
Prolog - chapter 11 (gratis)
Maaf apabila jarak antar paragraf terlalu banyak. Di aku itu sesuai normal tapi kalau di kalian mungkin jadinya banyak sepertinya bug. Terimakasih
Selamat membaca!
0: Prolog
"Kakak.." Lisa menggigit bibir saat Jungkook mendudukkannya diatas pangkuan, kedua tangannya memegang pinggang ramping Lisa, meremasnya pelan sementara wajahnya membenam diceruk leher gadis itu.
"Tenanglah, tidak apa-apa.." Suara Jungkook terdengar serak, beberapa kali kecupan didaratkan pada leher jenjang Lisa. "Tidak akan ada yang tau"
Wajah Lisa memerah, dagunya bertengger pada bahu sebelah kanan Jungkook. Aroma maskulin yang menguar dari tubuh pria itu membuat Lisa semakin berdebar. Kedua tangannya meremas masing-masing sisi jas yang melekat ditubuh pria itu.
"Bagaimana kalau ibu tau" Lisa gelisah, Jungkook bisa merasakan ketakutan gadis itu lalu mengusap lembut puncak kepalanya, menyisiri surai lembutnya menggunakan sela jari. "Kakak.. aku takut"
"Jangan takut" Jungkook menghisap lembut leher Lisa, selembut yang ia bisa supaya tidak meninggalkan tanda yang mencolok lalu mengusap jejak salivanya dengan ibu jari. Tatapan teduhnya jatuh pada mata bulat Lisa. "Aku ada disini, percaya padaku. Aku pasti melindungimu, dari siapapun termasuk dari ibu"
Lisa tau, ini salah. Tapi Lisa tidak bisa berbohong dengan menolak Jungkook. Pria itu selalu menyayanginya, ah atau lebih tepatnya, memaksakkan cintanya terhadap Lisa sampai Lisa tidak bisa menolak, Lisa terjebak terlalu jauh ke dalam hubungan yang tidak seharusnya.
"Kakak hubungan ini salah" Lisa mencicit pelan, kepalanya dipegang lembut lalu dahinya diarahkan menempel pada dahi Jungkook. "Kakak, aku benar-benar takut.."
Suara lembut Lisa membuat monster didalam tubuh Jungkook kembali bangun, Jungkook menggigit bibir. Geraman terdengar dari bibir tipis itu. Tubuh mungil Lisa direngkuh dalam pelukan erat hingga dadanya bersentuhan dengan dada bidang Jungkook, semakin membuat pria itu terbakar dalam hasrat tertahannya.
"Ini tidak salah, baik kau dan aku. Kita hanya sama-sama jatuh cinta, cinta tidak pernah salah. Kau tau itu?" Jungkook menjawab Lisa dengan rayuan, entah berapa banyak lagi rayuan yang akan Jungkook lontarkan untuk Lisa tetapi percayalah jika itu bukan sekedar omong kosong.
"Kalau ibu tau.." Bibir Lisa bergetar, air mata Lisa mengalir deras.
"Ibu tidak akan tau, sekalipun ibu tau.. apa yang bisa ibu lakukan?" Jungkook membalas skeptis, senyuman tipisnya disunggingkan. "Ibu tidak bisa melakukan apa-apa, ibu tidak akan memisahkan kita"
"Jangan menangis, air matamu membuat hatiku sakit, Lalisa.."
Ibu jari Jungkook mengusap lembut air mata Lisa, menghapus jejak kesedihan gadis itu dengan penuh kasih sayang. Jungkook mengeratkan pelukannya pada pinggang Lisa, merapatkan gadis itu lebih rapat dari sebelumnya.
Gesekan nikmat yang tercipta membuat Jungkook berdecak, mengalihkan desahannya. Ekspresi Jungkook mengetat, rahangnya mengeras. Dibawanya jemari lentik itu menangkup rahang kokohnya, desahan pria itu makin tertahan. Satu sentuhan dari Lisa sudah membuat seluruh tubuhnya menegang tersiksa, agaknya nama gadis itu sudah tercetak disetiap darah yang mengalir ditubuh Jungkook.
Desiran hangat itu datang lagi, Jungkook tidak bisa berhenti mendekati Lisa dan Lisa tidak bisa menjauhi Jungkook.
"Kakak.." Lisa meneguk ludah, suaranya tiba-tiba sama seraknya seperti menahan sesuatu saat tangan besar Jungkook mengelus paha dalamnya, meremas lembut didalam sana.
"Izinkan aku menjadi kakakmu yang brengsek lagi, izinkan aku.." Pria itu tak kuasa, menahan hasrat atas adiknya sendiri. Mereka tumbuh dan besar bersama tapi bagaimana bisa ada perasaan meletup-letup saling menginginkan satu sama lain tercipta sedalam ini?
"Ibu?"
"Nope, lupakan soal ibu. Rahasiakan ini, kalau kau diam dan aku diam.. hubungan ini akan tetap berjalan. Kita akan bersama selamanya, kau dan aku. Lalisa dan Jungkook.."
Lisa tersenyum tipis disusul anggukkan setelahnya. Lisa tidak bisa menolak, Lisa juga menginginkan Jungkook sebanyak pria itu menginginkannya. Lisa memejamkan mata, memeluk leher pria itu dan membenamkan wajahnya didada bidang Jungkook.
Ini sebuah kode, Jungkook sigap menggendong Lisa teramat hati-hati seakan tiap inci tubuh gadis itu sangat rapuh sekali. Kemudian perlahan meletakkan gadis itu ditengah-tengah kasur, berada dibawah kurungannya.
Manik sayu keduanya saling menatap satu sama lain, tak ada niat untuk melepaskan sedikitpun atau berpaling sedetik saja. Jungkook tau, ini sudah waktunya memasuki gadis itu, menjalin sesuatu yang lebih panas dan lebih dalam.
Satu per satu kancing kemejanya terlepas usai dasi merah itu teronggok dilantai. Ketika tubuh atletis dengan pahatan otot sempurna itu terekspos jelas tanpa ada yang menutupi, pipi Lisa semakin memerah. Jungkook tersenyum melihat rona merah semakin menebal dipipinya, ingin menggoda gadis itu lebih jauh lagi, Jungkook meraih jemari lentik Lisa lalu mendaratkannya pada pack-pack keras diperutnya kemudian menekannya disana.
"Kak Jungkook.."
"Ssh.. aku disini baby, aku disini"
Jungkook menurunkan tubuhnya, masing-masing tangannya bertumpu pada bagian kosong diantara kepala Lisa. Wajah Jungkook semakin turun, bibir tipisnya terbuka lalu melahap rakus bibir ranum milik Lisa yang selalu menjadi candunya seraya menjejalkan lidah kecilnya menerobos masuk ke sela bibir gadis itu disusul decapan-decapan yang mulai terdengar.
Kelopak mata Lisa terpejam rapat, seluruh tubuhnya menegang. Lagi-lagi ciuman yang memabukkan ia dapatkan. Kedua tangan Lisa terangkat, mendarat tepat memeluk erat leher Jungkook dan menekan tengkuk pria itu memperdalam ciuman panas yang sedang terjadi. Itu bukan ciuman dari hasrat yang sepihak, Lisa juga membalasnya meski sedikit kesulitan atas dominasi Jungkook.
Benar, ini hubungan yang salah. Bahkan ayah mereka pasti menangis di Surga jika tau tentang hal ini. Tapi, bagaimana bisa keduanya menahan diri? Semenjak kepergian Sang Ayah, Jungkook selalu bekerja keras untuk melanjutkan bisnis yang pernah dibangun sang ayah. Sangking kerasnya sampai tak ada waktu bagi Jungkook untuk mengenal wanita, hanya seorang gadis saja yang Han Jungkook tau.. adiknya, Han Lalisa.
~•~
00: Begin
"Lalisa!"
"Lalisa sarapan dulu, Nak!" Hyori berteriak, ibu rumah tangga dengan dua anak itu selalu dibuat kerepotan begini semenjak kepergian suaminya dua minggu lalu.
Tidak bisa terus-terusan berduka sebab roda kehidupan akan selalu berputar, bisa saja nanti berada diatas atau dibawah, sesuai dengan takdir dan nasibnya masing-masing. Begitu pula yang Hyori jalani sekarang, Seungmin meninggalkan dua anak padanya untuk dijaga.
Bersiap dengan memegang sebuah piring berisi nasi dan lauk pauk kesukaan putri bungsunya, Hyori menyusuri satu per satu sudut rumah. Kehidupan mereka terbilang lumayan, masa depan terjamin meski telah ditinggal sang kepala keluarga. Seungmin ternyata mendaftar asuransi seakan tau situasi ini akan terjadi, ia meninggalkan uang untuk kelangsungan kehidupan anak dan istrinya.
"Han Lalisa, dimana kau? Jangan bermain dulu, sini ibu suapi!" Seru Hyori mulai mendaki anak tangga, belum ada sahutan yang terdengar. Seperti biasa, putri kecilnya yang baru menginjak usia 7 tahun, baru duduk dibangku kelas satu sekolah dasar itu pasti bersembunyi dan minta dicari dulu sampai ketemu.
Menyusuri ruang demi ruang dirumah besarnya sambil berteriak menyerukan nama si bungsu, Hyori masih belum menemukannya. Sejenak ia beristirahat bersandar pada dinding bidang, mengatur nafasnya yang terengah-engah sebab rumah ini sangatlah luas sementara Hyori semakin bertambah usia.
"Ya ampun, entah dimana anakku itu bersembunyi. Dia suka melihatku kesusahan begini, dasar anak nakal" Keluhnya bergurau sendiri lalu terkekeh pelan, Hyori menunduk-tiba-tiba matanya basah mengingat kebiasaan ini merupakan hal yang sering dilakukan suaminya saat masih ada.
Seungmin akan berteriak memanggil-manggil nama Lisa sambil membawa sepiring sarapan, mencari anak perempuannya sampai ketemu. Namun sekarang sudah tak ada lagi momen seperti itu, semuanya berubah. Hyori tidak seharusnya sedih tapi tidak bisa terus-terusan berpura-pura kuat, Hyori hanya menahan diri supaya tegar dihadapan kedua anaknya.
Lelehan air mata meluncur, Hyori mengusapnya dengan cepat lalu tersenyum memandangi piring sarapan untuk Lisa. Hyori mengusap sudut piring dengan ibu jari, senyumannya mau luntur lagi namun seruan dari ujung sana membuat Hyori segera memasang wajah cerah ketika mengangkat kepala dan mengulas senyum hangat seorang ibu.
"Selamat pagi, Ibu!" Pemuda itu berjalan cepat, tas sekolah tersampir dibahu kanannya. Langkah cepat panjangnya menghampiri figur wanita yang menatapnya penuh kasih sayang.
"Kau akan pergi sekolah, Nak?" Tanya Hyori berbasa-basi, menggunakan tangan kiri untuk merapihkan beberapa helai surai rambut putra sulungnya yang menutupi dahi.
Pemuda itu tersenyum, meraih tangan Hyori dan menggenggamnya. Ibu dan anak itu bertatapan, dengan tangannya yang lain lekas mengambil alih piring besar itu dari tangan Hyori dan berkata. "Biar aku saja"
"Kau tidak akan terlambat ke sekolah?" Hyori bertanya bukan tanpa alasan, ia cemas kalau nanti putranya mendapat masalah disekolah, terlebih mengingat hanya menghitung hari sebelum hari kelulusannya tiba.
"Tidak ada pembelajaran lagi, Ibuku tersayang. Kalaupun terlambat, siapa yang berani memarahi anak tampanmu ini?"
"Ckck! Kau sudah besar sekarang" Hyori menatap putranya berbinar, kedua tangannya mengusap-usap pipi tirus itu lalu menepuknya keras. "Anak Ibu sudah besar, anaknya ibu dan ayah. Han Jungkook."
~•~
1: First Meet
"Aku mencintaimu, maukah kau menjadi kekasihku?" Seorang pemuda berseragam SMA berlutut dengan satu tangan memegang buket bunga mawar yang diarahkan pada seorang gadis dihadapannya.
Air muka gadis itu berubah pucat, bukan karena terlalu bahagia sampai gugup atau semacamnya. Dia bingung, kata mana yang paling sopan untuk menolak permintaan tersebut karena tak ingin melukai hati pemuda yang menaruh rasa terhadapnya.
"Lisa, apa jawabanmu?" Pemuda itu bertanya setelah beberapa menit menanti kepastian dari sang gadis yang sukses merebut hatinya.
Pemuda itu, Taeyong Lee, anak pemilik sekolah. Kepopulerannya tidak bisa diragukan, tergabung dalam klub basket bersama Jaehyun, Jaemin, dan Jeno dan menjabat sebagai ketua organisasi futsal sekolah serta image anak baik-baik meski berwajah cukup galak. Beberapa poin penting barusan terlihat mengecilkan kemungkinan penolakan dari sang gadis, hanya orang bodoh yang menolak pemuda sesempurna Taeyong.
"Bangunlah.." Lisa mengulurkan tangan, Taeyong menyambutnya dengan senang hati dan berdiri. Mereka berdua mendadak jadi pusat perhatian di taman belakang sekolah.
Taeyong tersenyum malu-malu, rasa bahagianya tidak terbendung. Taeyong bertanya sekali lagi, "Apa aku diterima?"
"Ikut denganku!" Bisik Lisa seraya menarik Taeyong ikut bersamanya keluar dari kerumunan siswa yang mendadak terbelah.
Langkah keduanya terhenti ketika sampai di ruang musik yang sepi dan sunyi serta kedap suara dari luar. Ruang musik sepi, ruangan ini dipakai oleh siswa yang mengikuti ekstrakulikuler saja sehingga Lisa bisa leluasa menjelaskan pada Taeyong dan pemuda itu tidak mendapat malu.
"Kau mengajakku ke tempat sepi untuk berciuman?"
Gadis berponi itu melotot. "Apa maksudku? Tidak mungkin, aku ke sini karena tidak ingin dipermalukan." Jawab Lisa mulai berterus-terang.
"Maksudmu?" Taeyong menyahut bingung, tatapan butuh pertanyaan mengarah lembut pada Lisa. "Kita kekasihkan?" Tanyanya sambil memegang bahu Lisa dan mengguncangnya sedikit.
Lisa mengalihkan pandangan dari Taeyong, tidak tega tapi harus tega. Bagaimana ini? Lisa menghela nafas, mencari jeda yang tepat lalu mengatakan dengan sejelas yang ia bisa.
"Maafkan aku, Taeyong, kita berteman saja ya? Aku tidak bisa menerima cintamu"
"Kenapa Lalisa?" Tanya pemuda itu butuh jawaban lebih signifikan. "Beri aku alasan, aku butuh jawaban lebih jelas"
Lisa membuang nafas lagi, matanya melirik ke arah tangan Taeyong yang memegang bahunya. "Pertama, lepaskan aku. Kedua, beri jarak tiga langkah. Ketiga, dengarkan baik-baik."
"Ah..oke" Taeyong melaksanakan keinginan Lisa, berjarak mundur tiga langkah dari tempat gadis itu berdiri. Setelah dirasa sudah cukup, Lisa mulai berbicara.
"Aku dilarang memiliki hubungan spesial dengan pemuda manapun oleh ibuku, ibuku menerapkan peraturan kalau aku akan dijodohkan dengan pemuda pilihannya. Jadi, kalau aku memiliki hubungan kekasih, percuma saja" Jelas Lisa sembari menatap Taeyong berharap pemuda Lee itu mengerti terhadap maksud dari kata-katanya.
"Tapi Lisa, itu masih sangat lama-"
"Aku belum selesai bicara. Yang tadi adalah alasan pertama, masih ada alasan kedua" Potong gadis itu bernada agak dingin, menunjukkan alangkah tidak pernah tersentuhnya hati yang dimilikinya.
"Apa?" Sahut Taeyong.
"Aku tidak memiliki perasaan terhadapmu. Maafkan aku, selamat tinggal." Setelah mengatakan itu, Lisa berpaling dan meninggalkan ruang musik tanpa ingin tau seperti apa hancurnya perasaan Taeyong.
Usia Lisa baru menginjak 18 tahun dan duduk dibangku akhir SMA, ayah Lisa meninggal saat usianya baru 6 tahun. Lisa punya seorang kakak laki-laki, entah kemana perginya kakak laki-laki yang rentang usianya lebih tua 6 tahun darinya. Lisa tidak ingat banyak hal, seingatnya sang kakak pergi dibawah oleh paman tampan dan tidak pernah kembali sampai hari ini.
Tak apa, Lisa juga tidak begitu peduli. Selama Lisa tinggal bersama ibunya dirumah, Lisa baik-baik saja. Toh, meski ibunya tidak bekerja-harta peninggalan ayahnya sangatlah banyak. Rumah mewah menjadi tempat tinggal Lisa, diusia masih muda saat berbelanja kebutuhan di mall, Lisa memiliki blackcard atas nama Ibunya. Lisa boleh memakai benda itu, Lisa tau diri untuk tidak berfoya-foya walau harta dirumahnya tak mungkin habis sekalipun Lisa membeli hotel mewah berbintang 5 dengan 50 lantai.
Tetapi sejak awal, Lisa memang selalu diingatkan untuk tidak menjalin hubungan lebih terhadap pemuda manapun. Ibunya-Han Hyori-selalu mengingatkan, Lisa anak yang penurut sehingga tidak ada sedikitpun niatan untuk melanggar wejangan dari Ibunya. Lisa akan ditunangkan dengan pemuda pilihan ibunya, memang terkesan kuno tapi demi menjamin masa depan Lisa, Hyori menerapkan sistem tersebut.
Lisa sangat cantik, Hyori khawatir kalau anak gadisnya itu dipandang jahat oleh para laki-laki tidak tau diri. Hyori juga tidak mau putrinya menjadi seperti kebanyakan pasangan remaja yang sering melakukan seks bebas. Hyori sangat menjaga kesucian putrinya dan Lisa juga begitu, Lisa menjaga jarak dari semua pemuda.
Kaki panjang Lisa menapaki ruang kelas, kernyitan muncul didahinya saat ponsel disaku roknya berdering. Lisa merogohnya, menatap layar menyala ponselnya. Panggilan masuk dari sang Ibu, Lisa tersenyum dan menarik benda pipih itu mendekat ke telinga.
"Selamat siang Ibu!" Sambut Lisa seraya menggeser kursi dan duduk diatasnya, suasana kelas masih sepi.
Siswa lain mungkin sibuk mengambil jatah makan dikantin, Lisa tidak jadi makan karena kemunculan Taeyong maka berakhirlah Lisa di kelas sembari menunggu jawaban dari sang Ibu.
"Pulang lebih awal ya, jangan ambil kelas tambahan"
"Kenapa Bu? Biasanya Ibu menyuruhku menginap disekolah kalau perlu" Lisa mencibir lalu tergelak pelan, "Ha-ha maafkan aku Ibu, aku bercanda, sungguh. Aniya! Jangan cubit aku!" Ucap gadis itu mengerucutkan bibir.
"Lisa, ibu serius. Pulang saja dengan cepat!"
"Tapi kenapa Bu?" Lisa menghela nafas, tangan kanannya sibuk memainkan ujung rambut dengan melilitkannya ke jemari. Agak aneh mendengar Hyori memintanya pulang awal. "Ada acara penting dirumah?" Tebak Lisa.
"Kakakmu akan pulang malam ini, Ibu sedang bersiap. Ibu bahkan menghubungi calon istri kakakmu"
"Pftt! Dia pulang untuk menikah?" Lisa hampir tertawa namun ditahan sampai harus menggigit bibir. "Apa ibu menjodohkannya juga?"
"Ya. Sudah berhenti bertanya dan cepat pulang setelah sekolah selesai. Astaga ibu lupa, ibu memesan gaun untukmu.. pulang sekolah nanti ambil dulu gaunmu di butik, jangan lupa"
"Gaun? Aku tidak minta gaun, Bu" Alis Lisa berkerut saat kepalanya bekerja keras mengingat-ingat apakah pernah meminta gaun atau tidak. "Iya benar, aku tidak minta gaun. Untuk apa gaun?"
"Ambil saja Lalisa sayang, menurut pada ibu nanti sampai rumah ibu jelaskan. Ingat, jangan pulang terlambat!" Hyori menekankan kata 'terlambat' pada Lisa, memerintah kepada anak gadisnya.
"Iya Ibuku sayang, putrimu akan pulang naik roket agar lebih cepat sekaligus menghancurkan rumah" Lisa terkekeh pelan, Hyori pasti gemas dan ingin mencubit hidungnya sekarang tapi sayangnya ibu dua anak itu tidak bisa sehingga Lisa dengan santai sengaja menggoda ibunya.
"Jangan main-main, kau harus sopan pada kakakmu. Ingat?"
"Iya-iya Ibu!" Dengus Lisa. "Kapan aku bersikap tidak sopan memangnya?"
"Dulu saat bayi, kau buang air kecil diwajah kakakmu."
Kedua mata Lisa membulat, Lisa terbatuk tersedak udara hingga wajahnya merah padam. "Ih! Memalukan! Ibu menyebalkan!"
"Ha-ha-ha!"
Lisa mematikan panggilan secara sepihak, menjejalkan kembali ponsel itu ke dalam saku dan menyandarkan punggungnya pada kursi. Pikiran Lisa mendadak berkecamuk, tiba-tiba sekali kakaknya akan pulang setelah sekian lama.
"Kira-kira seperti apa dia?" Lisa mengusap dagu, membayangkan rupa wajah-wajah pria yang muncul dikepalanya. "Jangan-jangan seperti gorila, yaampun! Entah siapa yang ibu jadikan calon istri untuk si kakakku itu, kasihan juga dia.."
~~
"Ibu tidak perlu repot-repot menjemputku, Ibu dirumah saja. Aku akan datang" Suara lembut itu terdengar menyejukkan, berjalan sambil bicara dengan seseorang diponselnya.
Beberapa orang sampai tersita perhatiannya, menghentikan sejenak aktifitas lalu-lalang dibandara untuk menoleh pada seorang pria bersetelan formal serba hitam yang sedang sibuk menarik koper dan menjawab panggilan dari wanita yang merupakan ibunya. Beberapa dari mereka yang memerhatikan berakhir sampai wajahnya bersemu merah, menunduk malu-malu padahal pria yang diperhatikan sama sekali tidak menoleh atau melirik.
"Iya Ibuku tersayang, aku akan sampai rumah sekitar 30 menit lagi" Jawab pria itu sedikit penuh penekanan tetapi bibirnya melengkungkan senyum, hatinya terasa menghangat mendengar suara ibunya dari seberang sana. "Aku merindukan ibu.."
"Cepatlah pulang, ibu ada kejutan untukmu. Kau pasti senang mendengar ini, Ibu telah memutuskan kau akan segera bertunangan dengan putri teman Ibu"
"Kenapa terburu-buru sekali Bu? Aku akan tinggal dirumah, aku tidak ke Amerika lagi. Aku ingin menghabiskan waktu dengan Ibu"
Hyori terkekeh pelan diseberang sana. "Ibu sudah terlalu tua, Nak. Ibu takut tidak bisa menggendong cucu darimu"
"Astaga ibu, ya sudah. Taksinya sudah menunggu. Aku tutup dulu, sampai jumpa dirumah, Ibu" Ujar Jungkook sopan, menatao ponselnya saat panggilan itu terputus lalu menjejalkan ponselnya ke dalam saku celana bahannya.
Jungkook menatap lurus ke arah depan, taksi yang dipesannya sejak dipesawat tadi sudah menunggu. Sopirnya tersenyum ramah dan mengambil alih koper yang Jungkook bawa, memasukkannya ke bagasi dan mempersilakan Jungkook untuk memasuki mobil.
Perjalanan dimulai dengan kelajuan mobil sedang. Jungkook mengamati banyak bangunan yang berubah setelah sepuluh tahun tak menginjakkan kaki lagi di Korea Selatan, tempat kelahirannya. Banyak hal yang terlupakan oleh Jungkook.
Pamannya, Chanyeol, membawanya saat usianya masih 12 tahun, sekitar 6 bulan setelah kematian ayahnya. Jungkook tidak terlalu ingat masa kecilnya, memorinya penuh dengan statistik perihal pekerjaan. Jungkook bahkan sama sekali tidak ingat kalau memiliki adik perempuan.
"Pak, tolong berhenti." Pinta Jungkook tertarik melihat salah satu butik yang dulu menjadi tempat langganan keluarganya. Dulu ayahnya mengajak Jungkook membuat baju untuk foto keluarga disini.
"Rasanya baru kemarin.." Jungkook tersenyum tipis, alas sepatunya menapak pada bagian tangga teras bangunan berisi baju-baju yang semakin berkembang itu. Jungkook memandangi bagian atap bangunan itu sembari berjalan mendekati pintu kacanya. "Ayah, seandainya ayah-"
Bugh!
Jungkook tersentak, bibirnya mengeluarkan ringisan didetik berikutnya, tubuhnya sontak membungkuk ke depan sementara tangannya membekap hidungnya yang terasa perih dan mengeluarkan darah akibat benturan tadi. Rasanya nyeri, ngilu, dan menyakitkan.
"Yaampun! Astaga, mati aku!" Gadis itu terbelalak kaget, terburu-buru membuka pintu kaca sebab harus pulang tepat lebih awal untuk menyambut kedatangan sang kakak. "Tuan maafkan aku!"
Lisa benar-benar tidak sengaja saat berlari dan mendorong pintu kaca, tadi matanya fokus memeriksa isi paperbag berisi gaun yang tak sempat ia periksa dan coba dulu diruang ganti karena terburu-buru. Lisa tidak tau kalau pintu kaca yang didorongnya membentur orang.
"Aduh hidungmu!" Lisa panik, meletakkan paperbagnya dilantai lalu cepat-cepat melepaskan dasi yang ada dikerahnya. Lisa hanya memiliki benda itu lalu dengan kurang ajar menarik kuat lengan pria itu dan menyumpal hidungnya dengan dasi.
"Tuan, aku minta maaf. Aku tidak melihat anda. Anda seperti hantu, anda tembus pandang makanya aku tak tau kalau anda berdiri dibelakang pintu" Lisa memasang wajah semenyesal mungkin, masih menyumpalkan dasinya pada lubang hidung Jungkook sementara pria itu berusaha menghindarinya tapi tidak bisa sebab lengannya ditarik paksa.
"Selesai, darahnya sudah berhenti" Lisa menyengir saat menarik dasinya dan mendapati tak ada lagi darah yang menetes dari hidung Jungkook. "Tolong maafkan aku, aku tidak sengaja. Aku sedang buru-buru, kalau bertemu lagi-eh-jangan bertemu lagi. Ah, sudahlah!"
"Untukmu!" Ujar Lisa mengumpalkan dasinya dan meletakkannya pada telapak tangan Jungkook yang terbuka.
Cepat-cepat Lisa mengambil paparbagnya lalu pergi dari sana dengan berlari lalu terlihat menyetop sebuah taksi dan masuk ke dalamnya sedangkan Jungkook terlihat linglung saat menatap ke arah dasi berbau anyir khas darah lalu menatap pantulan wajahnya di pintu kaca butik.
Mood Jungkook buruk. Jungkook berbalik dan kembali masuk ke taksi, tangan kirinya sibuk mengelap sisa darah yang mulai mengering dihidungnya dengan sapu tangan dari saku jas sementara tangan kanannya menyumpalkan dasi milik gadis sinting tadi masuk ke dalam saku celananya.
"Remaja zaman sekarang.. apa mereka tidak di didik?" Gerutu pria berusia 24 tahun yang merasa sedikit kesal sekalipun gadis tadi sudah meminta maaf. Jungkook memang tidak begitu melihat wajahnya, Jungkook jadi tidak bisa menuntut gadis itu atas kasus penganiayaan. Toh, sepertinya gadis itu juga memang tidak sengaja.
"Tuan, kita mau kemana?" Tanya sang sopir yang belum diberitahukan alamat lengkap yang ingin Jungkook datangi.
"Rumahku."
Sopir taksi itu terkekeh. "Maaf sebelumnya, rumah anda dimana ya?"
Jungkook menyugar kasar rambutnya, gara-gara denyutan dihidungnya mempengaruhi kinerja otaknya, Jungkook jadi bicara melantur. Jungkook lalu meralat, "Ikuti saja arahan dariku, sekarang terus lurus ke depan lalu berbelok disimpang ketiga nanti."
~•~
2: Party
"Ibu?" Lisa mendekati Hyori seusai memutuskan masuk lewat pintu belakang karena mendadak hall rumah penuh dengan tamu-tamu entah siapa, tatanan meja dan kursi rapih menunjukkan kalau akan diadakan pesta dirumah ini.
Hyori tersenyum tipis, mengusap kepala Lisa. "Kau sudah pulang? Ganti dulu pakaianmu sana" Usir Hyori cepat menepuk-nepuk pipi Lisa namun Lisa masih berdiri disisinya malahan mengekori.
"Ibu mengadakan pesta untuk kedatangan kakak? Ulang tahunku bahkan tidak pakai kue, menyebalkan" Desis Lisa cemburu.
Hyori terkekeh pelan. "Ulang tahunmu kan sudah sering, ini hanya pesta kecil kok"
"Kecil?" Lisa mendelik tajam seraya menumpuk kedua tangannya didepan dada dan semakin cemberut. "Ibu lebih sayang pada kakak yang baru muncul setelah bertahun-tahun pergi sedangkan aku? Aku dapat ampasnya, huh sebal!"
"Lisa, sudah sana ganti pakaianmu" Hyori mengalihkan pembicaraan daripada membujuk Lisa karena pada akhirnya gadis itu akan minta hal-hal tidak berguna, menyewa satu bioskop misalnya. "Jaga kesopananmu, kau perempuan dan jangan pakai baju terlalu pendek."
"Ya, Ibu" Dengus Lisa jengkel dengan langkah gontai menyeret tas sekolahnya disengaja supaya menarik perhatian Hyori yang rupanya malah sibuk bicara pada beberapa pelayan tentang sajian untuk para tamu.
"Ibu, apa kabar?"
Seruan asing suara seorang wanita itu membuat Lisa menoleh, keningnya berkerut bertanya-tanya. "Siapa?" Lisa mendekati Hyori saat melontarkan pertanyaan barusan.
Hyori tersenyum lebih lebar dan menjelaskan secara singkat. "Calon kakak iparmu. Min Serin" lalu tatapannya beralih pada wanita berbalut mini dress warna merah tanpa lengan itu. "Serin-ah, ini Lalisa. Adiknya Jungkook"
Serin tersenyum semanis madu, sekali lihat wanita itu memang sangat cantik dan elegan berkesan dewasa terutama saat mengulurkan tangannya pada Lisa dan menyebutkan nama saat Lisa membalas uluran tangan itu. "Min Serin"
"Lisa" Balas gadis itu acuh lalu menarik tangannya. "Ibu, aku ganti baju dulu."
"Jangan minum alkohol!" Hyori memperingatkan, Lisa menoleh dengan wajah malas.
"Memang kapan aku pernah minum itu, Ibu?" Sahut Lisa tambah jengkel, tak membutuhkan sahutan Hyori, Lisa bergegas pergi tapi sebelum itu langkah cepatnya menuju kulkas dan mengambil salah satu botol berisi air disana lalu dibawa pergi.
Lisa tidak mengerti kenapa ibunya berubah jadi menyebalkan. Pesta kecil katanya? Kalau cuma pesta kecil, kenapa tamu yang datang banyak dan parkiran luas penuh dengan mobil-mobil asing. Ibunya itu memang kadang-kadan menyebalkan, sejenak Lisa termenung memikirkan sesuatu.
Mendaratkan bokongnya ditepi ranjang, Lisa merasa kehausan dan meneguk seluruh isi botol yang dibawanya. Rasanya bukan air putih, Lisa baru sadar saat sudah menelan banyak dan mencium aroma yang menguar dari sana.
"A-alkohol?" Lisa bergidik ngeri, Lisa tidak pernah meminum benda itu sebelumnya tapi secara tidak sengaja, Lisa malah meminumnya.
Lisa membekap mulutnya sendiri lalu bersendawa kemudian terbatuk. Lisa mengurungkan niat untuk pergi dari kamarnya. Gadis itu berbaring dan menutup mata hendak tidur daripada tetap turun dan membuat kekacauan karena efek alkohol pasti akan membuatnya mabuk.
"Hahh~ mari menghitung domba lalu tidur!" Gumamnya seraya menutup kelopak mata, membayangkan domba manis dan lucu melompat dikepalanya.
Namun saat domba yang Lisa hitung baru sampai pada domba ke sepuluh, Lisa kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Wajah Lisa merah padam, reaksi alkohol telah mempengaruhinya. Lisa terkekeh pelan, langkahnya agak terhuyung saat bangun dari kasur dan membuka lemari.
"Pesta, pesta.. aku akan ke pesta menyambut kakakku~ pestaa.. pestaaa~" Gumamnya bersenandung kecil, memilih-milih dress yang menggantung didalam lemari.
~~
"Terimakasih kepada semua orang yang telah hadir dalam pesta kecil keluarga kami" Hyori tersenyum tipis, tamu-tamu undangan menyorot memandang ke arah Hyori dan pria tegap yang berdiri sisinya.
Selain tampan, Jungkook sangat menawan. Bahkan para wanita yang telah memiliki pasangan saja sampai menatap Jungkook dengan pipi memerah kemudian memalingkan muka karena merasa malu.
"Seperti yang ketahui, pesta ini untuk penyambutan anak sulungku yang kembali dari Amerika. Pria yang berdiri sebelahku ini.." Hyori menatap Jungkook, Jungkook membalas dengan senyuman menanti lanjutan kata-kata dari ibunya. "Pria ini adalah anak sulungku, mari sama-sama merayakan kedatangannya. Bersulang!"
Seluruh tamu bertepuk tangan usai mengangkat gelas. Hyori nampak meraih tangan Serin dan memposisikan wanita itu disisi Jungkook. Hyori belum memperkenalkan Serin pada publik, nanti setelah Jungkook setuju barulah diumumkan waktu dan tanggal pertunangan. Untuk sekarang, Hyori akan memberikan waktu kepada Serin dan Jungkook untuk melakukan pendekatan maka dari itu Hyori lekas bergabung dengan tamu undangan yang lain.
Serin tersenyum kikuk, jelas sekali sangat gugup dan bingung bagaimana cara menyapa yang baik dan benar. Melihat ada manusia sesempurna Jungkook saja mampu membuat Serin ingin meledak seperti bom.
"Kau.. Jungkook ya?" Serin bertanya basa-basi, hanya tiga kata itu yang Serin milikki.
"Hm, begitu. Bagaimana kelihatannya?" Jungkook membalas dengan senyum menawan, Serin merona dan menunduk guna menyembunyikan rona merah dikedua pipinya.
"Kau terlihat luar biasa" Puji Serin.
Jungkook menggangguk ringan. "Aku tau" sahutnya lalu menegak wine di gelasnya.
"Ehm.. kalau begitu-"
"Serin!" Seruan lain memotong perkataan Serin, dua wanita seumurannya mendekati lalu masing-masing menghimpit Serin dari dua sisi berlawanan.
"Tuh kan benar, ini Serin" Celetuk Hana memenangkan pertaruhan kecil yang ia buat bersama Yein.
"Iya-iya, kau menang" Yein berdecak pelan kemudian saling melempar tatap dengan Hana dan berakhir menatap Jungkook dan tersenyum kecil guna meminta izin. "Permisi Tuan Han, calon istrimu kami pinjam dulu ya!"
Serin melotot kesal. "Yein!" Gumamnya menggeram lalu menatap penuh sesal terhadap Jungkook yang sama sekali tidak keberatan dan membalas dengan anggukan
Serin sudah pergi bersama dengan dua temannya. Jungkook mengedarkan pandangan mencari keberadaan Hyori tapi tak ada. Jungkook meneguk sisa wine di gelasnya, ketika wine itu habis.. Jungkook berjalan mendekati salah satu meja, ingin duduk disana.
Namun langkahnya urung sampai ditempat yang Jungkook inginkan, ada tarikan dibelakangnya, ada yang menarik ujung jasnya dengan gerakan lembut. Jungkook menoleh, satu alisnya terangkat menatap bingung terhadap seorang gadis dengan pipi memerah yang sepertinya.. mabuk.
"Apa?" Tanya Jungkook datar.
"Anda tampan sekali.." Gadis itu mengerjap dan menegakkan tubuh lalu deheman ringan terdengar. "Ah, maksudku.. kau benar-benar tampan"
"Ya, aku tau." Jungkook mengakhiri pembicaraan dengan pergi begitu saja tanpa ingin tau siapa dan apa yang gadis mabuk itu butuhkan, Jungkook tidak ingin berurusan dengan gadis itu sekalipun sedikit sempat terbesit gadis itu .. cantik.
Gadis itu cemberut meremas sisi dress yang dikenakanannya. Dengan langkah terhuyung-huyung dan nyaris menabrak beberapa orang, gadis itu-Lisa-berusaha mencapai tempat Jungkook duduk. Pria itu terlihat sedang bicara dengan seseorang.
"Tunggu aku!" Lisa mencebik dengan cemberut, tangannya meraih lengan Jungkook dan menariknya untuk ikut bersama dengan kekuatan penuh tapi sama sekali tidak bisa membuat Jungkook bergerak sedikit saja dari kursinya.
Jungkook menghela nafas agak kasar, menyentuh pelipisnya menggunakan tangan yang lain. Lirikannya jatuh pada gadis berponi yang masih berusaha menarik-narik tangannya, gadis mabuk itu terlihat tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Melihat hal itu, Jungkook merasa kasihan dan pada akhirnya berdiri.
"Tuan Shin, aku permisi dulu" Pamit Jungkook pada seorang pria yang sempat menjadi lawan bicaranya, pria itu mengangguk dan mempersilakan kepergian Jungkook.
Lisa segera menarik Jungkook, mengapit lengan pria itu dan membawanya ke pojokkan dimana tak ada seorang pun yang bisa melihat mereka, tak ada yang tau sehingga Lisa bisa leluasa melihat ketampanan Jungkook untuk dirinya sendiri.
"Wajahmu bersinar, wah.." Kedua mata Lisa menatap Jungkook berbinar, tangannya naik menyentuh pipi pria itu yang terasa dingin. "Benar-benar tampan.."
"Jangan menyentuhku" Jungkook mencekal pergelangan tangan Lisa dan menjauhkan jari nakal itu dari pipinya. "Kau sangat mabuk, aku akan minta pelayan untuk-"
"Aku tidak mau!" Lisa menolak, menahan Jungkook yang ingin pergi. "Aku ingin menyentuhmu, kenapa tidak boleh?" Tanya gadis itu menantang dengan mengangkat tangannya yang lain hendak menyentuh pipi Jungkook namun berakhir dicekal oleh pria itu juga.
"Kau tidak boleh menyentuh seorang pria yang akan segera menikah" Jelas Jungkook memberi penekanan pada kata "menikah" untuk memperjelas kalau dalam artian lain, ada seseorang yang memiliki Jungkook meski tidak resmi.
Lisa memandang ke arah kiri, kanan, dan belakang secara bergantian lalu menatap Jungkook lagi. "Dimana? Aku tidak melihat calon istrimu. Memangnya kau punya kekasih?"
"Tidak" Jawab Jungkook mengatakan dengan jujur, maniknya berulang kali menghindari kontak mata dari Lisa. Jungkook tidak ingin berurusan dengan gadis mabuk yang tidak dikenalnya ini.
"Kalau begitu.. kau jadi kekasihku saja agar aku bisa menyentuhmu" Lisa terkekeh pelan, ekspresinya tidak beraturan. Terlihat bahagia lalu murung dengan bibir mengerucut saat Jungkook belum juga melepaskan tangannya.
"Kekasih?" Jungkook mengernyitkan kening. "Kau tidak sadar dengan ucapanmu, tolong menjauhlah"
Lisa berdecak sebal, berjinjit mendekat. "Aku tidak mabuk,sungguh!" Ucapnya menyakinkan Jungkook, jelas sekali itu hanya kebohongan sebab setiap Lisa bicara-aroma kuat alkohol akan menyeruak dari dalam mulutnya.
"Kau mabuk."
"Tidak!" Tegas Lisa membantah telak, tatapannya terlihat sayu saat menatap wajah Jungkook secara mendadak sampai pria itu terkunci didalam kontak matanya.
Jungkook terkesima. Gadis dihadapannya ini tadinya terlihat biasa saja, namun ketika menjadi lebih dekat-Jungkook jadi bisa melihat pesonanya juga. Pandangan Jungkook menyusuri wajah Lisa seakan sedang menilai. Bulu matanya lentik dihiasi manik cokelat terang, hidungnya runcing dan kecil seperti perosotan mungil, pipinya gembil, bibirnya yang dihiasi lipstik merah terlihat sangat ranum, bulat dan menggoda iman.
Turun lagi ke bawah. Leher jenjangnya terlihat jelas, ada tahi lalat manis menghiasi disana. Turun lagi semakin ke bawah-cukup! Jungkook menggeram tertahan, paja Lisa tanpa sengaja bersinggungan dengan sesuatu yang tidak seharusnya disentuh.
Tahan dirimu Jungkook!
Manik bambi itu menatapnya masih dengan binar kekaguman, senyuman manis terukir cantik disana. Lisa menyukai ketampanan Jungkook, melihat pria itu saja membuat jantung Lisa ingin meledak sekarang.
"Apa yang kau tawarkan jika aku bersedia untuk disentuh?" Pertanyaan tiba-tiba dari Jungkook membuat Lisa mengerjap cepat.
"Tawarkan?" Ulang gadis itu bertanya, Jungkook mengangguk. Lisa terlihat berpikir keras sampai keningnya berkerut tercenung dalam.
"Ya, penawaran apa yang akan berikan? Semacam pertukaran yang saling menguntungkan bagimu dan bagiku."
"Itu.. ehm.." Lisa menatap Jungkook lalu menurunkan pandangannya sambil menggigit kuku ibu jarinya. Pertanyaan sederhana bagi Jungkook rasanya begitu berat untuk dijawab oleh Lisa dalam keadaan mabuk.
"Katakan cepat atau aku pergi" Ancam Jungkook menekan Lisa. Pria itu membuang nafasnya pelan saat Lisa masih belum menjawab, terlalu lama. "Cepat-"
"Kita berpacaran?" Usul Lisa.
Kedua alis Jungkook sontak terkait, Jungkook memundurkan kepala saat Lisa berjinjit dan berusaha mendekat. Gadis itu tak akan sampai, tingginya hanya sedada Jungkook. Sekalipun Jungkook tidak menghindar, bibir penuh Lisa tidak akan mendarat dibibir tipis Jungkook.
"Hm, menarik" Senyuman tipis tertarik disudut bibir Jungkook. Senyuman lebih lebar terkembang dibibir Lisa, sangat manis. Lisa memegang sisi jas Jungkook, berjinjit lebih tinggi lagi namun saat itu, Jungkook melanjutkan. ".. tapi aku tidak tertarik"
Raut wajah Lisa berubah sedih. "Kenapa?" Tatapannya berkaca-kaca, Lisa jadi lebih emosional saat mabuk untuk pertama kalinya. "Kenapa tidak mau?" Tanya Lisa mencecar Jungkook, butuh jawaban sekarang juga.
Tangan Jungkook naik, menyentuh dagu kecil Lisa lalu sedikit membuat wajah itu lebih terangkat lagi. Lisa cantik, tapi itu tidak cukup. Jungkook seorang pria, apa yang bisa seorang pria normal lakukan saat didatangi oleh seorang gadis yang berulang kali bilang ingin menyentuhnya.
"Ah! Aku tau!"
"Apa itu?"
Lisa tak langsung menjawab, Lisa memindahkan tangannya pada kedua bahu Jungkook baru menjawab. "Aku bisa memberikan ciuman, seperti yang para kekasih suka lakukan. Kau mau kucium?" Gadis itu bertanya dengan wajah polos, bibirnya terbuka-membuat Jungkook semakin tidak-tidak.
Jungkook tidak membalas,ini terlalu jauh tapi Jungkook tidak bisa mendorong Lisa untuk menjauh darinya begitu saja. Meski ditutupi, Jungkook tidak bisa berbohong sebab dari tatapan terlihat sekali kalau dia sangat tertarik terhadap gadis mabuk dan nakal dihadapannya.
"Siapa namamu?"
"Lisa!"
Anggukkan samar terlihat, Jungkook mengedarkan pandangan ke segala arah memastikan orang-orang sibuk dengan urusannya masing-masing sehingga memperkecil kemungkinan ada yang melihatnya bersama seorang gadis.
Lucunya, Lisa mengikuti tiap arah yang Jungkook lihat. Lisa ikut menoleh dan memicingkan mata untuk mencari tau apa yang sedang Jungkook lihat, kemudian sentuhan mengelus terasa dikepalanya. Lisa kembali meluruskan kepala, netranya diisi oleh wajah Jungkook yang posisinya lebih rendah karena si empunya menunduk padanya.
Lalu Jungkook meraih tangan kanan Lisa, menggenggam lembut pergelangannya kemudian berbisik tepat ditelinga gadis itu sampai pipi gadis itu tambah memerah.
"Ikut denganku, ke kamar." Itu yang Jungkook bisikan kepada Lisa.
~•~
3 : Room
Apakah bisa disebut tidak sopan ketika meninggalkan pesta secara diam-diam terlebih dengan menyelinap menghindari orang-orang dan membawa seorang gadis ke sebuah ruangan, atau lebih tepatnya sebuah kamar. Sopankah?
Jungkook tidak berpikir ke sana, untuk sekarang kepalanya dipenuhi keingintahuan kata arti dari kata "menyentuh" yang Lisa ucapkan. Gadis itu terlihat linglung sejenak kala ditarik berlari dan dibawa masuk ke sini. Oh tentu, Jungkook sudah mengunci pintu sehingga tidak ada yang bisa masuk dan keluar begitu saja.
Masing-masing tangan kekar terbalut kemeja lengan panjang itu bertumpu pada dinding polos dibelakang tubuh Lisa. Netra gelap itu menatap lembut namun waspada, dari sorot tatapannya terlihat jelas kekentalan rasa penasaran yang mulai naik ke atas kepala. Sebesar itu rasa penasaran Jungkook terhadap Lisa, bibirnya yang kering dibasahi dengan jilatan lidah memunculkan kesan terseksi dari sisi seorang Han Jungkook.
Lisa termangu menatap lekat-lekat pria itu, wajahnya begitu indah, tubuhnya juga. Tatapan Lisa persis seperti laser tajam yang sedang melucuti Jungkook. Jungkook terkekeh pelan, mengusap lembut dagu Lisa lalu naik menyusuri pipi mulusnya. Wajahnya mendekat pada Lisa, menatap lamat kecantikkan tak manusiawi didepannya.
"Baiklah.." Jungkook menjauhkan diri seraya menyelipkan kedua tangannya disaku celana bahan. Tubuh tegapnya menjulang tinggi, bahunya proposional dan lebar, ketika memeluk pasti rasanya sangat nyaman.
Pikiran Lisa terbaca, Jungkook langsung menawarkan diselingi senyum miring. "Mau kupeluk?"
"Sungguh?" Seakan tidak percaya, pupil mata Lisa memesar, matanya semakin bulat. "Boleh kupeluk?"
"Ya, boleh.."
Lisa mendengar dengan jelas, Jungkook memperbolehkan Lisa untuk memeluknya. Kedua tangan direntangkan lebar-lebar, Lisa siap memeluk Jungkook namun saat maju satu langkah, telunjuk pria itu menahan dahinya.
"Namun sebelum itu, beri aku sentuhanmu dulu. Kau mau menyentuhku, 'kan? Lakukan itu dulu" Titah Jungkook mendorong lembut kepala Lisa sampai guratan cemberut muncul dibibir ranum gadis itu.
"Kau mau kucium?" Tanya Lisa blak-blakkan.
"Kau yakin bisa menciumku?"
Dengan polos Lisa menyahut, "Kenapa tidak?" Decakkan terdengar setelahnya, Jungkook terus memandang sampai jantung Lisa berpacu dua kali lipat lebih cepat. "Kau kan tampan, aku harus menciummu!"
"Ayo buat kesepakatan."
"Kesepakatan?" Bibir Lisa terbuka, lengkungan senyum lalu lompatan kecil gadis itu lakukan. "Kesepakatan seperti ; mau dicium dua kali?" Goda Lisa mengerlingkan sebelah mata.
"Baiklah, akan kulakukan!" Celetuk Lisa lekas berjinjit, ketidaksampaiannya membuat Lisa berusaha lebih keras menggapai bibir Jungkook namun pria itu jauh lebih tinggi sampai Lisa kesulitan dan mendengus. "Merunduklah, aku tidak sampai. Bagaimana aku bisa menciummu?"
"Lisa.." suara lembut Jungkook memanggil Lisa, gadis itu mendongak dengan tatapan sayu lalu kelopak matanya terpejam saat rahangnya ditangkup oleh tangan besar Jungkook. "Dengar ini baik-baik.."
Kelopak mata Lisa terbuka setelah merasakan angin hangat menerpa wajahnya, tiupan lembut didapat Lisa berasal dari bibir Jungkook. Harum mint menguar dari bibir pria itu, menyejukan sekaligus membuat panas disaat yang sama.
"Kesepakatannya mudah, jika aku membalas ciumanmu maka hubungan kita akan berlanjut.. tapi jika tidak, kau dalam masalah Nona Lisa"
"Ya! Itu mudah, sekarang merunduk dulu" Lisa mencebik, tangannya terangkat menggenggam lembut surai tebal Jungkook lalu menarik pria itu hingga merunduk namun Lisa masih kesulitan, dua centi lagi tapi Jungkook sama sekali tidak membantu.
Lisa berdecak, kepalanya mulai terasa pusing tapi matanya tidak ada tanda-tanda hendak pingsan atau tidur lelap. Pandangannya menoleh ke arah kanan lalu berseru. "Apa itu?"
Jungkook menoleh ke arah yang dipandang Lisa. Kelengahan Jungkook menjadi kesempatan bagus bagi Lisa, dengan sekuat tenaga Lisa menubrukkan tubuhnya pada tubuh besar Jungkook hingga langkah pria itu mundur tersentak terkejut lalu jatuh terduduk disisi kasur.
Kedua tangan Lisa mendorong dada bidang Jungkook hingga terbaring dibawahnya sementara perlahan Lisa merangkak naik, memastikan Jungkook tidak tertimpa olehnya. Sekarang Lisa sampai, wajahnya mendekat pada wajah Jungkook, hidungnya bersinggungan dengan hidung pria itu.
Jungkook tidak menduga kalau Lisa sangat pintar, ah tepatnya cerdik. Gadis itu meskipun mabuk, otaknya masih bekerja ternyata. Jungkook tidak berpikir kalau gadis itu akan berada diatasnya, duduk tepat diperutnya-harusnya sedikit lebih ke bawah lagi, eh!
Mata Jungkook terpejam saat sentuhan halus jemari lentik Lisa menyusuri pipi, mengusapnya dengan lembut namun kaku. Terlihat sekali jika Lisa belum pernah mengelus pipi siapapun, kehangatan menjalar disetiap tempat yang Lisa sentuh, menghasilkan lenguhan tertahan yang tidak Jungkook gaungkan, Jungkook memilih untuk menelannya kembali.
"Lihat.." Lisa tertawa geli, merasa sudah menang atas syarat pertama pria itu. "Sekarang aku sampai!"
"Kau bangga? Itu bukan apa-apa, aku belum tentu membalas ciumanmu. Jika aku tidak membalas, kau tidak berarti bagiku" Balas Jungkook sarkas tetapi dengan nada lembut.
Senyum diwajah Lisa memudar, lekukan bibirnya terlihat saat cemberut. Kata-kata Jungkook mematahkan semangat Lisa tapi bukan berarti Lisa akan menyerah, Jungkook sedang menantangnya maka Lisa akan lakukan.
Deg!
"Apa yang--"
"Ssh.. aku sedang melakukannya, jangan protes. Diam saja dan nikmati, aku tidak akan menggigitmu terlalu keras"
Wajah Jungkook memanas. Jika biasanya ciuman didaratkan langsung pada bibir, kali ini tidak. Gadis diatasnya ini sama sekali tidak menciumnya langsung dibibir, pertama kalinya Jungkook dikecup lembut didahi lalu bibir itu turun menyusuri tulang hidungnya, mengecup lama diujung hidungnya.
Panas itu menjalar semakin jauh, nyaris meledak. Jungkook ingin memalingkan wajah tetapi tidak bisa, Lisa membuat otot-otot ditubuhnya mati rasa. Jungkook menggigit bibir dalam, rahangnya mengetat.
Demi apapun Jungkook ingin berteriak kencang, meneriakkan beberapa kata seperti ; "BISAKAH LANGSUNG CIUM SAJA DIBIBIR? KENAPA KAU MEMBUATKU GILA DENGAN MENYUSURI DAHIKU LALU HIDUNGKU DENGAN BIBIRMH SAMBIL MEREMAS RAMBUTKU, KAU GILA HAH?"
Lisa meneguk ludah, pandangannya dipenuhi bibir tipis Jungkook. Menatapnya terlalu lama membuat Lisa ingin menggigit bibir pria itu. Tidak! Lisa tidak boleh menggigitnya, memandanginya saja terasa sudah cukup. Bentuknya sangat mengagumkan, menggoda, begitu menggairahkan.
"Shit!" Umpat Jungkook tak bisa sabar lagi.
Tangannya yang sejak tadi terdiam mulai bergerak cepat, telapak tangannya terbuka langsung mencengkram tengkuk belakang Lisa. Menariknya dengan cepat, mendaratkan bibir ranum itu pada bibirnya, menggigitnya gemas hingga terbuka dengan muda lalu menelusupkan lidahnya tergesa-gesa.
"Hmph!"
Lisa tersentak, ciuman tiba-tiba itu memabukkan. Gigitan lembut berulang kali dirasakan oleh Lisa, lenguhan kecilnya terdengar. Jungkook semakin bergairah, satu tangannya lagi memeluk erat pinggang gadis itu, merapatkan tubuh mungil itu pada tubuhnya lalu memerangkap Lisa dengan menyilangkan kakinya keantara kaki gadis itu.
Decapan demi decapan terdengar, Jungkook lebih mendominasi keimbang Lisa. Sudah jelas, Lisa belum pernah berciuman. Jungkook langsung tau saat Lisa membalas lumatannya dengan kaku, bahkan saat Jungkook menggerakkan lidahnya menyentuh lidah kecil gadis itu, Lisa nyaris memundurkan kepala dan melepaskan ciuman yang sedang berlangsung.
Lisa meneguk saliva, entah milik siapa. Dadanya mulai terasa sesak, paru-parunya membutuhkan oksigen sekarang. Tangan Lisa terkepal, memukul pelan dada Jungkook memberi tanda supaya pria itu berhenti sebentar. Lisa butuh nafas.
Jungkook peka, hisapan kuat didaratkan pada bibir Lisa sebelum melepas bibirnya. Benang saliva tipis tercipta saat Lisa menjauhkan wajah dan langsung terengah-engah dengan bibir terbuka. Menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, Lisa akhirnya merasa lega.
Tatapan Jungkook menyayu, tangannya menarik lembut wajah Lisa mendekat lalu menciumi pemukaan wajah gadis itu tanpa melewatkan satu titikpun. Jungkook menikmati sensasi berdebar ini, Lisa membuatnya berdebar maka seperti kesepakatan yang Jungkook katakan tadi.
"Hubungan ini akan berlanjut, kau menang. Kau senang?" Jungkook bertanya seraya meletakkan kepala Lisa didadanya, memeluk gadis itu erat dan melupakan fakta bahwa calon istrinya dan sang ibu pasti mencari-cari keberadaannya dibawah sana.
"Aku sudah bilang, kan, aku bisa.." Lisa menyahut pelan, masih sibuk menetralkan nafasnya yang memburu. Oh, ini baru ciuman tapi Lisa sudah melemas seperti habis diapa-apakan.
"Ya, kau bisa" Jungkook membalas lagi, bibirnya melengkungan sedikit senyum sembari mengelus lembut puncak kepala Lisa. Lalu memejamkan mata saat teringat bibir kenyal itu beradu dengan bibirnya, Jungkook tidak munafik. "Bibirmu lezat.."
"Cih, apa terasa seperti makanan?"
"Bukan makanan, tapi santapan. Jangan mencobaiku Lisa, jangan membuatnya terbangun. Diamlah diposisimu."
Lisa cemberut, padahal sudah diperingatkan tapi Lisa malah bergerak dan menatap wajah Jungkook lalu dengan wajah polos yang sebenarnya tidak sepolos ekspresinya, Lisa berkata jujur. "Aku tidak mengerti, aku jadi ingin dicium lagi.."
"Oh, kau pernah ciuman?"
Lisa mengangguk. "Pernah" Telunjuknya bergerak menyentuh tahi lalat dibawah bibirnya, jeda cukup lama untuk melanjutkan. Jungkook terlihat tidak suka mendengar kata barusan, pria itu seolah ingin jadi yang pertama untuk Lisa dan Lisa mengabulkannya. "..denganmu, aku berciuman denganmu, pria tampan.."
"Denganku?" Jungkook terkekeh sarkas, ketidakpercayaan menyorot pada Lisa seakan menuding gadis itu membual. "Tidak pernah dengan pemuda atau kekasihmu?"
"Kau kekasihku."
Kecanggungan tiba-tiba saja muncul, Lisa benar adanya. Jungkook membalas ciuman Lisa, ah salah! Tepatnya, Jungkook mencium Lisa lebih dulu, ciuman ganas dan panas. Mengingat momen ciumannya tadi saja membuat telinga Jungkook memerah.
Lisa terkiki gemas, kedua tangannya aktif menelusup dibawah leher Jungkook dan memeluk pria itu erat. Jungkook sudah memperingatkan, Lisa tidak mau mendengar-sekarang Lisa berada dalam masalah sebab gairah ganas ditubuh Jungkook yang belum pernah terlampiaskan mulai terbangun.
Geliat tubuh Lisa membuat sesuatu itu mengetat, mencetak gembungan dibalik celana bahan yang melekat dikakinya. Jungkook menggeram, menurunkan Lisa dari atasnya dan berbalik menyerang gadis itu dengan ciuman tepat dibibir.
Seharusnya Jungkook sadar, langkahnya sudah terlalu jauh saat melepaskan tiga kancing belakang dress Lisa. Menurunkan dress gadis itu ke depan lalu memandang lapar lada bahu dan tulang selangka dengan ceruk cukup dalam. Jungkook mengusapnya lembut, menurunkan tali bra gadis itu supaya lebih leluasa mengecupi sepanjang bahu dan tulang selangkanya.
"Engh.." Lisa melenguh tidak tertahan, kedua tangannya bertumpu meremas bantal dibelakang tubuhnya, dadanya membusung meski Jungkook tidak melepaskan dress itu sepenuhnya dan gundukan kembar didada Lisa masih dalam keadaan aman.
Tapi tidak dengan kecupan-kecupan basah dan hisapan yang diberikan Jungkook pada bagian atas dadanya, jilatan seduktif bersensasi basah lalu panas itu membuat gadis mabuk berusia 18 tahun itu terus mendesah.
Diraihnya kedua tangan Lisa, meletakkannya bertengger dileher kemudian mendorong Lisa jatuh dibawahnya. Tanpa membuang lebih banyak waktu, Jungkook mencumbu rakus bibir ranum yang mulai membengkak dan lebih merah akibat ulahnya. Bahkan lipstik yang melapisinya jadi berantakkan, Jungkook tidak memberikan sedikit pun cela bagi Lisa untuk berhenti mendesah saat tangannya turun menekan lembut sebelah gundukkan dada gadis itu.
"Mmph-ahh.." Lisa mendesah, Jungkook menyumpalkan bibirnya. Membimbing lidah Lisa membalas sentuhan lidahnya, mengajarkan bagaimana inti dari sebuah ciuman seakan menunjukkan dia sangat ahli dalam bidang ini padahal nyatanya.. menyentuh satu wanita pun tidak pernah.
Lisa memeluk leher Jungkook kian erat, menyalurkan ledakan dalam tubuhnya saat sesuatu mulai terasa merembes dibalik celananya. Kemudian jemari itu bergerak, meremas surai Jungkook hingga berantakkan, menarik pria itu menciumnya lebih dalam sementara kakinya semakin merapat dibawah sana.
Sedikit jeda Jungkook berikan, ciumannya ia lepaskan namun kedua tangannya langsung menangkup gemas pipi Lisa lalu mencium gadis itu lagi dan lagi, Jungkook tidak bisa berhenti. Jungkook menyimpulkan.. daya tarik gadis mabuk ini telah menjebaknya, menjebak Jungkook terlalu dalam.
Jungkook tidak bisa, kejantanannya menegang. Jungkook menginginkan Lisa, menginginkan himpitan kuat kewanitaan gadis itu tapi sayangnya disaat Jungkook melonggarkan ikat pinggang, melepaskan rengkuhannya dari Lisa. Nasib kurang baik menghampiri, ketika Jungkook bersiap membebaskan miliknya lalu melihat Lisa, decakkan terdengar dari bibir tipis itu.
"Sial!" Satu umpatan meluncur dari bibir Jungkook kala melihat Lisa kehilangan kesadaran karena efek alkohol.
Mau bagaimana lagi? Jungkook merangkak turun dan berlari memasuki pintu berwarna gading disudut ruangan, Jungkook terpaksa harus menuntaskannya sendiri. Jika saja Lisa masih dalam kesadaran sedikit lagi, mungkin Lisa akan dihabisi.
~~
"Ibu, apa ibu melihat Jungkook?" Serin menepuk bahu Hyori, berkeliling mencari keberadaan Jungkook sama sekali tidak membuahkan hasil. Serin menyesal telah mengiyakan perkataan dua temannya tadi, harusnya Serin tetap bersama Jungkook.
Hyori mengerutkan kening bingung, membubarkan diri dari lingkaran beberapa wanita seusianya yang merupakan teman dekat lalu menjauh bersama Serin.
"Ada apa, Nak?"
Serin mengulang ucapannya. "Ibu melihat Jungkook? Aku sedang mencarinya tapi tidak ketemu juga, aku meninggalkannya tadi karena dua temanku ada disini"
"Mungkin Jungkook sedang berkeliling ditaman?" Hyori tersenyum lembut mengusap kepala Serin, calon menantu ideal yang dipilih olehnya.
Serin gadis yang baik, setahun penuh Hyori sudah memperhatikan Serin sebelum memutuskan untuk berbicara pada Yura dan meminta izin untuk menjalin hubungan yang lebih dalam lagi, mengikatkan dua keluarga menjadi satu. Serin aktif dalam kegiatan sosial dipanti asuhan dan panti penampungan orang-orang tua, Serin selalu berdonasi setiap tahun dari hasil mengumpulkan gaji. Serin adalah gadis yang menjujung etika, tidak terjebak dalam pergaulan bebas. Serin sangat sempurna.
Bahkan jika Jungkook menghilang tiba-tiba sejak satu jam yang lalu, sama sekali tak ada pemikiran buruk yang terbesit dikepala Serin. Serin mengangguk, membungkuk hormat pada Hyori dan berpamitan. "Baiklah Ibu, aku akan mencarinya diluar. Aku permisi dulu"
Hyori mengangguk, menatap kepergian calon menantu sempurnanya. Hyori tersenyum tipis, Jungkook terlihat setuju meski belum mengatakannya secara jelas sehingga Hyori dapat menarik sebuah kesimpulan. "Aku tidak salah memilih.."
~•~
4 : In morning
Jungkook tersenyum kaku terhadap sang Ibu, tidak bisa menjelaskan seandainya ditanya semalam berkeliaran kemana. Setelah selesai menenangkan bagian bawah tubuhnya, Jungkook pergi meninggalkan Lisa karena tidak aman jika Jungkook tetap berada disana dan tidak muncul lagi ditengah pesta.
Meski agak sulit dipercaya, Jungkook menjelaskan pada Serin kalau tadi terkena panggilan kamar kecil. Anehnya, Serin percaya dan tidak curiga. Malam ditutup dengan perbincangan keduanya soal pendidikkan terakhir masing-masing, tak ada yang spesial. Setelah pesta bubar semua orang beristirahat dirumah masing-masing, ketika Jungkook menyelinap ke kamar yang ia datangi bersama gadis bernama Lisa pun sudah kosong. Seseorang dari keluarga gadis itu pasti menemukannya dan membawanya pulang.
Anggap saja semalam terjadi kesalahan, Jungkook juga tidak melakukan hal terlalu jauh, tidak sampai atas-bawah bersama Lisa. Jadi sebaiknya setelah dipikir-pikir selama 2 jam, Jungkook mendapat keputusan untuk melupakan gadis mabuk dan celotehannya soal hubungan. Jungkook hanya bernafsu sesaat, tidak lebih.
"Kenapa tidak dimakan?" Suara Hyori menembus dinding lamunan Jungkook, menhancurkan dinding setebal tembok china yang menutup alam bawah sadar Jungkook. "Tidak sesuai seleramu ya?"
"T-tidak.." Jungkook tersenyum kikuk, mengambil gelas dan meminum beberapa teguk airnya. "Aku suka masakan ibu.. dari dulu"
Hyori tersenyum lembut, tatapannya penuh kerinduan mendalam mengingat terakhir kali pertemuannya dengan Jungkook, anaknya itu tidak sebesar dan setinggi sekarang. Walau komunikasi terus mereka lakukan melalui pesan, panggilan video dan lainnya, tetap saja Hyori belum terbiasa melihat Jungkook yang ini.
"Kau pasti belum terbiasa dengan makanan korea, kau sudah lama makan-makanan Amerika" Ucap Hyori lantas berdiri dan merogoh ponsel dari sakunya. "Ibu pesankan pasta dari restoran terdekat ya?"
"Tidak perlu Ibu, aku sudah bilang aku suka masakan Ibu. Di Amerika, aku bahkan rindu disuapi oleh Ibu" Jungkook menahan lengan Hyori, wanita itu duduk bersisian dengannya sehingga sangat mudah bagi keduanya untuk saling mengobrol.
Hyori terenyuh, putranya tidak berubah sekalipun hidup lama dinegara dengan kebiasaan berbeda, negara yang disebut-sebut bebas. Dari sikap dan cara Jungkook menatapnya pun, tatapan penuh hormat. Sama seperti tatapan yang diberikannya kepada Serin.
"Mari duduk lagi dan makan bersama, diselingi obrolan pasti menyenangkan. Aku ingin mendengar banyak hal tentang Ibu" Jungkook meraih sendok, memberikannya pada Hyori dan menuangkan air ke dalam gelas tinggi disisi kanan wanita itu.
Hyori mendesah pelan, tidak mengalami hal menarik selama hidupnya. "Ibu tidak pernah bosan merindukanmu, Ibu berpikir banyak hal tentangmu. Seperti; apakah Jungkooknya Ibu sudah sarapan, sudah beristirahat, apakah hari ini dia kelelahan, semoga segala yang dikerjakannya mendapatkan hasil memuaskan. Terdengar membosankan, tapi keseharian ibu selain menunggu adikmu pulang dari sekolah..., ya memikirkanmu"
"Aku melihat kasih sayangmu untukku, Bu" Jungkook tersenyum merasa teduh dan nyaman, Ibunya memang rumah sempurna untuk kembali. Mendapat usapan lembut dipuncak kepalanya, Jungkook tidak bisa untuk tidak melebarkan senyum saat hatinya menghangat. "Ibu harus tau, aku selalu ingin pulang dan memelukmu. Istri Paman Chanyeol memang baik, tapi aku tidak bisa berhenti memikirkan Ibu"
"Baiklah.. sudahi dulu nostalgia ini, buka mulutmu dan cicipi acar buatan Ibu. Sudah lama tidak memakannya, 'kan?" Ujar Hyori sembari menyendok acar berisi campuran potongan mentimun, wortel, tomat, daun bawang, lobak putih dan jamur.
"Ibu, mana muat semua itu didalam mulutku?"
"Coba dulu, buka lebar-lebar" Pinta Hyori lalu terkekeh saat menarik dagu Jungkook dan menyuapi acar kesukaan pria itu saat masih kecil.
Kedua manik Jungkook berbinar, mengunyah sekaligus acar yang benar-benar enak. Sensasi pedas, asam, dan gurih tersebar diseluruh sisi mulutnya. Jungkook menunduk, menyendok nasi dan lauk untuk dimakan setelah selesai menelan acar.
Hyori melanjutkan makan setelah menyendokkan acar ke sisi pinggir piring Jungkook. Melihat kursi kosong dihadapannya, Hyori menggeleng tak habis pikir. Entah pergi kemana si bungsu padahal hari ini katanya Sekolah mengadakan acara pentas seni. Lisa sangat bersemangat dari dua minggu lalu tapi di hari-H ... gadis itu urung muncul juga.
"Entah kemana gadis nakal itu pergi" Gumaman Hyori terdengar oleh Jungkook yang langsung menoleh dengan kerutan dikening.
"Gadis nakal?"
"Iya. Adikmu, semalam dia tidak datang ke pesta. Ibu tidak mengerti kenapa dia suka sekali merajuk terhadap hal-hal kecil, sikapnya itu bukannya semakin dewasa malah semakin menyebalkan. Untung anak Ibu" Jelas Hyorin gemas sampai meremas mentimun yang digenggamnya.
Jungkook ragu-ragu bertanya, "Aku.. punya adik?"
"Astaga!" Hyori menepuk dahi dengan raut wajah seperti ingin menelan orang. "Kau punya, Jungkook. Adik perempuanmu, masa kau lupa?"
"Adik perempuan?" Kerutan yang tadinya tak ada mulai muncul dikening Jungkook. "Aku.."
"Jangan bilang kau tidak ingat!" Hyori melotot menodongkan sendok, tak habis pikir sampai terheran-heran. "Kau ini bagaimana Jungkook.. yaampun, seorang kakak yang lupa pada adiknya sendiri padahal kebanyakan, hubungan kakak-adik yang lebih lengket dan sulit dipisahkan tapi ini.. ibu heran"
"Selamat pagi!" Gadis yang dibicarakan muncul, kali ini tidak memakai seragam tetapi tetap memikul tas sekolah dipunggung. Menggunakan jaket boomber merah yang resletingnya tidak dikaitkan sampai atas dan tatanan rambut diikat dua tak lupa poni cantiknya. Tak lupa mengerucutkan bibirnya mencebik ringan.
"Membicarakan aku ya?" tebaknya mengulum bibir dengan senyum manis.
Jungkook mendongak setelah mendengar suara yang tak asing menusuk telinganya, sontak langsung tersedak. "Uhuk!"
"Pelan-pelan, minum dulu!" Dengan sigap Hyori mengambilkan air, Jungkook meneguknya sampai tenggorokkannya terasa lega.
Sementara Lisa menarik kursi lalu duduk diatasnya sembari mengambil alih keranjang berisi buah, memposisikan benda itu dihadapannya. Kening Lisa mengernyit, wajah pria yang tersedak dan sedang diminumkan air oleh sang Ibu terasa tidak begitu asing.
"Ibu, siapa dia?" Lisa bertanya pada akhirnya, kepalanya tidak ingat apa-apa bahkan semalam Lisa terbangun sendirian dan berjalan ke kamarnya, Lisa tidak ingat karena kepalanya terlalu berat dan mengantuk.
"Pertanyaan tidak masuk akal macam apa itu?" Hyori berdecak-decak, meraih tisu dan mengelap sudut bibir Jungkook sambil menjawab Lisa. "Ya, tentu. Dia kakakmu, memang dia terlihat seperti siapa?"
"Cih, Ibu selalu memarahiku. Dasar menyebalkan" Sengut Lisa mengakhiri pembicaraan dan lebih memilih mengambil buah pisang besar lalu mengupas kulit.
"Shit! Kenapa harus pisang!?" Jungkook berteriak dalam hati, merasa tertekan saat melirik-lirik ke arah Lisa, kepalanya agak berdenyut sulit membedakan ini mimpi atau nyata tetapi gadis mabuk semalam ada dihadapannya dan merupakan adiknya? Ini gila, nyaris Jungkook melecehkannya.
Ketiganya melanjutkan makan, Lisa tidak makan nasi. Lisa lebih memilih makan buah, makan buah pisang. Memasukkan pisang yang kulitnya dikupas itu ke dalam mulut yang terbuka hingga mengunyahnya sampai pipi menggembung.
Ah, bukan hanya pipi Lisa. Sesuatu dibalik celana Jungkook juga sedang menggembung sekarang. Rapalan umpatan meluncur deras, bahkan saat Jungkook sudah berusaha tidak melihat ke arah Lisa-dari sudut mata gadis itu tetap nampak begitu panas saat memakan pisang, seakan-akan sedang memakan..
"Wow besar!" Celetuk Lisa tiba-tiba, tanpa disadari membuat seseorang yang sedang menunduk melihat gembungan dicelana bahannya tersentak.
"Uhuk! Uhuk!" Jungkook terbatuk keras. Tangannya kepayahan mengambil gelas, Hyori membantu dengan menepuk-nepuk punggung Jungkook berusaha membantu meredakan putranya yang tersedak itu.
Ketika Jungkook meneguk air dari gelas tinggi berbahan kaca, tak sengaja ia melihat Lisa lagi. Gadis itu memasukkan pisang ke dalam mulutnya, pisang yang sangat besar lalu.. Jungkook tersedak, menyemburkan air yang diminumnya dan mengagetkan semua orang.
"Ewh.. jorok!" Ujar Lisa mengerutkan hidung, memeluk keranjang buahnya dan refleks berdiri.
"Astaga nak! Ada apa denganmu?" Hyori langsung cemas, Jungkook menolak tangan sang Ibu yang hendak membantunya. "Kau mau kemana itu? Kau baik-baik saja?"
"Aku.. aku tidak apa-apa, Bu. Jangan cemas!" Sahut Jungkook berlari menjauh tanpa menjelaskan alasan tersedaknya.
Hyori tambah cemas, tatapannya jatuh pada Lisa. "Lain kali makanlah roti, ibu tidak mau kau sakit."
Lisa mengangguk, meletakkan keranjang buah dan mengambil pisangnya lalu kembali mengupas dan memakannya serta menjawab Hyori. "Iguh enang swaja.. aghuna makwan e-esehoha"
"Lisa ditelan dulu!"
Lisa menelan kunyahan pisangnya, terkekeh pelan memberi cengiran. "Hehe.. ibu tenang saja, aku makan disekolah nanti. Aku berangkat-"
"Eh tunggu!" Hyori menahan lengan Lisa, usapan didaratkan pada puncak kepala gadis itu sama lembutnya saat mengusap Jungkook. Dua saudara itu terpisah lama, bahkan terlihat tak ada usaha dari satu sama lain untuk mengakrabkan diri sehingga Hyori jelas harus turun tangan dan mendekatkan mereka, kakak-beradik.
"Ada apa, Bu? Penampilanku aneh?" Tanya Lisa memastikan kalau tidak salah kostum untuk acara pentas seni sekolah, Lisa mendapat peran sebagai juru kamera untuk ekstrakulikuler musik. "Mungkin ada yang kurang?" Timpal Lisa bertanya lagi.
"Tidak, kau sangat cantik." Puji Hyori terkagum menatap putrinya sendiri. "Kau juga sudah tumbuh besar, Ibu harus mencari pemuda yang cocok untukmu nanti"
"Ibuuu!" Lisa merengek tak setuju. "Aku masih muda, aku tidak mau menikah diusia muda!"
"Berkenalan dulu, Lalisa" Desahan nafas berat terdengar dari bibir Hyori, kecemasan itu datang lagi. "Setidaknya, pemuda itu bisa menjagamu nanti. Ibu akan carikan, kau sekolah yang benar. Hari ini berangkat dengan kakakmu"
"Kakak?" Hidung Lisa berkerut tak suka. "Aku naik taksi saja, Bu. Rasanya aneh" terus-teras gadis itu. Ada perasaan canggung dan asing, mereka sudah tidak tumbuh bersama sejak bertahun-tahun lalu, ketika salah satunya muncul tentu saja butuh waktu untuk beradaptasi.
"Lisa.." Hyori menatap pengertian, mengusap lembut bahu Lisa. "Salah satu dari kalian harus ada yang terbuka supaya bisa lebih mengenal, akrab seperti kakak-beradik pada umumnya. Ibu merasa bersalah telah memisahkan kalian"
Lisa berdecak sebal, Ibunya selalu saja punya banyak ekspresi untuk membuat Lisa menyerah dan mematuhinya. Ekspresi yang paling tidak bisa Lisa lihat adalah kesedihan dan rasa bersalah.
"Baiklah, Ibu" Lisa mendelik malas, melangkah pergi melewati Hyori yang tersenyum tapi Lisa malah cemberut dan berteriak saat hendak keluar dari ruang makan. "Katakan padanya, aku tunggu dimobil!"
~~
Apakah ini sebuah kegilaan? Sebuah kelainan? Jungkook tegang hanya karena Lisa, kejantanannya terbangun dan berdiri tegak layaknya tongkat baseball yang sial memukul bola. Untuk menenangkannya butuh usaha, mengurutnya perlahan lalu menghimpitnya dengan kuat dan mulai mengocok benda yang sedang memerah pada bagian ujungnya itu.
Nafas Jungkook.memburu, isi kepalanya membayangkan wajah Lisa. Padahal Jungkook berusaha mencari fantasi lain seperti Solois Jihyo atau Hyuna yang suka pamer tubuh tapi yang melintas hanya Lisa, Lisa, dan Lisa lagi.
Gadis itu sedang memakan pisang, tersenyum menjilati buah berwarna kuning pucat itu seakan sedang mengulum sesuatu, sesuatu yang-
"Ahh.." Desahan Jungkook memotong fantasinya, berganti pada adegan dimana ciuman panas itu berlangsung sengit dan posisi Jungkook adalah sang dominasi.
"Lisa.." Desisan serak meluncur dari bibir pria matang itu, kepalanya tertunduk. Tangan kiri memegang pinggiran wastafel sementara tangan kanannya sibuk memompa kejantanannya dibawah sana dengan gerakan brutal, semakin cepat semakin nikmat.
Ini diluar kebiasaan Jungkook, menjadikan seorang gadis sebagai fantasi saat memuaskan diri. Memang, Jungkook sering melakukan itu sejak mengalami pubertas, menonton beberapa blue film untuk menambah imajinasi, tapi tak pernah sampai betulan membayangkan seperti apa wajahnya. Sama sekali tidak, tapi kali ini..
Hanya wajah saja, hanya melihat wajahnya Lisa-Jungkook tegang sekali.
Bibir tipis itu semakin merapat, wajahnya memerah layaknya tomat sampai ke telinga. Jungkook membayangkannya terus, tanda merah yang ia tinggalkan didekat tulang selangka Lisa. Saat gadis itu mabuk dan merapatkan diri terhadapnya lalu saat keranuman gadis itu menyapa lembut bibirnya, berbagi nafas, berbagi saliva dan berbagi lenguhan sesaat.
"Oh Damn!" Geraman rendah itu menandakan sesi ini telah berakhir, Jungkook melihat bagaimana miliknya menyemburkan banyak cairan ke dalam kloset bahkan sampai nyaris terkena celana. Jungkook mengurutnya, memberi kocokan lagi sembari menggigit bibir.
"Ini salah, secara tak langsung aku melecehkan adikku sendiri. Aku tidak sengaja tapi kejadian malam itu.." Jungkook mendesah berat, menarik tisu dan mengelapi sisa pelepasannya diujung kejatanan yang masih memerah itu. ".. aku tidak bisa melupakannya, aku tidak bisa berpura-pura tidak terjadi apapun. Bahkan ciumannya masih terasa, bibirnya seolah masih ada diatas bibirku"
Jungkook memejamkan mata, menjilat bibirnya sendiri lalu mengerjap dan merapihkan bagian bawah tubuhnya, memasukkan benda menakutkan miliknya kembali ke dalam sangkar. Dilihat dari segimanapun, jika Lisa melihat benda itu-Lisa akan berteriak takut. Membayangkan itu, Jungkook tertekeh dan segera menepis pikiran tentang itu.
"Dia adikmu, Jung.." Peringat Jungkook menatap pantulan wajahnya sendiri dicermin, memutar keran wastafel dan mencuci wajahnya di air mengalir beberapa kali. "Dia adikmu, berasal dari ayah dan Ibu. Dia adikmu.." Gumam pria itu berulang.
Hembusan nafas panjang Jungkook bebaskan, senyum kecut terpancar diwajahnya. Masih pagi tapi moodnya tidak baik padahal hari ini ada banyak wacana yang harus Jungkook selesaikan, mampir ke perusahaan ayahnya dulu yang sekarang dipegang oleh orang kepercayaan keluarganya, Namjoon Kim, tetapi tak lama lagi jabatan CEO sekaligus direktur akan dilimpahkan kepada Jungkook.
Untuk itu, Jungkook harus membangun kesan bagus dihari pertama kemunculannya yaitu hari ini. Daripada beristirahat dirumah, toh, Jungkook sama sekali tidak jetlag karena telah berlatih tidur lebih dulu.
Setelah merapihkan diri, Jungkook bersiap membawa kunci mobil. Jas formal dan pakaian serba hitam dipadukan dengan dasi berwarna merah tua melekat sempurna ditubuhnya. Tak lupa menata rambut dengan sedikit polesan minyak khusus, diakhiri dengan menepuk-nepuk bagian yang dirasa kusut lalu selesai.
Tidak sampai lima menit, Jungkook berlatih senyum ramah lalu berdecak mengagumi dirinya sendiri dicermin. "Sempurna!"
Tok! tok! tok!
"Jungkook-ah" ketukan sekaligus seruan itu berasal dari balik pintu, suara Hyori memanggil Jungkook.
Pria itu lekas menghampiri, sang ibu pasti ingin memberikan usapan lembut dikepala seperti saat ia masih sekolah dulu. Maka tarikan senyum terbaiknya, Jungkook tunjukkan. Memandang ke arah Hyori saat menarik pintu dan membukanya, tetapi alangkah terkejutnya Jungkook saat semuan itu tak sesuai ekspektasi.
"Cepat berangkat, adikmu sudah menunggu dimobil. Kalian searah jadi ibu rasa tiap pagi, kalian harus berangkat bersama mulai hari ini."
Deg!
Seseorang tolong benamkan Jungkook ke tumpukan gunung berisi uang. Disaat ia mencoba menjaga pikiran buruk mengenai Lisa, kenapa.. kenapa ibunya justru memberikan godaan selaknat ini?
~•~
5 : One car
Menyumpalkan earphone ke masing-masing telinga sekaligus menyetel lagu kesukaannya dengan volume dikeraskan. Lisa tidak berniat akrab dengan Jungkook seperti yang sang Ibu minta. Lisa tak terbiasa jika diusianya yang sudah besar, muncul seorang kakak sementara selama ini Lisa menempatkan diri sebagai anak tunggal dikeluarga Han.
Tak ada kerabat dekat, kalaupun ada mereka tinggal ditempat yang jauh di Amerika. Hyori dan Lisa hanya hidup berdua, beberapa asisten rumah tangga datang dua hari sekali untuk membereskan rumah saat malam hari supaya tidak mengganggu aktifitas. Hyori-lah yang menyiapkan segalanya, mulai dari sarapan dan segala macam kebutuhan Lisa.
Ketika suara pintu mobil terbuka lalu tertutup, tanpa harus mendongak ke depan karena posisi duduknya dikursi mobil belakang, Lisa tau kalau Jungkook baru saja masuk. Mendadak, atmosfernya berbeda.. rasanya dingin tetapi tak sampai membuat jari tangan menggigil, seolah ada aura kuat yang masuk-aura yang berasal dari Jungkook.
"Kau yakin akan duduk disana?" Jungkook bertanya sembari melihat ke arah Lisa dari spion dibagian atas. Tak ada balasan, Jungkook tidak bertanya lebih jauh dan fokus mengemudikan mobil.
Lisa sangat berbeda, gadis itu tidak tersentuh saat berada dalam kendali kesadaran penuh. Mungkin nanti, Jungkook harus membuat gadis itu mabuk dan mempertanyakan hubungan kekasih yang Lisa maksud semalam. Jungkook gila, masih saja memikirkannya padahal tau kalau Lisa merupakan adiknya.
Mendekati perempatan jalan yang ramai, saat lampu lalu lintas berubah warna menjadi merah. Jungkook memberhentikan laju kendaraannya. Mobil ferrari hitam itu berjajar dengan mobil-mobil lainnya, menunggu lampu hijau kembali menyala.
Lisa yang sedang sibuk menscroll media sosialnya tiba-tiba merasa seperti sedang diperhatikan, Lisa merinding. Tatapannya perlahan lurus ke depan, tapi bukan itu.
Begitu sigap Lisa menoleh ke kiri, mendapati orang gila mengetuk-ngetuk kaca dan menampilkan cengiran mengirakannya. Lisa terlonjak, melompat ke depan-ke arah kursi kemudi dan mendarat diatas Jungkook.
"Itu.. itu!" Tunjuk Lisa ke arah kaca mobil dibelakang, kedua tangannya memegangi kerah jas Jungkook, mengguncang-guncangkannya panik. "Ada orang gila di belakang sana, wajah mengerikan. D-dia.. dia tersenyum padaku, cepat pergi dari sini!"
"Menunggu apa lagi?" Lisa semakin kuat mengguncang Jungkook, kini memegang bahu tegap pria itu. "Ayo pergi!"
Jungkook tercenung, ekspresinya datar. Keterjutan telah sukses ia sembunyikan lalu dengan elegan membuang pandangannya dari Lisa. "Turunlah, lampu lalu lintasnya sebentar lagi kembali hijau"
"Ah..begitu ya" Lisa menggigit bibir, sadar jika mendarat ditempat yang salah. Harusnya Lisa tidak melakukan kebodohan dengan mendarat tepat diatas paha Jungkook, duduk menyamping diatas pria itu dan memaksanya untuk melajukan mobil.
Dengan wajah malu sedikit memerah, Lisa berdiri seraya merunduk menghindari langit-langit atap mobil lalu duduk tenang dikursi sebelah kursi kemudi. Lisa berdehem canggung, "Maaf, tolong lupakan yang tadi."
"Ya" Sahut pria itu singkat.
Lisa membenarkan earphonenya, benda itu tertarik dan putus. Menyebalkan! Lisa memasukkannya ke saku untuk dibuang nanti, guna melupakan wajah orang gila tadi, Lisa memutuskan bermain-main dengan game diponselnya.
Dari ekor mata, Jungkook melirik Lisa. Ketika gadis itu sibuk dengan ponselnya sampai tak ada cela untuk melirik ke arah Jungkook, ini kesempatan. Jungkook menurunkan pandangan, desisan samar terdengar disusul decakkan kecil kala melihat benda itu tegang, menggembung lagi, membuat bagian tengah celana terasa sesak.
"Duduk dibelakang." Titah Jungkook.
Lisa menoleh dengan satu alis terangkat kebingungan. "Kenapa? Dibelakang ada orang-"
"Lampu lalu lintasnya akan berganti. Kau duduk dibelakang saja" Ulang pria itu menegaskan, tidak menerima bantahan.
Lisa berdecak pelan, mengerut sebal dan masih melayangkan protes. "Aku suka disini, aku tetap disini-"
"Pindah ke belakang!"
Deg!
Lisa tersentak, bahunya bergetar karena bentakkan mengagetkan dari Jungkook seolah Lisa baru melakukan sebuah kesalahan fatal dan kini mendapat hukuman. Hyori tidak pernah membentaknya, seumur hidup baru pertama kali Lisa dibentak sekasar ini. Tanpa sadar matanya mulai memerah, air menggenang tapi tak sampai menetes namun memberi kesan kaca yang indah jika seandainya itu air mata bahagia.
Jungkook mengalihkan pandangan saat mengira gadis itu akan turun untuk kembali ke kursi belakang, tetapi Lisa justru turun dan pergi begitu saja usai membanting pintu mobil keras. Terlihat jelas kekecewaan dimata sang gadis akibat bentakan dari pria yang mengaku sebagai kakaknya.
Tidak berdaya, Jungkook mendesah berat saat melihat Lisa berlari dan menghentikan sebuah taksi lalu masuk ke dalamnya. Jungkook tidak tau, mana mungkin Jungkook membiarkan Lisa melihat bagian dari tubuhnya yang menegang. Oh itu memalukan!
Jungkook merunduk, menempelkan dahinya pada setir kemudi dan merutuki dirinya sendiri atas ketidakmampuan untuk menahan diri sehingga menyakiti hati Lisa, sang adik.
"Maafkan aku.." Gumamnya.
Sekelumit ekspresi rumit tercipta, dari kejauhan mata Jungkook memicing hendak melihat sesuatu. Seorang gadis dengan langkah misuh-misuh menghampiri, cemberut dan kesal saat masuk dan duduk dikursi belakang.
Lisa kembali lagi.
"Jangan tertawa. Aku lupa bawa cash, jadi tidak jadi!" Desisnya. "Jangan mengira hal yang tidak-tidak!"
"Maaf.." Sahut pria itu dengan suara pelan, namun Lisa terlanjur kesal dan mendelik tajam.
"Terserah!" Balas Lisa acuh. Membuang pandangan ke arah kanan saat mobil mulai melaju membelah jalanan pagi hari yang ramai.
Lisa melipat tangan didepan dada, meringkuk menahan kesal. Jungkook tak mengintip ke belakang. Bahaya, sesuatu yang buruk bisa terjadi. Sesekali Jungkook dengan tangan kanan, mengusap gundukkan kerad dicelananya. Tatapannya memelas seakan benda itu bisa diajak bicara, Jungkook memohon dengan segenap hati supaya miliknya itu lekas tertidur kembali.
Sisa perjalanan menuju sekolah diisi keheningan, Jungkook diam, Lisa juga sama. Saat mobil itu berhenti tepat didepan gerbang sekolah, tanpa pamit Lisa turun namun Jungkook memanggilnya lewat suilan ringan sampai kepala Lisa berputar menoleh tanpa seizin dirinya.
Jungkook menyodorkan sejumlah uang pada Lisa dalam nominal yang.. entah berapa. "Kau tidak bawah cash, pakai uang ini. Aku tidak yakin bisa datang menjemputmu tepat waktu. Selain tidak tau jadwal pulang-"
"Jam delapan." Sela Lisa dingin, menggenggam tali tasnya erat. "Kembali lagi saat jam delapan malam." Ujarnya lalu pergi tanpa menerima uang dari kakaknya itu.
Jungkook memandang kepergian Lisa, sorot matanya tidak bisa berbohong. Ada keinginan memeluk gadis itu erat tapi, tunggu-Jungkook harus berhenti. Ini terlalu gila, Jungkook tidak boleh gegabah dan salah ambil tindakan. Lisa adalah adiknya, tidak lebih.
~~
Pentas seni telah dimulai berjam-jam lalu. Lisa kehilangan fokus, tidak menerima uang Jungkook sama artinya dengan tidak makan siang. Wajahnya terlihat pucat saat duduk ditepi ranjang uks, keringat dinginnya terus mengalir sampai harus dielap tisu berkali-kali.
Taeyong masuk menjenguk Lisa, membawakan roti lapis dan susu cokelat kesukaan gadis itu. Lisa menolaknya, tapi pertemanan ini belum tentu berakhir meski perasaan tak mudah dibohongi. Kepura-puraan bukanlah kelebihan yang bisa Taeyong lakukan dengan mudah. Setidaknya, jika Lisa bahagia-Taeyong juga bahagia. Jika Lisa sakit, Taeyong akan menjaganya.
"Boleh aku duduk?" Tanyanya menepuk sisi kosong tepi ranjang disamping Lisa. Gadis itu mengangguk, Taeyong mendudukkan diri disana. "Minum susu ini" ucapnya.
"Aku tidak lapar" Tolak Lisa. "Aku baik-baik saja. Kau menampilkan dance sekelompok dengan Jaehyun, kan? Kenapa disini?" Tanya gadis itu merasa aneh.
Taeyong mengulum senyum. "Ingin bertemu denganmu, memastikan kau aman dan.."
"Dan?"
"..aku merindukanmu."
Lisa memalingkan wajah saat Taeyong mendekat. Menggerakkan tubuhnya yang lemas melompat turun dan mendarat dengan dua kaki. Melihat hal itu, Taeyong menyusul Lisa yang sedang membenahi tasnya. Tak dapat dipungkiri kalau ada yang berbeda setelah Taeyong menyatakan perasaannya..., Lisa menjauh.
"Kau mau kemana?" Taeyong bertanya sebab khawatir, mencoba menghentikan Lisa dengan menggapai bahunya. "Kau masih sakit."
"Bukan urusanmu. Aku buru-buru, seseorang akan datang dan menjemputku." Ucap Lisa seadanya.
Lisa tidak menelpon rumah, Hyori pasti khawatir. Lisa memberikan nomor lama sang ayah, Lisa pikir itu tidak akan tersambung saat guru penjaga uks melakukan panggilan suara tapi ternyata dugaan Lisa salah. Seseorang menyahut, suaranya tak asing. Lisa langsung tau, diseberang sana yang memegang ponsel mendiang ayahnya adalah pria yang harus Lisa anggap sebagai kakak.
"Baiklah, setkdaknya makan sandwichnya atau susunya?"
"Aku tidak lapar, Taeyong.." Lisa mendesah berat, kejengahan tampak nyata dikedua mata gadis itu sekarang. "Jangan mengikutiku, kumohon" lirih Lisa dengan suara memelan.
Taeyong tertawa sumbang, menatap gelas susu cokelat dan roti lapis ditangannya. "Aku mulai ragu.. hari itu, alasanmu tidak menerimaku.. karena sudah memiliki kekasih, kan?"
Kening Lisa mencetak gelombang cukup dalam, bingung dan risih. "Apa maksudmu?"
"Kau membohongiku. Siapa kekasihmu?" Taeyong menggelap, tatapannya seperti akan memakan Lisa bak singa kelaparan menemukan kerbau gemuk ditengah guru pasir.
"Apa untungnya bagiku berbohong?" Lisa menyalak galak. "Jangan gila, jangan membuat demamku bertambah parah. Aku tau kau begini karena marah, tapi aku berbohong mengenai alasanku."
"Kau menghindariku, Lisa.." Suara Taeyong kedengaran sedih, meraih bahu Lisa dan memaksa gadis itu berhadapan dengannya. "Aku tidak menyukainya, kau menjauh dariku.."
"Aku harus!" Lisa menepis Taeyong lembut, masih berperikemanusiaan. "Aku tidak menyukai perhatian berlebih ini, aku rasa.. aku tidak bisa berteman denganmu.., lagi"
"Tapi kenapa?"
"Aku tidak bisa." Lisa melotot saat menegaskan lagi, Taeyong menjadi keras kepala. Bukan seperti Taeyong yang Lisa kenal dulu. "Tidak perlu memaksa."
"Aku tidak memaksa, Lisa" Taeyong menyugar rambutnya ke belakang, surai tebalnya jatuh dengan indah. Tatapan lekatnya diberikan pada Lisa. "Aku ingin kau memberikan kesempatan padaku untuk-"
"Dia sudah menjawab tidak. Kau tuli?" Suara berat tak bersahabat itu muncul dari arah pintu, sosok tegap Jungkook berdiri disana dengan tatapan mengintimidasi.
Taeyong memandang rumit, "Kau siapa?" Tanyanya pada Jungkook.
Lisa menatap pria itu, Jungkook mendekat ke arahnya. "Dia ini-"
"Tidak perlu menjelaskan apapun. Wajahmu semakin pucat, sebaiknya kau harus segera dibawa keluar dari sini." Jungkook menyela penuh penekanan, titahannya tidak ingin dibantah. Ketidaksukaan kental, aura permusuhan menusuk Taeyong dari segala sisi.
Lisa menatap Taeyong sebentar, merasakan pergelangan tangannya disentuh lembut, kepalanya sontak mendongak tapi Jungkook tidak sedang melihat ke bawah sehingga tak terjadi adegan saling menatap satu sama lain lalu berpaling karena merona.
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Jungkook berbalik membawa Lisa pergi bersamanya.
Jungkook meninggalkan rapat pertamanya ditengah-tengah, tanpa pamit setelah mendengar laporan mengenai kondisi Lisa dari salah satu guru yang menghubungi nomor mendiang sang ayah. Jungkook masih memasang kartunya, tidak ingin membiarkan kenangan lama soal ayahnya lenyap begitu saja. Siapa sangka kalau ternyata pertama kali ada yang menghubungi dan itu soal Lisa.
Mereka melangkah cepat, Jungkook yang terburu-buru sementara Lisa kesulitan menyusul langkah besar dan panjang pria itu. Beberapa pasang mata menyorot ke arah mereka berdua, baru berakhir saat keduanya masuk ke dalam mobil. Kali ini Lisa duduk dikursi depan, Jungkook tidak mungkin memintanya pindah dan marah seperti tadi.
Mereka kembali satu mobil.
"Sudah baikan?" Tanya Jungkook sambil menyalakan mesin mobil, menoleh ke arah luar memastikan supaya tak ada kendaraan lain disisinya.
"Ya, begitu." Lisa menjawab singkat, tak ingin bertanya lebih jauh. Lisa duduk bersandar, menikmati denyutan dikepalanya. Lisa belum makan apapun selain pisang, Lisa memang cari perkara.
Jungkook mengangguk-angguk, mobilnya mulai melaju keluar dari halaman sekolah. "Kuantar kau pulang." Ujarnya.
"Jangan!" Lisa berteriak, nyaris membuat penging kepala Jungkook. Bahkan sangking mengagetkannya, Jungkook sampai menginjak pedal rem mendadak. Lisa menatap pria yang kini menatapnya juga. "Bawa aku kemana saja, asal jangan pulang ke rumah!"
~•~
6 : Cola
"Aku tidak ingin Ibu khawatir. Kau.. kakakku 'kan?"
Jungkook tertohok mendengar pertanyaan Lisa. Jungkook merasa terolok, entah kenapa. Padahal gadis itu hanya bertanya dan memastikan. Apa mungkin karena Jungkook-tidak! Jangan sekarang!
Atensi pria itu terisi oleh gadis berambut panjang dikunci dua. Senyum kaku tipis disunggingkan, pertanda kalau sejak tadi telah berusaha menyingkirkan keasingan namun terasa nyaman. Jungkook tidak membalas dengan kata-kata, hanya anggukkan sudah membuat Lisa cukup dan berpaling pada ponselnya.
"Jadi, sekarang.. kau ingin kemana?"
"Terserah" Ketus Lisa cuek, tidak tertarik dengan pembahasan ini. "Aku hanya butuh tempat untuk merebahkan diri"
"Aku akan mengirimu ke hotel" Ucap Jungkook memutuskan tiba-tiba. Lisa langsung menoleh tidak setuju, beranggapan kalau semua hotel tidak baik.
"Pria hidung belang bisa menodaiku. Kau ini kakakku atau hanya mengaku-ngaku saja?"
Jungkoom menghela nafas, salah lagi. "Baiklah. Kuajak kau ke kantor, tapi jangan menyentuh apapun disana."
Tidak ada sahutan protes dari Lisa. Jungkook membelokkan stir mobil ke arah kanan, menuju jalan utama. Jungkook merasa kesal, merasa Lisa terlalu cuek padahal malam itu..
"Kau datang dan menggodaku!" Celetuknya terlampau keras, tidak sadar kalau Lisa mendengar.
"Aku?" Lisa menoleh tajam, tatapannya seperti pihak polisi yang suka menginterogasi. "Apa katamu tadi?"
"Tidak.. ti..dak mengatakan apapun!" Elaknya sambil mengalihkan pandang, mengerjap dan merasakan desiran itu datang lagi. Jungkook hanya bisa pasrah, berpura-pura meraih majalah didashboard mobil dan membukanya dipaha.
Lisa melirik, bahkan menoleh. Ikut melihat apa yang sedang Jungkook lihat, seperkian detik Lisa terlihat tidak suka kala memalingkan wajah menatap keluar kaca mobil yang tertutup. Majalah itu... terbuka dihalaman yang menampilkan model hampir telanjang.
"Terkutuklah Suga Min si pembuat majalah!" -- Kira-kira itu rutukkan yang hendak Jungkook layangkan pada pemilik perusahaan majalah yang sekarang dipakai untuk menutup ehm.. pahanya, sebenarnya.. sesuatu diantara pahanya.
Lisa melihatnya kan tadi? Iya, Lisa melihat dan Lisa kelihatan jijik sampai memalingkan wajah sebegitu kasarnya. Jungkook tau, tadi Jungkook lihat sendiri. Sekarang pasti gadis itu menganggapnya pria berotak mesum padahal nyatanya tidak sengaja sampai dihalaman itu, Jungkook buru-buru membukanya.
Tapi sekarang, Jungkook tidak perlu khawatir. Lisa tidak akan menoleh padanya karena risih dengan wanita nyaris telanjang dimajalah tersebut bahkan bagian dadanya hanya tertutupi nipple pad dan bagian bawah tubuhnya yang lain ditutupi-sebentar, Jungkook mengerjap. Siapa wanita itu?
Rasanya, tak asing.
"Yak! Ada truk didepan!" Lisa menampar kepala Jungkook hingga dahinya terbentur dashboard mobil lalu setir yang dipegang, dibelokkan tajam membanting ke arah kiri oleh Lisa.
Keduanya masih hidup. Seperkian detik Lisa merasa ajalnya ada didepan mata, tapi rupanya tidak. Mereka berhasil menepi, Jungkook menginjak pedal rem dan majalah itu terjatuh lalu..
"Apa itu?" Tunjuk Lisa tepat pada bagian 'itu' mengerjap sebentar lalu kepalanya ditahan oleh tangan Jungkook, memintanya menghadap ke arah lain saat Lisa ingin menoleh dan melihatnya. "Wae? Apa yang kau tutupi?"
"Jangan melihat! Tutup matamu! Ini vulgar!" Pria itu mengetatkan rahang, meninggikkan suara tapi malah terdengar lucu. Suaranya kedengaran panik, Lisa tidak marah kali ini tapi justru ingin tertawa.
"Aku tanya soal majalah itu, aku melihat sepatu!" Lisa mencebik ringan, decakkan diikuti tepisan tangan ia layangkan. Lisa menoleh, merebut kasar majalah yang sudah kembali ke pangkuan Jungkook.
Pria itu terpaku, wajahnya syok tanpa menunjukkan ekspresi apa-apa. Lisa langsung sibuk membolak-balik halaman dimajalah tebal tersebut, hingga sampai pada halaman yang ia inginkan. Sepasang ankle boots mengkilap warna hitam polos menarik atensinya, namun saat melihat harga yang tertera.. Lisa mendengus. Itu terlalu mahal, Lisa bisa membeli dengan blackcars namun alangkah sia-sianya jika membeli sepasang sepatu seharga 78 juta won.
"Nih kukembalikan.."
Deg!
Gerakan tangan Lisa memelan, seperti ada slow-motion mempengaruhinya. Kini wajahnya memerah, merasa sangat tidak enak hati. Kini Lisa tau, alasan pria itu memintanya tidak melihat. Kini Lisa tau, harusnya tidak merebut majalah yang dipangku pria itu.
Sekarang Lisa tau, Lisa mengembalikan majalah itu sambil tertunduk, berusaha tidak menatap Jungkook sementara Jungkook sudah tau kalau Lisa melihat gundukan manusiawi dicelananya. Dengan kikuk, Jungkook menerima majalah itu. Tak ada kata-kata lagi setelahnya.
Mobil ferrari hitam itu kembali melaju, menuju tempat tujuan yang menjadi destinasi keduanya. Dipenuhi atmosfer kecanggungan yang saling mengisi satu sama lain sehingga masing-masing belah bibir itu bungkam tanpa bahasa. Mereka kompak kehilangan diksi dan frasa.
~~
"Aku ingin cola."
Mendengar permintaan dari Lisa, Jungkook yang baru kembali dari ruangan lain ke ruangannya untuk mengambil dokumen yang tertinggal guna dibawa ke ruang rapat sontak mengerutkan kening.
Lisa menegakkan tubuh dari posisi berbaringnya disofa menjadi duduk dengan sopa. "Aku melihat banyak cola dikulkasmu, apa kau tidak akan membaginya padaku? Adikmu?"
Jungkook masih diam, mengamati. Lisa berdecak dan kembali meminta. "Aku tidak akan minum sampai sebotol, aku minta beberapa teguk. Aku tidak punya riwayat maag, aku akan baik-baik saja kalau minum itu"
"Ya, terserah" Sahut Jungkook tak begitu peduli, selesai dengan berkasnya ia menatap Lisa sebentar sebelum pergi keluar lagi. "Minum yang dibotol merah" pesannya lalu pergi.
Lisa mendengus kesal, bibirnya mengerucut tanpa sadar. Lisa berdiri dan berjalan cepat menghampiri kulkas besar yang tertanam didinding. Merasa dicueki oleh Jungkook, Lisa kesal. "Tadi dia sok peduli, sekarang dia cuek. Kakak macam apa itu?" Omelnya menggerutu.
Tarikan pelan membuat dua buah pintu kulkas itu terbuka bak lemari besar. Kesejukkannya terasa menyegarkan seperti AC diruangan ini. Lisa terkekeh pelan, membungkuk namun langsung mengerutkan kening. Ada yang aneh, Jungkook sudah tidak waras sepertinya setelah Lisa memergoki celananya menggembung dimobil.
"Botol merah?" Lisa bergumam, yakin tak salah dengar. Sekelumit mimik rumit tercipta, alisnya menyatu tertaut saat dahinya bergelombang. "Tapi semua botol disini berwarna merah"
Tak mau ambil pusing, Lisa menyambar satu buah botol. Membuka tutupnya dengan bringas lalu meneguk isinya sekaligus, tak sampai habis, disisakan seperempat. Lisa kehausan, lupakan soal perkataannya yang hanya minta beberapa teguk. Lisa terpana oleh rasa minuman asing yang tidak seperti cola tetapi manis, menyegarkan, dan lembut saat melewati kerongkongan. Mirip sari buah.
"Oh! Enak!" Bibir Lisa terbuka sangking lezatnya. Lisa tidak tau saja jika dia bukan meminum sari buah biasa.
Lisa menghabiskan sisanya, mengambil botol lainnya untuk dibawa bersantai sambil tidur-tiduran manis disofa panjang empuk ruangan itu. Jungkook mengizinkannya berdiam disana, tak lupa juga mencomot beberapa bungkus camilan buah kering.
Jungkook masih waras, botol warna merah berisi cola yang dimaksudnya-ada-dibawah, seperti botol minum untuk anak sekolah tapi Lisa justru terburu-buru dan memilih botol kaca berwarna merah yang didalamnya berisi wine dengan kadar alkohol rendah, sekitar 11,2% tapi bagi pemula.. minum satu gelas kecil saja pasti langsung mabuk.
"Rapatnya selesai" Jungkook berdiri, interupsi tersebut membuat yang lain turut berdiri dan membungkuk hormat sampai Jungkook meninggalkan ruangan.
Sambil memeluk dokumen, Jungkook melintasi lorong ruangan rapat yang terletak dilantai 21 lalu memasuki lift dan menekan angka 10, letak ruangan mendadaknya sebab ruangan tetapnya masih dalam proses renovasi dilantai 30.
Jungkook mengerutkan hidung, aroma wine yang manis menusuk hidungnya saat pintu dihadapannya baru sedikit terbuka saat ia dorong. Kerutan bertambah didahinya, ruangannya berantakkan padahal tadi saat ditinggalkan masih sangat rapih.
Banyak remahan biskuit dimana-mana seakan Jungkook memiliki anak saja. Semakin masuk ke dalam, Jungkook agak tersentak menemukan botol wine-nya bergelimpangan dimeja dekat sofa. Bukan hanya satu, ada beberapa botol kosong disana lalu dilantai juga ada.
Wine itu merupakan investasi terbarunya, Jungkook dikirimi sample sebanyak 100 untuk dicicipi. Sebagai tanda jadi kerjasama antara perusahaannya dan perusahaan KT-Group. Lebih dulu, Jungkook meletakkan dokumennya dimeja. Entah apa yang Lisa lakukan, gadis itu mulai menyebalkan tapi anehnya Jungkook tak terlihat marah sama sekali.
Langkah Jungkook berjalan pelan, menghampiri kulkas dimana terlihat Lisa sedang berjongkok dan memandang jauh ke dalam kulkasnya yang berantakkan. Jungkook menghela nafas kasar, menatap ke arah Lisa bersiap memberi interogasi.
"Jelaskan, apa yang-" namun belum selesai Jungkook bertanya sesuatu menyelanya, bukan perkataan melainkan tatapan.
Lisa yang sedang menikmati kesejukkan udara dari mesin pendingin itu menyadari seseorang datang dan menoleh dengan wajah semerah tomat serta tatapan sayu setelah mendengar suara lembut seorang pria dari belakang tubuhnya.
Jungkook tertegun, seketika ia langsung tau. Kekasihnya yang malam itu telah kembali.
~•~
7 : A little mistakes
Harta, tahta, wanita.. oh bukan, opsi ketiga harus diganti menjadi; Harta, tahta, Lalisa. Jungkook tertawa pelan, pemikiran gilanya membuat kakinya terlipat berjongkok dihadapan gadis dengan raut linglung itu, tangannya terulur menyentuh lembut rahang kecil gadis itu kemudian lututnya turun, berubah menjadi posisi berlutut. Sorot matanya jelas mengatakan, betapa ia merindukan gadis mabuk ini.
Setidaknya, Jungkook tidak merasa bersalah telah menyentuh adiknya karena saat Lisa sedang mabuk, gadis itu seolah punya kepribadian lain, lupa tentang dirinya sendiri. Seperti sekarang, saat bibir ranum itu melebarkan sebuah senyuman manis.
"Oh! Ada seseorang disini! Kau.. kakakku?" Lisa terkekeh manis, tubuhnya mendekat pada Jungkook. Netra cokelat terangnya senantiasa mengamati pahatan sempurna wajah Jungkook. "Kau sangat keras"
"Keras?"
"Iya, tubuhmu keras!"
Jungkook nyaris tersedak udara, hening panjang mendera. Jungkook mengusap lembut poni tipis Lisa, merapihkannya dengan gerakan menyisiri. Awalnya, Lisa menerima perlakukan itu tapi mendadak bibirnya mengerucut cemberut dan menahan tangan Jungkook lalu dijauhkan dari rambutnya.
"Kau kakakku ya? Aku merasa kesal!" Cebik Lisa berdiri dan menarik kedua tangannya terlipat didepan dada, cemberut dengan wajah merah tentu saja. Jungkook ikut berdiri, tatapan Lisa menajam tetapi tidak fokus. "Kenapa kau datang? Padahal aku merasa suka hidup berdua dengan ibu, sekarang Ibu jadi lebih memperhatikanmu.. karena kau kakakku. Menyebalkan!"
Jungkook mengulum bibir yang terasa kering, Lisa menggemaskan. Jungkook bisa beristirahat sejenak dan berhenti mengingatkan pada dirinya sendiri kalau gadis dihadapannya ini.. adalah adiknya, bolehkah Jungkook seperti itu? Mungkin boleh.
"Tapi aku bukan kakakmu" Sahut Jungkook seraya meraih pergelangan tangan Lisa, digenggam lembut dan diusap-usap dengan tangan yang lain.
"Bukan?"
Lisa mengerjap bingung, apalagi saat Jungkook mengangguk. Dunia ini terasa mengambang, terasa ringan sekali. "Lalu kau siapa?" Tanyanya penasaran menginginkan bibir tipis nan seksi itu bergerak melontarkan jawaban.
"Siapa aku?" Jungkook tertawa pelan, bukan jawaban tapi malah balik melempar pertanyaan. Mengambil satu langkah ke depan lalu melepas satu kunciran rambut gadis itu, gerakannya lembut sekali. "Kira-kira menurutmu, aku ini siapa?"
Lisa menggembungkan pipi, Lisa akui Jungkook tampan tapi membuat kepalanya kerja keras disaat sedang cenat-cenut begini. Lisa menggigit bibir, tatapannya menunjukkan betapa frutasinya ia mencari jawaban. Bahkan saat Jungkook selesai membuka dua kuncirannya dan mengusap surai panjangnya, Lisa masih belum dapat jawaban juga.
"Mau tau?" Tawar Jungkook mendadak, sontak Lisa melebarkan senyum dan mengangguk senang.
Ekspresi Jungkook berubah serius, menjilat bibirnya supaya lebih basah, lebih lezat saat dicecap nanti. Telunjuknya menyentuh bagian bawah dagu Lisa, tatapan memindainya menelisik wajah gadis cantik itu lekat-lekat baru berceletuk. "Cium aku dulu."
"Menciummu?" Lisa mengerutkan kening pertanda sedang berpikir keras. Mencium? Apa Jungkook kehilangan akal? Lisa menggeleng. "Kau, 'kan kakak-"
"Besok aku jadi kakakmu, tapi sekarang.." Seringaian tercipta dibibir Jungkook, melihat bagaimana cara pria itu mengusap dan menekan lembut bibir Lisa baru saja menunjukkan betapa Jungkook tidak bisa mengendalikan dirinya, bahkan untuk berhenti membayangkan keranuman bibir itu menari diatas bibirnya, oh.. Jungkook tidak bisa. "... Sekarang aku sedang jadi kekasihmu, lupa?"
Lisa membeo. "Kekasih? Aku tidak punya, ibu bilang-"
"Ssst...tidak ada ibu disini, hanya ada kau dan aku." Sebelum Lisa menolak, membuat Jungkook dikuasi kesadaran apabila santapan menggoda dihadapannya adalah sang adik, lebih dulu Jungkook menyela. Toh, Jungkook jamin tidak akan melewati batas. "Cium aku, Lalisa.."
Wajah Lisa memanas, rona merah dipipinya semakin tebal. Seluruh tubuh Lisa memanas saat tangan besar Jungkook menangkup pipinya, memberikan kelembutan melalui sentuhan dan usapan jemari yang bertekstur tidak terlalu halus namun tidak terlalu kasar. Lisa menyukainya, menyukai sentuhan jari besar itu dipipinya.
"Berikan itu.." Jungkook semakin tidak waras, kepalanya berdenyut sakit amat mendamba bibir gadis itu. "Sedikit saja, berikan aku ciumanmu"
Ibu jarinya semakin menekan, menekan kelembutan bibir bawah Lisa. Jungkook menginginkannya, anggaplah Jungkook sudah lupa.. disisa hari ini, Jungkook ingin bertemu kekasihnya, bukan bertemu adiknya. Jungkook sudah bilangkan malam itu.. hubungannya dan Lisa akan berlanjut, akan berlanjut... harus berlanjut.
Lisa ragu, Jungkook terus mencecarnya bahkan sekarang pria itu menyentuh lehernya, turun mengusap lembut kemudian berpindah agak ke belakang, meremas lembut tengkuk Lisa. Gadis itu menggemaskan, tingginya hanya sampai sedada. Dibandingkan wanita-wanita lain yang lebih tinggi darinya, Jungkook malah tertarik pada Lisa, adiknya.
"Cium aku Lalisa.. cium aku seperti waktu itu" Nada suara memohon kini terlontar, betapa tidak mengertikahnya Lisa kalau Jungkook menderita, Jungkook menginkan satu ciuman tapi gadis itu justru menatapnya linglung.
"Aku mana mungkin menciummu, kau kan kakak-"
"Persetan dengan itu!" Jungkook menyentak pergelangan tangan Lisa, menarik gadis itu berlari ke dalam ruangan lain dibalik ruangan ini.
Lisa terhuyung-huyung, langkahnya tergopoh saat ditarik masuk ke sebuah ruangan berisi tempat tidur mewah, sofa, televisi, lemari, nakas dan ada balkonnya juga. Ruangan kamar bernuansa biru navy begitu menenangkan, dinginnya AC bercampur aroma Lavender terasa menenangkan. Lisa belum selesai mengagumi saat Jungkook tau-tau sudah duduk disisi ranjang, mengangkat tubuh ringan Lisa dan mendudukkannya diatas pangkuan kedua pahanya.
Lisa gelagapan, hendak melompat berdiri tapi Jungkook menahannya dengan cara posesif, merengkuh erat pinggangnya dan merapatkan tubuh mungil gadis itu pada tubuhnya.. proses yang menciptakan gesekkan nikmat pada sesuatu yang Lisa dudukki.
"Kakak.." Lisa berujar malu-malu, tatapannya tak bisa berpaling kemana-mana lagi. Jungkook sudah mengisinya. Pria posesif itu bukan lagi seorang kakak tapi monster saat tangannya naik, semakin naik dan menarik tengkuk Lisa.
Mengajak bibir ranum itu beradu dengan bibir tipisnya, gerakan melumat penuh dominasi lalu gigitan-gigitan kecil tak lupa diikutsertakan. Jungkook terbuai sendiri, bahkan Lisa tidak membalas lumatannya sering, gadis itu masih kaku masih gugup. Jungkook semakin suka apalagi saat mengecap rasa manis dari bibir gadis itu, didominasi perasa anggur dari wine yang diminumnya.
Oh! Jungkook tidak bisa menjauhkan diri, tubuhnya seakan ditarik oleh godaan kasur saat merebahkan diri sementara posisi Lisa sudah pasti jadi berada diatasnya. Banyak lumatan mereka lalui, perlahan-lahan Lisa belajar membalas pria itu.. Lisa menyukainya, ciuman lembut dan menuntut.
Bibir Lisa terbuka lebih lebar, merasakan ujung lidah Jungkook menggelitik langit-langit mulutnya. Itu sangat geli, Lisa menyukainya saat tanpa sadar meremas surai tebal Jungkook, mengusap bagian samping kepala pria itu lalu memeluknya, membenamkan seluruh jiwanya pada ciuman memabukkan dari pria itu.
"Kakak.." Lisa menggeram rendah disela-sela ciuman, pasalnya bukan tanpa sebab, Jungkook menekan dadanya, meremasnya tanpa izin meski Lisa menyukainya tapi itu mengejutkan.
Jungkook berbohong saat ia tidak akan melakukan hal lebih, Jungkook bisa melewati batasan. Jungkook menginginkan Lisa. Ini bukan seperti ikatan persaudaraan, ini seperti jalinan ikatan diantara sepasang kekasih tapi sayangnya Jungkook tidak menginginkan hubungan sebelah pihak.
Maka dari itu, kedua tangannya bergerak mendorong bahu Lisa. Gadis yang tadinya sedang asik dicium itu mengerjap terkejut saat ciumannya mendadak berakhir. Lisa juga disingkirkan oleh Jungkook duduk disisi kosong kasur sementara Jungkook sepertinya mau pergi.
"Kau tidurlah, aku ada urusan lain" Ujar Jungkook tanpa menatap Lisa. Jungkook berbohong, mudah mengenalinya karena Jungkook tak mau menatap Lisa.
Lisa merengut. "Aku mau bersamamu.." Kakinya diajak berdiri, menyusul presensi Jungkook yang baru saja keluar dari ruangan kamar ini.
Jungkook tak menanggapi, bahkan saat Lisa meraih lengannya dengan susah payah, saat Lisa berusaha mengejarnya dengan terhuyung dan nyaris jatuh. Jungkook justru mengasihani dirinya sendiri, Lisa sedang mabuk.. Lisa tidak akan ingat, Jungkook tidak mau menjalin hubungan dengan gadis mabuk. Jungkook ingin, tepatnya.. seandainya Lisa bukan adiknya, Jungkook ingin sesuatu yang lebih.
"T-tunggu dulu!" Lisa kelelahan, memegang pinggiran meja sedangkan Jungkook bersama berkasnya hampir mencapai pintu keluar. Melihat itu, mata Lisa berkaca-kaca. Lisa hampir menangis dan berlari sekuat yang ia bisa.
"J-jangan.. jangan tinggalkan aku!" Lisa memeluk Jungkook dari belakang, pelukannya sangat erat. Berkas yang semula digenggam Jungkook sampai jatuh ke lantai karena pria itu terkejut, sentuhan Lisa memang luar biasa.
"Aku tidak mau sendirian!" Lisa mengadu, isakkan kecil terdengar. Memang ya, gadis mabuk tak bisa ditebak. "Aku ingin bersamamu, aku akan menciummu. Sungguh!"
"Yakin bisa mempertanggungjawabkan ucapanmu?" Jungkook berbalik, melepaskan pelukan Lisa dan gadis itu mundur sebanyak dua langkah lalu menjamin yakin lewat anggukkan.
"Baiklah" Jungkook mengangguk, merogoh ponsel dijasnya lalu membuka fitur camera, siap merekam video. "Tapi sebelum itu, kau harus merekam ucapanmu disini. Aku butuh bukti. Kau bisa?"
Lisa mengangguk lagi, sangat yakin. "Bisa!"
Jungkook diam-diam menyeringai, membawa Lisa kembali ke kamar tadi. Mendudukkan gadis itu disisi ranjang lalu menurunkan resleting bagian depan jaket merahnya, perlahan-lahan seraya bersiap mengaktifkan kamera.
Lalu saat jaket itu telat tersingkirkan dan croptop ketat berwarna putih yang ada dibaliknya terpampang jelas. Jungkook menarik leher Lisa, menghisapnya dibeberapa bagian sampai tanda kemerahan itu muncul barulah menyorot Lisa dengan kamera.
"Sebutkan namamu lalu katakan kau ingin bermalam dengan Han Jungkook." Jungkook telah menginterupsi sekarang giliran Lisa mempertanggungjawabkan perkataannya sampai Jungkook terbujuk dan kembali.
Lisa yang mabuk dan tidak bisa mengendalikan diri tentu saja senang hati sampai tak perlu waktu lama baginya untuk berkata didepan kamera ponsel Jungkook yang menyala.
"Aku Lalisa, aku akan menghabiskan seluruh malamku bersama dengan Han Jungkook," Lalu malu-malu Lisa menambahkan kalimat yang seharusnya tak ada. "Dan aku akan menciumnya sampai pagi!"
~~
Telepon rumah berdering. Hyori yang asik mencuci piring terpaksa menunda kegiatannya itu. Setelah mengelap tangan basahnya yang bersih dari sabun, Hyori bergegas menuju ruang tamu untuk menjawab panggilan yang masuk.
Diraihnya gagang telepon berwarna hitam pekat itu, didekatkan ke telinga lalu suara seorang pemuda asing yang baru pertama kali Hyori dengar langsung menjelaskan sesuatu.
"Lalisa sakit, tadi seseorang membawanya pergi dari uks. Aku melihatnya sendiri, mereka sepertinya dekat tapi pria itu terasa asing. Aku takut terjadi sesuatu pada Lalisa makanya aku menghubungi telepon rumahnya."
"Putriku bersama seorang pria?" Hyori mengerutkan kening, Lisa tidak mungkin seperti itu. Hyori terkekeh pelan. "Jika kau berharap aku akan memberika sejumlah uang padamu, kau salah sasaran anak muda. Aku percaya putriku, putriku tidak akan mendekati pemuda atau pria manapun."
Lalu Hyori menutup telepon, namun kembali berdering lagi. Ketika diangkat, orang yang sama kembali berbicara.
"Kau harus mendengarkanku, Nyonya. Pria itu sepertinya--"
"Aku tidak peduli." Hyori menegaskan lalu kembali menutup panggilan, kali ini Hyori tidak meletakkan gagang teleponnya dengan benar supaya kalau orang yang sama menelpon lagi, itu tak akan tersambung.
Hyori menggeleng tak habis pikir lalu mendecak. "Ada-ada saja modus penipuan di zaman sekarang ini. Kalau putriku sakit, dia akan menghubungiku, bukan pria lain. Dasar penipu!"
~•~
8 : Game
"Ehh! Kau mau apa!?" Lisa melotot, menyilangkan kedua tangan didepan dada dan menghindar saat Jungkook hendak menyentuh resleting crop-topnya.
"Menyentuhmu, memang terlihat seperti ingin apa?" Jungkook mengerling bertujuan menggoda Lisa dan itu berhasil dipercobaan pertama, gadis itu memerah di pipinya. Jungkook merasakan kehangatan yang sama lalu dorongan dimana ia ingin memiliki Lisa.
"Ibu bilang-"
"Tidak ada ibu disini, Lalisa" Geram Jungkook menggertakkan gigi. Tidak, Jungkook tidak marah. Jungkook hanya gemas. Diraihnya satu tangan Lisa, digenggam sekaligus diberi remasan lembut. "Hanya ada kau dan aku, kira-kira mau main sesuatu?"
"Main?" Sahut Lisa membeo.
Jungkook mengangguk, memakaikan kembali jaket merah Lisa yang sempat ia lepas. Oh, betapa menggodanya gadis itu untuk disentuh. Lisa menggeliat geli, tangan Jungkook menyentuh lehernya saat menarik tali resletingnya ke atas.
"Ya.." Jungkook tersenyum kecil, otaknya merangkai sebuah permainan kotor namun mengasyikan. Jemarinya sibuk memainkan ujung rambut Lisa, memandangi surai hitam legam itu. "Permainannya mudah, permainan batu, kertas, dan gunting. Kau tidak mungkin tidak tau permainan itu"
"Ah!" Lisa bertepuk tangan antusias, mengetahui permainan yang Jungkook maksud karena dulu saat kecil, Lisa sering bermain itu. "Aku tau! Ayo main sekarang!"
"Tidak semudah itu.." Jungkook menahan tangan Lisa, gadis itu siap memasang salah satu dari tiga pilihan antara batu, kertas, dan gunting. Jungkook terkekeh pelan, "Ada peraturannya jika bermain denganku, yakin masih mau?"
"Mau!" Lisa menyanggupi yakin, Lisa sangat senang bisa punya teman bermain. "Apa peraturannya? Ayo katakan, kakak!"
"Yang kalah harus menuruti satu permintaan dari yang menang, begitu juga sebaliknya. Mudahkan?"
Lisa mengangguk. "Setuju! Ayo main!" Serunya tanpa rasa curiga sedikitpun.
Jungkook membenarkan posisi duduknya, masih dengan setelan lengkap yang sengaja tidak ia buka dulu padahal atmosfer udara disekitar telah terasa sangat panas terutama karena ada Lisa dihadapannya. Gadis itu duduk menyandar pada dashboard ranjang, kondisi mabuknya akan memudahkan Jungkook untuk memperdaya gadis polos itu.
Lisa menyalami tangan Jungkook, bersiap memasang taruhannya. Jungkook pun sama menyalami tangan Lisa. Permainan ini harusnya sederhana, tapi bila yang menjadi patner permainan adalah Jungkook.. tentu tidak mungkin sesederhana itu.
"Batu, kertas, gunting!" Jungkook berseru cepat, jabat tangan mereka terlepas. Masing-masing telah memasang salah satu dari tiga pilihan yang tersedia.
Lisa memasang gunting, Jungkook memasang kertas.
Jungkook memasang wajah disedih-sedihkan, mendadak jadi aktor didepan Lisa. "Sayang sekali, kau memasang gunting dan aku memasang kertas. Kau jadi kalah" ucapnya.
"Aku kalah?" Tanya Lisa bingung, Jungkook mengangguk dan meraih tangan Lisa yang membentuk gunting dengan ibu jari dan jari tengah.
"Kertas akan membungkus gunting, seperti ini.." Ujarnya menjelaskan sambil diperagakan dengan membungkus tangan mungil Lisa dengan tangannya yang lebih besar sehingga tangan gadis itu tenggelam didalamnya.
"Iya.." Lisa cemberut. "Guntingku tenggelam didalam kertas. Jadi, aku harus mengabulkan permintaanmu, ya?"
"Benar"
"Ehm.. kau mau minta apa?"
"Cium aku, disini, disini, disini, disini, dan disini juga." Jungkook menunjuk dahi, pipi kanan, pipi kiri lalu hidung dan diakhiri dengan bibir serta dagu sebagai bonus.
Tanpa perlu berpikir panjang, Lisa melaksanakan titah pria itu. Mendaratkan satu per satu kecupan dimulai dari dahi, turun ke kedua pipi secara bergantian lalu hidung kemudian turun mengecup bibir tipis itu sampai Lisa kelepasan dan berbunyi khas.
Cup!
Lisa menutup wajah karena malu, Jungkook justru tersenyum. Jungkook benar-benar melanggar yang tidak seharusnya, Jungkook sedang melepaskan posisinya sebagai kakak dan mengemban posisi sebagai kekasih.
"Daguku juga, biarkan aku melihat wajahmu. Jangan ditutup seperti itu" Jungkook menggoda Lisa, melepaskan tangan gadis itu dari wajahnya lalu saat mendapatkan kecupan didagu... Jungkook ingin melayang.
"S-sudah" Lisa menarik diri malu.
Permainan kembali dimulai, Jungkook memasang batu dan Lisa memasang kertas. Lagi-lagi Jungkook mengulum senyum, menjelaskan hal konyol yang anehnya diiyakan saja oleh Lisa. Inilah yang Jungkook suka dari gadis mabuk, ah.. Jungkook hanya suka Lisa, itu rahasia.
"Batu akan menimpa kertas, see?"
"Kau menang lagi" Wajah Lisa memasam kesal untuk beberapa detik, setelahnya Lisa tersenyum dan memandangi Jungkook kagum. "Bagaimana kau bisa ahli dalam permainan ini? Nanti ajari aku ya?"
Jungkook mengangguk. "Setelah selesai. Sekarang, turuti permintaanku. Lepaskan jaket merahmu itu"
"Ya!" Lisa menyahut sportif, tidak curang padahal sedang dibodohi. Lisa melepas jaketnya begitu saja, benda itu jatuh bebas ke lantai setelah merosot dari kasur. Kini croptop Lisa terlihat lagi, membuat milik Jungkook sesak bukan main.
Permainan batu,kertas, gunting yang telah dimodifikasi oleh Jungkook kembali dimulai. Tak ada sedikitpun rasa curiga tiap kali Lisa kalah, bahkan sebenarnya Lisa memang kalah terus dan dengan pasrah membuka bagian dari pakaiannya seperti yang Jungkook minta. Kini, hanya tersisa bra hitam menutup dada Lisa, bahkan tak sepenuhnya sebab belahannya selalu mengintip saat gadis itu merunduk dan bagian bawahnya tertutup celana pendek ketat berwarna hitam, Jungkook jadi makin tidak-tidak.
Lisa memasang batu, Jungkook memasang kertas. Kali ini pria itu tidak berbohong soal kemenangannya. Jungkook beserta tatapan mesumnya mengarah pada celana ketat Lisa, lalu telunjuknya menunjuk pada benda itu.
"Lepaskan celanamu!" Pintanya lalu tertawa pelan saat Lisa benar-benar melakukannya, menunjukan keketatan celana dalam hitam polos yang mencetak sempurna bentuk.. uh, lupakan.
"Cih! Kalau aku menang, aku akan balas dendam!" Lisa mendengus kesal, siap memasang taruhan lagi.
Sejak awal, Jungkook sengaja memimpin guna memancing Lisa dan sekarang saatnya gadis itu mendapat kemenangan dan menunjukkan balas dendam seperti apa yang ingin dia lakukan terhadap Jungkook.
Lisa memasang kertas, Jungkook memasang gunting. Lisa menang!
Seringaian puas tercipta, senyum Lisa menggembang apik setelahnya lalu menunjuk setelan formal Jungkook. "Lepaskan...lepaskan seluruh baju atasmu, kak!"
Tatapan Lisa buas, berapi-api. Kendati Jungkook tak langsung melepaskan bajunya, justru malah merentangkan tangan. "Itu keinginanmu, maka kau juga yang harus melepaskannya"
Lisa merona. Jantungnya berdebar, ini kesempatan bagus untuk balas dendam. Denyutan kepalanya menghilang, menahan malu dan ledakkan luar biasa didirinya.. Lisa mendekat, merangkak ke arah Jungkook dan membebaskan satu per satu lapisan baju pria itu. Dimulai dari jas hitamnya, lalu dasi.
Lisa meremas dasi merah itu, dadanya tambah bergejolak. Jungkook memandanginya diam-diam, Lisa tau. Lisa jadi tambah malu tapi berhasil melepaskan dasi dari kerah pria itu, Lisa semakin maju saat sasarannya adalah kancing-kancing kemeja pria itu.
"Lepaskan..please?" Jungkook terkekeh, Lisa mendengus dan secara brutal melepas kancingnya.
Ini tidak bagus, saat kemeja itu terbuka menjadi dua. Pahatan tubuh sempurna Jungkook terpampang nyata, Lisa tidak berpikir sampai sejauh ini. Lisa meneguk ludah, benda itu menggiurkan. Lekukannya persis roti sobek yang sering Lisa beli dikantin sekolah untuk mengganjal lapar.
Lisa kagum, Jungkook merasa senang. Ditangkupnya rahang cantik gadis itu, membuat matanya dan mata Lisa saling bertatapan. Jungkook mengerling nakal. "Ayo bermain lagi"
Lisa mengangguk, melepaskan diri dan mulai memasang umpan. Lisa kalah, Jungkook menang. Pria itu mengajukan permintaan lagi sambil menepuk paha, Lisa bisa langsung tau.
"Duduk dipangkuanku."
Lisa tidak protes, ia sangat ingin menyentuh pack-pack keras diperut Jungkook. Lisa sangat ingin tapi Lisa punya harga diri, Lisa malu untuk bilang lebih dulu. Kepalanya disandarkan pada bahu Jungkook, kedua tangannya lunglai. Lalu saat dadanya bersingungan dengan dada bidang itu.. Lisa mendesah, sedikit, samar.
Namun, Jungkook mendengarnya. Permainan berlanjut lagi, lebih panas.
"Aku menang!" Jungkook menyeringai, Lisa memasang kertas dan Jungkook memasang batu. Meski menyimpang, ini menyenangkan. "Gerakan pinggulmu sampai permainan berikutnya"
"Ehm.." Lisa gugup, menggigit bibirnya. Kedua tangannya entah sejak kapan merangkul leher Jungkook, Lisa tidak berani melihat pria itu. Tidak mampu, tepatnya.
Lisa mulai bergerak, pinggul ramping nan seksi itu memberi getaran luar biasa. Jungkook meneguk ludah, jakunnya naik dan turun. Menikmati gesekkan yang tercipta menyapa miliknya yang amat menakutkan dan berbahaya, sedikit ganas dan suka mematuk.
Lisa menggigit bibir, sesuatu yang keras bergesekkan dibawah bokongnya. Benda itu adalah..
"Pasang lagi tanganmu, permainan akan tetap dilanjutkan. Katanya, kau mau membalasku, hm?"
Suara Jungkook memutus pikiran Lisa, gadis itu memberikan tangannya lalu mulai memasang lagi dan berakhir kalah. Kini Jungkook semakin nakal, sangat nakal. Lisa yang mabuk terus diperdaya, diakal-akali sampai pada permintaan dimana gadis itu harus melepas branya.
Pinggul Lisa berhenti bergerak, seperti kesepakatan. Lisa berbalik tapi masih ada dipangkuan Jungkook, duduk kembali diatas benda itu. Lisa mencondongkan tubuh ke arah depan, bibirnya mengerucut sebal.
"Kau yang minta, kau saja yang lepas sendiri!" Sengutnya mulai bosan kalah terus, Jungkook tertawa pelan. Hanya Jungkook yang menikmati permainan, Lisa baru menang sekali.
"Sesuai permintaanmu, aku akan melepasnya.. dengan senang hati" Jungkook tersenyum simpul, untuk pertama kali bibirnya terus mengumbar senyum padahal biasanya jarang. Paling-paling hanya disunggingkan tipis, itupun saat sukses membeli saham.
Lisa menunduk, jari Jungkook bergerilya menyentuh sisi samping tubuhnya. Berjalan-jalan menyusuri punggung sebelum sampai pada kaitan branya, menjentikkan jari lalu benda itu terlepas. Sesuatu pasti memantul seperti bola didepan sana, tak boleh dilewatkan.
Jungkook menarik Lisa, masing-masing tangannya terselip dibawah lengan gadis itu lalu dengan kurang ajar menangkup gundukkan kembar sintal milik si gadis dan meremasnya kuat-kuat, terlanjur gemas.
"Aah!" Lisa tak kuasa, tentu saja ia mendesah. Rasanya sakit sekaligus nikmat, Lisa tidak pernah seperti ini. Lisa menahan kedua tangan Jungkook hendak menyingkirkan tangan itu tapi remasan-remasan lain justu datang hingga puncak pinknya menegak terangsang.
Lisa membungkuk, dua jari Jungkook memilin bagian puncak dadanya. Menekan-nekan kekenyalan itu sambil tersenyum gemas, oh.. Jungkook ingin melahapnya. Lisa gelisah, perutnya bagian bawahnya sontak saja bergejolak.
"Nghh.." Desahan susulan terdengar.
Ini sudah panas, Jungkook ingin menerkam Lisa. Lisa tidak bisa melakukan banyak saat ditarik dan dipeluk, saat tangan Jungkook terus menyentuhnya disana dan disini. Tangan itu tidak berhenti menggerayangi, Lisa tidak kuat. Kedua kakinya yang diluruskan bergetar kecil, tubuhnya menggelinjang saat ledakan keluar dari bawah sana. Basahnya menembus celana dalam ketat Lisa.
"Kakak.." Suara serak Lisa membuat libido Jungkook berkali-kali lipat naik.
Jungkook merebos pantiesnya, Lisa meringis saat satu jari pria itu masuk. Telunjuk Jungkook menekan lebih dalam, bersiap menambah satu jari lagi tapi malah tertegun sendiri.
"L-lisa.." Lisa menoleh saat suara Jungkook memanggilnya, pria itu ragu dan takut disaat yang sama. "Kau pernah melakukan seks dengan laki-laki?"
Lisa menggeleng. "Belum"
Jungkook berdecak. "Serius?" Tanyanya penuh ketidakpercayaan, semestinya tanpa harus bertanya pun Jungkook sudah tau, selaput dara Lisa masih ada.
Lagi, Lisa menggeleng jujur. "Tidak, aku tidak pernah.. ahh" Lisa mendesah diakhir, Jungkook mencubit lembut klitorisnya barusan sebelum menarik diri dan menjauh sedikit.
Ini terlalu beresiko. Jungkook tak mau dibenci Lisa. Gadis itu sedang mabuk, Lisa masih perawan.. kalau Jungkook merenggutnya, pandangan Lisa terhadapnya akan berubah. Lisa akan membencinya dan Jungkook benci spekulasi itu.
Lisa menatap Jungkook, kecemasan besar terlihat diwajah pria itu. Lisa memberanikan diri mengulurkan tangan dan menyentuh lengan kekar Jungkook. Uratnya menonjol, Lisa semakin merona dan basah akibat pria itu.
"Ayo bermain sekali lagi!" Ajak Jungkook tiba-tiba, tangannya meraih tangan Lisa. Jungkook tidak akan masuk, Jungkook sudah putuskan yang lain. Jungkook akan memakannya saja.
Lisa setuju dengan mudah. "Aku pasti menang!" Serunya memasang batu.
Kebetulan sekali, Jungkook juga batu. Pria cerdik itu mendekatkan batunya pada batu Lisa. "Lebih besar yang mana?" Tanyanya.
"Lebih besar punyamu" Sahut Lisa polos.
"Kalau begitu.." Jungkook menggantung ucapannya, menunggu diteruskan oleh Lisa.
"Kau menang." Putus gadis itu, akhirnya. "Kau mau minta apa sekarang?"
Jungkook tersenyum miring, menatap Lisa lekat karena telah tergoda. "Aku ingin memakan roti lapis" Ucapnya bernada sensual, Lisa mengernyit tak paham.
Lalu menebak dengan pikiran polos. "Oh! Kau mau kubuatkan roti lapis?"
"Tidak" tolak Jungkook, kini mengulurkan masing-masing tangannya, mencengkram selembut mungkin bahu kecil Lisa. "Bukan roti lapis yang itu" gumamnya.
"Lalu?"
Jungkook terkekeh kemudian menitah. "Berbaring dan buka lebar kakimu."
~•~
9 : How to make a sandwich?
"Itu permintaanku" Jungkook menegaskan ulang saat Lisa malah melakukan yang sebaliknya, mengatupkan kaki rapat-rapat. Kedua tangan Jungkook memegang sisi paha mulus gadis itu, meremasnya gemas. "Aku menang, Lalisa."
Pria itu meneguk ludah, tatapannya lapar saat memandang tubuh Lisa. Satu-satunya yang masih terbungkus.. Jungkook ingin melihat benda itu, setidaknya nanti Jungkook tidak akan terlalu sedih jika Lisa menikah lalu melewati malam pertama dengan suaminya kelak.
"Ahh! Kakak.." Lisa menggigit bibir, kakinya dipaksa terbuka. Satu tangan Jungkook naik, meremas lembut dada sintal gadis itu berulang kali, menarik-narik nipple pinknya dengan kurang ajar.
Jungkook menyeringai, merangkak naik ke tubuh Lisa. "Berikan aku ciuman seperti katamu" Bisiknya mendekat dan meniup telinga Lisa seduktif, meraih rahang gadis itu lalu mengecup sudut bibirnya lebih dulu.
Lisa berdebar terutama dikarenakan posisi wajah Jungkook berada sangat dekat, sangat tampan, sangat memenuhi Lisa. Lisa menggigit bibir, mengangkat kepalanya sedikit lalu membuka bibir ranumnya yang disambut balas oleh bibir tipis itu.
Saling memangut lembut satu sama lain, saling melumat, saling merengkuh seolah tak ada lagi hari esok untuk saling memeluk.
Bibir Jungkook memimpin lihai, mengulum bergantian bibir atas dan bawah Lisa. Memberi gigitan-gigitan penuh buaian, jilatan lembut lalu semakin dalam saat lidah kecilny menelusup masuk, menyentuh langit-langit mulut Lisa sampai si gadis bergetar, merasakan efek dahsyat dari sosok perenggut ciuman pertamanya.
Bahkan Lisa tidak tau jika ciuman pertamanya sudah tidak ada. Lisa pasti histeris, sebab yang merenggut ciuman pertamanya tak lain dan tak bukan adalah kakaknya sendiri.
"Ngh.." Lisa menahan kedua bahu Jungkook, lidah pria itu membelitnya. Saliva menetes dari sudut bibir Lisa, terus mengalir hingga ke bawah dagu. Entah milik siapa, mungkin milik keduanya yang telah beradu.
Cecapan rasa manis dirasa keduanya, entah dari mana rasa itu muncul. Jungkook menyukainya. Satu tangan nakalnya mengelus sisi pinggang Lisa, naik mengusap jahil perut rata itu. Semakin menyusur naik atas, tangannya bersinggungan dengan bagian bawah dada Lisa. Lembut dan menonjol, seperti squishy.
"Kakak.." Erangan tertahan meluncur dari bibir Lisa, disela-sela ciuman panas dari pria itu, susah payah Lisa mencari nafas sementara tubuhnya semakin meledak saat dadanya diremas, nipplenya dipilin.
"Ya, sayang.." Jungkook menyahut serak, tubuh Lisa meremang seketika. Pria itu menyudahi ciumannya, beralih turun menciumi rahang Lisa lalu menyusuri leher jenjang putih mulus gadis itu menggunakan lidah.
"Kakak-ah!" Lisa mendesah, dadanya membusung saat lidah panas Jungkook baru saja melewatinya. Pria itu terkekeh, menjilat kedua nipple Lisa bergantian.
Jungkook bermain sebersih mungkin, tidak meninggalkan tanda kemerahan satupun. Tetapi untuk tidak meninggalkan tanda didada Lisa, rasanya sulit. Jungkook meneguk ludah berulang, memandang dada Lisa seperti kucing lapar bertemun tulang. Bibirnya terbuka, melahap salah satunya, menghisapnya kuat.
"Oh! So cute!" Jungkook memuji gemas, melahap nipple yang satunya lagi lalu saat hasratnya benar-benar tak bisa menunggu lebih lama, kedua tangannya menangkup dua belah dada sintal itu, menyatukannya lalu melumat kedua puncaknya bersamaan.
Lisa menggerang, mendesah tak karuan. Kedua tangannya menancap diantara surai Jungkook, meremasnya kuat menyalurkan sensasi berantakkan yang ia dapatkan. Ratusan kupu-kupu serasa melayang diperutnya, geli dan nyeri. Lisa sangat tegang, kedua kakinya menekuk tajam.
"Kakak.." Lisa mencicit tertahan, suaranya bak hilang saat ledakan itu hampir datang bersamaan dengan gesekkan gigi pria itu yang berulang kali menarik nipplenya.
Lalu, "Ah! Ka.. kak!" Pinggul Lisa terangkat mendapat klimaks yang luar biasa, kakinya masih bergetar saat cairan itu tumpah membasahi dalamannya, merembes hingga ke sprei dibawahnya.
Jungkook tersenyum, melihat gadis yang sedang menghirup udara sebanyak-banyaknya sambil terengah. Lalu menaikan wajah, mengecupi bibir ranum itu beberapa kali. "Cute.." pujinya mengulang masih mengulum senyum, setidaknya sebelum berubah menjadi seringai kecil.
Tatapan Lisa berkabut gairah, kepalanya terasa pusing dan berdenyut. Kedutan dibagian bawah tubuhnya menandakan betapa milik gadis itu sangat siap untuk dimakan oleh Jungkook.
Tangan besar itu kembali menyusuri tubuhnya, menyentuh dalaman basahnya lantas si empu terkekeh serak kala mengetahui santapannya telah siap. "Look at this.. sandwich is done."
Lisa menggelijang kecil, sentuhan Jungkook membuat miliknya terasa basah lagi. Lisa memeluk bantal, membenamkan wajahnya disana saat Jungkook diujung sana berlutut dan menahan kedua kaki Lisa, lalu menurunkan dalam ketat itu. Membebaskan aset utama sang gadis, meneguk ludahnya saat bertatapan dengan benda itu. Sangat merah muda, berkedut dan menggiurkan.
Jungkook sangat lapar. Usai melempar asal dalaman Lisa, tubuhnya merunduk. Wajahnya mendekati kewanitaan Lisa, telunjuknya mengusap lipatan roti lapis yang akan dijamahnya untuk pertama kali.
"Oh damn.." Jungkook terkekeh untuk kesekian kali, jarinya menyusuri permukaan halus kewanitaan Lisa, bersih dari bulu. Jungkook menggigit bibir. "Kau basah sekali disini, hm?"
"Kakak-"
"Oh! Jangan takut, aku tidak akan menggigit. Aku akan memakannya dengan hati-hati, kau bisa menilainya sendiri nanti."
Lisa meneguk ludah, kedutan dibawah sana terasa. Angin hangat berasal dari nafas Jungkook membuat Lisa ingin meledak, Lisa tidak bisa menolak.. Lisa menginginkan Jungkook tanpa ia sadari, tubuhnya ingin pria itu.
"Ok. Aku mulai" Jungkook memberi aba-aba, mulutnya langsung terbuka lebar. Dengan bantuan masing-masing ibu jari, lipatan roti lapis santapannya terbuka. Jungkook melumatnya.
Lisa menggigit bibir, menahan teriakannya. Ini tidak sakit, ini sangat nikmat. Lisa meremas bantal lebih kuat, menggigitnya untuk meredam desahan. Kakinya terbuka lebar sendirinya, merasakan lidah panas pria itu menyentuh klistorisnya, mengacaknya dengan mudah.
Lupa diri, kurang ajar, atau orang gila? Jungkook tidak tau harus menyebut dirinya apa setelah melakukan hal ini terhadap adiknya sendiri. Siapa saja yang ada diposisinya, tentu akan melakukan hal yang sama 'kan? Jungkook rasa begitu. Jungkook tidak pernah mengenal wanita atau gadis lain, bahkan dengan Serin yang sudah jelas calon tunangan sekaligus istri, sama sekali Jungkook tak merasa tertarik.
Serin sama seperti wanita diluar sana. Bertahun-tahun Jungkook belajar bisnis, ditempatkan sebagai direktur sementara diperusahaan Chanyeol, kliennya pun kebanyakan berjenis perempuan.. tapi tidak pernah sekalipun Jungkook berniat melakukan hal buruk. Hanya dengan Lisa saja kebrengsekannya muncul, hasrat ingin meniduri gadis itu, memasukinya dan-cukup!
Punggung Lisa terangkat, melengkung sempurna saat posisinya berubah menjadi duduk. Lisa meracau tak karuan, kedua tangannya gemetaran sama seperti kakinya. Menancapkan sela-sela jari diantara surai tebal Jungkook lalu meremasnya, itu tidak cukup.
"Kakak.." Lisa merengek, ingin ini berakhir tapi ingin ini berlanjut. Lisa meledak-ledak, membuncah penuh tersalurkan dalam desah manja yang nampaknya membuat Jungkook tambah menggila.
Lidah kecil itu menelusup lebih jauh, mengais-ngais sedalam yang ia bisa sementara telunjuknya sibuk memainkan klitoris Lisa, menekannya dan menggelitiknya berkali-kali. Gadis itu mendesah terus, Jungkook semakin gencar melumat kewanitaan gadis itu. Terlebih sudah lebih dari lima menit, Lisa belum orgasme.. Jungkook bisa menebak sehebat apa klimaks gadis itu nanti.
Lisa menggeliat kecil, Jungkook menyentuh perut Lisa, mengusapnya dan memberi tekanan lembut disana. Seringaian tipis tercipta disusul satu hisapan kuat hingga remasan jemari Lisa dirambutnya terasa mengencang. Kedua tangan Jungkook menahan paha Lisa agar tetap terbuka.
Dan-sampai!
"K-kak!" Pekiknya gemetar lirih, nafas yang tadinya memburu berubah jadi terengah dibarengi sensasi kelegaan melimpah yang ia dapatkan.
Sesaat Jungkook mendongak, senyum bangganya tercipta tanpa disadar. Lalu tanpa membuat waktu, bibirnya terbuka-menyesap seluruh cairan klimaks Lisa, membersihkannya tanpa sisa.
"Kakak.." Lisa meringis, merapatkan kaki dan memundurkan diri saat Jungkook merangkak naik ke atasnya dengan penuh kehati-hatian.
"Kau menyukainya?" Tanya Jungkoook sembari mengusap pipi merah Lisa, pandangannya sayu. Celananya makin sesak, gundukan besar tercipta dibalik celana bahannya.
Lisa balas menatap sesayu tatapan pria itu, kedua tangannya terangkat memeluk Jungkook. Menarik pria itu mendekat padanya. "Aku lelah.." ucapnya pelan. "Rasanya panas, ibu akan-"
"Lisa" Jungkook sedikit mengerang. "Bagaimana ini?" Tanyanya sok dramatis. Tatapannya tertuju ke bawah, menatap gundukan celananya.
Lisa mengerutkan dahi, melirik ke arah bawah mencoba mencerna apa yang Jungkook katakan. Lisa melihat gundukan besar itu lalu memalingkan wajah merasa malu.
"Gara-gara kau.." Gumam pria itu, lalu memaksa Lisa menatapnya. ".. jadi terbangunkan"
"Kenapa aku?" Lisa bertanya tidak mengerti, tatapannya sangat polos tapi bibirnya yang terbuka sangat tidak bolos, Jungkook mengecupnya cepat.
Cup!
"Ck! Berhenti menciumku!" Lisa mencebik kesal. Jungkook tertawa melihat reaksi gadisnya.
"Tapi kau menyukainya, kan?" Goda Jungkook membuat Lisa makin merona. Lalu senyuman lebarnya menipis, memiris. "Kau mabuk, gadis mabuk bisa mengatakan apa saja tapi aku senang mendengar itu apalagi saat melihat wajahmu memerah karenaku."
"Cantik.." Pujinya.
Lisa cemberut. "Jangan menatapku, aku malu.. aku akan katakan pada ibu-"
"Jangan!" Larangnya menukas. "Jangan katakan apapun." Tegasnya meski tau kalau Lisa akan lupa, Lisa tidak akan ingat kejadian apa saja yang terjadi saat sedang mabuk. Sesederhana itu.
"Kau suka pisang?"
"Pisang?" Lisa bergumam sampai keningnya berkerut. "Aku suka.." jawab tak lama, menyusul gumaman yang berikutnya.
"Baiklah.." Lagi-lagi Jungkook menyeringai, menegakkan tubuhnya dan melepas ikat pinggang dicelananya. "Maka kau akan lebih suka pada yang ini"
"Yang itu?" Lisa memicingkan mata, melihat Jungkook ingin melepaskan celana sontak Lisa menutup wajah dengan kedua tangan. "Ih! Apa.. apa yang kau lakukan? Kenapa buka celana!?"
Jungkook tak langsung menjawab, Jungkook menurunkan celana bahannya, celana boxer biru dibaliknya, lalu dalaman putihnya. Lenguhan samar terdengar saat kejantanannha dibebaskan, langsung memantul layaknya tongkat baseball yang siap memukul bola. Jari tangannya menggenggam benda itu, mengocoknya perlahan.
"Shit!" Geramnya usai memberi remasan kecil lalu memeriksa ujung kejantanannya yang memerah, mengeluarkan sedikit precum dibagian ujung.
"Maafkan kakakmu yang brengsek ini, memanfaatkanmu saat sedang mabuk" Jungkook tersenyum kecut. Berjalan mendekati Lisa dengan menggunakan lutut, menyentuh sisi pinggul Lisa lalu membalik tubuh gadis itu ke posisi seperti merangkak.
Lisa menoleh cepat, berjengit lalu berteriak. "Aaa! K-kau telanjang!" Pekiknya panik, langsung menunduk dengan mata terpejam sementara kedua tangannya bertumpu pada kasur, meremas sprei tak berbentuk dibawahnya.
"Memang harus telanjang kalau ingin.." Jungkook tersadar, ia tak melanjutkan kalimatnya. Berbahaya kalau seandainya Lisa ingat besok, Lisa akan mengadu pada ibu dan mungkin..
"Kakak, lepaskan aku.." Lisa berdecak, rasa takut menyelimutinya. Lisa tidak bohong, orang mabuk selalu jujur dan sering kali keceplosan. "Kakak sangat tampan tapi kakak adalah kakakku, hubungan sedarah-"
"Aku tidak akan masuk." Sela Jungkook memotong penjelasan Lisa, tepatnya karena tidak ingin mendengar perkataan gadis itu yang menyesakkan dadanya. "Aku hanya menyapanya..sedikit" sambungnya jenaka.
"Apa-aw!" Lisa menggigit bibir kuat, baru saja tanpa izin-Jungkook memasukkan miliknya ke sela paha dalam Lisa.
Jungkook nampak kewalahan, baru paha tapi rasanya sudah nikmat. Jungkook menaikan kejantanannya sehingga pinggirannya bergesekan tepat dengan bibir kewanitaan milik Lisa. "Kedutannya memabukkan, Oh sial! Seandainya dia tidak mabuk dan dia mengatakan 'ya' saat kutanya mau dimasuki?"
"Sial! Sial! Buang pikiran sampahmu, Lisa adikmu. Jungkook bodoh!" Rutuknya berubah pemikiran didetik berikutnya, namun untuk sekarang- Jungkook telah melupakan statusnya sebagai kakak, Jungkook mulai menggerakkan pinggulnya.
"Hhh~ kakak.." Lisa menggigit bibir resah, merunduk menatap bagaimana kejantanan milik pria itu keluar masuk, tenggelam lalu naik. Wajah Lisa merona sempurna, kakinya semakin merapat tatkala pompaan dibelakang sana tambah menggila.
Jungkook tidak munafik, menggesekan miliknya pada paha dalam Lisa saja rasanya sudah senikmat ini. Entah bagaimana jika kejantanannya merobek dan memasuki-tunggu dulu! Jungkook menggeleng, menampar khayalannya dengan kenyataan. Mengingatkan kalau begini saja, sudah syukur sekali.
"Kak Jungkook.."
"Damn!" Umpatan meluncur kencang, Lisa melirih dan menyebut namanya juga. Bisa gila Jungkook kalau terus seperti ini, kedua tangannya mencengkram masing-masing sisi pinggul Lisa, mempercepat gerakan pinggulnya.
Licin dan basah. Jungkook suka saat kejantanannya terjepit paha dalam Lisa, rasa hangat menyelimutinya. Gairah Jungkook hampir meledak, sisi pahanya menggeras. Pinggulnya bergerak brutal, jika saja Jungkook memasuki Lisa-mungkin gadis itu akan menangis berjerit-jerit.
Sebentar lagi, miliknya membesar sempurna. Tepat dipompaannya ketiga, Jungkook mendorong kejantanannya dan merapatkan kedua sisi luar paha Lisa. Benda tak bertulang itu terjepit nikmat, disusul desah manja sang pria yang mendapat pelepasannya.
"Lalisa.." Jungkook menyeringai nakal, menarik miliknya yang masih menyemburkan cairan kental nan lengket berwarna seputih susu, dengan sengaja memompa kejantanannya dipunggung mulus Lisa sehingga otomatis cairan kenikmatannya tertumpah ruah disana, membanjiri tubuh bagian belakang Lisa.
Lisa melenguh pelan, sama seperti Jungkook.. Lisa sangat basah, dibawah dan diatas. Cairan hangat terus mengucur dipunggungnya, Lisa menoleh dan mendapati pria itu sibuk memompa kejantanannya. Lisa merona, menunduk dan pura-pura tidak tau adalah jalan ninja namun nyatanya Jungkook malah membalik tubuhnya, lalu menindihnya.
Jungkook melahap sebelah dada Lisa sementara dibawah sana, tangan kanannya memejangi miliknya-memompanya sendiri karena pantang memasuki gadis mabuk, terlebih.. adiknya sendiri.
Pergumulan panas itu terhenti tepat pukul sembilan malam. Lisa terengah, berulang kali klimaks sebab Jungkook melakukan banyak terhadap tubuhnya. Anehnya, Jungkook tidak lelah padahal dia paling sibuk mengurusi ular laparnya yang meminta kandang. Mungkin alasan otot lengan Jungkook sekekar itu karena rajin olahraga tangan.
Tubuh Lisa lengket, setiap kali klimaks, Jungkook menumpahkannya diatas Lisa dengan sengaja sambil tersenyum tanpa rasa bersalah pula. Maka jadilah tempat tidur sekaligus Lisa yang ada diatasnya basah.
Ini yang terakhir, Jungkook memompa miliknya lalu klimaks dan menumpahkannya diperut Lisa. Jungkook mengerjap, Lisa mulai hendak kehilangan kesadaran. Jungkook menepuk pipi gembil Lisa.
"Jangan tertidur dulu, ayo mandi" Ajaknya, solusi untuk membersihkan bukti. Menyimpan rapat kejadian ini supaya saat besok pagi ketika Lisa sadar, Lisa tak akan berteriak karena tubuhnya lengket dan berbau khas.
"Uh!" Lisa berdecak, menepis tangan Jungkook. "Aku mengantuk.." gumamnya.
"Bangun Lalisa!" Bentakkan Jungkook sontak mengejutkan Lisa, kedua matanya terbuka lebar untuk sesaat. "Berikan tanganmu." Pintanya.
Lisa mengangkat kedua tangannya dengan tatapan sayu, kelopaknya sesekali menutup lalu terbuka lagi. Tanpa berlama-lama, Jungkook menggendong tubuh mungil itu. Bahkan saat turun lalu berjalan, tetesan cairan terlihat turut mengotori lantai.
Perasaan takut, gelisah, gugup, semuanya menumpuk jadi satu dikepala Jungkook. Menggendong Lisa dan meletakkannya dibathub penuh busa dengan air hangat. Jungkook menatap gadis yang mulai tertidur itu, sejenak ia berpikir ingin memiliki Lisa atas dasar keinginan tapi setengah berikutnya ia ditampar kenyataan hingga mencetak senyum getir sedih.
"Sadar, Jung, Lisa itu adikmu." Jungkook menyugar rambutnya kasar, menyalakan shower air hangat dan mulai ritual mandi dibawahnya, sembari memantau Lisa yang tertidur dibathub tentunya.
Tidak boleh ada satupun yang tau, ini rahasia terkotor yang Jungkook punya. Toh, semua akan baik-baik saja besok.. seperti tidak terjadi apa-apa. Jungkook berani menjamin.
~•~
10 : Know
Seperti dugaannya; Lisa tidak ingat apapun. Jungkook membawa gadis itu ke rumah ditengah malam setelah memastikan Ibu mereka tertidur pulas dikamar. Lisa tidur seperti orang mati, walau dilempar mungkin tak akan bangun. Itu lucu. Jungkook bahkan meninggalkan beberapa kecupan dibagian wajah gadis itu baru meninggalkan kamarnya.
Pagi ini pun tak ada perubahan. Lisa sibuk berdiri disudut meja, seragam sekolah telah terpakai sempurna, tas biru ada dikursi dekat tubuhnya. Kedua tangannya sibuk mengoles mayones diatas roti tawar, meletakkan selada disusul potongan steak yang ia bakar lalu ditumpuk selada lagi kali ini Lisa taburi saus pedas diatasnya. Lisa meletakkan botol saus, ada yang memperhatikannya. Jadi sambil mengambil satu roti lagi untuk penutup, Lisa menoleh pada Jungkook cukup tajam.
"Apa?" Tanyanya memergoki dingin, lalu menunjukkan roti ditangan kanannya, menawari pada Jungkook. "Kau mau roti lapis?"
"Uhuk!" Sontak pria itu terbatuk keras, udara membuatnya tersedak tapi alasan sesungguhnya karena Lisa.
"Lisa, jangan ganggu kakakmu!" Hyori muncul dan memperingati, kedua tangannya membawa mangkuk besar berisi kimchi lalu diletakkan ditengah-tengah meja, menyempatkan diri juga menepuk-nepuk punggung Jungkook.
Lisa berdecak, mendudukkan diri dikursi, tak terima dituding menganggu. "Aku menawarinya roti, aku tidak menganggunya. Dia tersedak sendiri, Bu" Terang gadis itu menjelaskan.
Hyori berkacak pinggang, tatapannya melunak. "Baiklah, tapi pastikan jangan tawari kakakmu saat dia sedang melamun. Kasihan tersedak terus" pesannya memberi nasihat lalu menuju dapur untuk mengambil beberapa lauk lagi.
Lisa berdehem seadanya, menutup bagian atas rotinya lalu mulai menyantap roti lapis buatannya. Lagi-lagi Lisa memergoki Jungkook melirik ke arahnya, saat Lisa balas menatap, pria itu pura-pura menyingkirkan lalat khayalannya.
"Kau mau?" Tawar Lisa jengkel sampai menyodorkan roti lapis yang sudah ia gigit tersisa setengah saja malah. Jungkook duduk dihadapannya. Tak ada reaksi, Lisa ingin menarik tawarannya. Lisa sebal diperhatikan diam-diam oleh pria yang menyebut dirinya sebagai kakak.
Dengan sigap Jungkook menahan pergelangan tangan Lisa, mulutnya terbuka lebar. Tertangkap seringaian kecil namun samar sampai tak ada yang menyadari. Jungkook melahap potongan roti lapis itu langsung dari tangan Lisa, hanya butuh beberapa kali gigitan lalu menelannya lalu melahap sisa potongan terakhir.
Tangan Lisa gemetar tak menyangka, Jungkook masih menahan pergelangannya. Lisa hendak menarik tangan sendiri, tapi Jungkook justru menariknya sampai tubuh Lisa mencondong ke arah depan lalu dengan kurang ajar.. Jungkook mengulum satu per satu jari Lisa, membersihkan saus dan mayones yang tertinggal disana.
"Kau-" ucapan Lisa terputus.
"Lisa, kau lihat mangkuk ibu tidak?"
Deg!
Hyori menuju ke sini, Jungkook melepas cengkramannya. Lisa mendengus dengan wajah kesal, namun rona merah yang muncul merupakan perpaduan karena ia merasa malu. Lisa meraih tisu, mengelap ujung-ujung jari tangan kanannya.
"Aku.. aku tidak tau ibu!" Sahut Lisa setengah berteriak, tatapan tak bersahabat ia layangkan pada Jungkook. Lisa mendesis risih lalu berdiri.
Kebetulan Hyori datang dan mengerutkan kening manakala melihat Lisa membenahi tasnya padahal sarapan baru akan dimulai. "Kau mau kemana, Nak?" Tanya Hyori penasaran.
"Sekolah." Jawab Lisa singkat.
Hyori menghela nafas terheran. "Ibu sudah bilang, berangkat dengan kakakmu. Tunggu sebentar, biar kakakmu sarapan lebih dulu."
Jungkook tiba-tiba berdiri dan mengulas senyum lembut. "Aku masih kenyang ibu, tolong minta pada Serin untuk datang dan membawakan makan siang. Dia kelihatan buru-buru, aku harus segera mengantarnya ke sekolah. Iyakan?"
Lisa mendengus dengan wajah kesal sedikit merah lalu melepas tasnya untuk diletakkan kembali ke kursi. Lisa juga kembali duduk, membalik piring dan meraih sendok. Hyori dan Jungkook sama-sama menatap bingung ke arah si bungsu.
"Ibu, aku sangat lapar. Benar-benar kelaparan, dekatkan mangkuk lauknya padaku." Ucap Lisa akhirnya. Lisa tersenyum paksa, menyorot Hyori. "Ibu, aku serius. Aku lapar" ulangnya.
"Baiklah, ini. Makan dengan banyak" Sahut Hyori merasa senang.
Meski kedengaran aneh, Hyori terkekeh dan mendekatkan beberapa mangkuk berisi lauk kesukaan Lisa. Jungkook kembali duduk dengan senang hati, turut membalik piring dan menuangkan nasi serta mengambil sup rumput laut dimangkuknya.
Sarapan mereka selesai tepat pukul setengah tujuh pagi, Lisa lebih dulu bangkit dan mengulurkan tangan kanan. "Ibu, berikan aku uang. Aku harus ke rumah temanku"
"Memangnya kau punya teman?" Cibir Hyori tak bermaksud menyindir sungguhan, bahkan Hyori tertawa setelahnya dan mengklarifikasi. "Ibu bercanda, tapi, teman yang mana?"
"Sua" Lisa menyahut setelah berpikir keras mengarang nama, Lisa mengulangnya. "Sua Kim"
Hyori mengangguk-angguk paham sembari menumpuk piring kotor menjadi satu. "Kakakmu punya cukup waktu untuk mengantarmu bertemu teman lalu mengantarmu ke sekolah, berangkat dengannya saja ya?" Bujuk Hyori berusaha membuat keduanya akrab karena sama sekali tak ada kemajuan.
"Ibu benar," Jungkook menimpali seraya mengelap bibir dengan tisu lalu meremasnya jadi gumpalan kemudian menatap lembut pada Lisa. "Rapatnya dimulai jam 9, kau bisa kuantar kemanapun jika kau mau"
Lisa tak menjawab. Hyori mendesah berat. "Lisa-ya, kenapa kau menghindari kakakmu? Ibu tau sulit, tapi kalian harus akrab-"
"Jangan memaksaku Ibu." Lisa berdecak jengkel. "Ini bukan soal aku bisa akrab dengan kakak atau tidak, ini soal Sua dan tugas sekolah. Aku telah berjanji berangkat dengan Sua, diantar ayahnya yang sudah tua dan renta. Kasihan kalau tiba-tiba aku muncul dengan Kak Jungkook.."
Wajah Lisa memanas, baru sadar sejak tadi diperhatikan. Lisa sedikit berpaling mengabaikan pria diseberangnya itu. Sementara Hyori cukup senang mendengar sebutan 'kakak' meluncur dari belah bibir si bungsu.
"...Ayahnya sedang sakit parah, ayahnya Sua merasa takut kalau tidak bisa mengantar putrinya lagi. Hanya itu" Lanjut Lisa memelankan suara.
Lisa berbohong, tak ada teman sekelas yang namanya Sua. Kalaupun ada, Lisa tidak tau malahan tidak kenal. Apalagi soal ayah Sua yang tua, renta, dan sudah mau tiada. Lisa berbohong hanya untuk menghindari Jungkook. Lisa tidak ingin berada didalam satu mobil bersama pria itu, Lisa tidak sanggup.
"Oke" Hyori dengan berat hati menyetujui, mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku untuk diserahkan pada Lisa namun ditahan oleh Jungkook yang tak bosan-bosan menebarkan senyum manisnya itu.
"Uangku saja, ibu simpan uang itu untuk keperluan Ibu" Jungkook berujar sembari mengeluarkan dompet dengan tangan yang lain, menyerahkan banyak lembaran uang pada Lisa.
"Tidak jadi.." Lisa memasang cengiran keterpaksaan. "Aku baru ingat, aku punya uang. Aku pergi dulu!" Pamitnya berlari cepat meninggalkan ruang makan.
Hyori menumpuk piring ditangan dan mengangkatnya. "Ada-ada saja. Bagaimana menurutmu?" Ia menoleh pada Jungkook balas menoleh dengan alis terangkat satu.
"Bagaimana apanya, Bu?" Balas Jungkook bingung.
"Kalau gadis itu nakal terus, siapa pemuda yang mau dengannya? Itu yang menganggu pikiran ibu. Lisa harus sedikit dewasa dengan berhenti bersikap kekanak-kanakan."
"Ibu akan menjodohkan dia?" Raut wajah Jungkook tercetak masam sesaat, cepat-cepat ia tersenyum. "Bukankah terlalu cepat, Bu? Gadis itu masih bersekolah"
"Justru itu, karena masih sekolah.. lebih cepat lebih baik. Lisa membutuhkan seseorang untuk menjaganya. Kau lihatkan, Lisa sangat cantik. Ibu khawatir ada yang berniat buruk terhadap satu-satunya anak perempuan Ibu" Hyori mendesah berat, membawa serta piring-piring kotor bersamanya.
Sebelum benar-benar pergi membersihkan piring, Hyori menimpali. "Ibu tidak ingin karena nila setitik, rusak susu sebelangga. Membangun kehormatan itu mudah, tapi mempertahankannya sangatlah sulit."
Jungkook mengusap wajah. Kemuraman tak lagi bisa ia sembunyikan, peribahasa barusan seakan menampar Jungkook pada kenyataan telah melecehkan adiknya sendiri. Kapan saja Jungkook bisa merusak Lisa jika tidak bisa menahan monster didalam dirinya, namun apa daya.. Jungkook juga sedang berusaha.
"Aku harus berhenti, harus berhenti." Tegas Jungkook dalam hati. "Tidak ada lagi skinship, tidak ada tatapan dan tidak ada.. Lisa"
~~
"Sleep well, princess.."
Cup!
"Mimpikan aku, ya?"
Cup!
Brakk!
"Yak! Lalisa!"
Lisa mengerjap kaget nyaris gelagapan, Rose muncul dan mengejutkannya. Pasalnya, Rose menggebrak meja. Tidak taukah kalau hal itu sangat mengganggu Lisa yang sedang memikirkan tentang semalam? Saat ada seseorang yang memberikan kecupan dan mengatakan tidur nyenyak. Meski kepala Lisa terasa berat, mata terpejam karena mengantuk.. Lisa tau siapa yang mengatakan itu.
"Jangan ganggu aku hari ini, Rose" Lisa mendesah berat, menatap melas pada teman sebangkunya ini. "Aku sedang berpikir, jangan mengacau!"
Rose mencebik ringan sembari mendaratkan bokongnya dikursi dan meletakkan makan siangnya dimeja. "Kau kenapa sih? Memangnya apa yang menganggumu? Taeyong tidak perhatian?"
"Ck! Aku tidak berpacaran dengan pemuda itu!"
"Lalu?"
Lisa menatap Rose, bingung sendiri harus bercerita atau tidak. Rose akan tertawa dan mengatakan Lisa sedang bermimpi, itu tidak lucu!
Alasan terbesar Lisa menghindari Jungkook pagi ini. Lisa ingin memastikan dulu, itu mimpi atau bukan. Terlalu nyata untuk mimpi, Lisa menyentuh dahi, pipi lalu bibirnya. Dan sialnya, terlalu tidak masuk akal untuk dianggap halusinasi atau mimpi belaka.
"Sudahlah!" Ketus Lisa mengakhiri percakapan lalu memutuskan pergi bersama ponselnya menuju perpustakaan.
Yang Lisa butuhkan saat ini hanya ketenangan, kesendirian dan waktu untuk berpikir keras. Lisa yakin kalau itu bukan mimpi, seseorang telah menciumnya tapi Lisa terlalu mengantuk untuk sadar dan melihat orang itu.
Keresahan membuat Lisa ingin bergulingan dilantai, perpustakaan yang sepi nyatanya tidak membantu. Perasaan Lisa mendadak kalut, sebelumnya tidak pernah. Saat memikirkan hal yang sama secara berulang, dadanya berdebar kencang. Wajah dan telinganya memanas, Lisa mendesah berat dan membenturkan kepalanya dimeja, tidak betul-betul membenturkannya.
Jemari lentik itu mengetik sesuatu diponselnya sambil menggigit bibir bawah, menoleh cemas ke kanan dan kiri memastikan tidak ada yang lihat.
"Hei yang disana!"
Deg!
Bu Seohyun berseru, Lisa tersentak kaget langsung berdiri dan meninggalkan ponselnya. Lisa membalas seruan Bu Seohyun. "Ya, Bu! Ada yang bisa kubantu?"
Bu Seohyun tersenyum, menunjukkan tumpukkan buku yang harus ia bawa ke kelas seni. "Bantu Ibu bawakan ini ya? Kau kelihatannya sedang senggang"
Lisa mengangguk kaku. "I-iya" sejenak ia menoleh ke meja dipojokkan, tempat dimana ponselnya menyala dan tergeletak. Lisa ingin mengambilnya tapi Bu Seohyun lebih dulu menumpukkan buku tebal diatas kedua tangan Lisa lalu membawa sisanya.
"Ayo, jalan lebih dulu" Pinta Bu Seohyun.
Lisa hanya pasrah, toh, ia akan kembali secepatnya. Para murid lebih suka mengambil jatah makanan dikantin, mereka tidak akan ke perpustakaan. Mereka tidak akan keperpustakaan, kan?
Semoga!
Tak lama setelah Lisa pergi, Jaehyun teman sekelas Taeyong memasuki perpustakaan membawa tumpukkan buku paket biologi. Wajahnya nampak lesu dan kelelahan, keringat menetes dimana-mana. Tentu saja, Jaehyun sedang lari-lari mengejar bola basket saat Pak Hanyeol memanggil dan memintanya membawakan buku untuk ditaruh kembali diperpustakaan.
"Menyusahkan, menyebalkan!" Desisnya jengkel lalu memutuskan untuk mendinginkan diri terlebih dahulu dibawa AC yang menyala kencang, untuk itulah Jaehyun mengambil duduk dikursi paling pojok.
Kening Jaehyun berkerut, ponsel bercasing biru tua mengganggu pandangannya. Tepatnya, bukan hanya casingnya saja.. tapi kolom pencarian internetnya yang masih terbuka, menampilkan hasil dari sebuah pencarian yang mengejutkan. Jaehyun tidak berniat mengambil atau mencari pemiliknya, Jaehyun hanya ingin melihatnya saja.
"Apa arti dari ciuman dibibir yang diberikan oleh kakak laki-laki kepada adik perempuan?" Gumam Jaehyun membacanya. "Gila! ponsel siapa ini?"
~•~
11 : Shit
"Lisa, tunggu!"
Langkah panjang gadis berponi itu terhenti, menoleh pada Sang Ibu yang menghampiri dengan pakaian terlipat ditangannya. Lisa menyahut, "Ya, Bu?"
Hyori menyodorkan pakaian terdiri atas kemeja putih, celana bahan dan beberapa kaos serta potongan celana. "Ibu harus ke rumah Ryujin mengambil oven, antarkan ini ke kamar kakakmu. Ya?"
Melalui ekor mata, Lisa melirik jam dinding di pojok. Masih jam 5 sore, kelas malam tidak ada sehingga Lisa pulang lebih awal hari ini. Jungkook biasanya pulang diatas jam 10 malam, sangking perlu menghindari pria itu, Lisa sampai niat cari tau kapan kakak laki-lakinya itu pulang.
"Baiklah" Lisa mengangguk tak keberatan, tumpukkan pakaian itu langsung pindah ke tangan Lisa.
Hyori tak mengatakan apa-apa, hanya senyuman tipis lalu pergi melaksanakan yang tadi ia katakan. Lisa berusaha rileks, satu per satu kakinya mendaki anak tangga, melewati lorong mewah rumahnya hingga sampai pada kamar Jungkook yang berjarak satu kamar dari kamar Hyori sementara kamar Lisa ada dilorong yang lain, dekat dengan tangga menuju rooftop rumah.
Lima langkah mendekati pintu kamar Jungkook, Lisa merasa cemas tiba-tiba. Lisa menoleh ke belakang, tak ada siapapun, lalu ke kiri dan ke kanan sampai ke atas tapi tak ada siapapun. Bukan, bukan ada hantu. Lisa merasa tidak enak entah kenapa.
"Ini akan lama kalau kau tetap berdiri dan tidak masuk!" Decaknya merutuk diri sendiri, merapatkan tumpukkan pakaian Jungkook ditangan kanan lalu tangan kirinya diulurkan memegang gagang pintu.
Tanpa mengetuk, Lisa menarik turun gagang pintu lalu mendorongnya perlahan seraya melangkah masuk tanpa berpikir apa-apa, tanpa menduga atau mengira kalau pemilik kamar itu ternyata sudah pulang.
Deg!
Lisa tersentak, kedua matanya membulat. Pakaian yang dibawanya nyaris jatuh, untung tak jadi berkat kesigapannya lalu kembali mundur keluar dari sana dan menutup pintu rapat tanpa menimbulkan suara.
Jantung Lisa berdebar cepat, keringat dingin mengalir dipelipisnya. Wajah Lisa mengap, pemandangan yang baru saja dilihat oleh kedua matanya sangat-sangat memalukan bagi Lisa. Kakinya terasa lemas, Lisa merosot terduduk masih dengan kondisi berdebar cemas sekaligus takut.
"Aku melihatnya, aku tidak sengaja!" Lisa menggigit bibir, bergumam takut namun lebih dominan ke arah malu. "Bodoh! Kenapa tadi aku tidak mengetuk pintu!?"
Percuma saja menyesal, pemandangan itu menghantui Lisa. Perasaan awkward memenuhi kepalanya, Lisa mendengus kesal. Lisa menekuk lutut, membenamkan wajahnya ditumpukkan pakaian Jungkook dan sialnya itu tidak membantu. Aroma khas Jungkook tercium dari sana, Lisa merasa deja vu lantas mengerjap.
"Bodoh! Bodoh!" Rutuknya mengumpati diri sendiri, wajah dan telinganya memerah. Pasalnya tadi, Lisa melihat Jungkook.
Oke, cukup normal melihat pemilik kamar ada didalam kamar sendiri. Tapi bukan hanya itu!
Lisa melihat Jungkook.. melihat Jungkook yang sedang mengeringkan kepala dengan handuk putih. Normal? Tidak! Normal jika Jungkook hanya mengeringkan rambut yang basah, tidak normalnya adalah.. dengan mata kepala sendiri, Lisa melihat seluruh tubuh pria itu dari arah samping.. telanjang!
Perasaan Lisa teraduk. Tanpa pikir panjang, Lisa berdiri dan meninggalkan tumpukkan pakaian Jungkook dilantai. Lisa berlari sekuat tenaga pergi dari sana, Lisa takut kalau Jungkook melihatnya.
Sementara itu, Jungkook menoleh ke arah pintu. Alisnya mengerut namun tak lama mengendikkan bahu. "Mungkin hanya perasaanku" Ujarnya tak mau repot ambil pusing.
Berjalan ke arah kasur, Jungkook baru selesai mandi. Berdiri dicermin dan mengagumi tubuhnya sendiri sambil mengeringkan rambut dengan handuk. Kedua tangan kekar itu meraih pakaiannya, memakainya satu per satu tanpa merasa malu. Toh, ini kamarnya, sekalipun ada yang melihat.. Jungkook tidak masalah. Jungkook seorang pria, bukan seorang wanita.
"Kenapa dia menghindariku ya?" Jungkook duduk ditepi kasur, memandangi lockscreen ponselnya yang menampilkan wajah Lisa yang sedang tersenyum. Jungkook mencurinya dari medsos gadis itu, sekarang Jungkook seperti pedofil saja.
Decakkan bibirnya terdengar, ibu jarinya mengusap pipi Lisa seakan benar-benar menyentuhnya. Perasaan ingin menghabiskan waktu bersama gadis itu muncul tapi Jungkook terus menegaskan kalau harus ada batasan, Jungkook tidak boleh seperti waktu itu.
"Lalisa.." Gumamnya sendu. Sorot mata tidak bisa berbohong, Jungkook amat merindukan gadis manis dengan poni lucunya itu. Jungkook ingin memeluk Lisa tapi tak bisa, Jungkook ingin berhenti memikirkan Lisa tapi mustahil.
Lisa selalu muncul dan menari-nari dikepalanya, meledeknya akan ketidaksanggupan untuk melupakannya. Jungkook mengepalkan tangan, memejamkam mata lalu tersenyum tipis entah memikirkan apa. Aksinya berakhir kala sebuah pop-up chat masuk.
Serin : Sibuk tidak? Berminat makan malam?
Jungkook tersenyum tipis. "Kau wanita yang baik, akulah yang satu-satunya buruk. Mungkin jika bertemu denganmu, pikiran gilaku bisa lenyap" Gumamnya menyimpulkan agak ragu tapi apa salahnya jika mencoba. Jungkook mengirim balasan.
Jungkook : Aku datang sekarang. Beritahu lokasinya.
Serin : Meja nomor 69, Jirose Cafe."
Usai dapat balasan dari Serin, tanpa perlu berganti baju, hanya perlu mengambil jas berwarna hitam lalu memakainya, dipadukan dengan kaos putih polos dan celana bahan senada. Jungkook siap untuk pergi makan malam bersama Serin.
Tangan kanannya menjejalkan ponsel ke dalam saku, tangan yang satu lagi meraih gagang pintu dan membukanya. Jungkook mengerjap, ada Lisa berdiri didepannya dengan tumpukkan pakaian. Gadis itu kembali lagi karena berpapasan dengan Hyori dilorong saat menuju kamar, Hyori meminta Lisa untuk bertanya pada Jungkook ; ingin dimasakkan apa untuk makan malam?
Lisa tersenyum kaku, kikuk. "I-ini bajumu." Ucapnya terbata gugup seraya menyerahkan tumpukan pakaian Jungkook tanpa menatap pria itu. Bahkan, tanpa perlu melihatnya, Lisa tau kalau Jungkook sedang menatapnya. Lisa mengalihkan, "Ibu juga bertanya. Ingin makan apa nanti malam.. ibu akan memasaknya"
"Aku makan malam diluar, katakan pada Ibu untuk tidak memasakkan porsiku." Balas pria itu berusaha baik-baik saja, mengambil alih pakaiannya juga. "Dan terimakasih telah mengantarkan pakaianku, kau bisa pergi."
"P-pergi?" Lisa membeo.
"Ya. Tidak punya keperluan lain, 'kan?"
"Ti-dak.." Lisa sekilas mendongak, bertemu pandangan dengan Jungkook tapi menunduk lagi dan menggeleng. "Aku pergi dulu" cicitnya pelan.
"Tunggu!" Jungkook berubah pikiran, menahan bahu kanan Lisa hingga gadis itu berbalik dengan wajah bingung dan kaku. Tidak tau saja kalau tadi Lisa habis melihatnya dalam keadaan telanjang, melihat semuanya.
Lisa menunduk, tatapannya tak sengaja menuju ke arah itu. Lisa merona dipipi, Lisa tidak sengaja. Benar-benar tidak sengaja sampai tak sanggup berada disini sangking malunya. "Ah, Ibu sepertinya memanggil. Aku harus pergi, selamat pagi-ah.. selamat malam, itu maksudku"
Jungkook terkekeh tanpa suara, Lisa berlari kecil meninggalkannya. Tas biru gadis itu ikut bergerak-gerak, Lisa sangat lucu. Jungkook ingin menggigitnya, memojokkannya, menindihnya, dan segala-galanya tapi tidak bisa. Tidak akan pernah biasa.
"Jangan seperti itu Lisa, jangan membuatku ingin memasukkanmu ke dalam karung dan membawamu jauh. Aku tidak bisa." Lirihnya.
~~
"Aku makan malam diluar, katakan pada Ibu untuk tidak memasakkan porsiku."
Lisa menggigit bibir, dihadapannya tersaji piring berisi nasi dan beragam lauk pauk diatasnya namun Lisa tidak berselera. Biasanya Lisa akan makan dengan canggung sendiri, Lisa sudah terbiasa tapi sekarang.. sedikit kejujuran; rasanya seperti ada yang hilang.
"Belum dimakan?" Hyori menegur, Lisa terperanjat kaget hingga bahunya terangkat mengendik. "Lho.. melamun? Ada yang mengganggumu, Nak?"
Lisa terkekeh, kendati langsung menjawab. Lisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal lalu tanpa menatap Hyori ia menyahut. "Aku akan makan di kamar sambil berbincang mengenai proyek fisika dengan Rose. Boleh, Ibu?"
Hyori tersenyum hangat. "Lakukan sesukamu, yang terpenting harus menghabiskan makanan ya?"
"Iya, Ibu" Jawab Lisa menurut seadanya lalu membawa serta piring dan segelas air bersamanya ke kamar.
Lisa mendesah berat, duduk diatas bantal dan menatap layar laptop dihadapannya yang menyala diatas meja kecil yang cukup untuk meletakkan piring dan gelasnya juga. Sambil makan, Lisa mengetik sesuatu di kolom pencarian internet. Lisa tidak ada proyek fisika, itu hanya kebohongan.
Memasukkan beragam pencarian absurd yang sendirinya tidak Lisa ketahui untuk apa, salah satunya mencari; kenapa ada ikan didunia?
Tidak masuk akal, bukan? Lisa berusaha mencari banyak hal untuk mengalihkan pikirannya. Lisa ingin melupakan tentang Jungkook, tepatnya.. tentang pria yang bertelanjang karena habis mandi. Kalau dipikir ulang, salahnya ada di Lisa tapi Lisa sebagai perempuan.. tidak mau disalahkan.
"Syukurlah, tadi dia kelihatan baik-baik saja. Dia tidak tau, dia tidak melihatku. Aku aman, aku aman.. tapi aku tidak lega!" Lisa mendengus kesal, berulang kali ia memicingkan mata untuk menatap jam yang ditunjukkan diujung pojok atas layar laptopnya.
"Sudah pukul sebelas lebih.." Lisa menoleh ke arah balkon, sejak tadi memang tak makan dengan benar. Hanya beberapa suap yang tertelan dan sisanya Lisa aduk-aduk tanpa nafsu. "Kenapa dia belum pulang?"
Kaki jenjangnya mengajak berdiri, berbalut celana pendek putih dan kaos hitam kebesaran. Lisa sampai ke balkon dan menatap ke bawah, belum ada tanda-tanda penjaga keamanan membuka gerbang. Jungkook masih belum pulang, Lisa mulai memikirkannya.
Lalu sebuah mobil berwarna merah memasuki kediaman, Lisa memicing. Bibirnya bergerak menggumamkan sesuatu. "Itu bukan mobil, kakak.."
Seorang wanita keluar dari sana, dia berbicara dengan seorang pelayan pria yang menghampiri. Lisa melihat wanita itu tergesa menuju pintu mobil yang satu lagi, membukanya dan menarik seseorang keluar dari sana. Mereka berdua kesulitan, Lisa tau siapa yang datang. Jungkook sedang mabuk, tidak sadarkan diri.
"Tidak, aku tidak peduli!" Lisa memalingkan wajah nampak acuh, melipat kedua tangannya didepan dada dan berbalik ingin pergi tapi sempat melirik dan melihat betapa kewalahannya wanita bersama Serin itu.
Lisa berdecak, kakinya bergerak berlawanan dengan kemauan pikirannya. Melangkah terburu-buru dengan sandal bulu, Lisa tidak seharusnya membukakan pintu dan menyambut tiga orang itu. Serin dan pelayan wanita kediaman Han membaringkan Jungkook di sofa, Serin mengulas senyum sesal.
"Maafkan aku, Jungkook terlalu banyak menegak alkohol. Sudah kularang tapi dia malah marah dan membentak" Jelas Serin tidak berbohong, tak ada tanda-tanda kebohongan dari gelagatnya juga.
Serin benar-benar baik.
"Oh, ya.." Lisa menyahut pura-pura tidak peduli, mengibaskan rambut dan tersenyum manis. "Lihat jamnya, sudah hampir tengah malam ternyata. Sebaiknya Nona Serin pulang dan beristirahat, Nona Serin pasti lelah mengurus kakak saya."
Serin menggeleng. "Tidak apa-apa," tanpa canggung Serin mendekati sofa dimana tempat Jungkook terbaring pulas lalu meraih kedua tangan pria itu dan memapahnya.
"Letakkan saja disana" Lisa menghampiri Serin, mengikuti wanita yang memapah Jungkook dengan kesulitan. "Aku bisa suruh pelayan untuk-"
"Aku bisa." Serin menatap Lisa tegas. Menangkap sedikit kemuraman diwajah Lisa, Serin langsung tersenyum. "Aku akan mengurusnya, kalau sudah menikah.. dia juga menjadi tanggung jawabku"
"Ah..ya" Lisa melepaskan tangannya dari sisi lengan Jungkook. Serin benar, Lisa terkesan menghalangi.
Niat membantu Serin langsung sirna lantas digantikan oleh seorang pelayan yang segera membantu Serin. Samar-samar Lisa mendengar percakapan Serin terhadap pelayan itu.
"Kamarnya ada disebelah mana?" Serin bertanya sembari membenarkan lengan Jungkook dibahunya.
"Dilantai dua." Sahut si pelayan.
Lisa menatap punggung Jungkook yang semakin menjauh, pria itu setengah sadar sepertinya. Lisa memalingkan wajah, membuang pandangan ke arah lantai dan mengepalkan tangan. Giginya bergemeletuk, matanya panas.
"Kenapa.." Kepala Lisa tertunduk, kuku panjangnya menembus permukaan telapak tangan hingga meneteskan darah. Matanya berkaca-kaca namun sorotnya sangat dingin, begitu menusuk. Dadanya seperti terbakar tanpa sebab. "Kenapa aku ingin marah?"
~•~
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
