
Kalian boleh memanggilku Sinta. Aku merupakan seorang sarjana pendidikan, lulusan dari sebuah kampus di Bandung. Sebagai seorang sarjana pendidikan, maka sebuah kebanggan bila dapat menjadi seorang guru. Alhasil, aku mendapatkan pekerjaan sebagai guru honorer di salah satu sekolah negeri di kota X. Mohon maaf aku tidak mau menyebutkan nama asli dari kota ini. Jadi, kota X ini terletak di Jawa Barat dan aku sendiri berasal dari kota tersebut. Peristiwa mengerikan yang aku alami ini...
Saat itu sekolah SMA Daun (bukan nama sebenarnya) akan mengadakan kegiatan darmawisata ke luar kota, yaitu ke Yogyakarta. Sebagai guru honorer di sana tentu saja, aku terlibat sebagai panitia. Kebetulan, aku ditugaskan sebagai seksi dokumentasi. Selama bekerja sebagai guru di SMA Daun, aku tidak pernah menemukan hal-hal gaib dan mistis. Bahkan, aku bukanlah tipe orang yang sensitif terhadap hal seperti itu. Namun, kejadian ini aku temui ketika hari pemberangkatan darmawisata dari anak-anak sekolah SMA Daun pada tahun 2018.
Keberangkatan ke Yogyakarta dilakukan pada malam hari. Saat itu panitia menetapkan bahwa bus akan berangkat pada pukul 21.00 malam. Kebetulan rumahku tidak terlalu jauh dari sekolah sehingga seharusnya aku dapat berangkat dengan lebih santai. Namun, sebagai panitia, aku tentu saja sangat sibuk dan berangkat lebih awal.
Aku datang di sekolah pukul 19.00. Di sana aku ikut membantu teman-teman mengurus berbagai persiapan, termasuk pekerjaan yang aku emban sendiri sebagai seksi dokumentasi.
Suasana parkiran sekolah pada malam itu sangat ramai. Para orang tua murid sudah sampai di sekolah untuk mengantar anak-anaknya darmawisata. Ada juga guru-guru yang ikut membawa anggota keluarganya ke acara tersebut.
Beberapa bus yang akan kami gunakan untuk berangkat ke Yogyakarta pun sudah terlihat berjejer di luar sekolah. Aku melihat suasana di parkiran sekolah sudah sangat ramai. Di dalam sekolah hanya ada para panitia dan guru yang ikut darmawisata. Seperti biasa, kami berkumpul di ruang guru untuk mempersiapkan keberangkatan. Namun hanya ada beberapa orang saja di sana.
Untuk kalian ketahui, sekolahku terbilang sangat luas untuk ukuran sekolah di kota kecil di Kota X. Di belakang sekolah terdapat sawah yang terhampar luas. Sedangkan di kanan dan kiri sekolah juga merupakan perkantoran yang jika malam hari tentu saja tidak berpenghuni.
Sebelum berangkat, ibuku menelpon untuk mengingatkanku agar tidak meninggalkan solat.
“Neng, jangan lupa solat. Sudah solat belum?”, tanya ibuku di telepon.
“Oh iya, Bunda, aku belum solat. Tadi sibuk cek ricek kamera dan handycam yang mau dipakai,” jawabku.
“Hayu atuh, solat, nanti lupa,” ucap ibuku.
“Iya Bunda. Siap,” aku pun menuruti permintaan ibuku.
Aku kemudian langsung bergegas menuju ke musola pada pukul 20.30. Saat itu sudah tidak ada murid-murid di dalam sekolah. Mereka semua sudah berkumpul di parkiran. Dari dalam sekolah aku dapat mendengar suara murid-murid yang berbincang. Sementara, beberapa guru sudah ada yang pergi ke parkiran untuk naik ke bus.
Aku berjalan seorang diri ke musola. Musola sekolah kebetulan ada di bagian paling belakang sekolah, berbatasan dengan area pesawahan. Dapat dikatakan musolanya agak terpencil dari gedung-gedung lain. Namun, musola tersebut masih dapat terlihat dari ruang guru.
Musola sekolah merupakan bangunan baru berlantai dua. Lantai pertama merupakan tempat solat laki-laki, sedangkan lantai kedua adalah tempat solat perempuan. Suasana saat itu begitu hening karena musola sekolah terletak agak ke belakang. Dari sana aku tidak dapat mendengar murid-murid yang sedang berkumpul di parkiran.
Ketika sampai di musola aku tidak melihat siapapun di tempat solat laki-laki. Aku pikir semua orang sudah solat. Aku pun bergegas untuk mengambil wudhu yang terletak di lantai 1.
Setelah selesai wudhu, aku melangkahkan kaki ke lantai dua, tempat solat untuk perempuan. Aku benar-benar seorang diri di sana dan tidak melihat ada seorang pun. Aku hanya melihat beberapa sajadah yang sudah terhampar.
Setelah sampai di lantai dua, aku pun mencari mukena di lemari musola. Saat itu suasana sudah hening dan sepi. Aku benar-benar tidak dapat mendengar suara apapun. Aku mengambil tempat solat tidak jauh dari tangga sehingga aku dapat melihat siapapun yang datang ke lantai dua untuk solat.
Aku solat Isya dengan jumlah empat rakaat.
“Allahu Akbar,” aku memulai takbiratul ihram yang pertama. Surat al-Quran yang aku baca pun hanya surat pendek, yaitu al-Ikhlas.
Ketika sudah memulai takbir, aku mencium bau yang khas, yaitu bau melati. Aku pikir itu adalah parfum seseorang, namun nampaknya ini benar-benar bau bunga melati. Harum melati itu benar-benar dapat kucium dengan jelas.
Aku pun melakukan gerakan rukuk dan sujud. Bau melati itu bertahan hingga aku melakukan gerakan rakaat ketiga. Tidak lama kemudian aku melihat temanku datang. Dia muncul dari tangga. Meskipun aku khusyuk dalam solat, namun tetap saja mataku masih dapat melihat temanku itu karena aku tidak memejamkan mata saat solat dan posisiku tidak jauh dari tangga masuk. Bahkan aku mengenali itu adalah Teh Dian. Aku jelas-jelas melihat Teh Dian tadi naik ke lantai dua untuk solat. Bau melati itu pun tidak pergi dan masih bertahan.
Aku merasakan bahwa Teh Dian sedang sibuk mengenakan mukena. Dia solat di belakangku.
Ketika selesai duduk tahiyat terakhir, aku pun mengucapkan salam ke kanan dan kiri.
“Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh...”, aku ucapkan salam tersebut dua kali. Aku pun mengusap wajah dengan kedua tanganku. Tidak lama kemudian aku menengok ke belakang, namun aku tidak melihat siapa-siapa. Musola itu benar-benar kosong, tidak ada orang. Di sana juga tidak ada mukena. Kalau Teh Dian solatnya belakangan, pasti aku selesai terlebih dahulu karena saat itu aku sudah hampir menyelesaikan solat Isya.
Aku pun bergegas membuka mukenaku.
“Bukannya tadi ada Teh Dian?” aku bertanya dalam hati.
Aku merasa ada yang aneh.
Setelah membuka mukena, aku pun melipat dan menyimpan mukena itu di lemari. Aku turun ke lantai satu. Di sana pun tidak kutemui seorang pun. Musola benar-benar kosong. Tidak mungkin, aku yakin tadi benar-benar melihat Teh Dian. Kalau pun dia solat dengan cepat pasti aku dapat melihatnya turun karena posisi solatku tidak jauh dari tangga. Namun aku tidak melihat sosok tersebut turun.
Saat sampai di bawah aku juga tidak melihat siapa-siapa. Suasana benar-benar sepi, kecuali ruang guru yang lampunya menyala.
Aku berjalan agak cepat menuju ruang guru. Aku melihat beberapa orang di sana, termasuk Teh Dian. Kulihat dia sedang duduk di depan laptopnya karena sedang mengurus beberapa berkas.
“Teh Dian lagi sibuk?” tanyaku.
“Kenapa, Sinta?”
“Teh Dian tadi solat di musola ya?”
“Enggak. Aku mah lagi haid,” jawaban Teh Dian membuat bulu kudukku berdiri.
“Serius?”
“Ngapain bohong,” dia pun menjawab sambil serius membaca file di laptopnya.
Aku yakin orang yang kulihat naik ke atas dan solat di sana adalah Teh Dian. Namun, dia mengaku tidak solat karena sedang haid. Jika benar Teh Dian tadi tidak solat di musola, maka siapa orang yang menyerupai Teh Dian dan solat di belakangku?
Aku merinding dan kemudian mempersiapkan barang-barangku untuk dibawa ke dalam bus. Aku pun keluar dari ruang guru. Sesaat aku memandang musola yang terlihat dari ruang guru. Aku menatap ke lantai dua.
Tidak disangka...
Aku melihat seseorang di lantai dua sedang solat menggunakan mukena putih. Dia melakukan gerakan solat dengan cepat. Saat sedang berdiri, dia menoleh ke arahku seakan-akan dia mengetahui kalau aku memperhatikannya. Dia menatapku dengan wajah yang dingin kemudian tersenyum.
Aku pun segera berlari ke parkiran bus.
Pengalaman mistis tadi benar-benar pengalaman pertamaku bertemu makhluk halus di tempat kerjaku. Sekarang aku sudah tidak bekerja di sekolah tersebut.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
