream seperti ini! Mencibir diri sendiri yang terasa bodoh sekali. Aku juga kesal karena sudah membiarkan diriku memukul wajahku berkali-kali.
Kesadaran menamparku dengan keras.
Aku berpindah ke tempat lain. Tepatnya pindah ke dalam kamar lelaki seksi yang kelihatan sangat marah ini. Tertidur di kasurnya.
Aku menginvasi tempat orang lain.
Tanpa disengaja.
Masalahnya, aku tidak tahu kenapa bisa begini.
Aku tidak bisa berkata-kata.
Lelaki di depanku tampak mengusap wajahnya frustrasi.
Aku lebih frustrasi lagi. Teringat kelakuanku yang flirty sebelumnya. Kenapa aku bisa berani sekali tadi?
Aduh, fokus dulu, Mina! “Eh, a-aku sepertinya, mungkin, ehm, berpindah tempat saat sedang tidur” ungkapku, berusaha berbicara setenang mungkin. Walaupun gagal, karena suaraku bergetar saat mengatakannya. Gugup karena tidak tahu pasti apa yang sebenarnya aku bicarakan.
Aku buru-buru menambahkan saat lelaki di depanku akan membantah, “Aku belum pernah sebelumnya seperti ini, tapi sepertinya aku mengalami sleepwalking”
“Kemudian membobol dan masuk ke dalam apartemenku?” tanyanya sinis.
Aku gelagapan lagi, “Lalu apa jawaban yang tepat? Aku tidak tahu apa yang terjadi semalam, tapi aku ingat dengan jelas tidur di kasurku, kamarku sendiri. Aku tidak membobol apartemenmu.”
Sebentar-sebentar “Apa jangan-jangan kita tinggal di Tower yang sama? Atau tetangga satu lantai?”
“Eiittt, tapi sepertinya apartemenmu lebih mewah daripada apartemenku.” Jauuuh lebih mewah sebenarnya.
“Pemandangan balkonnya bahkan berbeda denganku. Balkonmu seperti sedang di luar negeri. Seperti bukan di Jakarta saja.” komentarku berturut-turut. Yang kemudian membawaku kepada suatu kesadaran.
Kami sedari tadi berbicara dengan bahasa Inggr-
“Ini bukan di Jakarta. Ini Seoul”
Mulutku menganga lebar.
“JANGAN BERCANDA!!!”
Aku tidak percaya ini.
Kulihat dia memutar mata muak. Lalu meraih handphone dari atas nakas di samping tempat tidur.
“Yeoboseyo, hyung” kudengar suara dia menelepon seseorang. Kali ini berbicara dengan bahasa Korea. “Ada masalah, hyung, kurasa ada sasaeng yang menerobos masuk-“ jangan bilang dia seorang idol! Aku segera berlari ke arahnya, merebut handphone-nya dan berlari menjauh ke arah balkon.
Aku tidak bisa membiarkannya membuat hal ini menjadi masalah besar. Aku tidak mau ditangkap di negara orang dengan alasan menjadi sasaeng. Aku butuh menceritakan segala hal sejelas-jelasnya dengan lelaki di depanku. Kemudian mencari solusi untuk pulang ke tempatku.
Kumatikan telepon masuk yang sepertinya dari lelaki yang dia panggil hyung.
Aku menyimpan handphone-nya di saku piamaku, yang berada di di bagian dada, yang menyadarkanku bahwa aku masih memakai pakaian tidurku yang nyaman. Tanpa bra. Menambah rasa panik dan maluku. Apalagi kemudian kusadari handphone yang berat menarik kerah piamaku turun.
Aduh. Ada keadaan yang lebih chaos sekaligus memalukan daripada ini?
Kuletakkan tangan kananku di depan dada menahan handphone sitaanku agar tidak melorot ke bawah bersama piama berbahan ringanku.
“Kau yakin ini di Seoul, bukannya Jakarta?” aku masih tidak percaya dan bertanya dengan nada pelan yang meragu. Jangan-jangan aku memang sedang liburan di Korea? Atau aku tanpa sadar berangkat ke Korea?
Dia lagi-lagi memutar mata jengah.
“Maaf. Aku ingin kamu mendengar penjelasanku lebih dulu.” Aku berkata buru-buru.
Dia hanya balas menatapku tajam seraya mengulurkan tangan, “kembalikan handphone-ku”
“Aku berkata jujur. Aku bukan berasal dari kota ini. Aku mungkin saja tanpa sadar berteleportasi.” Ya, satu-satunya alasan yang masuk akal adalah teleportasi. Eit, tapi bisa saja kan aku berangkat ke Korea dengan sadar, lalu tiba-tiba amnesia? Tapi bagaimana caranya aku masuk ke rumahnya? Dan tidur dengannya di atas kasur yang sama pula?
Tidak ada penjelasan yang masuk akal.
“Aku mohon percaya padakuuuu.” Aku memohon dengan suara dan wajah memelas.
Dia berdecak lagi. Masih tidak percaya. Aku menggenggam handphone-nya dengan erat. Bingung harus menjelaskan bagaimana agar dia percaya. Karena aku pun masih tidak percaya hal ini terjadi.
Sebentar, aku mengecek tanggal di handphone lalu mengangkat kepalaku menatap matanya, “Erm, aku barusan mengecek tanggal, dan aku masih berada di masa yang sama dengan sebelumnya.”
“Err, maksudku aku tidak berteleportasi ke masa depan atau masa lalu” jelasku lagi. Yang semakin terdengar aneh dan melantur.
“Aku mohon percaya padakuuu. Dengarkan penjelasanku dulu” aku memohon dengan suara yang lebih lembut. Aku tidak tahu ini akan berhasil atau tidak. Tapi aku memasang ekspresi memelasku yang biasanya berhasil membuat orang bersimpati.
Ekspresi lelaki di depanku kini tampak agak lebih lunak. Walau masih sedikit terganggu dan waspada.
Aku diam-diam menghela napas lega. “Aku berasal dari Jakarta, Indonesia. Kamu tahu tempat itu?”
Hanya anggukan. Bagus, tidak apa-apa.
“Aku tinggal di sana. Semalam aku pulang kerja seperti biasa kemudian tidur di kamarku. Lalu paginya terbangun di tempat ini. Di kasurmu.” Aku meringis ketika menjelaskannya.
“Sepertinya aku berteleportasi.” Matanya menyipit ke arahku.
“Aku tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Aku berpindah tanpa sengaja.” Tambahku buru-buru seraya mengibaskan tangan dengan semangat.
Aku tiba-tiba teringat. “Aku memasang instagram story kemarin di kantor dan kamarku. Kamu bisa mengeceknya, sebagai bukti kalau semalam aku masih berada di Jakarta.”
Aku buru-buru mengembalikan handphone-nya dan menyuruhnya membuka akun instagram ku. Yang dilakukannya.
Aku bersyukur karena dia bukan aku. Karena kalau aku jadi dia, sepertinya aku sudah menyeret keluar orang asing yang tiba-tiba berada di kamarku.
Dia mengamatinya sejenak. Lalu berkata, “bisa saja kamu memasang foto lama dan berpura-pura kalau itu foto kemarin.”
Aku gelagapan lagi. Duh, apa tidak ada alibi yang lebih kuat, Min? Apa yang dikatakannya benar, ah, “Atau kamu bisa mengecek CCTV. Kamu bisa tanya ke bagian security apa benar aku masuk ke apartemenmu.”
“dan sepertinya apartemenmu berada di lantai yang cukup tinggi juga, aku tidak mungkin memanjat dan masuk melalui balkon seperti Spiderman, kan?” aku mencoba melucu. Yang tidak lucu, karena situasi yang memang tidak cocok. Lelaki di depanku sangat serius. Aku segan dan takut sekaligus.
“Tapi melihat aku bisa teleportasi seperti ini, bisa jadi ada banyak orang lain yang bisa juga, kan? Atau bahkan punya super power berbeda-beda juga?” gumamku pada diri sendiri. Yang sepertinya dapat dia dengar jelas karena suasana yang sepi.
Hening sejenak. Aku merasa gemetar kedinginan di bawah tatapan tajam lelaki di depanku. Apalagi AC kamarnya hidup dengan suhu rendah. Aku heran kenapa lelaki di depanku tampak santai saja tidak menggunakan atasan seperti itu.
“Yah, alibimu bisa kuterima,” aku terkejut dari lamunanku, “walau bagian teleportasi itu masih tidak masuk akal, tapi apartemenku sangat ketat. Akses ke lantai ini juga hanya aku yang punya. Dan tampaknya kamu pun tidak cukup pintar untuk bisa mengelabui security.”
Aku menganga mendengar kalimat panjangnya yang diakhiri dengan kalimat dan nada meremehkan. Aku tersinggung, tapi lega.
Aku biasanya tidak selemot ini. Mungkin karena baru bangun tidur dan semua yang terjadi masih tidak masuk akal.
Dia kembali menelepon seseorang. Oh, security. Kali ini kubiarkan saja karena dia meminta izin turun untuk memeriksa CCTV.
Dalam hati aku memuji diri sendiri yang paham ketika dia berbahasa Korea. Yah, aku kan sering praktik bahasa Korea ketika ada waktu luang menonton drama. Jadi walaupun terakhir serius belajarnya waktu kuliah, aku tidak benar-benar lupa.
Setahun yang lalu sewaktu cuti liburan seminggu ke Korea juga aku benar-benar menggunakan bahasa Korea dengan baik.
Aku tersadar saat dia mematikan telepon dan berkata, “tunggu di sini. Aku ke bawah memastikan CCTV”
“Kalau kamu ketahuan menyusup, aku tidak segan-segan membawamu ke kantor polisi” ancamnya dengan nada menusuk.
Aku tambah menggigil membayangkan kemungkinan menjadi tahanan penjara. Kalau benar kejadian, aku bisa kena pasal berlapis, menerobos masuk ke rumah orang, dan dikira imigran gelap, karena tidak punya paspor dan data diri. Apalagi kalau mereka memeriksa bahwa tidak ada dataku yang masuk melalui bandara maupun pelabuhan mana pun.
Sebentar, memangnya ada yang ke Korea naik kapal? Apa hal itu diperbolehkan?
Aduh, pikirkan masalahmu sendiri, Minaaa.
Aku juga akan dianggap gila kalau mengaku berteleportasi tanpa sadar. Ke rumah lelaki ini. Yang sepertinya seorang idol.
Saat aku sadar, lelaki di hadapanku sudah beranjak keluar kamar dengan celana dan hoodie hitam. Kemudian terdengar bunyi pintu terkunci otomatis.
Keadaan ini sangat membingungkan.
Ketika sadar ditinggalkan sendiri, aku baru merasakan kakiku yang lelah karena berdiri terlalu lama. Di bawah tekanan pula.
Aku benar-benar takut dan tertekan saat ini. Namun, aku bisa mengerti reaksi laki-laki yang ku invasi tempatnya ini.
Dengan lemas berjalan ke arah kasur. Aku ingin tidur saja saat ini. Aku tidak tahu kenapa tapi tiba-tiba mataku memanas. Aku merasa frustrasi.
Duduk di atas kasur, menghadap ke arah headboard dan menyelimuti seluruh badanku yang tiba-tiba terasa semakin dingin dengan selimut. Aku menangis. Sebenarnya aku sudah ingin menangis sejak pertama mendengar suara bentakannya.
Aku jauh dari tempat tinggalku. Aku tidak tahu harus menghubungi siapa. Mungkin saja orang-orang menganggapku gila. Bagaimana pekerjaanku? Harusnya kan aku pergi bekerja. Apa ada kemungkinan kalau aku tiba-tiba berpindah ke kamarku lagi?
Aku rindu kamarku. Isakanku semakin keras. Bagaimana teman-temanku? Apa mereka menyadari aku tidak ada? Atau jangan-jangan aku akan terjebak di tempat ini sampai aku terlupakan oleh semua orang?
Bagaimana dengan apartemenku yang biaya sewanya sudah kulunasi hingga akhir tahun ini? Aaahh, barang-barang kesayanganku. Huhuuu. Netflix, HBO MAX, Disney+, Youtube dan Spotify Premium-ku. Semua akun berbayar yang sudah kulunasi hingga akhir tahun ini. Aku mau menangis saja. Duh, bukannya aku memang sedang menangis?
Kenapa aku jadi lebih sensitif sih? Ohiya, jadwal menstruasiku sudah dekat.
Bagaimana ini? Aku berharap dapat kembali ke rumahku segera. Aku rindu rumahkuuu.
Aku sendiri. Di tempat asing. Tanpa data diri. Tanpa uang. Dituduh sebagai sasaeng lagiiii. Aku ingin menghilang sajaaaa. Hiks, apa aku kabur saja? Tapi aku tidak tahu harus kabur ke mana. Aku juga tidak punya kenalan yang tinggal di Korea. Aku pasti dianggap imigran gelap.
Satu-satunya cara adalah meminta tolong kepada lelaki tadi untuk menampungku sementara sampai aku berteleportasi sendiri, atau menemukan cara lainnya untuk kembali. Ya, aku harus bersikap baik agar lelaki itu mau menampungku.
Terlalu larut dalam lamunan, aku tidak sadar kalau pemilik rumah ini sudah kembali. Jadi aku agak tersentak dari lamunan ketika pintu kamar diketuk. Lelaki pemilik rumah masuk setelah meminta izin.
“Tidak ada orang mencurigakan yang masuk ke apartemenku kemarin” kalimat pertamanya setelah masuk.
Aku diam menunggu, “untuk sementara ini aku percaya apa yang kamu bilang” aku menggigit bibirku menahan senyuman lega.
“Jadi apa aku bisa tinggal di sini dulu sementara? Sampai kita tahu cara mengembalikanku ke tempat aku berada?” adalah hal yang ingin kutanyakan tapi kubiarkan menghilang dalam kebisuanku.
Aku tak berani menyuarakannya.
Lelaki itu mendekat ke arahku. Kemudian memegang bahuku yang tertutup selimut. “Kenapa hanya diam? Kau tertidur?” tanyanya lembut.
Menurutku dia terdengar aneh. Kenapa dia berubah jadi lebih lembut?
Aku memberanikan diri melihat ke arahnya. Aku masih merasa sedih. Teringat sikap sinisnya padaku tadi, bibirku merengut sedih tanpa bisa ku tahan. “A-aku tidak punya, hik, niat untuk masuk, hik, ke kamarmu tauuu” tiba-tiba saja aku sudah menangis.
“Aku, hik, aku juga tidak mau tiba-tiba pindah ke tempat asing seperti ini,” sambungku lagi, “dalam baju tidur, hik, tidak punya uang, hik, rumahku sudah kubayar hingga akhir tahun ini padahaaal”
Pagi itu, aku mengeluhkan kejadian tak masuk akal itu kepada satu-satunya saksi dan korban teleportasi tak diinginkan.
Aku menangis dan meracau cukup lama di depan lelaki asing yang tidak ku kenal. Yang pasti, aku akan sangat malu kalau sudah sadar nanti. Tapi untuk saat ini biarkan aku menangis hingga puas.
Toh, ini bukan pertama kalinya aku menangis di hadapan orang asing karena PMS.
***
Haihai, ini Jei, aku tulis cerita baru lagi.
Padahal yang ‘dear u beautiful soul’ masih awal juga. Tapiiii, aku entah kenapa ingin tulis ini. Sudah dari lama punya ide teleportasi beginiiii. Tapi gapernah kesampaian. Wkwk.
Sebelumnya hanya disimpan di kepala doang, dan diulang-ulang sebelum tidur atau ketika aku jalan-jalan ke tempat baru. Aneh yaaa. Wkwk.
Aku ga tahu apa bakal ada yang baca cerita ini kelak. Kalau ada, terima kasih sudah bacaaaa.
Oh dan dear me, ily❤
Terima kasih karena sudah berusaha. Karena sudah bertahan.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
