Piano, Sense of Humor & Kang Ibing

0
0
Terkunci
Deskripsi

Malam semakin larut bersama gelas demi gelas kopi menumpuk serta puntung rokok  yang menjejal di asbak membuat beberapa kawan mulai membubarkan diri untuk kembali beristirahat di atas kasur dan bantal yang dirindukan, seketika ada celetukan dari salah satu kawan “naha uih wae gaduh piano di bumi?” (kenapa pulang terus punya piano di rumah?), sontak mengundang gelak tawa semua orang kala itu. Mungkin beberapa dari kalian memepertanyakan apa yang lucu dari orang yang mempunyai piano di rumahnya?...

Post ini tidak mengandung file untuk diunggah/baca ataupun tulisan panjang.

Dukung suporter dengan membuka akses karya

Pilih Tipe Dukunganmu

Karya
1 konten
Akses seumur hidup
100
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Selanjutnya Sangkakala Di Ujung Jarum Jam
2
0
Sangkakala, sangkala atau sangka adalah sejenis alat tiup yang terbuat dari cangkang kerang, disebut sangkakala karena bernama Sangka dan ditiup secara berkala. Dan seiring dengan perkembangannya Sangkakala dalam berbagai keyakinan dipercaya sebagai pertanda tibanya kehancuran atau berakhirnya semesta dan seisinya (kiamat), namun yang akan dibahas pada artikel ini terlepas dari berbagai keyakinan yang ada dan mencoba sedikit mengeksplorasi makna dari akhir itu sendiri. Tulisan ini terinspirasi oleh sebuah lagu berjudul Sangkala karya dari Jangar band rock yang berasal dari Bali, berikut lirik lengkap lagu tersebut: Wajah itu kerap kembaliBerkawan dengan diam Bertamu dalam kesepianMenari lalu tak kembaliDusta sangkalaKira waktu ada batasnyaTenggelam sebelum senjaJangan Terpejam *Gelap menghapus bayanganManusia berduyun datang lalu pergi Jangan terlelapMalam belum menjelangJangan terlelap Track pamungkas yang terdapat pada album Jelang Malam ini begitu lugas terdengar dalam liriknya pada bagian reff, seolah menegaskan bahwa akhir tak selalu mengenai kiamat, karena selama siklus kehidupan manusia masih berjalan awal dan akhir pun berada di dalamnya. Pernahkah kalian selama menjalani siklus kehidupan menghitung berapa banyak “manusia berduyun datang lalu pergi”? Hitung saja dari mulai kawan yang dulu selalu berbagi tawa, keluh kesah hingga berbagai cerita, namun kini satu persatu kawan mulai pergi, entah karena kesibukan maupun rasa nyaman dan lalu datang kawan baru yang juga suatu saat bisa saja pergi. Mungkin ini adalah satu hal yang menyebalkan mengingat saya sendiri sedang berada pada fase tersebut, menyaksikan kawan yang pergi seolah semua yang selalu kami keluhkan  maupun kami tertawakan dahulu baru saja terjadi kemarin. Namun kembali kwartet rock Dewata ini seolah mengajak kita untuk berfikir dan bertanya bahwa Sangkakala itu tak hanya perihal awal dan akhir, jauh lebih dalam sangkakala ialah perihal waktu, mengapa manusia selalu mencari cara untuk menghabiskan waktu, bukankah waktu adalah hal paling berharga yang bisa kita berikan kepada orang lain? Karena waktu tidak bisa kembali. Ia bisa menelanmu seperti frasa hilang ditelan waktu, tapi ia juga bisa menyembuhkanmu seperti frasa akan sembuh oleh waktu. Betapa hebatnya waktu, waktu itu tidak terbatas, berubah maupun bertambah, hingga saat kita mati. Tapi waktu akan tetap berlalu.Sangkakala itu tak hanya bertiup ketika hari akhir tiba tapi selama kita menjalani siklus kehidupan ia akan tetap bertiup mengiringi awal hingga akhir, dari terbukanya mata saat terbangun dari tidur hingga terlelap kembali, dari berakhirnya hidup manusia hingga lahirnya manusia baru. Sangkakala akan tetap bertiup meski semesta dan seluruh isinya tetap berjalan semestinya, maka dari itu ingatlah, Sangkakala selalu berada di ujung jarum jam!  
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan