Mencintai Raja Werewolf yang Terkutuk

11
0
Deskripsi

Bisakah dia mencairkan es di Northendell... dan hatinya?

Arielle adalah putri yang terlupakan dari Nieverdell, sebuah negara yang diberkati dengan matahari yang hangat sepanjang tahun. Dia dikorbankan oleh keluarganya untuk menjadi tawanan Kerajaan Northendell karena dosa saudara laki-lakinya, putra mahkota.

Di kerajaan yang tertutup es abadi, Arielle bertemu dengan Raja Ronan D. Blackthorn, seorang pria yang penuh misteri.

Raja Ronan dikutuk. Pada bulan purnama, dia akan kehilangan sisi manusianya...

BAB 1: Menuju Ke Utara

Kereta kuda berjalan tanpa henti. Itu adalah rombongan seorang putri dari Kerajaan Nieverdell yang terletak di selatan menuju ke Utara. Semakin ke utara mereka pergi semakin dingin suasananya. Langit pun semakin menggelap dan mereka berhenti untuk beristirahat di sebuah penginapan pinggir kota.

“Puteri, malam ini kita beristirahat di sini dulu. Besok pagi perjalanan akan dilanjutkan,” ujar seorang pelayan perempuan yang selalu menemaninya di dalam kereta kuda.

“Terima kasih, Tania,” balas sang Puteri.

Ia adalah Puteri Arielle Dellune, puteri kesepuluh dari Raja Nieverdell. Kini Puteri Arielle sedang dalam perjalanan menuju utara sebagai seorang tahanan Kerajaan Northendell. 

Ini semua berawal dari kakak pertamanya juga Putera Mahkota, Pangeran Alexis yang melanggar perjanjian antar Kerajaan yang sudah berlangsung ratusan tahun lamanya. 

Beberapa hari yang lalu saat Kerajaan Northendell tengah berkunjung ke Nieverdell diadakan acara pesta perburuan. Pangeran Alexis yang tengah ingin memanah seekor rusa jantan justru salah sasaran dan mengenai salah satu serigala liar. Kerajaan Northendell tidak terima akan sikap gegabah pangeran Alexis karena bagi mereka serigala adalah makhluk suci yang tak boleh disentuh atau dilukai oleh siapapun. Dan keempat kerajaan besar telah menadatangani surat perjanjian bahwa tidak akan pernah melukai seekor serigala pun sedari ratusan tahun yang lalu.

Raja Northendell meminta Pangeran Alexis untuk dijadikan tahanan di utara namun Raja Nieverdell menolak karena posisi Pangeran Alexis yang juga merupakan Putera Mahkota sangatlah krusial. Raja Northendell kembali ke utara dengan ultimatum terakhirnya untuk memberikan salah satu keturunan Raja untuk dijadikan tahanan hingga Nieverdell bisa memberikan mereka satu ekor bayi serigala yang baru lahir sebagai pengganti satu nyawa serigala yang telah mereka bunuh.

Raja Nieverdell mengalami dilema begitu juga sang Ratu beserta selir-selir raja yang lain tidak ingin mengorbankan anak-anak mereka untuk dijadikan tahanan di Northendell. 

Di kondisi istana yang kacau balau, seorang puteri yang keberadaannya selalu dilupakan pun menjadi pilihannya. Ia adalah Puteri Arielle. Ia adalah satu-satunya anak Raja yang lahir di luar pernikahan. Tidak ada yang tahu siapa ibu dari Puteri Arielle.

Mereka selalu beranggapan bahwa Arielle hanyalah anak dari seorang pelacur yang kebetulan tengah menghangatkan ranjang Raja ketika di luar istana.

Arielle sendiri tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk menolak. Dan tanpa adanya persiapan apapun keesokan harinya Arielle diberangkatkan ke Utara dengan rombongan kecil.

Kembali ke penginapan tempat Arielle beristirahat, salju tiba-tiba turun begitu lebatnya.

“Salju?” tanya Arielle bingung.

“Kita sudah berada di perbatasan Niverdell dan Northendell, hanya butuh perjalanan tiga hari lagi untuk mencapai Ibu Kota Northendell.”

Arielle mengangguk paham kemudian masuk ke dalam penginapan tersebut. Arielle disambut oleh suasana yang hangat dari sebuah perapian di dekat salah satu meja makan. Tania, pelayan setianya, menyuruh Arielle untuk duduk di dekat perapian tersebut sambil menunggu makan malam mereka.

Tania memesankan semangkuk sup kaldu ayam dan sepotong roti untuk Arielle.

“Ini lezat,” puji Arielle jujur.

Pelayan penginapan tersebut tersenyum ramah melihat Arielle menikmati sup buatannya

“Apakah anda berasal dari Niverdell?” tanya sang pelayan.

“Benar.”

“Apa yang akan kau lakukan ke Utara? Kurasa Nieverdell jauh lebih hangat. Di utara hanya terdapat salju, salju dan salju.”

“Kami akan berkunjung ke rumah salah seorang saudara di Ibu Kota Northendell.”

Pelayan tersebut memberikan tatapan skeptis. “Kau bukan bagian dari keluarga kerajaankan?” 

Saat Tania ingin menjawab segera Arielle membungkamnya. “Bukan-bukan, kami hanyalah pengembara biasa.”

Pelayan tersebut mengganti lilin yang sudah hampir habis di atas meja makan Arielle. Setelah meletakkan lilin pria itu tak kunjung pergi melainkan ikut duduk di hadapan Arielle.

“Apakah ini perjalanan pertamamu ke Utara?”

Arielle mengangguk gugup.

“Seperti yang kau tahu, Utara tak sehangat kerajaan-kerajaan lain. Selain salju abadi banyak hal-hal aneh yang berkeliaran di sana.”

“Hal-hal aneh? Seperti?”

Pria tersebut mendekatkan dirinya juga meminta Arielle untuk mendekat. Ia melihat sekeliling seakan-akan memastikan bahwa apa yang akan diucapkannya adalah hal yang tabu.

“Mereka bilang utara penuh akan makhluk-makhluk misterius. Aku pernah melihatnya sekali … seekor serigala liar yang jauh lebih besar dari seekor kuda jantan dewasa. Bulunya sehitam malam. Matanya menyala merah berkilau layaknya batu ruby. Monster itu akan muncul setiap bulan purnama maka dari itu semua warga akan selalu mengunci rumah mereka dan mematikan pencahayaan setiap pertengahan bulan.”

Arielle semakin takut dibuatnya. Ia tak bisa membayangkan sebesar apa serigala itu. Ia sendiri tak tahu bagaimana Northendell memperlakukan tahanan mereka. Bagaimana jika ia ditempatkan di sebuah hutan lebat tempat para monster serigala itu berkeliaran?

“Aku boleh bertanya sesuatu?” tanya Arielle.

“Tentu saja!”

“Apa kau tahu sesuatu tentang Raja Ronan D Blackthorn?”

Tubuh pelayan tersebut menegang seketika. Ia tampak ragu untuk menjawab. “Kurasa hari sudah semakin larut. Aku harus berganti jadwal dengan pegawai yang lain.” 

Tanpa memperdulikan panggilan Arielle, pria itu melenggang pergi begitu saja meninggalkan Arielle dengan rasa penasarannya. 

Tania menyudahi makan malam Arielle kemudian mengantar gadis itu menuju kamar tidurnya. Kamar tidur di penginapan itu cukup lembab, mungkin karena efek salju yang turun di luar. Saat Arielle membaringkan tubuhnya, Tania pun membakar beberapa balok kayu di perapian untuk menghangatkan ruangan.

Di atas ranjangnya Arielle masih bertanya-tanya akan sosok Raja dari kerajaan Northendell, mengapa pelayan itu setakut itu saat ia menyebut nama pria itu? Apakah Raja Ronan adalah seorang diktaktor? Arielle memang belum bertemu dengan pria itu secara langsung namun kesan pertama dari apa yang ia lakukan kepada Kerajaan Nieverdell juga raut ketakutan pelayan penginapan tersebut adalah Raja Ronan merupakan Raja yang menyeramkan.

(Bagaimana denganku nanti? Mengapa nasibku sangatlah buruk?)

Setetes air mata tumpah. Arielle menahan diri untuk tidak terisak. Memikirkan nasibnya yang tak pernah mujur membuat Arielle sakit hati. Ia tidak pernah ingin dilahirkan dari seorang wanita tak bernama. Jika ia bisa memilih, ia ingin dilahirkan dari sebuah keluarga sederhana di desa pinggiran. Merawat ladang beserta kedua orang tua juga saudara-saudaranya. Memikirkan nasib sebagai anak Raja di luar pernikahan membuat Arielle kelelahan dan terlelap tidur.

Matahari mulai menyingsing dan salju telah berhenti turun. Tania membangunkan Arielle untuk mereka melanjutkan perjalanan. Setelah membersihkan diri dengan air hangat yang disediakan penginapan Arielle kini tampak lebih segar. 

Saat ia akan pergi bersama rombongannya, ia mencoba mencari keberadaan pelayan yang menemaninya mengobrol tadi malam. Arielle ingin bertanya sekali lagi mengenai Raja Ronan D Blackthorn namun pelayan itu tak ada. Arielle pun berangkat bersama rasa penasarannya.

Kereta diberhentikan untuk sesaat saat melewati perbatasan. Pengawal Kerajaan Northendell memeriksa segala yang ada kemudian mengizinkan rombongan Puteri Arielle untuk kembali jalan.

“Apakah selalu seketat itu pengawasan di daerah perbatasan?” tanya Arielle pada Tania.

“Mereka bilang Northendell adalah Kerajaan yang terisolir. Mereka benar-benar melindungi warganya dari ancaman luar namun tak pernah ada yang tahu siapa yang dimaksud dengan ancaman luar tersebut karena selama ini keempat kerajaan bekerjasama dengan baik. Dan sudah ratusan tahun lamanya tak pernah ada perang.”

Arielle mengangguk paham. Ia menurunkan jendela keretanya dan terpukau akan hamparan salju di depannya. Seumur hidup Arielle, ia tidak pernah melihat tumpukan salju setebal itu. Hamparan berwarna putih itu terlihat seperti permen kapas. 

Saat Arielle sedang sibuk menikmati hutan salju itu tiba-tiba kereta berhenti dengan mendadak. Tania meminta Arielle untuk tidak panik.

“Hei ada apa?”  tanya Tania sambil menurunkan jendelanya untuk bertanya kepada kusir.


 

Pintu kereta dibuka secara kasar membuat Arielle berteriak kencang. Seorang pria jangkung menghampiri Arielle namun Tania mengeluarkan sebilah pisau untuk melukai tangan pria itu. Mereka adalah kelompok bandit yang diwali-wanti oleh pemilik penginapan tadi pagi. 

Beberapa pengawal sudah tergeletak di atas salju. Mengerang kesakitan memegangi luka yang bersimbah darah. 

“Lepaskan aku! Lepaskan aku!” teriak Arielle saat diseret keluar kereta.

“Diam atau kubunuh kau saat ini juga!” ancam seorang bandit yang tangannya sempat dilukai oleh Tania.

Baik Tania maupun Arielle sama-sama dibungkam. Kereta mereka dihancurkan. Semua pakaian juga perhiasan yang tak seberapa dijarah. Arielle menggigit tangan bandit yang membungkamnya keras-keras.

“Aaargh!!!” teriak bandit tersebut.

Tanpa menunggu lebih lama Arielle menendang selangkangan bandit tersebut dengan lututnya lalu menarik Tania untuk lari. Melihat dua kawannya yang kesakitan di atas tanah, para bandit lain menghentikan jarahannya dan melihat dua perempuan yang kabur. Mereka bertiga otomatis berlari mengejar Arielle dan Tania.

“Ayo Tania, langkahkan kakimu lebih cepat!” pinta Arielle saat Tania tak lagi kuat berlari.

“Aku … sudah … huff … tidak kuat lagi, Puteri ….” Nafas Tania tersengal-sengal. 

Berlari di atas salju bukanlah sesuatu yang mudah. Terlebih pakaian tebal mereka semakin memperlambat laju keduanya. Arielle menoleh ke belakang sesekali untuk memastikan mereka telah berlari cukup jauh dari para bandit tadi. Namun kelegaan Arielle tak berlangsung lama, ia mendengar suara tapal kuda mendekat. 

“Puteri … tinggalkan saja aku ….”

“Tidak Tania … Aaaaaaaargh!!!!!”

“Puteri Arielle!

Arielle salah melangkah, karena terlalu fokus menarik Tania, gadis itu tak melihat jurang landai di sampingnya dan terjatuh.

Tubuh Arielle tertutupi salju, kepalanya terasa sangat sakit dan pandangannya yang mulai memburam. Arielle melihat empat kaki hewan berbulu yang mendekat. 

(Serigala? Apakah aku akan menjadi santapan serigala di Utara? Sial …) 

Dan Arielle pun kehilangan kesadarannya.


 

BAB 2: Seorang Tahanan

Mata Arielle perlahan terbuka. Ia melihat sekelilingnya dengan perasaan panik. Saat tangannya menyentuh sesuatu yang lembut dan hangat Arielle menjadi lebih lega. Kini ia tengah berada di sebuah ruangan besar. Ranjang yang ditempatinya jauh lebih nyaman dari ranjangnya di Nieverdell.

Tunggu dulu! Ia berada di atas ranjang yang bukan miliknya? Arielle mengangkat selimut untuk memeriksa tubuhnya yang masih mengenakan gaun tidur. Sebuah tangan besar beristirahat di atas perutnya membuat jantung Arielle hampir berhenti berdetak.

Matanya menyusuri pemilik tangan tersebut dan seorang pria besar tertidur di sampingnya. 

“Kyaaaa!!!!”

Arielle berteriak cukup keras membuat pria berambut hitam pekat itu mengernyitkan kedua alisnya. Arielle yang ketakutan memukuli sang pemilik tangan tanpa ampun namun pria itu tak kunjung mengangkat tangannya. 

Arielle panik bahwa dirinya telah tertangkap oleh para bandit. Air matanya tumpah kala mengetahui nasibnya yang jauh lebih buruk menjadi tahanan para bandit. Jika seperti ini kemungkinan Arielle tak akan pernah bisa pulang ke Nieverdell. Lalu bagaimana dengan Tania? Apa yang terjadi pada Tania? Arielle menangis terisak membuat pria yang masih tertidur di sampingnya itu perlahan membuka matanya.

Pria itu bangun kemudian mengambil sebuah topeng hitam dari atas nakas dan mengenakannya kembali.

“Sudah bangun, Tuan Puteri?”

Arielle tak menjawab dan terus menangis memeluk selimut di dekapannya.

“Apa yang sedang kau tangisi?”  tanya pria itu.

“Ke-kembalikan aku ke … Nieverdell ….” ucap Arielle masih tergugu.

Pria bertopeng hitam itu masih terlihat tenang. Ia bangkit meninggalkan ranjang besarnya kemudian mengenakan jubah tidurya yang tergeletak di atas lantai marmer. Pria itu juga menuangkan segelas air putih kemudian memberikannya pada Arielle yang masih menangis.

“Tidak bisa Tuan Puteri, perjanjiannya anda adalah tahanan kami sampai Nieverdell bisa memberikan kami bayi serigala yang baru lahir sebagai pengganti Serigala yang Pageran Alexis bunuh..”

“Huh?”

Arielle menghentikan tangisannya dan menatap pria di depannya dengan bingung. Bukankah perjanjian itu hanya diketahui oleh kedua keluarga Kerajaan? Bagaimana bisa seorang bandit bisa mengetahui perjanjian rahasia itu? Atau jangan-jangan … 

Arielle menatap sekeliling lebih seksama. Tak ada bandit di dunia yang memiliki ranjang besar dengan aksen emas. Di dekat kedua sisi perapian berdiri dua patung emas berbentuk serigala yang terlilit sulur berduri. Itu adalah lambang dari keluarga Blackthorn. Gadis itu kembali memperhatikan pria di depannya. Dari balik topeng hitam itu terdapat sepasang mata merah yang berkilau.

“Selamat datang di Northendell, Puteri Arielle ….”

Setelah menyadari sesuatu. Arielle segera turun dari ranjangnya kemudian bersujud di lantai. 

“Maafkan aku, Yang mulia Raja Ronan D Blackthorn. Aku kira kami telah ditangkap oleh para bandit.”

Ronan D Blackthorn, Raja dari Kerajaan Northendell. Tak banyak cerita mengenai pria bertopeng hitam itu. Arielle hanya pernah mendengar desas-desus mengenainya namun saat Arielle mencoba mencari tahu lebih selalu tak berbuahkan hasil. Bahkan pelayan penginapan saat itu juga seperti enggan memberitahunya tentang pria di depannya itu.

Yang pernah Arielle dengar bahwa Northendell pernah diserang oleh sekelompok naga yang entah datang darimana. Dan Raja Ronan beserta seluruh prajuritnya mengejar kelompok naga tersebut hingga ke Gunung Birwick, gunung suci utara yang tak pernah disentuh oleh manusia. Kono katanya gunung itu melindungi para makhluk-makhluk mistis. Sesampainya di Gunung Birwick, Raja Ronan langsung berkonfrontasi dengan beberapa ekor naga dan berhasil membunuh salah satu dari mereka.

Sampai sekarang tak ada satupun yang tahu cara Raja Ronan memenggal kepala naga tersebut bahkan pengawal terdekatnya sekalipun. Desas-desusnya Raja Ronan dibantu oleh sekelompok sekelompok serigala yang menetap di Gunung Birwick. Pertarungannya dengan para naga itu menyisakan luka besar di wajahnya membuat Raja Ronan mulai mengenakan topeng semenjak itu.

Namun tanpa menganalisa lebih dulu Arielle justru mengira seorang Raja ternama di seluruh daratan Foresham adalah bandit yang menculiknya. Arielle menggigit bibirnya menahan gugup saat teringat bagaimana ia memukul pria itu dengan bantal saat pria itu tengah tertidur.

“Bangunlah, bukan sikap seorang puteri dari kerajaan besar untuk bersujud.”

Raja Ronan menarik lengan Arielle untuk bangkit kemudian membawanya ke sofa terdekat. Ia kembali menyodorkan segelas air hangat untuk Arielle. Gadis itu menerimanya dengan hati-hati. DI kepalanya masih berkeliaran banyak pertanyaan dan Arielle pun memaksakan dirinya untuk berani bertanya.

“Um … Yang Mulia … bagaimana caranya aku bisa sampai di sini?”

“Aku menemukanmu di bawah tumpukan salju. Pengawal yang tengah bertugas untuk menjemputmu datang tepat waktu saat para bandit itu hampir menyeretmu pergi bersama mereka.”

“A-apakah ada wanita lain yang kalian temukan!?” tanya Arielle berharap mereka juga menyelamatkan Tania.

“Kami tidak menemukan wanita lain selain dirimu. Sisanya adalah para pengawal Nieverdell yang sudah tak sadarkan diri di dekat kereta milikmu.”

Jantung Arielle hampir berhenti berdetak. Ia teringat bagaimana teriakan terakhir Tania yang menggema di kepalanya. Tanpa ia sadari air matanya kembali tumpah menyesali bahwa dirinya selamat sedangkan Tania tidak. Wanita itu telah banyak berjuang untuknya. Ia adalah sosok orang tua sekaligus saudari yang tak pernah Arielle dapatkan dari keluarganya yang asli. 

“Apakah dia begitu berharga buatmu?” taya Raja Ronan.

Arielle mengangguk lemah kemudian menghapus air matanya kembali. 

“Baiklah, aku akan mengerahkan beberapa prajurit untuk mencari keberadaan wanita itu.”

“Be-benarkah?” tanya Arielle dengan semangat. Wajah murungnya berubah menjadi cerah.

“Tapi kami tak menjamin apapun. Semalam salju turun dengan sangat lebat dan seluruh jejaknya mungkin saja telah terhapus oleh salju.”


 

Wajah ceria itu kembali berubah menjadi murung. Ronan memperhatikan semua perubahan itu dengan seksama. Wanita yang aneh pikirnya. Sebagai seorang puteri kerajaan sudah seharusnya belajar untuk mengontrol ekspresi wajah mereka namun puteri yang satu ini sama sekali tak ragu untuk menunjukkan emosinya.

Pintu kamar diketuk dan seorang pria muncul. Ronan hanya menoleh singkat kemudian bangkit untuk meninggalkan Arielle tanpa membicarakan apapun lagi.

Arielle membuka mulutnya kemudian menutupnya lagi merasa ragu untuk bertanya. Gerakan kecil itu juga tak lepas dari perhatian Ronan. Merasa Arielle tak lagi ingin menyampaikan apapun, Ronan melangkah pergi. 

Namun beberapa langkah baru diambilnya, jubahnya terasa ditarik pelan dari belakang. Ronan memberi isyarat pengawalnya untuk meninggalkannya sendiri.

“Ada apa Tuan Puteri?” tanya Ronan tanpa berbalik.

“A-apakah semalam kita …” Arielle tercekat tak kuasa melanjutkan kata-katanya. Sejujurnya ia belum pernah sedekat ini dengan seorang pria. Apalagi tidur di satu ranjang yang sama. 

“Apapun yang tengah kau khawatirkan, itu tak terjadi. Tadi malam suhu badanmu turun begitu drastis, aku hanya membantu menghangatkan tubuhmu tanpa melakukan apapun.”

Wajah Arielle berubah semerah tomat. Ia melepaskan kaitan tangannya pada jubah tidur milik Raja Ronan. Pria itu pun menghilang di balik pintu meninggalkan Arielle sendiri dengan detak jantung yang lebih kencang dari biasanya.

Ia memeluk tubuhnya yang tiba-tiba terasa dingin kemudian mendekat ke perapian untuk mencari kehangatan. Kamar itu jauh lebih mewah dari kamarnya di Nieverdell. Jika statusnya seorang tahanan mengapa meletakkannya di sebuah ruangan semewah ini? Lalu sikap Raja Ronan juga terasa cukup ramah … atau mungkin kelewat ramah sampai harus menghangatkan tubuhnya yang kedinginan?

Arielle menghapus ingatannya mengenai lengan kokoh yang memeluknya tadi pagi. Ia harus fokus bertahan hidup di tempat dingin ini juga berdo’a agar Tania segera ditemukan.


 

BAB 3: Frostberry

Sudah dua hari Arielle tinggal di istana Northendell. Arielle sedikit bingung karena pelayan-pelayan Northendell memperlakukannya dengan sangat baik. Ia diberikan kamar yang mewah, banyak pakaian hangat hingga makanan yang enak. Tidak ada jeruji besi ataupun perlakuan buruk seperti yang ada di pikirannya.

Pelayan selalu sedia setiap saat di depan pintu kamarnya. Arielle yang tak terbiasa diikuti awalnya cukup risih pun hanya menghabiskan waktu di dalam kamarnya. Kata seorang pengawal pribadi Raja Ronan, tidak ada larangan untuk Arielle mengeksplor istana beserta isinya. Lucas bahkan menawarkan diri untuk menemani Arielle namun ditolak oleh gadis itu. Arielle sedikit ragu dengan segala kebaikan yang Northendell berikan padanya. Seharusnya seorang tahanan justru tak boleh kemana-mana, bukan?

Arielle melangkah menuju balkon kamarnya. Siang itu salju tidak turun namun sejauh matanya memandang tanah selalu ditutupi oleh lapisan berwarna putih yang tak pernah mencair. Ia melihat ke arah taman yang terlihat kosong. Hanya berdiri sebuah kolam air mancur yang airnya terus mengalir. Dari uap yang keluar dari air itu dipastikan kolam air itu terisi penuh akan air panas.

Tok. tok. Tok.

Pintu diketuk perlahan dan Arielle segera masuk ke dalam kamarnya. Seorang maid mendorong troli berisikan makan siang. Seumur hidup Arielle, Arielle baru merasakan makan tiga kali sehari tepat waktu. Di Nieverdell, ia tidak memiliki maid pribadi selain Tania. Ia hanya makan ketika dirasa ingin saja. Bahkan sebagai seorang puteri kerajaan besar di pesta debutante-nya saja ia tidak memiliki satupun Lady-in-waiting.

“Selamat siang, Tuan Puteri. Ada yang bisa kami bantu siang ini?”

Arielle mendongak dan melihat Lucas juga ikut masuk ke dalam ruangannya. Sambil menunggu maid menyiapkan makan siangnya, Arielle melihat kembali taman istana.

“Lucas? Apakah taman istana tak pernah memiliki bunga?” tanya Arielle.

Lucas tersenyum dan menjawab, “Hanya ada satu musim di Northendell dan tak ada satu pun jenis bunga yang bisa mekar di kondisi ekstrim ini.”

“Aku dengar Northendell terkenal akan buah Frostberry-nya. Mereka tumbuh tanpa bunga?”

“Pohon Frostberry tak memiliki bunga, Tuan Puteri. Jika Puteri Arielle berkenan kita bisa melihatnya. Pertengahan tahun seperti ini adalah waktu yang pas untuk mereka berbuah.”

Arielle rasa sudah cukup dirinya berdiam diri di dalam kamar. Di Nieverdell, ia bisa bebas berlarian kian kemari karena tak ada yang memperdulikannya. Di sini juga tak ada yang melarangnya untuk jalan-jalan. Ia hanya khawatir akan posisinya sebagai seorang tahanan.

Lucas melihat raut murung Arielle dan tersenyum. 

“Raja Ronan telah memerintahkan kami untuk menyediakan apapun yang Tuan Puteri inginkan. Menjadi tahanan Northendell tidak membuang status Tuan Puteri sebagai seorang Puteri bangsawan. Puteri Arielle akan tetap dilayani layaknya tamu kerajaan secara hormat.”

Arielle terpaku mendengarnya. Apa yang dikatakan oleh Lucas barusan sungguh membuat hati Arielle menghangat. Ini pertama kali bagi Arielle diperlakukan seperti ini. Ia tidak pernah mendapatkan perhatian lebih sebagai orang puteri. 

Teman-temannya bukan dari kalangan bangsawan. Ia justru berteman dengan para pelayan juga pengawal. Ia hanya diperlakukan dengan baik jika ada pesta kerajaan, itupun jika ia diundang. Jika tidak, ia akan menghabiskan harinya dengan melukis para pelayan.

Arielle telah menyelesaikan makan siangnya yang sangat lezat. Dibantu seorang maid Arielle mengenakan jubah yang cukup tebal dengan balutan bulu tebal di sekitar lehernya.

“Lucas, bisakah kau berjalan di sampingku? Aku tidak terbiasa berjalan di depan sendirian.”

“Sebuah kehormatan, Tuan Puteri.” 

Keduanya berjalan menyusuri lorong istana. Matanya menelusuri berbagai macam lukisan yang tergantung. Beberapa patung serigala pun tampak gagah bersama patung-patung prajurit berzirah lainnya.

Di sebuah jendela Arielle berhenti untuk melihat sebuah bangunan yang megah di depannya. Bangunan itu tidak terlihat karena posisi kamar Arielle yang membelakanginya.

“Itu adalah istana Blackthorn. Tempat Raja Ronan menghabiskan hari-harinya bertugas. Bangunan ini adalah istana Whitethorn, tempat yang dikhususkan untuk Ratu atau selir-selir Raja yang akan datang.”

Arielle menoleh dengan cepat. 

“Tuan Puteri jangan khawatir. Raja Ronan belum pernah menikah. Istana Whitethorn masih kosong.”


 

Arielle pun kembali bernapas lega. Lucas terus berjalan sambil menjelaskan.

“Istana Northendell berbentuk persegi. Di bagian utara ada istana Blackthorn, barat Whitethorn, selatan Cathedral tempat para pendeta menetap juga timur ada Colosseum, tempat para prajurit berlatih.”

Keluar dari istana barat, Arielle menemukan sebuah taman istana yang jauh lebih luas dari taman istana di depan kamarnya. Arielle pun meninggalkan Lucas untuk menapakkan kakinya di atas salju. Arielle terus melangkah menuju kolam air. Terpaan hawa panas membuat Arielle mendesah nyaman.

Lucas iku mendekat dan menunjuk ke arah deretan jendela kaca di istana Blackthorn. “Itu adalah tempat Raja Ronan bekerja.”

“Ia memiliki posisi yang strategis untuk melukis keseluruhan pemandangan istana.”

“Apakah Tuan Puteri bisa melukis?” tanya Lucas.

Arielle mengangguk antusias.

“Mungkin aku akan menghadiahimu sepasang peralatan melukis.”

Arielle dan Lucas segera berbalik. Keduanya menunduk hormat atas kemunculan Raja Ronan D Blackthorn. Ronan baru pulang dari perjalannya ke perbatasan timur. Ia tidak tahu apa yang sudah dilakukan oleh Arielle selama dua hari ini.

“Yang Mulia ….”

“Sedang berjalan-jalan?”

Arielle masih menunduk. “Aku … meminta Lucas untuk menunjukkan pohon Frostberry.”

“Ah, begitu rupanya …” Ronan mengulurkan lengannya kepada Arielle. “Aku akan menunjukkan lebih banyak tempat. Lucas tidak memiliki banyak izin untuk mengeksplor istana.”

Arielle mengalungkan tangannya pada lengan Ronan dengan ragu. Ia menoleh ke arah Lucas yang hanya berdiri sambil tersenyum. 

“Bukankah Yang Mulia baru saja kembali?”

Ronan terus melangkah menuju Cathedral. “Lalu?” tanyanya.

“Apakah tidak lelah?”

“Sama sekali tidak.”

Saat Ronan dan Arielle memasuki gerbang Cathedral keduanya disambut oleh pria tua berjanggut putih. Ia adalah pemimpin Cathedral, Pendeta Pendeta Elis yang bertanggung jawab dalam kegiataan keagamaan juga penelitian terkait kekuatan-kekuatan yang ada di daratan Foresham. 

“Aku hanya ingin menunjukkan pohon Frotberry untuk Puteri Arielle dari Nieverdell. Kau bisa kembali ke tempatmu.”

“Baiklah, Yang Mulia. Aku izin mengundurkan diri.” Pendeta Elis mundur beberapa langkah kemudian berbalik meninggalkan Ronan dan Arielle. 

Di sebuah taman Cathedrall, tumbuh empat pohon besar yang dipenuhi oleh buatan-bulatan kecil berwarna putih. Ronan mengajak Arielle untuk lebih mendekat. Ia menarik sebuah batang terendah dan memetik lima bulatan berwarna putih itu.

“Makanlah, mereka sudah cukup ranum untuk dinikmati.”

“Ini bentuk dari Frostberry yang terkenal itu?”

Ronan mengangguk. Arielle bisa melihat senyum tipis yang pria itu berikan. Hari itu topeng Ronan tampak berbeda. Hanya setengah wajah yang tertutupi jadi Arielle bisa melihat bibir dari pria di depannya itu.

Arielle menggigit satu buah dan air buah itu mengotori bibirnya. Meskipun buah Frostberry terlihat putih namun di dalamnya berwarna merah pekat. Rasanya sungguh manis seperti madu segar. Arielle memasukkan satu bua lagi. Kakinya bergerak-gerak merasa antusias akan sebuah rasa baru yang memanjakan lidahnya.

Lima buah yang diambil oleh Ronan pun langsung habis. Arielle ragu untuk meminta lagi namun Ronan yang terus memperhatikan Arielle tahu apa yang ada di pikiran gadis itu.

“Kau menyukainya?”

“Ini adalah buah terlezat yang pernah aku coba.”

Ronan tersenyum kemudian kembali meraih batang pohon Frostberry lagi dan mengambil lebih banyak. Arielle yang antusias menadahkan seluruh buah yang Raja Ronan ambil dengan jubuhanya. Sesekali ia langsung memasukkannya ke dalam mulut. Belasan buah yang dipetik oleh Ronan segera habis dalam waktu singkat membuat pria itu bertanya-tanya bagaimana bisa gadis itu makan begitu cepat?

“Sebaiknya jangan mengkonsumsi terlalu banyak jika tidak ingin sakit perut. Mungkin besok aku akan membawakan untukmu lagi. Hari ini sudah cukup.”

Arielle yang sudah berharap akan dipetikkan lagi mendesah kecewa. Melihat wajah kecewa itu membuat Ronan tak tega. Ia mengambil satu buah lagi lalu menyodorkan pada bibir milik Arielle. 

“Ini yang terakhir untuk hari ini. Makanlah,” ujarnya.

Arielle perlahan membuka mulutnya dan membiarkan Ronan meletakkan buah Frostberry itu ke dalam mulutnya. Saat keduanya saling bertatapan, jemari besar pria itu berhenti di dagu Arielle. Ibu jarinya mengusap nektar buah Frostberry yang jatuh di samping bibir Arielle. Ia kemudian menjilat ibu jarinya sendiri membuat Arielle terdiam di tempat.

“Manis.”


 

BAB 4: Trigram Cahaya

Raja Ronan mengajak Arielle untuk meninggalkan pohon Frostberry. 

“Apakah Tuan Puteri ingin melihat Cathedral?” tawar Ronan.

Arielle melihat kembali buah-buah Frostberry yang lezat. Ingin hati untuk terus memakan buah-buah itu tapi Raja Ronan mengehentikannya. Arielle pun mengangguk.

Ronan mengulurkan tangannya yang kemudian diterima oleh Arielle. Gadis itu merekatkan mantel tebalnya kala angin berhembus lebih kencang. 

Cathedral di istana Northendell terlihat sangat berbeda dari Cathedral yang ada di Nieverdell. Cathedral Nieverdell ditujukan untuk pelaksanaan do’a dan kegiatan pemberkatan lainnya. Karena hanya diperuntukan sesekali maka bangunan Cathedral Nieverdell berukuran kecil. Itu pun hampir jarang dikunjungi oleh keluarga kerajaan. Hanya sekali setahun waktu pemberkatan hari ulang tahun Raja. Berbeda dengan Cathedral Northendell yang sangat luas. Ukuran Cathedral sendiri hampir sama besarnya dengan bangunan istana lainnya. 

Di Northendell, Cathedrall menjadi pusat pemberkatan juga penelitian. Para pendeta bertanggung jawab untuk melatih pendeta-pendeta di masa yang akan datang. Selain menjadi tangan Tuhan untuk memberkati, para pendeta diajarkan untuk memanfaatkan energi alam. 

Northendell bisa terus bertahan ratusan tahun lamanya di suhu dingin ini karena mereka dilindungi oleh energi alam. Meskipun matahari tak pernah menampakkan diri di utara tapi para pendeta bisa memanfaatkan cahaya untuk menghangatkan seluruh kerajaan.

Arielle menatap kaun melihat salah seorang pelajar yang mengenakan jubah dan topi putih merentangkan tangan kemudian perlahan muncul lingkarang trigram di atas tangannya. 

“Apa yang sedang ia lakukan?” tanya Arielle.

“Belajar membentuk trigram cahaya?”

“Trigram cahaya?”

Ronan mengajak Arielle untuk masuk lebih dalam. Di sebuah ruangan berbentuk aula terdapat lima orang yang tenga duduk memperhatikan bola trigram yang melayang di tengah-tengah ruangan. Bola trigram itu berukuran besar menghasilkan cahaya yang membentuk gambar daratan-daratan kerajaan di atas dataran Foresham.

“Trigram itu mengelilingi bola dunia. Kemudian lingkaran kecil berwarna merah itu adalah matahari.”

Arielle mendongakkan kepalanya untuk melihatan sebuah bola yang berukuran lebih kecil terbang di atas Kerajaan Thebis di Timur.

Para pendeta yang tengah menjaga trigram bola dunia terkejut akan kehadrian Raja Ronan yang begitu tiba-tiba. Pendeta Elis mendekat untuk memberi hormat. Pendeta Elis adalah salah satu pendeta utama yang bertanggung jawab di Cathedral divisi trigram dunia.

“Puteri Arielle ingin melihat Trigram dunia,” ujar Ronan.

“Maka izinkan aku untuk menjelaskan, Yang Mulia.”

Ronan memberikan izin kepala Elis untuk mendahuluinya. Kini, Ronan dan Arielle tengah mendengarkan penjelasan dari Pendeta Elis mengenai pembelokan cahaya menggunakan trigram.

“Matahari sudah tidak pernah menyentuh dataran Utara dua ratus tahun lamanya. Meskipun ketika bola dunia tengah berevolusi dan pada waktunya matahari berada di atas Northendell namun kami tak pernah bisa melihatnya. Seperti ada lapisan tak kasat mata yang membuat matahari tak terlihat di Northendell. Dan ketika bumi berotasi pada waktu siang hari, hanya ada cahaya remang-remang yang kami dapatkan, sebersih apapun langitnya.”

“Seperti yang Tuan Puteri lihat saat ini. Di siang hari ini langit terlihat bersih, tak ada awan sama sekali namun langit Northendell tetap terlihat abu-abu. Maka dari itu kami memanipulasi aliran cahaya yang ada untuk meningkatkan intensitas cahaya yang kami dapat.”

“Seperti sihir?”

Ronan menahan diri untuk tidak tersenyum ketika melihat wajah Pendeta Elis yang terkejut.

“Ah … kami menyebutnya sains, Tuan Puteri. Posisi dari trigram itu tidak hanya terdiri dari coretan huruf, angka, atau gambaran semata. Di dalam tubuh setiap manusia memiliki mana yang terpendam. Ketika berhasil dibuka maka mana itu bisa digunakan untuk membentuk trigram. Sedangkan setiap lekukan trigram akan memantulkan cahaya dengan caranya masing-masing. Dan yang Tuan Puteri lihat saat ini adalah trigram cahaya.”

Pendeta Elis mengusap tangannya dan muncul trigram kecil merambat di pergelangan tangannya kemudian cahaya terang muncul dari telapak tangannya.

“Wah … lalu selain cahaya, ada trigram apa lagi?”

“Segala yang ada di dunia. Kami memanfaatkan kekuatan natural. Panas bumi, jika Tuan Puteri melihat air mancur dekat istana mengapa bisa hangat? Karena ada pendeta yang berkerja menghangatkan. Lalu angin, air, dan api ….”

Arielle menoleh ke arah Ronan cepat. “Apakah aku boleh melihat semuanya?”

“Sayangnya di utara kami hanya mampu memanipulasi cahaya dan panas bumi. Mana di tubuh kami beradaptasi dengan lingkungan. Northendell adalah tempat yang gelap dan dingin maka tubuh secara alami beradaptasi untuk menciptakan panasnya sendiri dan mencari cahayanya. Di Thebis, Kerajaan yang penuh akan gurun pasir memaksa tubuh untuk membangkitkan mana air. Itu sesuai dengan panggilan alam masing-masing.”

“Lalu mengapa di Nieverdell tak ada pendeta yang menguasai Trigram alam?”

“Karena Nieverdell telah memiliki semuanya. Mereka memiliki sumber daya alam yang melimpah. Tak ada kondisi ekstrim yang memaksa mereka membuka aliran mana di tubuh. Para pendeta tetap mempelajar trigram namun sebatas teori….”

Arielle masih merasa kurang puas. Entah kenapa rasanya ia sangat tertarik untuk mempelajari trigram itu namun ia tahu aliran mananya belum terbuka. Ia menatap telapak tangannya dengan penasaran.

“Apakah suatu saat, aliran manaku akan terbuka juga?”

Sebuah tangan menangkup tangannya. Ronan kemudian meletakkan telunjuknya di atas telapak tangan Arielle. “Membuka aliran mana bukanlah sesuatu yang mudah terjadi. Hanya beberapa orang spesial yang telah melewati kondisi ekstrim yang bisa mengaktifkannya. Pendeta Elis pernah tertimbun es salju dalam waktu yang cukup lama hingga mengalami hipotermia berminggu-minggu dan pada akhirnya aliran mana di tubuhnya terbuka menghasilkan cahaya untuk menghangatkan tubuhnya sendiri.”

Tubuh Arielle bergidik ngeri mendengarnya. Ia merapatkan mantelnya merasa tak akan sekuat Pendeta Elis. Dingin membuatnya tak nyaman.

“Yang Mulia … bisakah kita melihat Aula tempat berdo’a?” tanya Arielle.

“Dengan senang hati.”

Sebelum meninggalkan aula trigram, Arielle menyentuh tangan Pendeta Elis.

“Pendeta, terimakasih atas kerja kerasnya selama ini. “

Elis melihat tangannya yang digenggam oleh Arielle. matanya membulat tak tak percaya. Tubuhnya terasa jauh lebih hangat seakan ia dialiri oleh kekuatan baru. Ia kembali merasa segar. Ia menatap Arielle dengan kebingungan. Pria itu pun kembali membuka trigram di tangannya dan membelalak tak percaya melihat cahaya yang jauh lebih terang keluar dari telapak tangannya.

*

Aula pemberkatan terletak di lantai pertama, jadi mereka harus turun sekali lagi. Telrihat beberapa bangsawan tengan berdo’a di sana. Mereka yang terkejut akan kehadiran Raja Ronan segera menepi memberi jalan dua orang tersebut untuk duduk di bangku paling depan.

Ronan memilih kursi di belakang Arielle. Ia memperhatikan bagaimana Arielle di depannya berdo’a dalam hati. Rambut putih Arielle bersinar terang pada pencahayaan yang minim itu. Ronan pun melepaskan topengnya untuk ikut berdo’a. Ia tidak tahu caranya berdo’a. Ia hanya mengikuti gerakan Arielle untuk menunduk kemudian memejamkan matanya.

Mendengar suara isakan, Ronan mendongakkan kepalanya dan melihat tubuh Arielle tengah bergetar di depannya. Ia tak tahu apakah gadis itu tengah menggigil atau menangis tersedu. Segera Ronan mengenakan kembali topengnya.

Tanpa berpikir panjang, ia melepaskan mantel hangatnya kemudian menyelimuti Arielle dari belakang. Arielle yang terkejut mendongak melihat ke belakang.

Benar dugaan Ronan, gadis itu tengah menangis tersedu. Wajahnya telah basah akan air mata. Ronan mengangkat tangannya dan menghapus air mata dengan ibu jarinya. Membersihkan wajah gadis itu kembali. Namun tak sengaja ia kembali menyentuh bibir merah itu.

“Apa yang membuat Tuan Puteri menangis?” 

Mata sayu Arielle beralih menatap ilustrasi lukisan ibu yang tengah menggendong anaknya.

“Aku merindukan Tania. Aku berharap ia baik-baik saja … Tania adalah satu-satunya keluargaku…”

“Tuan Puteri tak perlu khawatir. Aku telah menyuruh para prajurit untuk mencari Tania beserta kelompok bandit yang menyerang kalian saat itu…”

Arielle terpaku. Ia mencari netra di balik topeng namun karena Ronan membelakangi cahaya, ia tak bisa melihat apa-apa. Arielle tak menyangka bahwa ia akan diperlakukan seperti ini. Ia kerap mendengar cerita tentang betapa brutalnya Raja Ronan mengalahkan para naga. Namun di hadapannya ini justru berdiri pria yang sungguh baik. Pria itu justru memperlakukannya jauh lebih baik dari keluarganya sendiri.

Arielle menyentuh tangan Ronan yang masih beristirahat di pipinya.

“Terimakasih,” ujarnya dengan tersenyum tulus.


 

BAB 5: Keberadaan Tania

Arielle menghapus sisa air matanya merasa malu menangis di depan seorang raja. Arielle bukanlah orang yang emosional. Ia tak pernah menangis. Seburuk apapun perlakukan yang didapatkannya ia selalu bisa menemukan secercah harapan untuk tetap bahagia. Namun kekosongan hatinya tanpa Tania adalah sesuatu yang baru. Tania selalu ada di sisinya. Saat para saudaranya mengucilkannya, Tania akan datang dengan cat-cat baru dan mengajarkan Arielle tentang melukis. 

Bahkan pernah suatu hari, saat ia berulang tahun kesepuluhnya, Tania mengundang seorang pelukis untuk mengajarkannya melukis. Katanya pelukis itu adalah kenalannya jadi mereka tak perlu membayarnya. Sejak saat itu Arielle menghabiskan waktu luangnya dengan membuat sketsa di atas kertas kosong atau melukis jika mereka punya uang untuk membeli kanvas.

Terdengar aneh memang. Bagaimana bisa seorang putri kerajaan besar seperti Nieverdell tidak mampu membeli sebuah kanvas? Yang tak banyak diketahui oleh orang di luar istana adalah …. Arielle hanyalah putri bungsu yang keberadaannya tak dianggap. Ia hanya mendapatkan hadiah ketika Raja atau Ratu berulang tahun. Bahkan ulang tahunnya sendiri tak pernah dirayakan kecuali pada pesta debutante karena meskipun begitu ia tetap masih keturunan bangsawan yang sudah seharusnya diperkenalkan pada society.

Ah, pesta debutante Arielle sungguh mimpi buruk. Ratu terlihat setengah hati mengadakannya jadi ia mengundang beberapa orang saja. Hanya bangsawan-bangsawan pinggiran yang Arielle tak kenal. Raja dan Ratu juga tidak hadir. Adanya Pangeran Alexis yang hadir untuk menyapa teman lamanya kemudian setelah bertemu langsung menghilang entah kemana. Saudari perempaunnya sibuk menghasut para tamu lain untuk tidak menerima Arielle ke dalam lingkaran pertemanan mereka.

Arielle bangkit dan melepaskan mantel tebal milik Raja Ronan. 

“Hm?”

“Ah, aku rasa mantel milikku sudah cukup hangat.”

Ronan memperhatikan pipi Arielle yang semakin memerah dan uap mulai muncul dari mulutnya ketika bernapas atau berbicara.

“Hari sudah semakin sore, artinya suhu perlahan akan turun,” ujar Ronan kembali memasang mantel miliknya pada Arielle. Ia bahkan memakaikan bagian kepalanya membuat Arielle tenggelam oleh mantel besar itu.

“Apakah Tuan Puteri sudah selesai berdo’a?”

“Sudah….”

“Adakah yang ingin dilakukan lagi?”

Arielle berpikir sejenak. Jemarinya saling bertaut merasa ragu untuk menyampaikannya. “Um… mungkin lebih baik aku kembali ke kamarku sambil menunggu kabar dari Tania.

“Jika itu yang Tuan Puteri inginkan … maka mari kuantarkan….”

Arielle berjalan di belakang Ronan. Keduanya melewati beberapa bangsawan baru yang akan berdo’a. Mereka berdiri kemudian menunduk ke arah Ronan. Arielle yang belum pernah mendapatkan perhatian dari banyak orang, menyembunyikan wajahnya dengan mantel milik Ronan.

Saat keluar keduanya berpapasan dengan seorang kepala pendeta lainnya yang bertanggung jawab dalam pemberkatan sore hari. Setelah Arielle diberkati secara singkat, Ronan mengajaknya menuju bangunan barat tempat istana Blackthorn berada.

Seorang pria berlari tergesa ke arah Ronan dan Arielle harus ikut menghentikan langkahnya menunggu Ronan berbicara dengan pria tersebut. 

“Pelayan Puteri Arielle telah ditemukan. Beberapa pengawal tengah mengistirahatkannya di penginapan dekat alun-alun kota. “

“Tania?” tanya Arielle terkejut.

Pria tersebut menoleh ke arah Arielle yang mencengkram lengannya begitu tiba-tiba. 

“Benar. Wanita itu bilang namanya adalah Tania Wiscounsin.”

“Tania… di-dimanakah Tania sekarang? Tolong bawa aku ke sana.”

“Tuang Puteri….”

“Yang Mulia. Kumohon… jika itu benar-benar itu Tania, aku ingin menemuinya sekarang juga….”

Arielle yang panik kini meraih lengan Ronan dan mencengkeramnya erat. Pria itu menggenggam tangan Arielle agar gadis itu bisa tenang. 

Pasalnya, hari sebentar lagi malam dan suhu Nortendell malam hari selalu berada di bawah 0 derajat celcius. Orang dari kerajaan bermatahari tentu tidak akan bisa bertahan lama.

“Tenangkan dirimu terlebih dahulu. Hari sudah semakin gelap dan Tania juga telah dijaga oleh pengawal istana yang artinya kau akan bertemu dengannya segera. Sekarang lebih baik Tuan Puteri beristirahat dan biarkan kami membawanya kemari.”

“Tapi … Tania ….” 

Kedua mata Arielle mulai berair. Ia melepaskan tangannya dari genggaman Ronan. Kepalanya menunduk merasa sedih. Padahal Arielle hanya ingin bertemu Tania sesegera mungkin. Bukannya ia tidak percaya akan ucapan Raja Ronan, hanya saja ia sudah khawatir setengah mati tanpa mendengar kabar wanita itu.

Arielle menggigit bibirnya menahan diri untuk tidak menangis. Ia hanyalah tahanan di sini, jangan sampai ia melewati batas menerima kebaikan mereka. Sudah seharusnya sebagai tahanan, ia bersyukur sudah diperlakukan baik. Ia tidak boleh merepotkan mereka lebih jauh lagi.

Ia mengangguk, “Aku akan kembali ke kamarku…”

Ronan terus memperhatikan punggung Arielle yang berjalan menjauh. Jika selama berjalan tadi, Arielle memegangi bagian bawah mantel miliknya yang kebesaran kini gadis itu membiarkan bagian bawah mantel milik Ronan menyapu lantai.

Ronan berpaling pada William, pengawal pribadinya sekaligus asistennya. 

“Siapkan aku kuda, aku akan ke alun-alun membawa Puteri Arielle.”

“Yang Mulia, maafkan aku namun hari ini anda belum bekerja sama sekali. Di kantor sudah menumpuk beberapa permintaan para Duke tentang permasalahan mereka. Dan laporan mengenai masalah di perbatasan Thibes perlu perhatian dari anda.”

“William… aku tak suka mengulangi perintah.”

William mendesah panjang kemudian mengangguk. “Baiklah, Yang Mulia. Akan segera dilaksanakan.”

“Bagus.”

Setelah William pergi, Ronan melangkah menelusuri lorong istana Blackthorn. Di tempatnya berdiri, ia bisa melihat Arielle yang berjalan dengan lesu. Ia tersenyum melihat Arielle yang berhenti beberapa kali saat menaiki anak tangga. Entah kenapa melihat sosok itu sungguh memukau.

Ronan melangkah pelan tanpa suara. Ia mengangkat telunjuknya saat pelayan menatapnya berjalan pelan di belakang Arielle. Ronan meminta mereka untuk diam dan memberikan jalan pada Arielle yang berjalan tanpa mengangkat kepalanya sama sekali.

Saat Arielle meraih gagang pintu saat itulah Ronan mengumumkan kehadirannya. Pria itu mengambil satu langkah lebar dan berhenti tepat di depan Arielle membuat Arielle menabrak tubuhnya.

Arielle segera mendongak. Melihat siapa yang ditabraknya, Arielle langsung mundur kemudian menunduk untuk meminta maaf.

“Tak perlu meminta maaf. Aku kemari ingin mengajakmu ke alun-alun kota.”

Ekspresi murung Arielle seketika menghilang digantikan senyum lebar.

“A-alun alun kota? Maksudnya… Yang Mulia mengajakku bertemu Tania?”

Ronan mengangguk dan Arielle melompat kegirangan. Tanpa pria itu sadari senyumnya tercipta lebih lebar dari biasanya.

“Kau bahagia?” tanyanya.

“Lebih dari apapun!”

“Kalau begitu, mari ikut aku. Kita akan berangkat sekarang.”

Tanpa menunggu lebih lama, Arielle mengekor pada Ronan. Mereka melewati taman istana. Langit benar-benar menggelap. Meskipun sudah mengenakan dua mantel tebal, miliknya dan milik Raja Ronan, Arielle masih merasa dingin saat angin berhembus.

Ia pun melepaskan mantel milik Raja Ronan untuk dikembalikan pada sang pemilik asli.

“Yang Mulia pasti akan kedinginan. Kenakanlah kembali mantel ini.”

Ronan yang melihat bibir Arielle perlahan bergetar kembali memasangkan mantel tersebut lebih erat. Belum sempat Arielle menolak, pria itu mengangkatnya untuk duduk di atas kuda. Setelahnya Ronan ikut menyusul duduk di atas kuda yang sama.

“Aku sudah terbiasa dengan suhu ini. Tuan puteri tak perlu khawatir.”

“Terimakasih, Yang Mulia.”

Ronan tersenyum kemudian menarik tali kekang kuda untuk mula berjalan. Kuda berlari begitu kencang membuat angin berhembus lebih kencang. Arielle pun mulai menggigil.

Ronan yang merasakan tubuh Arielle mulai bergetar, melepaskan salah satu tangannya dari tali kekang kuda untuk merengkuh tubuh Arielle dari belakang. 

“Sebentar lagi kita akan sampai.”

Beberapa orang yang mereka lewati perlahan mulai menyalakan lampu minyak di depan rumah mereka. Arielle tak bisa melihat kota Northendell dengan jelas karena Ronan melajukan kudanya begitu cepat sehingga semua yang dilihatnya menjadi buram.

Saat memasuki kawasan yang lebih padat penduduk, Ronan memperlambat laju judanya. Ia masih memeluk Arielle erat di dekapannya. Keduanya pun sampai di sebuah penginapan dekat alun-alun kota. Ronan membaca nama penginapan memastikan mereka sampai di penginapan yang sama seperti yang Willian informasikan. 

“Apakah benar Tania ada di sini?” 

Ronan turun dari kuda terlebih dahulu kemudian membantu Arielle turun. “nama penginapannya sama dnegan yang diinformasikan William. Kita lihat di dalam.”

Arielle memegangi lengan Ronan karena masih merasa kedinginan. Saat keduanya masuk ke dalam penginapan, Arielle mendesah lega merasa hangat kembali. 

Seorang pengawal yang menyadari kehadiran Rajanya segera berdiri dari bangku dekat perapian untuk memberi hormat.

“Tania ada dimana?” tanya Arielle tak sabar.

“Ada di lantai dua.”

Ronan dan Arielle ikut naik ke lantai dua. Setelah pengawal tersebut menunjuk sebuah kamar, Arielle langsung masuk tanpa izin. Tubuhnya terasa lemas melihat kondisi Tania. 

Kepala wanita tua itu diperban. Terlihat beberapa bekas luka kecil di wajahnya. Tangan kanannya dibebat ala kadarnya.

“Tania… Apa yang terjadi padamu?” tanya Arielle dengan suara lirih. Ia tak bisa lagi menahan tangisnya. Perlahan ia mendekat. Ia memegang tangan Tania yang masih tertidur.


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Gigi Saga
Selanjutnya Rekaman Seminar Saga - Menulis 100 ribu kata sebulan
9
1
Akes Untuk seminar menulis di komunitas Saga Stories Akses masuk dalam group chat exclusive Saga storiesSeminar ini Gratis dengan mengambil paket Saga Friends Dibawakan oleh penulis nomor 1 Female & Male Webnovel Global Bila berhalangan hadir tetap akan mendapatkan akses rekaman acara"Ahh menulis 100 ribu kata!? Pingsan aku!” Respon seorang penulis yang sudah menerbitkan beberapa novel sebelumnya.  Banyak dari rekan author yang merasa antara kagum dan takut akan angka ini.  Namun taukah bawa 100.000 kata perbulan adalah wajib untuk penulis yang ingin suskes? Nah!, untuk mereka yang mau tau alasannya kenapa, dan bahkan ingin mendengar bagaimana caranya untuk dapat sukses menulis 100.000 kata sebulan, boleh ya saga stories akan bahas topik ini  Cocok untuk mereka yang masi belum bisa teratur menulis, sulit memulai menulis atau menulis novel tapi tidak bisa tamat tamat. Hari Minggu 6 Maret : 19:30 WIB malam Acara ini dapat dikuti seharga Rp20.000,-langsung daftar lewat Karyakarsa gunakan kode voucher [SagaFriend] sebesar rp 10.000 untuk 30 pendaftar pertama
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan