Ipang & Julie (Bab 11-15)

19
3
Deskripsi

Lima bab ini juga menurutku lagi seru-serunya, hahahaha. 

Jangan lupa like dan komennya yaaa! ❤️

***

IPANG & JULIE 

BAB 11: How to Kiss Your Wife for The First Time 

“Dasar ganteng-ganteng rese,” ejek Julie pada Ipang dengan pelan. 

Ketika tidak ada reaksi sama sekali dari Ipang yang tertidur dengan pulas, Julie kembali melanjutkan tindakan cupunya—mengejek Ipang yang tak sadar.

Penasaran, Julie mencondongkan tubuhnya agak lebih mendekat pada wajah Ipang. Dari jarak sedekat ini,...

BAB 11

How to Kiss Your Wife for The First Time

“Kalian mending pulang aja.”

Ipang menoleh kepada Julie yang duduk di sampingnya. Lagi-lagi, perempuan itu mengunyah sambil tertidur. Namun, sepertinya baik Janu dan Septa serta istri mereka, sudah biasa dengan pemandangan tersebut.

“Iya, yang nginep di sini sekarang Septa kok,” kata Janu yang menambahkan ucapan Septa sebelumnya. Tatapan Janu kemudian beralih pada kaos Ipang yang punya sebuah pulau baru—yang tentu saja bukan motif asli kaos tersebut.

“Tahan juga kamu diingusin Julie.” Janu tak bisa menahan tawanya. “Aku sama Septa udah biasa sama situasi begitu. Jadi saranku, ke mana pun kamu pergi, mending kamu bawa baju ganti.”

Septa ikut mengangguk. “Julie kalau nangis—mau itu nangisin Papa atau ikan mati pun, sama-sama heboh. Air mata sama ingusnya di mana-mana.” 

Anak kedua Rayyan itu bergidik pelan, otomatis langsung mendapat pukulan ringan dari Felia, istrinya.

“Giliran anaknya tidur aja, diejek terus,” tegur Felia yang hanya direspons kekehan oleh Septa. 

Thanks buat sarannya,” sahut Ipang pada dua orang lelaki di hadapannya.

Operasi Rayyan berlangsung lancar dan lelaki paruh baya itu sudah keluar dari ruang operasi. Ibu Julie sudah diantar pulang oleh sopir setelah berdebat panjang dengan ketiga anaknya—yang ujung-ujungnya kalah dan akhirnya ia mengalah dengan pulang ke rumah.

Kali ini giliran Septa yang menginap di rumah sakit, istrinya akan pulang sendiri dengan sopir yang sudah menunggu mereka. Saat ini mereka berenam tengah makan malam di kafetaria rumah sakit setelah melewati hari yang panjang. 

Ipang menoleh ke sampingnya, di mana Julie duduk dan lagi-lagi seperti déjà vu, Julie yang pipi kanannya menggembung karena masih menyimpan makanannya, mulai merunduk ke bawah dengan perlahan.

Spontan, Ipang merangkul bahu Julie supaya perempuan itu tidak menghantam kepalanya ke piring berisi nasi goreng. Lelaki itu mengatur agar kepala Julie bersandar ke bahunya dengan hati-hati dan tanpa ia sadari, dua pasangan di hadapannya memperhatikan dengan tertarik.

“Jules,” panggil Ipang sambil menyentuh pipi Julie yang menggembung. “Bangun, kunyah dan telen dulu makanannya, abis ini kita pulang.”

“Hmmm.”

Ipang bisa merasakan pipi Julie mulai bergerak meskipun ia jamin, kedua mata Julie masih terpejam. Lelaki itu menarik piring Julie agar menjauh dan tidak akan jadi sasaran keningnya lagi. 

“Kayak ngasuh anak kecil ya, Pang?”

Pertanyaan Janu hanya dijawab dengan ringisan oleh Ipang. Tanpa kata pun, empat orang lainnya di meja itu tahu apa jawaban Ipang yang sesungguhnya. 

Felia menepuk bahu Ipang, memberinya semangat untuk mengasuh Julie. 

“Bisa pulang sendiri kan?” tanya Ivanka pada Ipang. “Atau kamu juga ngantuk? Minta sopir aja buat jemput atau naik taksi.”

“Aku nggak ngantuk kok, Mbak.” Lagi-lagi Ipang harus memapah Julie yang benar-benar hampir tertidur meskipun kini sudah berdiri usai menghabiskan sisa makanan di pipinya. 

“Pengen cepet sampai aja biar dia nggak tidur di sembarang tempat gini.”

“Yah… Julie emang nggak bisa dikontrol deh kalau udah tidur.” Ivanka tersenyum penuh simpati pada Ipang. “Hati-hati di jalan ya, Pang. Titip Julie ya.”

“Iya, Mbak.”

Mereka berpisah di area parkir dan seperti yang sudah pernah dilakukan Ipang sebelumnya, lelaki itu dengan telaten mendudukkan Julie yang sudah tertidur ke dalam mobilnya.

Setelah memakaikan seat belt Julie, Ipang bergegas mengemudikan mobilnya. Sesekali ia melirik ke arah Julie yang sama sekali tak terbangun. Lelaki itu mencoba menyalakan musik di mobilnya dengan volume yang agak kecil, tapi Julie juga tak terusik sama sekali.

Rasa-rasanya bantal kepala babi itu jadi akrab dengan Julie.

Setibanya di rumah, rasanya Ipang sudah tidak memiliki tenaga lagi. Ia kembali memapah Julie dan memutuskan untuk berhenti di ruang tengah sejenak. 

Lelaki itu mendudukkan Juile yang sudah tertidur di single sofa dan dengan sisa tenaganya yang tak seberapa, Ipang mengubah sofa bed-nya agar bisa dijadikan tempat berbaring sejenak.

“Toh udah pernah seranjang juga,” gumam Ipang sembari membaringkan tubuh Julie di sofa bed dengan pelan-pelan.

Usai memastikan Julie berbaring dengan aman, Ipang ikut merebahkan diri di sofa bed tersebut dan berdampingan dengan Julie.

“Capek banget ngangkat kamu ke mana-mana, Jules. Besok-besok kalau kamu ketiduran lagi, aku taruh di troli supermarket aja biar tinggal dorong,” gerutu Ipang yang langsung memejamkan matanya.

“Nanti dulu naik ke atasnya,” kata Ipang lagi yang sebenarnya sadar kalau akhir-akhir ini ia jadi tukang menggerutu dan suka bicara sendiri. “Aku udah nggak ada tenaga lagi.”

Julie tak menjawab dan tak butuh waktu lama sampai Ipang ikut memejamkan mata, lalu tertidur. 

Satu jam terlewati begitu saja hingga Julie yang merasa pegal karena sofa bed tersebut tidak senyaman ranjangnya, mulai terbangun dan mengerjapkan mata dengan perlahan.

Julie menatap ke sekitarnya dan mendapati kalau ia sudah tidak berada di kafetaria rumah sakit—tempat yang terakhir ia ingat.

“Duh, ketiduran lagi,” keluhnya seraya mengusap wajah dengan kasar. Julie memiringkan tubuhnya dan terlonjak kaget ketika melihat siapa yang tidur di sebelahnya. “Astaga! Ngagetin aja sih!”

Julie mengerucutkan bibirnya saat menyadari kalau untuk kedua kalinya, ia tidur bersama dengan Ipang.

“Kenapa sih nggak bawa aku ke kamar? Emangnya aku lebih berat dari karung beras ya?” Lagi-lagi Julie mengeluh sendiri. 

Perempuan itu bangun dan duduk dengan rambut yang berantakan seperti sarang burung (kalau kata kedua abangnya). Tangannya bergerak asal untuk merapikan rambutnya, meskipun ia tahu kalau usahanya adalah sebuah kesia-siaan.

Tadinya Julie sudah ingin beranjak dari posisinya, lalu lanjut naik ke kamarnya di lantai dua. Namun, Julie sadar kalau ini pertama kalinya ia bisa mengamati Ipang yang tengah tertidur dan… mungkin tidak apa-apa kalau ia menetap agak lama di sini.

“Dasar ganteng-ganteng rese,” ejek Julie pada Ipang dengan pelan. 

Ketika tidak ada reaksi sama sekali dari Ipang yang tertidur dengan pulas, Julie kembali melanjutkan tindakan cupunya—mengejek Ipang yang tak sadar.

Penasaran, Julie mencondongkan tubuhnya agak lebih mendekat pada wajah Ipang. Dari jarak sedekat ini, ia menyadari kalau alis Ipang cukup tebal dan bentuknya sudah bagus. 

Padahal Julie berani bertaruh alis Ipang adalah alis asli, bukan hasil sulam alis seperti yang banyak orang lakukan saat ini.

“Alis bagus, muka mulus, kelakuan doang yang kadang minus,” gumam Julie lagi. “Nama sih Pangeran, tapi kelakuan malah kayak pangeran kodok.”

Julie mendekatkan telunjuknya ke rahang Ipang yang masih bersih tanpa cambang atau apa pun itu. Saat hampir menyentuh rahang lelaki berstatus suaminya itu, Julie terpaku pada kelopak mata Ipang yang perlahan bergerak dan akhirnya terbuka.

“Jules?” gumam Ipang saat mengenali siapa yang tengah mengamatinya seperti orang yang tengah mengamati amoeba melalui mikroskop. “Kenapa?” tanya Ipang lagi. “Kamu lagi mengucapkan terima kasih ke Tuhan atas kegantenganku ya?”

“Enak aja! Dasar kepedean!”

Julie melotot dan langsung memancing tawa Ipang yang agak serak karena baru bangun tidur. 

Ipang pun bergerak untuk bangkit dari posisinya. Namun, hal itu tidak diantisipasi oleh Julie yang posisinya masih agak merunduk di dekat wajah Ipang. 

“Duh—”

Perempuan itu terkejut, tapi sentuhan di bibirnya menelan semua kata-kata yang tadinya refleks ingin ia ucapkan.

Setelah beberapa waktu menikah, itulah ciuman pertama mereka.

BAB 12

Julie Si Spesialis Menghindar

“Yang nyuri siapa, yang kabur siapa,” gerutu Julie sambil mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit. 

Memang akan mencurigakan kalau ia datang sepagi ini ke rumah sakit, jadi ia akan mencari coffee shop di sekitar rumah sakit yang masih buka dan sarapan di sana. 

Biasanya di sekitar rumah sakit ada coffee shop atau restoran yang buka 24 jam dan ke sanalah tujuan Julie sekarang.

Julie tidak akan sanggup sarapan bersama dengan Ipang yang semalam mencuri ciuman darinya.

“Tapi itu nempel doang, Jules,” kata Julie pada dirinya sendiri. “Bukan ciuman kali ya—tapi tetep aja! Enak banget hidupnya bisa santai gitu aja, sedangkan aku udah kayak orang gila ngoceh sendirian di mobil.”

Julie menarik napas dan mengembuskannya dengan perlahan, mencoba menenangkan dirinya sendiri agar tidak bertingkah seperti remaja baru puber

Kejadian semalam masih membekas di ingatan Julie, bagaimana Ipang tiba-tiba bangun dan membuat bibir mereka bertemu selama beberapa detik. Tanpa Julie inginkan, ia bahkan masih mengingat tekstur bibir Ipang yang tebal tapi permukaannya kering ketika menyentuh bibirnya.

Setelah kecupan singkat itu, Julie langsung menjauh dan dengan santainya Ipang mengucapkan selamat malam lalu pamit lebih dulu ke kamarnya.

Sambil memikirkan tentang kenapa ia harus bersikap canggung seperti ini, Julie akhirnya memberhentikan mobilnya di depan sebuah coffee shop dan masuk ke sana untuk memesan sarapan.

“Mbak, kayaknya ponsel Mbak bunyi deh,” kata pegawai coffee shop sembari mengembalikan kartu debit milik Julie.

Julie mengambil ponselnya dan sembari mengucapkan terima kasih kepada pegawai itu, ia menggeser tombol hijau di layar ponselnya tanpa melihat siapa yang menelepon.

“Jules, kamu ke mana sepagi ini?”

Suara Ipang yang seperti orang bangun tidur itu membuat Julie duduk dengan kaku di kursinya yang menghadap jendela.

“Cari makan,” jawab Julie asal. 

“Kenapa nggak makan di rumah? Bosen sama capcay?”

“Ipang,” panggil Julie dengan takut-takut. “Kamu kerasukan atau lagi ngigo? Kok tumben nanyain hal itu sih?”

“Astaga, Jules—”

“Udah ya, makananku udah dateng,” sela Julie sebelum Ipang mengomelinya. 

“Soal semalam—”

“BYE!”

Julie mengembuskan napasnya dan mengelus dadanya yang debarannya sangat keras. Padahal kejadian semalam itu bukan ciuman pertamanya seumur hidup ini, tapi….

Ini Ipang, kakak sahabatnya sekaligus suami yang menggantikan Raveno di hari pernikahannya. Mereka memang tidak pernah membahas pembatasan skinship di antara mereka, tapi bukan berarti Julie sudah mengantisipasi hal seperti ini sejak awal.

“Ah, pusing,” gerutu Julie yang lebih memilih memakan nasi goreng pesanannya yang baru datang.

Setelah sarapan dan mengulur waktu, Julie kembali mengemudikan mobilnya ke rumah sakit. Ia bertemu dengan Septa yang baru selesai sarapan dan Janu yang juga baru datang, kedua kakaknya bertanya kenapa Ipang tak ikut bersama Julie.

“Kerja dong, Bang.” Julie menahan diri untuk tidak meringis saat berdusta di depan kedua kakaknya. “Lagi sibuk, makanya nggak bisa ke sini.”

Ia sangat jarang berbohong kepada kakaknya, jadi Julie sendiri ragu apakah kakaknya benar-benar percaya pada apa yang tadi ia katakan atau hanya menahan diri untuk tidak bertanya lebih lanjut.

Rasanya Julie baru bisa bernapas lega ketika satu jam setelahnya ia pamit pada kedua kakaknya untuk segera pergi bekerja.

Setibanya di salon, Julie langsung menyibukkan diri dengan me-review laporan yang baru diterima olehnya di e-mail dan mengerjakan berbagai pekerjaannya seperti biasa. 

Julie pikir hidupnya akan damai sepulangnya dari rumah sakit tadi, tapi semua itu hanya khayalan ketika ia turun ke lantai satu dan menemukan sosok yang tidur dengan Raveno, ada di sana.

“Ngapain kamu di sini?” tanya Julie begitu ia menghampiri Kina, perempuan yang tidur dengan mantan calon suaminya yang kini menghilang, Raveno.

Kina terkejut karena belum sempat ia menanyakan kehadiran Julie pada pegawai salon tersebut, Julie malah menghampirinya duluan. “Aku nyari kamu, Jules.”

Julie melirik ke sekitarnya dan mengajak Kina pindah ke luar. Mereka berdiri berhadapan di sudut teras dan Julie mengamati Kina dengan intens.

“Ada apa lagi kamu nyari aku?” Julie melipat kedua tangannya di dada. 

Kina adalah sahabat Raveno dan setahu Julie, dulu Kina pun punya kekasih. 

Awalnya Julie sempat skeptis dengan persahabatan antara perempuan dan laki-laki, tapi melihat Raveno selama lima tahun benar-benar tak berpaling darinya dan Kina seperti punya dunianya sendiri dengan pacarnya, membuat Julie akhirnya percaya kalau mereka hanya sahabat.

Tapi siapa sangka ternyata keduanya juga bersahabat di tempat tidur? 

“Kamu tahu di mana Raveno?”

“Kalau aku tahu, kamu pasti udah denger kabarnya masuk rumah sakit atau pemakaman,” jawab Julie dengan sinis. “Kupikir dia bakal balik ke ranjangmu setelah kabur di hari pernikahan kami.”

Kina menggigit bibirnya. “Dia marah karena aku kasih tahu kamu soal kami.”

“Dasar aneh. Dia yang berbuat salah tapi dia yang marah juga begitu aibnya ditunjukkin.” Julie mendecakkan lidahnya. “Aku nggak punya banyak waktu dan aku kasih tahu kamu aja, aku nggak tahu dia di mana.”

Semakin lama melihat Kina semakin jelas ingatan tentang hari di mana Raveno kabur dari hari pernikahan mereka, dan hal itu bukan hal yang ingin selalu diingat Julie. Saat ia akan berbalik, Kina malah menahan tangannya dan membuat Julie semakin kesal.

“Apaan lagi sih, Ki—”

“Aku hamil anaknya Raveno, Jules.”

“H-hah?”

“Aku hamil anak dia. Pacarku udah mutusin aku beberapa hari sebelum kamu dan Raveno akan menikah, karena dia nggak mau tanggung jawab atas kehamilanku yang jelas-jelas bukan anaknya,” ulang Kina dengan susah payah. 

“Makanya waktu itu aku nekat tunjukin video yang dia bikin ke kamu, supaya dia setidaknya mikir ulang buat nikahin kamu dan nelantarin aku. Tapi ternyata Raveno malah pergi entah ke mana.”

Dari sekian banyak skenario yang sudah ia pikirkan mengenai kaburnya Raveno, skenaro kalau Kina hamil anak lelaki itu merupakan salah satu di antaranya.

Tapi ketika kenyataannya memang seperti itu, Julie tak bisa mencegah rasa sakit itu di hatinya. Bagaimana bisa Raveno mengkhianatinya sampai seperti ini?

Berarti Raveno pergi bukan hanya karena skandalnya dibuka kepada Julie, tapi juga karena ingin lari dari tanggung jawabnya terhadap Kina dan anaknya.

Julie langsung menepis tangan Kina dari lengannya. “Raveno bukan urusanku lagi, Ki.”

“Jules—”

“Tolong, setelah ini kamu nggak perlu nyari aku lagi,” tegas Julie pada Kina yang balik menatapnya dengan putus asa. “Aku udah nggak ada hubungan lagi sama dia sejak kami batal menikah.”

“Tapi kalau dia bakal balik lagi, yang pertama dia cari pasti kamu, Jules.”

“Terus kenapa? Aku nggak punya kewajiban menyatukan kalian lagi. Hidupku nggak mudah setelah dia pergi begitu aja, jadi aku mohon dengan sangat, jangan tambah beban hidupku lagi.”

Kina masih berusaha menarik lengan Julie, ingin memohon pada perempuan itu agar mau membantunya mencari Raveno atau menghubunginya jika lelaki itu kembali. “Jules—”

Tapi suara bariton seseorang yang menahan bahu Kina, membuat Kina berhenti dan Julie berbalik untuk menatapnya dengan tak percaya.

“Kalau istri saya bilang nggak, bisa kan kamu nggak ngotot begini?” 

BAB 13

Ipang Si Pangeran Kesiangan

“Ipang?” 

Ipang tak menyahut ketika Julie malah menyebut namanya. Yang ia lakukan justru mengamati sosok perempuan yang sekilas tadi ia dengar bernama Kina tersebut.

“Lebih baik kamu hargai kemauan istri saya,” tegas Ipang lagi. 

Kina terlihat berpikir selama beberapa saat, tapi pada akhirnya ia menyerah dan pamit pada Julie dengan raut wajah yang sulit ditebak olehnya.

“Kamu ngapain di sini?” tanya Julie begitu hanya mereka berdua yang ada di teras A Class, salon Julie yang selama beberapa tahun ini banyak dibicarakan orang dan menjadi salon paling sering dikunjungi di daerah Jakarta Selatan tersebut.

“Mau ketemu kamu,” jawab Ipang. “Apa aku nggak dipersilakan masuk? Aku pengen liat tempat kerja kamu.”

“Kalau udah liat, mau nambahin modal nggak?” tanya Julie balik dengan asal.

Tanpa menunggu jawaban Ipang, Julie melenggang masuk begitu saja ke salonnya. Ipang pun mengikuti sang istrinya masuk ke salon tersebut. Ini kali kedua Ipang datang ke sini, tapi kali pertamanya ia muncul bersama dengan Julie.

Para pegawai salon ini datang di hari pernikahan mereka, maka dari itu mereka langsung melotot kaget saat melihat siapa yang mengekori atasan mereka.

“Siang, semuanya,” sapa Ipang dengan ramah seperti biasa. Ia memang seperti itu, kadang bisa terlihat dingin dan jauh dari jangkauan bagi mereka yang baru pertama kali melihatnya, tapi saat sudah pernah bertemu dan mengobrol sekali dengannya, kesan itu akan hilang.

“Kamu bosen sama capcay di rumah?” tanya Ipang saat mereka menaiki tangga menuju lantai dua. “Kalau kamu nggak suka sarapan sama capcay, tinggal minta Mbak Widi masak yang lain aja.”

“Aku nggak bilang begitu kok.”

“Terus kenapa kamu pagi-pagi udah ngilang padahal biasanya bangun siang?” tuntut Ipang yang tak puas dengan jawaban Julie. “Apa karena semalam kita nggak sengaja ciuman?”

Decakan tak percaya yang terdengar dari segala penjuru arah A Class lantai tiga, membuat Julie menoleh dan melotot pada Ipang. 

Tidak terlalu banyak orang di lantai tiga, tapi tetap saja Ipang yang bertanya tanpa mengecilkan volume suaranya membuat semua orang menoleh pada mereka dan terkesiap kaget.

Julie langsung melangkah dengan sangat cepat menuju ruangannya di lantai empat. Dengan langkahnya yang lebar, tentu bukan hal sulit bagi Ipang untuk menyusul Julie.

“Jules,” pangil Ipang lagi saat dengan cepat menyusul istrinya tersebut masuk ke sebuah ruangan sebelum Julie menutup pintunya. “Kenapa sih?”

Yang tak diketahui Ipang adalah perempuan itu tengah berpikir alasan logis apa yang membuat Ipang bisa sampai di sini dan bersikap seperti… suami yang sesungguhnya.

“Harusnya aku yang tanya ke kamu, kenapa kamu bisa sampai ke sini?” tanya Julie pada akhirnya. “Aku cuma pengen cari sarapan di luar aja kok pagi ini, that’s it.”

“Nggak ada hubungannya sama yang semalam?” tanya Ipang lagi dengan lebih lembut. “Kupikir kamu kabur dari aku karena kejadian semalam.”

Lelaki itu beranjak duduk di single sofa yang ada di ruangan milik Julie dan karena tak punya pilihan lain, Julie memilih duduk di kursi kerjanya.

“Yang semalam cuma kecupan, Jules. Kamu nggak perlu kabur sampai ke ujung dunia hanya karena itu.”

Julie memicingkan matanya mendengar bagaimana santainya Ipang saat mengatakan hal tersebut. Yah… kejadian itu bagi laki-laki kayak kamu yang tiap hari ganti perempuan, mungkin bukan hal yang mesti dipikirin.

Julie memilih untuk menyimpan kalimat itu sendiri dan menghela napasnya. “Kamu bisa telepon kalau cuma mau nanya kenapa aku nggak sarapan.”

Julie tahu, harusnya ia tidak memikirkan hal itu sampai sepusing ini. Tapi beribu kali ia mencobanya, beribu kali juga Julie gagal melakukannya.

“Hei, kamu nggak inget siapa yang tadi pagi matiin teleponnya begitu aja?”

Sial, iya juga, maki Julie dalam hatinya.

Sebenarnya Ipang sendiri tak tahu apa yang mendorongnya hingga ia pergi ke A Class, salon milik Julie. Semalam ia langsung naik ke kamarnya setelah kejadian tersebut karena tak ingin melihat raut wajah horor Julie lebih lama lagi.

Apa satu kecupan yang tak disengaja itu sangat menjijikkan bagi Julie?

Pertanyaan itu yang terus terngiang di benak Ipang sampai akhirnya dengan spontan, ia memutuskan untuk pergi ke sini, menemui istrinya yang terlihat seperti tidak menginginkan kehadirannya.

“Jules,” panggil Ipang setelah terdapat jeda beberapa lama. “Apa yang akan kamu lakukan seandainya si brengsek itu dateng lagi ke kamu?”

Julie mengernyit. “Si brengsek? Siapa?”

“Raveno, siapa lagi emangnya?” Ipang memutar kedua bola matanya dengan malas. Kenapa Julie bahkan tidak menganggapnya brengsek? Harusnya Julie langsung sadar siapa yang ia maksud. 

“Kalau dia beneran nemuin kamu lagi, kamu mau gimana?”

Keluarga maupun sahabat-sahabatnya tidak ada yang pernah menanyakan hal ini sebelumnya pada Julie. 

Maka dari itu Julie terdiam sejenak, tapi hal tersebut malah disalahartikan oleh Ipang yang langsung menerka kalau Julie masih memikirkan Raveno dengan sepenuh hati.

“Aku mau nanya apa kurangnya aku sampai dia berkhianat kayak gitu,” jawab Julie pada akhirnya. “Apa karena Papa yang selalu ragu sama dia? Apa karena aku yang nggak pernah mau tidur sama dia?”

“What?!” Dari sekian banyak dugaan Ipang, Julie yang bertanya seperti itu kepada bajingan tersebut tidak pernah terlintas di benak Ipang. “Kan dia yang ninggalin kamu dan tidur sama perempuan tadi, kenapa kamu jadi nanya kurangnya kamu di mana?”

“Menurutku, kalau ada yang selingkuh, masalahnya bukan cuma di orang yang selingkuh aja. Tapi bisa jadi semua orang punya salah dan perannya masing-masing.”

Ipang menatap Julie dengan tidak percaya. “Semua orang punya kontrol atas nafsunya masing-masing, Jules. Dia emang nggak setia aja makanya bisa tidur sama perempuan lain. Mau kamu nolak dia buat tidur sama kamu atau nggak, harusnya dia nggak ngelakuin itu kalau emang dia menghargai komitmen kalian.”

“Udahlah, Pang. Bisa nggak sih nggak usah bahas ini?” Julie mulai tak suka dengan tatapan tajam Ipang yang seperti menghakiminya. “Lagian orang kayak kamu nggak punya kapasitas untuk ngomongin hal ini.”

“Orang kayak aku?” Kata-kata Julie seakan menyentil Ipang yang langsung berdiri menghampirinya. “Orang kayak aku tuh maksudnya gimana, Jules?”

Saat tatapan mata mereka bertemu, Julie langsung menyesal telah mengatakannya. Tatapan dingin dan tajam yang dulu sebelum ia menikah dengan Ipang sering ia dapatkan, kini kembali lagi.

Akan tetapi, Julie menolak menjadi dirinya yang dulu, yang akan kabur dan diam-diam sakit hati karena tatapan Ipang. Maka dari itu ia memberanikan diri menjawab, “Yang bisa tidur sama siapa aja tanpa status apa-apa.”

“Oh ya, emang aku bisa tidur sama siapa aja yang aku mau tanpa perlu pacaran, Jules.” Ipang mendengus. “Tapi setidaknya bukan aku yang ninggalin kamu di hari pernikahan. Ingat, Jules, pada akhirnya aku yang nikahin kamu.”

“Kamu nikahin aku juga bukan karena keinginan sukarela, tapi supaya nggak diketawain papamu kan?” tanya Julie balik. “Aku tahu dari Suri, kamu nggak mau diketawain papamu yang meragukan lelaki kayak kamu… bisa setia sama satu orang aja di dalam sebuah pernikahan. Makanya kamu nggak mau pernikahan hari itu batal.”

Kedua tangan Ipang mengepal erat saat Julie memaparkan fakta yang selama ini ia sembunyikan. Suri memang tahu sedikit dari banyaknya alasan yang mendukung keputusan impulsif Ipang untuk mengajak Julie menikah.

Tapi ia tidak menyangka kalau Julie akan tahu secepat ini.

“Mendingan kamu sekarang pergi deh,” usir Julie yang beranjak dari kursinya untuk membukakan pintu, mempersilakan Ipang keluar dari ruangannya. “Aku sibuk.”

Ipang mendecakkan lidahnya. “Jules—”

“Kayaknya kita mending urusin hidup kita sendiri-sendiri aja, kayak kita yang tidur di kamar terpisah,” tegas Julie lagi. “Makasih juga udah bantuin aku ngusir Kina meskipun sebenernya aku bisa urus dia sendiri. Lain kali kamu nggak perlu jadi kayak pahlawan kesiangan, Pang.”

BAB 14

Kenapa Aku Harus Memilih di Antara Kamu dan Dia?

“Biasanya orang yang dateng ke klub itu cuma karena dua tujuan, mau bersenang-senang atau mau melampiaskan amarah.”

“Terus?”

“Kamu pasti dateng ke sini karena alasan kedua.”

Ipang mendengus mendengar tebakan sahabatnya, Ksatria, yang terdengar sok tahu tapi memang itulah faktanya. Jadi yang ia lakukan adalah menelusuri bibir gelas dengan jemarinya seraya memutar ulang percakapannya dengan Julie siang tadi.

Malam ini Ipang tidak ingin langsung pulang ke rumah. Entah ketika mobilnya keluar dari kawasan gedung kantornya, Ipang malah mengemudikan mobilnya menuju The Clouds, klub malam milik sahabatnya yang memang sudah biasa ia sambangi.

“Julie tahu kamu ke sini?” Ksatria seperti tidak ingin membiarkan Ipang memiliki waktu sendirian untuk berpikir. 

“Nggak,” jawab Ipang singkat.

Ksatria menggeleng, lalu tangannya mengambil ponsel dari saku kemejanya dan mengirim pesan pada seseorang yang baru saja ia tanyakan. 

Ksatria memang meminta nomor telepon Julie di hari pernikahan Ipang dengannya, untung saja perempuan itu memberikannya tanpa banyak tanya.

“Apa kamu kepikiran mau cerai dari Julie?”

“Kenapa semua orang berpikir kalau aku bakal cerai sama Julie?” Ipang bertanya balik dengan kesal.

“Emangnya kamu cinta sama dia?”

Tak mau kalah, lagi-lagi Ipang malah menjawab pertanyaan Ksatria dengan pertanyaan. “Tua bangka itu juga nikah sama tiga istrinya yang sekarang tapi masih ngaku cuma cinta sama mamaku.”

“Katanya kamu nggak mau jadi papamu, tapi kelakuanmu juga nggak beda jauh sama dia ternyata,” cibir Ksatria.

Ipang memutuskan untuk tidak memedulikan kata-kata Ksatria dan kembali menenggak minumannya. Jangankan menjawab pertanyaan Ksatria, pertanyaannya untuk dirinya sendiri pun belum terjawab.

Kenapa ia peduli tentang apa yang dirasakan Julie terhadap Raveno? Padahal Ipang jugalah yang memberi batasan dengan menyuruh Julie tidur di kamar tamu.

Kenapa Ipang tidak menyesal karena kecupan tak disengaja kemarin? Padahal alasannya menikahi Julie hanya agar keluarganya tidak malu dan ia tidak ditertawakan ayahnya—yang selalu ragu kalau seorang lelaki yang senang dipuja banyak perempuan itu bisa terikat hanya dengan satu perempuan.

“Hai, Ipang.” Sapaan bernada seduktif itu membuyarkan lamunan Ipang. Di bar stool yang bersebelahan dengannya, seorang perempuan duduk dan menatapnya dengan penuh minat.

Kalau biasanya ia dan sahabat-sahabatnya menetap di ruang VIP, kali ini karena datang tak direncanakan Ipang memilih untuk berdiam diri di area bar dengan Ksatria. Siapa sangka hal ini ternyata menarik minat banyak perempuan di sekitarnya dan salah satunya kini mulai beraksi.

“Hai,” sapa Ipang dengan satu alis terangkat ketika mengamati penampilan perempuan di sisi kanannya ini, ia mengenakan tube dress ketat yang membalut tubuhnya dengan sempurna dan membiarkan rambutnya yang tergerai menutupi bahu kirinya.

“Tumben nggak di atas,” komentar perempuan itu sambil melirik ke arah tangga yang mengarah ke lantai dua, di mana ruang VIP berada. “Jarang kayaknya aku nemuin kamu di sini.”

Satu tangan perempuan itu menyentuh bahu Ipang dengan lembut dan Ipang bersumpah ia mendengar Ksatria berdecak di sebelah kirinya. 

Baru saja Ipang akan bertanya apakah mereka pernah bertemu sebelumnya, ketika tanpa sengaja matanya menangkap seseorang yang juga tengah menatapnya.

Ipang mencoba menggali ingatannya, di mana ia pernah menemui lelaki itu. Namun, sebelum ia berhasil mengingatnya, lelaki itu memutus kontak mata mereka karena pasangannya tengah mengajaknya mengobrol.

Ipang pun menoleh pada Ksatria, yang notabene setengah harinya berada di The Clouds. “Eh, itu siapa?” 

“Yang mana?” Ksatria menaruh gelasnya dan berusaha melihat ke arah yang ditunjuk Ipang.

“Yang pakai kemeja nggak dikancing.”

Ksatria berdecak, informasi Ipang benar-benar tidak spesifik dan hanya menyulitkannya. “Yang rambutnya gondrong?”

“Bukan—sialan!” 

Ksatria kaget bukan main saat Ipang mengumpat keras-keras. Lelaki itu bahkan langsung menepis tangan si perempuan tube dress tersebut dengan kasar dan segera meninggalkan bar stool-nya.

“Woy, mau ke mana, Pang?!” panggil Ksatria yang sama sekali tidak digubris oleh Ipang.

Di sisi lain, Ipang mengepalkan tangannya erat-erat sembari membelah kerumunan. Panjang umur sekali si brengsek itu. Baru tadi siang ia meributkannya dengan Julie, sekarang lelaki itu malah muncul dengan sendirinya di depan hidung Ipang.

Ketika sudah dekat dengan meja yang ia tuju, Ipang berseru keras, “Heh, bajingan!”

Dua lelaki dan tiga perempuan di meja itu dengan spontan menoleh kepada Ipang. Ipang tidak membuang waktu dan langsung menarik kerah kaos yang dikenakan Raveno di balik kemejanya.

“Masih hidup rupanya?” tanya Ipang dengan sinis. “Kirain udah ke akhirat makanya nggak muncul dua minggu yang lalu.”

Raut wajah Raveno langsung memucat saat Ipang mengenalinya. Sejak tadi tatapannya tak sengaja jatuh pada Ipang, Raveno langsung mengenalinya sebagai lelaki yang menggantikan posisinya sebagai suami Julie.

Pernikahan keduanya yang seperti merger dadakan tersebut ramai dibicarakan orang-orang di media sosial—dari sanalah Raveno tahu siapa yang menikahi kekasihnya, Julie. 

Ia pikir Ipang tidak akan mengenalinya meskipun ia sudah merasa resah sejak tadi, siapa sangka lelaki itu kini hampir mengangkat tubuhnya hanya dengan mencengkeram kerah kaosnya.

“Lepas,” desis Raveno yang berusaha mempertahankan sisa harga dirinya di hadapan Ipang. 

“Oke.” 

Dengan mudah, Ipang melepas cengkeramannya hingga Raveno terhuyung ke belakang. Tapi sebelum ia bernapas lega, Ipang lebih dulu maju dan meninju wajahnya tiga kali dengan sangat cepat.

Pengunjung The Clouds di sekitar mereka sontak berseru kaget melihat hal tersebut. Tapi tidak ada yang berani menarik Ipang menjauh dari Raveno, apalagi ketika ia menarik Raveno agar kembali berdiri untuk ia hajar lagi wajah dan perutnya.

Sayup-sayup Ipang masih bisa mendengar Ksatria dan penjaga The Clouds memanggil namanya. Tapi ia seperti ditulikan dari semua panggilan itu dan menjadikan Raveno sebagai samsak pelampiasan emosinya yang tengah tak menentu.

Raveno berusaha melawan, tapi ia tidak pernah benar-benar menghajar seseorang atau melindungi dirinya sendiri, sehingga yang ia lakukan adalah kesia-siaan.

“Ipang!”

Satu panggilan itu membuat Ipang menghentikan tinjunya yang kesekian ke perut Raveno. Ada tangan yang menarik lengannya hingga membuat ia menoleh.

Untuk mendapati Julie yang napasnya tak beraturan tengah menatapnya dengan horor.

Tatapan itu lagi…. Ipang tidak suka dengan tatapan yang entah Julie sadar atau tidak, selalu ia berikan jika mereka berada di ruang yang sama—sejak mereka SMA.

“Berhenti! Kamu kerasukan atau gimana sih?” bentak Julie yang berusaha mengalahkan suara musik. “Lepasin dia sekarang!”

“Mantan calon suami kamu ini?” Ipang bertanya dengan dingin. Sekilas, ia melihat memar di wajah Raveno tercetak dengan jelas dan darah mulai menetes dari sudut bibirnya yang robek.

“Iya, lepasin dia.”

“Setelah apa yang dia lakuin ke kamu, kamu minta aku lepasin bajingan ini?” Tawa mengejek keluar begitu saja dari mulutnya. “Jules, aku nggak nyangka kamu sebodoh ini.”

Kata-kata Ipang membuat mata Julie memanas. Apa mencegah Ipang membunuh seseorang adalah tindakan bodoh? Hanya karena lelaki itu mantan calon suaminya?

Saat tadi hampir tiba di The Clouds karena diberi tahu Ksatria (yang membujuknya dengan memelas untuk menjemput Ipang), Ksatria kembali meneleponnya dan mengatakan kalau Ipang tengah menghajar seseorang.

Julie tentu saja panik dan lebih tak menyangka lagi kalau yang dihajar hingga hampir pingsan itu adalah Raveno.

Lelaki yang meninggalkan Julie di hari pernikahannya.

“Kalau aku bodoh, berarti kamu nggak ada bedanya,” balas Julie tak terima. “Bukan kamu yang ditinggal sama dia waktu itu, tapi kamu yang mungkin bisa aja masuk penjara setelah hajar dia begitu.”

“Terus mau kamu apa?” balas Ipang dengan nada yang tak kalah tingginya.

“Lepasin Raveno sekarang juga!”

Ipang tersenyum sinis, lalu dengan entengnya melepaskan cengkeramannya pada Raveno hingga lelaki itu kini tersungkur ke lantai sambil terbatuk-batuk.

Teman-teman Raveno langsung mengerubunginya, di antara mereka tak ada yang bisa bela diri dan lebih dulu takut dengan perawakan Ipang yang tinggi besar juga berotot tersebut.

“Sekarang kamu udah ketemu dia kan? Tanya sama dia, kenapa dia ninggalin kamu di hari itu?” seru Ipang dengan marah.

Julie langsung melotot marah. “Ipang!”

“Kamu dari tadi belain dia, Jules. Sadar nggak sih?” sindir Ipang terang-terangan. “Apa kamu belain dia karena mau balikan sama dia? Jadi siapa yang kamu mau sekarang, dia yang ninggalin kamu atau aku yang nikahin kamu?”

BAB 15

‘Cause I Know You Got a Bad Reputation

Apa yang lebih dingin dari AC mobil Bentley Bentayga di mana mereka duduk bersisian dengan jarak yang cukup jauh?

Keheningan yang menyiksa.

“Gimana ceritanya kamu bisa sampai ke The Clouds?” Akhirnya Ipang tak tahan dan dialah yang memecah keheningan di antara mereka.

Di kursi pengemudi, pegawai kepercayaan The Clouds yang biasa jadi sopir dadakan untuk Ipang dan sahabatnya kalau sedang mabuk, berusaha menutup telinga atas percakapan di belakangnya.

"Mas Ksatria telepon aku.”

Ipang mendengus geli mendengar bagaimana Julie memanggil Ksatria dengan embel-embel ‘Mas’ sedangkan ia hanya dipanggil dengan nama. Lelaki itu lupa kalau saat mereka bertemu di masa sekolah, ialah yang menyuruh Julie memanggilnya hanya dengan nama.

“Bilang apa dia?”

“Katanya kamu mabuk dan perlu dijemput.” Julie melirik lelaki yang mengenakan seragam The Clouds di kursi pengemudi. “Tapi harusnya aku nggak perlu khawatir, kamu bisa pulang sendiri.”

Lagi-lagi dengusan Ipang menjadi responsnya atas ucapan Julie. Lelaki itu melirik istrinya yang duduk merapat ke pintu mobil, memberi jarak lebih dari tiga puluh senti di antara mereka. 

Kenapa juga ketika Ipang ditinggalkan Priska, ia malah dipertemukan oleh Julie yang merupakan sahabat adiknya sekaligus perempuan yang memusuhinya?

Mungkin kalau perempuan lain yang akhirnya ia nikahi, ia tidak akan kebingungan seperti ini.

“Harusnya tadi kamu nggak usah sok bersikap pahlawan untuk bajingan itu,” ungkap Ipang yang sudah tak bisa menahan diri hingga mereka sampai di rumah. “Abang-abangmu pasti setuju sama apa yang kulakukan.”

“Nggak usah bawa Bang Janu dan Bang Septa untuk jadi pembenaran kamu.”

“Aku udah kepalang janji sama Bang Janu dan Septa, kalau suatu hari nanti ketemu sama si brengsek itu, aku nggak akan ragu buat ngehajar dia. Coba kamu tanya sendiri aja ke mereka,” balas Ipang tak mau kalah, yang sedetik kemudian merasa menyesal karena kini ia berubah menjadi kekanak-kanakan.

Ipang memang sudah berjanji kepada dua kakak lelaki Julie tanpa perempuan itu ketahui. Tapi di luar itu, Ipang tak tahu harus bersikap bagaimana terhadap Julie. 

Awalnya ia ingin menjaga jarak dengannya—seperti apa yang sudah menjadi kebiasaan mereka selama ini. Tapi ketika Ipang mengetahui kalau Julie masih mencari dan bahkan membela Raveno, sesuatu di dalam diri Ipang jelas-jelas memberontak.

Ipang tidak pernah berpikir untuk menanyakan Priska apa yang salah dengannya hingga perempuan itu meninggalkannya. 

Maka dari itu ia terkejut karena Julie bahkan berpikir adalah kesalahannya karena tidak tidur dengan Raveno, sehingga lelaki itu meniduri sahabatnya sendiri.

Ipang jadi tak tahu kewarasan siapa yang harus ia pertanyakan—kewarasannya atau kewarasan Julie.

“Kamu harus belajar kalau dunia ini nggak hanya berputar di sekitar kamu. Nggak semua orang harus punya pemikiran yang sama dan paham sama apa yang kamu pikirin,” oceh Julie yang masih sangat kesal kepada Ipang.

“Aku tahu kamu terbiasa dikelilingin perempuan, makanya kamu bertindak berlebihan dengan mempertanyakan siapa yang aku pilih.” Julie mencebik ketika ia melirik Ipang sekilas dan ternyata lelaki itu juga tengah meliriknya. “Hanya karena aku nggak menangis terharu ketika kamu ngehajar Raveno, kamu nggak seharusnya sensitif begini kayak aku kalau lagi PMS. Kayaknya kepalamu perlu didinginkan pakai es batu.”

“Kepalamu juga perlu dikasih sesuatu yang panas, Jules,” balas Ipang. “Supaya kebodohanmu karena masih belain laki-laki itu segera mencair.”

Julie sudah lelah sejak pagi menghindari Ipang dan bertemu dengan Kina di siang harinya. Jadi ketika akhirnya di malam hari ia masih harus bertengkar dengan Ipang, satu-satunya hal yang ingin Julie lakukan adalah mengunci dirinya di kamar untuk menenangkan diri.

“Jadi kamu beneran masih cinta sama dia?”

“Bukan urusan kamu,” tampik Julie dengan malas.

“Jelas-jelas itu urusanku, Jules. Kamu sekarang istriku.”

Dengan cepat Julie langsung menoleh pada Ipang yang tengah menatapnya dengan sengit. “Oh, jadi sekarang beneran dianggap istri? Wow, prestasi baru buatku.” 

“Nggak usah sarkastis, Jules,” geram Ipang tak suka.

“Nggak usah sok ngatur. Rasanya aku lebih suka kita kayak seminggu pertama setelah kita menikah.”

Keduanya tak menyadari kalau sopir di kursi pengemudi tersebut sedang berdoa supaya mereka segera sampai di tujuan. Lelaki itu sudah mengenal Ipang sejak tiga tahun yang lalu bekerja di The Clouds dan rasanya tak nyaman menyaksikan pertengkaran suami-istri dari orang yang ia kenal tersebut.

Kepala Ipang pusing, tangannya juga lebam setelah menghajar Raveno habis-habisan. Tapi ocehan Julie yang terus terulang di kepalanya seperti kaset rusak membuat Ipang benar-benar kesal.

Ketika akhirnya mereka tiba di rumahnya, Ipang memberi ongkos untuk sopir dadakannya tersebut lalu buru-buru berpamitan karena Julie sudah lebih dulu meninggalkannya.

“Jules, kita harus ngomong dulu!” panggil Ipang begitu ia masuk ke rumah. 

Julie tidak mendengarkannya, ia terus melangkah menaiki undakan anak tangga dan membuat Ipang mau tidak mau menyusulnya.

Ketika Julie hampir membuka pintu kamarnya, Ipang sudah lebih dulu mencengkeram pergelangan tangan Julie.

“Jules.”

“Bisa besok nggak?” Julie merespons dengan malas-malasan. 

Aroma alkohol dan rokok yang melekat di tubuh Ipang membuat Julie semakin malas berlama-lama dengannya. “Besok, Pang, besok kita ngomong.”

“Sekarang,” tandas Ipang tak mau terima penolakan. 

“Oke! Sekarang mau ngomong apa?” Julie menepis tangan Ipang dari pergelangan tangannya dan menatap Ipang dengan tajam, menantang lelaki itu untuk mengatakan apa pun yang ingin mereka bicarakan.

“Kamu inget kan kalau kita udah nikah?”

“Aku belum kebentur sesuatu sampai aku amnesia.”

Lelaki yang pakaiannya sudah kusut tersebut menggertakkan giginya. “Kalau gitu aku minta supaya kamu nggak akan temuin laki-laki itu lagi.”

“Jadi kamu sekarang gunain titel kamu sebagai suamiku untuk hal itu?” balas Julie dengan retoris. “Kalau gitu aku minta kesetiaan kamu, bisa?”

Semua orang tahu, Ipang dan kata setia tidak pernah ada di satu kalimat yang sama. Julie sengaja meminta hal yang mustahil tersebut, karena sejak mereka remaja, Julie jadi saksi bagaimana Ipang menjalin hubungan hanya atas dasar bersenang-senang.

Begitu Ipang bosan, maka ia akan mendepak perempuan yang menjadi kekasihnya, lalu mencari lagi yang baru. Rasanya seperti melihat seorang anak lelaki yang cepat bosan dengan mainannya.

“Bisa.”

Ipang menjawab dengan lugas dan tentu saja hal itu di luar dugaan Julie. Julie baru mau menyuruhnya untuk tidak berbohong, ketika pinggangnya ditarik hingga tubuhnya menabrak Ipang.

Lelaki itu menunduk dan menyegel janjinya dengan sebuah ciuman. Ciuman ini jelas berbeda dengan apa yang terjadi kemarin, karena bahkan yang terjadi kemarin terhitung hanya sebagai sebuah kecupan. 

Bibir mereka bersentuhan lebih dari sepuluh detik dan Ipang bergerak terlebih dahulu untuk melumat bibir Julie yang sedari tadi terus mengoceh memarahinya.

Andai Ipang yang kini tengah memejamkan matanya melihat respons Julie, pasti ia akan langsung menyudahi ciuman tersebut. Julie tidak bisa untuk tidak melotot ketika menyadari ciuman ini bukanlah mimpi.

Julie berusaha mendorong bahu Ipang, tapi tekanan dari tangan yang melingkari pinggangnya membuat apa yang ia lakukan jadi sia-sia. 

Ketika Ipang menjauh dari wajah Julie, yang ia terima bukan senyuman seperti apa yang biasa ia dapatkan ketika mencium perempuan lain.

Melainkan sebuah tamparan yang sangat keras di pipi kirinya.

“Jules!”

“Dasar gila!”

Hanya Julie Reena Rayadinata yang meneriaki Ipang sebagai orang gila setelah dicium olehnya, lalu buru-buru masuk ke kamar sambil membanting pintu di depan hidung lelaki tersebut.

Lima bab ini juga menurutku lagi seru-serunya, hahahaha. Jangan lupa like dan komennya yaaa! ❤️

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Ipang & Julie (Bab 16-20)
15
0
Aku baru sadar bisa nulis yang ‘agak lucu’ (kalau aku klaim lucu atau bahkan komedi, takut self-claimed, hahahaha) setelah nulis tentang Trio Jejaka dan Ipang & Julie ini. Buku ini sendiri ditulis mulai dari April 2021, wah, nggak berasa juga ya, wkwkwkwk.Semoga kalian terhibur yaaa saat baca Ipang dan Julie ini. Untuk yang bertanya-tanya (terutama yang udah baca cerita ini di platform sebelah), apa cerita ini jadi ada bedanya dengan yang di sebelah atau nggak, jawabanku adalah perubahannya terhitung minor. Minor yang kumaksud adalah perbaikan tanda baca dan mungkin logika/konteks yang dulu-dulu ketinggalan, wkwkwk.Bakal ada yang baru nggak di Ipang & Julie ini?Seperti Badai & Padma, Ipang & Julie ini punya bab panjang yang sebelumnya nggak aku posting di sebelah. Jadi nantikan aja yaaa, hihihi. Buat pembaca baru, selamat berkenalan dengan pasangan ini! Tenang, kalian bisa baca buku ini tanpa perlu baca Badai & Padma kok. Tapi kalau mau baca Badai & Padma dulu juga bisaa, hahahaha. Setiap buku di VIP Club sebenernya bisa dibaca terpisah kok. Untuk kamu pembaca lama, mari bernostalgia dengan Ipang si galak dan Julie si tukang ngiler, hihihi.Kalau mau tahu gimana cara baca ulang buku ini, bisa DM aku di KaryaKarsa ya. Jangan lupa like dan komennya yaaa! ❤️***IPANG & JULIE BAB 16: But When It Comes to You, I'm Never Good Enough “Aku tahu kamu nggak tidur,” lanjut Ipang lagi. “Aku minta maaf buat yang kemarin, nggak seharusnya aku bersikap kayak gitu.”Kata-kata Ipang berhasil membuat Julie membuka matanya. Walau begitu, Julie tetap berada di posisinya dan Ipang tahu kalau setidaknya Julie mendengarkan apa yang ia ucapkan.“Kalau untuk apa yang aku lakukan kepada si brengsek itu, aku nggak akan minta maaf. Dia layak mendapatkan itu,” tegas Ipang. “Aku minta maaf karena sikapku yang belakangan ini terkesan aneh dan karena ciuman kita.”“Ciuman yang mana?”Dilarang menyalin, memperbanyak, dan menyebarkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penulis.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan