KEIBODAN “Barisan pembantu Polisi di Masa Pendudukan Jepang”

4
0
Deskripsi

Di akhir masa penjajahan Jepang di Indonesia, mereka membutuhkan dukungan tentara dalam rangka memenangkan Perang Pasifik melawan negara-negara Barat,  Dengan dalih menjaga pertahanan Indonesia, para pemuda di Indonesia dilatih kedisiplinan. Padahal, sejatinya Jepang hanya membutuhkan mereka sebagai tenaga keamanan. Salah satu organisasi semimiliter terbesar yang dibentuk Jepang kala itu yakni Keibodan. Keibodan merupakan barisan pembantu polisi yang dibentuk tanggal 29 April 1943 dengan tujuan...

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya KIPRAH MAYJEN SUNGKONO DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI JAWA TIMUR TAHUN 1945 – 1950
3
0
Peristiwa 10 Nopember tidak bisa lepas dari peran Sungkono yang pada saat itu sebagai komandan pertahanan kota Surabaya. Pendiri BKR berawal Instruksi pada tanggal 22 Agustus dari Jakarta agar daerah-daerah di Indonesia mendirikan KNI (Komite Nasional Indonesia) dan BKR (Badan Keamanan Rakyat dan satu staatpartij (partai). Namun kemudian perintah pendirian satu partai tersebut kemudian dicabut. Sungkono yang sebagai komandan pertahanan kota Surabaya melalui pergerakanya menjelang pertempuran 10 Nopember 1945 di mana memicu semangat arek-arek Surabaya dalam menghadapi pertempuran dalam melawan Sekutu.Peranan yang dilakukan Sungkono pada masa kemerdekaan sebagai komandan pertahanan kota Surabaya diawali dari kondisi situasi kota Surabaya tahun 1945. Ketika Sungkono menjadi komandan BKR Kota Surabaya maka yang dilakukan guna menampung munculnya BKR-BKR di beberapa tempat bagian kota, lantas Sungkono membagi Surabaya atas 6 Sektor masing[1]masing sektor memiliki 2 kompi: 1. Sektor Kaliasin 2. Sektor Baliwerti 3. Sektor Tembaan 4. Sektor Sambongan 5. Sektor Gubeng 6. Sektor PenelehTugas-tugas selanjutnya yakni memperjuangkan dan menegakkan proklamasi. Perjuangan dengan mengambil alih kekuasaan dan persenjataan dari tangan tentara pendudukan Jepang dan menghadapi NICA. Hal itu dilakukan terjadi dalam waktu pendek, mendadak dan bersamaan. Rapat raksasa di lapangan Tambaksari dapat dikatakan sebagai awal kulminasi perjuangan perebutan senjata secara besar-besaran di Surabaya. Rapat itu direncanakan oleh kaum pemuda di GNI jalan Bubutan. Pertempuran Surabaya diawali dengan peristiwa usaha perebutan kekuasaan dan senjata dari tangan Jepang yang dimulai pada tanggal 2 September 1945. Sungkono sejak September 1945 turut memimpin perjuangan rakyat Surabaya menghadapi tentara Jepang dalam mengambil alih kekuasaan, sekaligus ikut dalam melucuti senjata Jepang. Sebelumnya Sungkono telah memerintahkan anggota BKR untuk memotong semua jalur komunikasi darat untuk mencegah Kempetai meminta bantuan, meski sebenarnya saat itu mungkin hanya markas Kempeitai yang masih mempunyai senjata. Sungkono terlibat dalam peristiwa pelucutan senjata di markas Kaigun Jepang di Gubeng. Markas Kaigun Jepang merupakan salah satu kesatuan Jepang yang terkuat saat itu di Surabaya khususnya dalam persenjataanya dan paling banyak angotanya bermarkas di Asrama Kaigun tersebut. Penyerbuan yang dilakukan oleh para pemuda berbeda dengan penyerbuan sebelumnya tetapi bersifat massal penyerbuan masih tetap ada, penggunaan banyak senjata api dalam penyerangan tanpa disadari oleh para pemuda. Sungkono bersama rakyat dan pemuda pada sore hari tanggal 2 Oktober 1945 pemuda-pemuda melakukan pengepungan markas tersebut dan terjadi tembak[1]menembak. Komandan markas itu akhirnya menyatakan kepada seorang anggota Polisi bahwa ia mau menyerahkan senjata, asal ada orang yeng berkuasa di dalam kota yang menerimanya. Anggota polisi itu melaporkan ke markas BKR Kota di jalan Pregolan. Namun maksud dari ke markas Gubeng bukan untuk melakukan pertempuran melainkan pengambil alih kekuasaan. Tanggal 15 Oktober bekas markas BKR kota di Pregolan menjadi tempat mempersatukan pejuang-pejuang rakyat dan pemuda Surabaya dan Jawa Timur.Sebagai komandan BKR kota Sungkono bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan seluruh kota. Sistemnya kota harus dipertahankan dari usaha pendudukan oleh musuh. Menurut Sungkono kota harus diduduki secara de facto maupun de jure. Pendapat sungkono mendapatkan dukungan secara penuh dari para pemuda dan badan-badan perjuangan. Ini didasarkan sosok Sungkono yang memiliki kepribadian pemimpin yang tenang dan berjiwa besar. Selain kepribadiannya yang baik , BKR Kota juga menguasai jalur logistik, sehingga dapur umum - dapur umum bekerja dengan baik.Ketika agresi militer Belanda I Pertahanan Daerah Jawa Timur diserahkan kepada Divisi VI/Narotama dengan panglima divisinya yaitu Mayor Jendral Sungkono yang berkedudukan di Kediri, Divisi VII/Suropati dengan panglima Divisinya Mayor Jendral Imam Sujai yang berkedudukan di Malang. Pada tanggal 21 Juli 1947 agresi militer Belanda I dihancurkanlah Ibu kota karesidenan Malang, Besuki, dan Madura yang sudah mulai diduduki Belanda. Akibatnya pemerintah RI Daerah Propinsi Jawa Timur sementara pindah ke kota Blitar sampai dengan tanggal 21 Desember 1948. Pada tanggal 21 Desember 1948 ibu kota Blitar diduduki oleh Belanda sebagai akibat berkorbarnya perang Kemerdekaan II (Aksi Militer Belanda ke II). Pada waktu itu Belanda telah dapat menduduki tempat-tempat yang vital dalam bidang ekonomis dan seluruh Ibu kota Karesidenan di Jawa Timur. Sehingga staff Pemerintahan daerah propinsi Jawa Timur melanjutkan pemerintahannya di Gunung Wilis bersama-sama dengan Gubernur Militer Jawa Timur Kolonel Sungkono.Sejak agresi militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948 di Jawa Timur,  Sungkono selaku Gubernur militer Jawa Timur mengkoordinasi seluruh potensi yang ada di Jawa Timur untuk melakukan perang gerilya. Melalui perintah yang diberikan oleh Sukarno terhadap Sungkono mengenai agar ada persiapan menghadapi serangan Belanda. Perintah tersebut disampaikan oleh Mayor Pamoe Rahardjo yang mana pada waktu itu sebagai ajudan presiden Sukarno.Peristiwa pemberontakan PKI Madiun diawali adanya perjanjian Renville, perjanjian renville yang memiliki dampak terhadap masyarakat Indonesia dan adanya pemberlakuaan program RERA oleh Kabinet Hatta menimbulkan ketegangan diantara kalangan TNI, FDR (Front Demokrasi Rakyat)/PKI dan masyarakat. Penetapan Kolonel Sungkono sebagai Gubernur Militer Jawa Timur diumumkan pada tanggal 19 September 1948, atas prakarsa Sudirman. Penetapan sebagai Gubernur Militer belum sekaligus penetapan sebagai Panglima Divisi I yakni merupakan hasil rasionalisasi seluruh eksponen bersenjata di Jawa Timur, terutama dalam rangka penumpasan pemberontakan PKI-Muso dibawah tanggung jawabnya yang waktu itu resminya masih Panglima Divisi VI. Kepercayaan pemerintah terhadap penetapan Sungkono sebagai Gubernur militer Jawa Timur melalui pengiriman surat perintah yang dibawa oleh komandan Tjipto. Komandan Tjipto bertemu langsung dengan Sungkono di markas Pertahanan Sungkono.Setelah diumumkan “Negara Dalam Keadaan Bahaya” dan kolonel Sungkono diangkat menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, Angkatan Bersenjata dan rakyat Jawa Timur bertekad untuk menumpas pemberontakan PKI dengan kekuatan pasukan yang setia pada pemerintah RI dan mengamankan kembali Jawa Timur.Setelah peristiwa Madiun tibalah saatnya Konsolidasi dalam segala lapangan Militer, berdasarkan keputusan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. A/532/42 tanggal 25 Oktober 1948 dihapuskan dan Komando Divisi I dibentuk. Sikap yang dilakukan Sungkono ketika sebagai Panglima Divisi I mengajukan pertanyaan secara umum kepada anggota Kesatuan, siapa saja yang mau sukarela keluar dari kesatuan yang nanti akan ditampung dalam kegiatan dalam masyarakat. Susunan Komando Divisi I Jawa Timur diberi nama Brawijaya yang peresmiannya diadakan dalam suatu upacara militer tanggal 17 Desember 1948 dilapangan Kuwak, Kediri.Peran besar Sungkono dalam menumpas pemberontakan PKI Madiun dan memulihkan keadaan Jawa Timur, oleh karena itu maka pada 1 Nopember 1948 beliau dilantik sebagai panglima Divisi 1 (Brawijaya) Jawa Timur. Sebagai panglima Divisi 1 Jawa Timur Sungkono dihadapkan pada front menghadapi Belanda dan front pengacau di garis belakang.Pada tahun 1950 Sungkono dipindah tugas ke Jakarta, kemudian menjadi Penasehat Umum Menteri Pertahanan dengan pangkat Brigadir Jendral. Tahun 1958 Sungkono diangkat menjadi Inspektur Jendral PU Angkatan darat dengan pangkat Mayor Jendral TNI AD. 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan