
PART 01
Keira yang baru saja bangun, tampak meringis sekilas sembari memegangi kepalanya yang terasa agak sakit akibat sisa hangover semalam. Awalnya perasaannya Keira masih terasa biasa-biasa saja. Ia memang merasa sedikit bingung dan merasakan perasaan yang kurang enak. Hanya saja ia masih bisa berpikir positif, bahkan sempat menyangkal sesuatu di dalam hatinya. Tetapi, akhirnya ia tetap terkejut begitu menyadari kalau benar-benar ada makhluk lain tepat di samping tubuhnya. Ia lantas beringsut ke samping—ke arah yang berlawanan dengan mata membelalak sembari menatap horor punggung itu karena pemikiran yang sempat terlintas di benaknya barusan sudah terbukti benar.
Siapa dia? Keira mulai bertanya-tanya dari dalam hatinya. Ia lantas segera menggali seluruh ingatannya sekaligus kembali bertanya-tanya sudah berapa banyak gelas minuman yang ditenggaknya selama di bar? Sampai-sampai ia blackout parah dengan sebagian ingatan yang terasa kosong seperti sekarang. Seingatnya, saat di bar, terakhir kali ia sempat berbicara dengan Martin serta bartender yang melayani minumannya. Kemudian ia tidak ingat tentang apa pun lagi, bahkan sekadar mengingat bagaimana ia bisa berada di sini pun ... rasanya terlalu sulit.
Namun, Keira tidak yakin apakah pria di sampingnya saat ini benar-benar sosok Martin. Karena perawakannya terlihat cukup berbeda sekali. Apa lagi rambutnya Martin juga tidak selebat rambut orang ini.
Kini, Keira mulai beranjak sedikit dari atas tempat tidur yang sedang ia tempati. Kemudian ia pun kembali meringis kecil. Pangkal pahanya terasa perih, dan sejak tadi sesungguhnya ia sudah bisa menebak apa yang telah terjadi. Tetapi, ia terus berpikir positif. Mungkin ia yang terlalu naif. Padahal sebenarnya ia sudah cukup panik, tetapi ia terlalu pintar untuk mengendalikan diri sekaligus menyangkal apa yang telah terjadi.
Sembari menguatkan hatinya, serta mempersiapkan diri sebelum benar-benar menatap wajah pria itu dengan jelas, Keira pun mulai menghela napas berat, lalu benar-benar mengintip bagaimana bentuk wajah pria yang saat ini sedang berada di atas tempat tidur yang sama dengan dirinya. Kedua matanya pun kembali membesar seketika. Ternyata benar. Itu bukan Martin. Melainkan pria lain yang juga dikenal oleh dirinya. Tetapi, setahu Keira, pria ini telah memiliki seorang tunangan. Dan sebelum pria itu terbangun serta ikut tersadar, Keira pun cepat-cepat beranjak dari sana meskipun merasa agak kesulitan.
Keira tampak segera memakai kembali gaunnya yang semalam. Bahkan ia juga terburu-buru mengenakan heels di kedua kakinya, serta sedikit kebingungan di mana tas kecilnya berada. Karena ia ingat kalau semalam ia terus membawa sebuah tas kecil di salah satu tangannya. Untungnya, ia langsung menemukan tas itu di atas sofa. Sepertinya isinya juga masih aman. Karena ia sudah sempat memeriksa isi tasnya sekilas.
Setelah itu, ia pun langsung bergegas pergi dari sana. Jangan sampai ia dipergoki oleh orang lain dan ketahuan kalau dirinya baru saja tidur dengan pria yang sudah bertunangan.
Begitu sudah sampai di luar kamar, koridor hotel yang sepi pun langsung menyambut keberadaan Keira. Sesungguhnya ia sedikit takut untuk berjalan di sepanjang koridor itu. Tetapi, ia segera memberanikan dirinya.
Sebelum benar-benar berlalu dari depan pintu kamar tadi, Kiera sempat menatap nomor kamar yang ada di pintu. Ternyata sejak tadi ia berada di dalam kamar yang terletak sangat jauh dari kamar yang telah disiapkan untuk dirinya malam itu.
Keira tampak berjalan sendirian secara perlahan-lahan menuju ke arah lift dengan sedikit perasaan takut karena koridor itu terasa sangat sepi dan kosong.
Ketika sudah berada di dalam lift, Keira pun langsung naik ke lantai 33 di mana kamar miliknya berada. Untungnya koridor di sana juga sedang sepi dan kosong, sehingga tidak ada satu pun orang yang memergoki dirinya. Begitu sudah berada di kamar, ia langsung terduduk di atas sofa sembari meremas rambutnya yang masih terasa kusut dan terlihat sedikit berantakan. Bagaimana bisa ia tidur dengan tunangan orang? Dan sekarang ia benar-benar merasa kebingungan. Haruskah ia mengadukan tentang hal ini kepada kakaknya? Tetapi, Keira tidak ingin mengganggu sang kakak, dan merusak hari bahagia perempuan itu dengan masalah yang akan ia bawa. Terakhir kali ia memberitahu masalahnya, kakaknya itu bahkan sempat marah-marah. Meski pada akhirnya kakaknya itu masih mau menampung dirinya dengan tangan terbuka. Kei tahu kalau perempuan itu pasti sudah merasa sangat muak dengan segala tingkah lakunya.
Keira lantas menatap jam dinding yang ada di sana. Ternyata ini masih jam empat subuh, dan ia yakin kalau ia nekat mengetuk pintu kamar kakaknya itu, maka dirinya akan benar-benar mengganggu.
Akhirnya, Kiera pun hanya masuk ke dalam kamar mandi dan mulai membersihkan diri. Karena pagi ini ia masih harus mengikuti acara sarapan pagi yang kemarin sudah sempat diberitahukan oleh besan ibunya.
Keira sengaja mandi lebih awal supaya ibunya nanti tidak perlu merasa curiga. Karena penampilannya sekarang benar-benar terlihat sangat kusut dan berantakan.
***
Semenjak kakaknya menikah dan sudah tidak tinggal lagi di indekos milik Dahlia, kini kamar kos yang awalnya mereka tempati berdua, hanya dihuni oleh Keira sendirian. Keira merasa kalau mulai sekarang sepertinya ia harus lebih pintar mengatur keuangan. Karena saat kakaknya itu masih berada di sini, nyaris semua pengeluaran mereka ditanggung oleh perempuan itu sendirian. Keira bahkan tidak pernah membayar uang sewa kamar kos, karena kakaknya-lah yang akan membayar hal itu. Termasuk uang tambahan air karena dirinya ikut tinggal di situ. Sementara untuk makan, biasanya ia hanya akan mengeluarkan uang untuk membeli sarapan. Sedangkan makan siangnya akan ditanggung oleh pihak restoran. Lalu saat malam tiba, biasanya ia cukup sering mendapatkan traktiran dari sang calon kakak ipar. Karena kakaknya cukup sering membawakan makanan take away untuk dirinya. Sehingga ia pun terhitung jarang mengeluarkan uang untuk membeli makan malam.
Lalu, sekarang, sudah 3 hari ia resmi tinggal di kamar kos ini sendirian semenjak kakaknya menikah. Ia jadi tidak yakin apakah kakaknya itu masih mau membayarkan uang sewa kos untuk dirinya. Karena sekarang kakaknya itu sudah tidak tinggal lagi di sini dan sudah ikut pindah bersama suaminya.
Keira lantas membuka kunci kamar kosnya, dan langsung masuk ke dalam sana. Ia baru saja pulang kerja, sehingga tubuhnya pun sudah terasa sangat lelah. Mungkin malam ini ia tidak akan keluar lagi dari area kosnya untuk membeli makan malam di tempat makan terdekat. Dan sebagai gantinya, ia pun mulai memesan makanan via online. Semoga saja ia bisa mendapatkan cukup banyak potongan harga. Karena ia juga harus benar-benar berhemat sampai dirinya kembali menerima uang gaji bulanan dari pihak restoran.
Sembari menunggu pesanan makanannya tiba, Keira pun tampak mulai menunduk dan mengelus samar bagian perutnya. Sepertinya masih tidak ada perubahan di sana. Ia terus meyakini hal yang sama. Karena ia cukup merasa yakin kalau sebelum kejadian malam itu, perutnya memang sudah agak sedikit membuncit karena ia sudah jarang berolahraga, sehingga lemak di bagian perutnya pun jadi sedikit bertambah. Lagi pula, tidak mungkin ia bisa langsung hamil dalam kurun waktu empat hari saja. Karena sehari setelah acara resepsi pernikahan kakaknya, ia masih tinggal di apartemennya Pram, lalu kakak beserta kakak iparnya mulai pergi honeymoon berdua, dan ibunya pun mulai bertolak pulang ke rumah mereka. Sehingga ia pun memutuskan untuk segera kembali ke indekos Dahlia, meskipun waktu itu kakak iparnya sempat mengatakan kalau ia boleh kembali tinggal di apartemen milik pria itu sendirian selama keduanya sedang pergi honeymoon berdua.
Namun, saat itu ia langsung menolaknya secara halus. Apa lagi letak gedung apartemen dan tempatnya bekerja terasa dua kali lipat lebih jauh. Lebih baik ia kembali saja ke indekos.
Tak lama setelah itu, Keira sudah keluar lagi dari kamar kosnya, masih dengan menggunakan flat shoes yang tadi dipakainya untuk bekerja. Ia berjalan sampai ke pagar depan, karena ojek yang mengantarkan makan malamnya sudah datang.
Sejujurnya, beberapa hari terakhir ini tidurnya jadi tidak nyenyak, dan makannya pun jadi terasa tidak enak. Karena kejadian di kamar hotel waktu itu terus saja menghantui dirinya. Ia takut kalau nanti dirinya jadi kenapa-napa. Ia bahkan tidak tahu apakah ia sanggup menghadapi segala akibat yang mungkin akan terjadi kalau dirinya nanti benar-benar hamil sungguhan.
Ia sangat menyesal karena telah berbuat gegabah dengan meminum terlalu banyak minuman saat dirinya sedang berada di bar, dan ia juga sangat menyesal karena telah nekat menyusup ke sana tanpa diketahui oleh ibunya. Karena malam itu ia benar-benar sendirian, padahal awalnya Lala sempat mengajaknya untuk ikut duduk bersama sekaligus menyapa banyak orang. Tetapi, malam itu ia malah melarikan diri dan sempat keluar dari ballroom hotel sebentar. Begitu ia masuk kembali, ia sengaja duduk di salah satu kursi terdekat dan jauh dari jangkauan para anggota keluarga yang lainnya. Karena acara itu benar-benar didominasi oleh keluarga serta kolega dari keluarganya Pram. Nyaris semua orang yang datang ke sana adalah orang-orang dari kelas atas. Keira jadi merasa insecure untuk ikut berbaur dengan mereka semua. Karena itulah ia memilih untuk menyendiri dan mengasingkan dirinya.
“Eh, si Kei....” tegur Dahlia yang saat itu baru saja keluar dari pintu rumahnya dan sedang berada di lantai teras. “Baru pulang?” tanyanya kemudian.
“Iya, Tante. Baru aja kok pulangnya.”
“Sini deh,” panggil Dahlia, yang membuat Keira jadi berbelok ke arah rumah wanita itu sembari menenteng makan malam yang baru saja ia pesan.
“Kenapa, Tan?” tanya Keira saat dirinya sudah benar-benar mendekat.
“Kamu punya pacar ya?” Dahlia malah balik bertanya sembari menatap Kei dengan pandangan curiga. Sedikit-banyak, ia sudah mengetahui bagaimana track record-nya Keira. Jangan sampai gadis itu mencemari nama indekosnya yang selama ini selalu tenang dan damai.
Namun, gadis itu hanya mengatakan kata, “Hah?”
Membuat Dahlia berdecak gemas begitu melihat reaksi dari Keira barusan. Sehingga ia pun langsung menjelaskan, “Tadi sore, sekitar jam lima-an. Ada cowok ke sini yang nyariin kamu, tapi kamu-nya belom pulang.”
Keira jadi semakin mengerutkan dahi begitu mendengar penuturannya Dahlia barusan. “Cowok? Nyari aku ke sini?” gumamnya yang membuat Dahlia segera mengangguk. Karena tadi sore memang ada seorang lelaki yang datang ke kos-annya ini dan mencari Keira yang saat itu belum pulang ke indekosnya. Lantaran biasanya gadis itu baru benar-benar sampai di kos agak malam. Paling cepat biasanya sekitar pukul setengah tujuh-an, tapi biasanya bisa agak lebih malam—bahkan sampai jam delapan.
“Siapa emangnya, Tan? Aku gak ngerasa punya cowok kok di Jakarta. Apa jangan-jangan mantan pacar aku ya?”
“Tante juga enggak tahu, tapi yang jelas dia tadi bawa mobil.” Raut wajahnya Dahlia sempat terlihat judes. “Tante kira tadi itu Pram sama Meli, tapi tadi Tante baru inget ... kan Meli sama suaminya lagi pergi honeymoon.”
Keira tampak mengangguk. Tetapi, diam-diam ia mulai berpikir. Kira-kira siapa orang yang datang ke sini, membawa mobil, dan mencari dirinya? Apakah benar itu adalah Sam?
“Ciri-cirinya gimana sih, Tan?“ tanya Keira kemudian.
“Orangnya udah lumayan dewasa, ganteng gitu. Tapi Tante lupa buat nanyain siapa namanya.”
“Oh... aku enggak tahu sih, Tan.” Keira mengucapkan kalimat itu dengan nada suaranya yang terdengar kurang tegas. “Enggak kenal,” sambungnya yang kali ini sedang bergumam.
“Beneran kamu enggak kenal?” tanya Dahlia yang ingin memastikan. Keira langsung menganggukkan kepalanya dengan gerakan samar. Walau sesungguhnya, diam-diam ia sudah mulai sibuk menebak-nebak dari dalam hatinya. Dan orang itu jelas bukan sosok Sam—mantan pacarnya. Karena Sam juga masih seumuran dengan dirinya, sedangkan lelaki yang disebutkan oleh Dahlia barusan katanya sudah agak dewasa.
“Inget ya, kamu jangan aneh-aneh di sini. Tante enggak mau nama kos-an Tante jadi tercemar gara-gara kamu.“
Keira tampak mengangguk, meskipun tak lama setelah itu ia sudah berbalik badan dengan wajah merengut. Memangnya ia seburuk itu?
*****
PART 02
Keira benar-benar merasa heran kenapa orang itu terus mencari dirinya. Bahkan hari ini dia juga meninggalkan sebuah kartu nama yang dititipkan melalui Dahlia.
Keira lantas menatap kartu nama itu dan membacanya sekilas. Dahlia tadi bahkan sempat mengatakan kalau orang itu berpesan agar dirinya segera menghubungi nomor ponsel pria itu begitu ia sudah kembali dari tempat kerja.
Namun, Keira sama sekali tidak ingin melakukannya. Lagi pula, untuk apa ia menghubungi pria itu dan kalimat semacam apa yang harus ia kirimkan?
Keira tampak meninggalkan selembar kartu nama itu di atas meja setelah menaruh tasnya di atas sana. Ia lantas membuka sepatunya, lalu duduk di atas kursi sembari membuka ponselnya.
Keira sempat membalas pesan dari ibunya sekilas sebelum beralih ke salah satu aplikasi sosial media yang ia punya. Seperti biasa, ia akan melihat beberapa update-an terbaru dari beberapa orang yang di-follow oleh dirinya. Salah satunya adalah update-an yang berasal dari akun milik kakaknya. Sampai hari ini, kakaknya itu masih sibuk honeymoon dan belum pulang.
Setelah bermain sosial media secukupnya, Keira pun mulai beranjak dari atas kursi dan langsung merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. Rasanya menyenangkan bisa merebahkan diri setelah seharian bekerja. Kadang-kadang ia berpikir untuk segera berhenti bekerja, lalu kembali ke rumah ibunya saja. Karena di sana ia bisa ongkang-ongkang kaki dan berbuat semaunya. Tidak ada orang yang akan memaksanya untuk bekerja. Paling-paling kalau mood-nya sedang sangat bagus, ia hanya akan bantu-bantu sedikit di usaha katering ibunya.
Namun, ia masih takut dengan bodyguard-nya Hanifah. Meskipun sudah satu tahun lebih ia tinggal di Jakarta, dan pria itu pun sudah tidak lagi mengganggu dirinya.
Di saat ia masih berbaring telentang di atas ranjang, karena ia sedang malas untuk melanjutkan aktivitas, padahal ia belum sempat mandi dan mengisi perutnya dengan makanan berat, tiba-tiba saja ponselnya yang berada di atas meja mulai berdering yang membuatnya jadi segera beranjak.
Entah siapa yang sedang meneleponnya, tapi ia menduga kalau itu pasti ibunya.
Keira lantas berjalan malas ke arah meja, dan ia melihat kalau sederet nomor tak dikenal sedang menelepon dirinya.
“Siapa nih?“ gumam Keira yang benar-benar ragu untuk menyentuh tombol hijau yang muncul di layar handphone-nya saat itu.
Berhubung ia takut kalau ternyata telah terjadi sesuatu kepada sang ibu, atau mungkin kakaknya yang sedang pergi honeymoon, jadi ia pun memutuskan untuk menerima panggilan itu. Tetapi, ia sengaja tidak mengatakan apa pun.
“Halo?“
“Ya ... halo ....” Keira membalasnya dengan nada ragu. Ia tidak bisa menebak suara siapa yang ada di seberang telepon.
“Ini bener kan nomor kamu?”
Kepalanya Keira hanya mengangguk, tapi ia tidak mengatakan apa pun. Lagi pula, ia juga tidak tahu siapa si ‘kamu’ yang sedang dimaksud.
“Kei?”
“Iya. Ini siapa ya?” tanya Keira pada akhirnya. Meski hatinya sudah mulai menduga-duga.
Pria di seberang telepon itu pun mulai berdeham. “Ini saya, Jeandra.“
Keira yang baru saja akan meraih kartu nama yang tadi ditinggalkannya di atas meja, tampak langsung melebarkan kelopak matanya saat itu juga. Ternyata dugaannya tadi itu benar. Itu adalah nomor ponselnya Jeandra.
Keira lantas memutuskan sambungan telepon itu secara sepihak dan sedikit melempar ponselnya ke atas meja. Pasti Tante Dahlia yang sudah memberikan nomor ponselnya kepada pria itu, atau ... mungkin orang lain, bisa jadi kakaknya, atau kakak iparnya. Karena hanya kemungkinan itulah yang ada di dalam benaknya.
Kemudian, nomor itu pun tampak kembali menghubungi nomor ponselnya. Tetapi, kali ini ia sengaja hanya membiarkannya saja. Setelah itu, ia pun mulai menunduk, meraba permukaan perutnya. Ia yakin kalau dirinya tidak kenapa-napa, dan ia juga sedang sangat baik-baik saja.
Ini sudah hari ke-5 sejak ia kembali tinggal di indekosnya Dahlia. Aktivitasnya pun masih belum berubah, dan tidak ada aktivitas yang sedang terhambat. Kalaupun ada, itu pasti karena ia yang sedang merasa malas. Bukan karena alasan kesehatan.
Akhirnya, Keira pun memutuskan untuk menonaktifkan ponselnya dan meninggalkannya di atas meja. Lebih baik ia mandi sekarang, lalu—kalau tidak malas—ia akan keluar dari indekos sebentar untuk mencari makan malam.
***
Pada akhirnya, Keira pun hanya akan mengisi perutnya dengan sebungkus mie instan yang diambilnya dari dalam laci meja. Karena ia memang masih memiliki beberapa stok makanan di dalam sana. Ada 2 bungkus mie instan, wafer, cokelat, serta keripik singkong kesukaannya. Lagi pula, sebelumnya ia juga sudah sempat menikmati satu porsi batagor sebelum bertolak pulang.
Saat itu masih sekitar pukul delapan malam ketika Keira merebus mie di dapur indekosnya. Kemudian, tiba-tiba saja salah seorang mahasiswi yang juga ngekos di sana, tampak menghampiri dirinya dan mengatakan kalau di depan ada orang yang sedang ingin bertemu dan menunggu dirinya.
Keira yakin kalau itu pasti sosok Jeandra. Karena sebelumnya tidak ada orang yang akan menghampiri dirinya di sini, termasuk teman kerjanya. Karena ia memang cukup membatasi diri kepada mereka semua. Dan mereka pun hanya cukup akrab saat masih berada di tempat kerja. Di luar itu ... semuanya terasa biasa saja.
Keira lantas menganggukkan kepala, dan berterima kasih kepada gadis itu karena sudah mau menyampaikan pesan kepada dirinya.
Begitu gadis itu sudah pergi, Keira pun memutuskan untuk menyimpan mie-nya terlebih dahulu ke dalam kamar, lalu mengambil ponsel dan mulai berjalan menuju ke arah pagar.
Ia tidak melihat tanda-tanda keberadaannya Dahlia. Mungkin ibu kosnya itu sedang berada di dalam rumah, atau mungkin sedang bertamu ke salah satu rumah tetangga. Tetapi, dari tempatnya berjalan sekarang, Keira sudah bisa melihat dengan cukup jelas kalau ada sebuah mobil yang terpakir tak jauh dari pagar indekosnya. Ia yakin kalau itu pasti adalah mobilnya Jeandra. Karena jarang sekali ada mobil yang terparkir di depan indekos selain mobil milik anak serta menantunya Dahlia, juga mobil milik keluarga dari salah satu penyewa kamar kos yang ada di sana. Biasanya, yang paling sering datang adalah mobilnya Pram. Tetapi, mobil kakak iparnya itu sudah sangat dihafal oleh Keira. Selain itu, kakak iparnya juga masih pergi honeymoon sampai sekarang.
Keira lantas menghampiri sosok Jeandra yang sedang duduk di dalam mobilnya dengan kaca jendela yang dibiarkan terbuka. Ia tidak mengatakan apa-apa, tapi pria itu menyuruhnya masuk serta memberikan isyarat supaya ia duduk di kursi sebelah.
Keira langsung menyipitkan mata. Merasa curiga sekaligus waspada. “Kalau mau ngomong, ngomongnya di sini aja. Saya enggak mau ikut sama Mas-nya.”
Bukan apa-apa, Keira hanya ingin menjaga dirinya agar tidak dibawa ke mana-mana. Karena tidak menutup kemungkinan kalau Jeandra akan langsung menjalankan mobil setelah ia ikut duduk di dalam.
Ingat, Jeandra itu termasuk om-om bagi dirinya. Karena pria itu memang sudah terlalu dewasa, jika dibandingkan dengan dirinya yang masih muda belia. Umurnya bahkan baru 22. Mungkin karena itu jugalah Dahlia jadi sempat merasa curiga saat pertama kali pria itu datang untuk mencari dirinya.
Jeandra tampak menghela napas kasar. “Kita enggak mungkin ngobrol di sini, apa lagi di sini banyak orang.”
Keira langsung mendengkus samar. Karena apa yang dikatakan oleh pria itu memang benar. Tetapi, apa jadinya kalau ia bersedia untuk ikut dengan Jeandra? Beberapa orang yang sempat melihat mereka sekarang, pasti akan mulai bergosip ria kalau ia benar-benar masuk ke dalam mobil pria itu dan dibawanya entah ke mana. Ujung-ujungnya nanti nama indekos ini pasti akan ikut terseret juga. Lalu Dahlia akan menyalahkan dirinya.
Keira jadi merasa serba salah.
“Gimana? Mau masuk, atau enggak?”
Keira langsung menggelengkan kepalanya. “Yang ada perlu kan situ, ngapain saya yang mesti repot-repot buat ikut masuk?”
Tepat setelah Kei mengatakan hal itu, nyalinya pun langsung menciut. Karena Jeandra baru saja menatapnya dengan sangat tajam, seolah-olah siap memarahi dirinya. Ia lantas mundur satu langkah. Kemudian ia pun mulai berdeham pelan. Bahkan sempat melakukannya secara berulang. Seakan-akan ada sebuah batu besar yang sedang menyumbat di dalam tenggorokan.
“Kalau Mas-nya enggak mau ngomong sekarang, mending saya masuk aja. Saya masih punya banyak urusan.“
Untungnya, Jeandra sama sekali tidak menahannya. Sehingga Keira pun bisa bernapas lega dan segera masuk kembali ke dalam area kos milik Dahlia. Tetapi, sorot mata pria itu seolah-olah bisa membolongi bagian belakang tubuhnya. Hingga ia pun hanya mampu berjalan kaku dan mati-matian tidak menoleh ke arah mobil milik pria itu.
******
PART 03
+628XXXX: soal kejadian waktu itu, kamu enggak perlu ngerasa takut
+628XXXX: saya siap tanggung jawab kalau seandainya memang terjadi apa2 sama kamu
Keira yang baru sempat mengecek ponselnya begitu membuka mata dan meminum segelas air putih dari atas meja, tampak langsung membelalak kaget saat melihat dua buah notifikasi chat dari nomor asing yang tertera di layar.
Ia sudah bisa menebaknya, pasti itu adalah nomor ponselnya Jeandra. Ia lantas menghapus notifikasinya begitu saja, dan mengabaikan fakta bahwa dua buah chat itu dikirimkan sekitar pukul 11 malam.
Berhubung tidak ada lagi notifikasi chat yang penting, karena sisanya hanya beberapa chat ringan dari grup khusus karyawan, jadi Keira pun segera menyimpan kembali benda pipih itu ke atas meja, lalu segera bersiap-siap untuk pergi bekerja. Karena rutinitas paginya hanya seputar meminum air putih, mengecek ponsel, lalu pergi ke kamar mandi—kadang langsung mandi, tapi kadang juga didahului dengan buang air. Kemudian dilanjut dengan berdandan, dan kalau ia tidak malas, maka ia juga akan turut mencatok rambutnya sebelum mengikatnya dengan ikatan sederhana. Baru setelah itu ia akan memikirkan tentang sarapan. Kadang ia sengaja sarapan di tempat makan yang ada di sekitar sini, tapi kadang juga ia hanya akan menikmati roti kemasan. Supaya lebih praktis, dan tidak membuat riasannya jadi berantakan.
Well, meskipun ia hanya bekerja sebagai seorang waitress, tapi penampilannya tetap harus selalu on point. Apa lagi ia juga akan berhadapan dengan banyak orang. Ia tidak mungkin membiarkan dirinya jadi terlihat jelek dan tidak enak dipandang. Lagi pula, kalau ia semakin cantik, dan make-up-nya pun tetap on point, maka ia akan merasa sangat senang melihat pantulan wajahnya di dalam cermin. Lalu suasana hatinya pun akan semakin membaik.
Selesai mandi dan berpakaian, Keira pun tampak segera duduk di atas kursi dan langsung memulai rutinitas yang lainnya. Ia berdandan, serta merasa cukup bersemangat untuk meng-curly bagian ujung rambutnya. Ia lantas mengikat rambutnya dengan ikatan rendah. Karena rambut panjangnya memang wajib diikat. Ingat, ia adalah seorang waitress. Kalau sampai rambutnya rontok ke makanan, maka pekerjaannyalah yang akan menjadi taruhan.
Begitu sudah akan berjalan ke arah depan pagar, Keira yang awalnya berencana untuk sarapan di warung buburnya Pak Jajang—karena bukan hanya bubur saja yang dijual di sana, serta berencana untuk menggunakan jasa ojek pengkolan, tampak terkejut saat melihat keberadaan mobilnya Jeandra yang sudah terparkir di depan.
Keira lantas menghela napas berat. Kenapa pria itu selalu saja berusaha untuk menemui dirinya? Bukankah di sini ia-lah pihak yang seharusnya merasa dirugikan, dan seharusnya mengejar-ngejar pria itu agar mau diajak berbicara ataupun dimintai pertanggung jawaban?
Namun, kenapa yang terjadi malah sebaliknya? Kenapa malah Jeandra-lah yang terus berusaha untuk menemui dirinya? Padahal ia sama sekali tidak ingin bertemu dengan pria itu, apa lagi sampai dipergoki oleh Nara—tunangannya Jeandra.
Lalu, dengan berpura-pura tidak menyadari keberadaan pria itu di sana, Keira pun tampak berjalan santai dan mencoba untuk tidak terpengaruh, apa lagi sampai menoleh ke arah sana.
Namun, sebelum ia benar-benar melewati mobil pria itu, sosok Jeandra sudah lebih dulu turun, dan mencegatnya di tempat itu.
“Kenapa lagi sih, Mas?“ tanya Keira sembari melepaskan pegangan tangannya Jeandra di pergelangan tangannya.
“Kenapa kamu enggak bales chat dari saya?” Jeandra malah ikut melemparkan sebuah pertanyaan.
“Enggak penting soalnya. Lagian, saya juga enggak kenapa-napa.”
Jeandra tampak menatap Keira dengan intens menggunakan kedua bola mata tajamnya.
Keira yang ditatap seperti itu, tentu saja jadi merasa sedikit salah tingkah.
“Kamu yakin kalau kamu enggak kenapa-napa?”
Keira segera mengangguk-anggukan kepala. Karena ia ingin terbebas dari pria itu sekarang juga. Entah kenapa, ia merasa kalau Jeandra ini adalah salah satu spesies yang harus dihindari oleh dirinya. Padahal pria itu tidak terlihat seperti seorang playboy yang hobi tebar pesona dan genit kepada banyak wanita.
“Oke. Tapi, ini kamu mau pergi ke mana?“
“Kerja,” jawab Keira yang sengaja tidak ingin berterus terang. Karena dengan begini, Jeandra pasti akan memilih untuk langsung pergi meninggalkan dirinya.
“Ya udah, sekalian aja biar saya anterin. Tempat kerja kamu di mana?“
“Enggak perlu,“ Keira langsung menggeleng kuat. “Saya udah pesen ojol.“
“Kan masih bisa di-cancel.”
“Ya gak enak dong!” Keira yang refleks meninggikan nada suaranya, tampak terkejut sendiri sebelum berdeham. “Kasian Bapaknya,“ imbuhnya dengan suara normal. “Mending Mas-nya aja sana yang langsung pergi sekarang. Saya bisa kok pergi sendiri, udah biasa.”
“Ya udah, kalau gitu saya tungguin aja sampe ojek kamu dateng ke sini.”
Keira yang mendengar kalimat santai dari pria itu barusan, sontak saja mengembuskan napas sebal. Ia sebal kepada Jeandra yang terlihat sangat keras kepala, tapi tetap bisa terlihat sangat santai di saat yang bersamaan. Selain itu, ia juga kesal kepada dirinya sendiri yang baru saja bertindak bodoh. Karena sesungguhnya ia sama sekali tidak memesan ojek online. Lantaran ia ingin mampir dulu ke warungnya Pak Jajang, kemudian naik ojek di pangkalan.
Kalau sudah begini, lalu bagaimana dengan nasib dirinya sekarang? Alibi apa lagi yang harus ia utarakan?
“Kok diem?“ tanya Jeandra kemudian.
“Enggak apa-apa. Kalau gitu saya pergi dulu.“
“Tadi katanya udah pesen ojol.“ Jeandra tampak kembali menahan pergelangan tangan gadis itu. Membuat Keira jadi segera melepaskan tangannya dan langsung melangkah mundur. Sedikit menjauh.
“Saya pesennya di depan gang,“ ucap Keira yang benar-benar merasa kesal. “Mending Mas setop ganggu saya deh, saya udah hampir telat.“
Setelah mengatakan hal itu, Keira pun langsung berlari kecil sampai benar-benar agak menjauh. Ia batal mampir ke warung Pak Jajang dan menikmati sarapan di tempat itu. Lebih baik ia langsung menaiki ojek saja tanpa menyantap apa pun. Lagi pula, ia juga sudah sempat memasukkan sebungkus wafer ke dalam tasnya. Mungkin ia bisa mengganjal perutnya dengan camilan itu.
***
Hal yang paling menyebalkan di tempat kerja adalah orang-orang yang iri hati. Keira sadar kalau beberapa waitress lain sangat iri dengan dirinya. Pertama, karena ia bisa kerja di sana melalui orang dalam. Kedua, karena ia yang paling cantik di antara mereka semua, dan sering mendapatkan uang tip dari para pelanggan. Bahkan bos mereka pun sering memuji dirinya—baik dari segi wajah maupun pekerjaannya, hingga ia kerap kali mendapatkan perlakuan yang cukup berbeda. Apa lagi berkat dirinya, restoran ini pun bisa jadi semakin ramai. Lantaran beberapa orang sering mengatakan secara terang-terangan kalau mereka hanya ingin dilayani oleh dirinya.
Selama mereka semua tidak ada yang bersikap kurang ajar, maka Keira pun akan semakin kerasan melayani mereka semua.
Selain itu, Nelly—teman kakaknya Keira yang memasukkan Keira ke tempat ini—cukup sering datang ke mari, lalu mengajaknya berbincang-bincang, serta mengajaknya makan di satu meja. Bahkan, kadang-kadang ada bosnya juga yang akan ikut bergabung bersama mereka. Karena hal itulah, Keira jadi dianggap jauh lebih spesial oleh beberapa waitress lainnya. Padahal mah sama saja. Bedanya Keira mengenal dan berhubungan cukup akrab dengan Nelly—teman baik bos mereka. Sedangkan mereka semua tidak.
Meski begitu, kadang-kadang Keira juga akan merasa tidak enak. Apa lagi jika harus makan di meja yang sama dengan Pak Bos sekaligus anak dari pemilik restoran tempatnya bekerja. Karena bagaimanapun juga, pria itu adalah atasannya.
Namun, Keenan—bosnya—selalu bersikap terlampau santai, bahkan menyuruhnya untuk tidak terlalu peduli dengan penilaian orang.
Mungkin Keenan bisa mengatakannya dengan mudah, karena dia tidak merasakan apa yang dirasakan oleh Keira. Lantaran beberapa waitress lain kadang ada yang secara terang-terangan akan menyindir dirinya. Meski kadang sindiran itu diucapkan dengan nada bercanda, tapi sesungguhnya Keira paham. Bahkan sangat paham dan dapat menyadarinya.
Kadang-kadang Keira tidak akan ambil pusing, tapi kadang-kadang hal itu mampu membuatnya kesal, apa lagi jika dirinya sedang kelelahan sekaligus kelaparan. Karena duo kombo itu bisa berefek cukup mengerikan, dan bisa menjadi salah pemicu kenapa dirinya bisa meledak.
Salah satu rekan kerjanya yang pernah disemprot oleh Keira adalah Firda. Karena gadis itu pernah menyindir Keira di saat Keira sedang merasa lapar sekaligus kelelahan.
Waktu itu Firda sempat lewat di hadapan Keira sambil mengatakan kalimat menyindir yang terdengar sangat julid di telinga. “Enak ya jadi anak kesayangan bos. Udah telat, tapi ditegurnya cuma gitu doang. Mana dapet banyak tip pula dari pelanggan. Yakin pulang dari sini enggak sibuk ngangkang? Pasti di selipan uangnya ada alamat hotel, atau tempat ketemuan.”
Saat itu Keira benar-benar bereaksi dengan sangat berlebihan. Jika biasanya ia hanya akan mendengkus, mendelik, ataupun menampilkan raut wajah masam, maka saat itu ia balas menyemprot balik dan nyaris saja menjambak rambut serta mencakar wajahnya Firda. Bahkan Firda pun sudah sempat merasa ketakutan.
Mungkin Firda tidak menduga kalau kali itu Keira akan benar-benar melawan. Untung saja keributan itu tidak sampai diketahui oleh Keenan. Tetapi, efeknya, tidak ada lagi waitress yang mencoba untuk sengaja mencari masalah kepada Keira. Meski beberapa dari mereka masih akan menyindir dengan nada bercanda, ataupun membicarakan gadis itu secara diam-diam.
Sama seperti sekarang, Keira yang baru saja selesai makan siang dan sedang berada di depan wastafel untuk touch up ulang, tampak menoleh ke arah kanan begitu telinganya mendengar suara-suara yang sedang membicarakan dirinya. Karena tadi pagi Keenan memang sempat memberinya croissant cokelat, dan kebetulan sekali ia memang belum sempat makan berat.
“Kesayangan bos mah emang beda ....”
Itu adalah kalimat terakhir yang mampu mereka ucapkan sebelum keduanya sama-sama terkejut saat membuka pintu toilet dan menemukan keberadaan Keira di dalam.
Orang yang terakhir kali bicara, tampak berdeham samar sebelum melemparkan senyum tidak enak yang sama sekali tidak dipedulikan oleh Keira. Gadis itu bahkan langsung kembali sibuk dengan urusannya untuk memulas wajah.
Dari kelima waitress lain yang juga bekerja di restorannya Keenan, hanya ada 2 orang yang cukup akrab dan berhubungan dengan cukup baik bersama Keira. Itu pun karena salah satu dari mereka masih seumuran dengan dirinya, dan satunya lagi adalah gadis lugu berkacamata. Sementara sisanya adalah Firda, serta kedua perempuan yang saat ini sedang berada di dalam toilet bersama dirinya.
Jadi, jangan heran kalau sekarang Keira sama sekali tidak memiliki teman akrab. Karena lingkungan pekerjaannya pun sangat mendukung dirinya untuk tidak berteman. Sedangkan temannya yang dulu sempat membantunya selama ia kabur dari indekos kakaknya, kini sedang sibuk menyelesaikan skripsi, tapi mereka berdua masih cukup sering saling berkabar. Bahkan Keira pun sempat beberapa kali hangout bersama temannya yang satu itu saat dirinya pulang kerja lebih awal, dan mendapatkan izin dari kakaknya untuk pergi ke mall sampai malam.
******
PART 04
Keira tampak mendorong pintu kamar kosnya dengan cara yang tak biasa. Ia sedikit mendobraknya, hingga menimbulkan bunyi gebrakan yang terdengar cukup keras. Ia merasa bodoh amat dengan tetangga kosnya yang mungkin saja merasa terkejut, atau apa. Karena hari ini tubuhnya sudah benar-benar terasa sangat lelah. Ia lembur sampai pukul 9 malam, dan baru sampai di kos-an saat jarum jam sudah hampir menunjukkan pukul 10 malam.
Tulang-tulangnya terasa ingin rontok setelah bekerja sampai malam. Ia lantas berbaring di atas ranjang sembari mengira-ngira, apakah ini semua sepadan dengan gaji bulanan serta uang tip yang ia dapat?
Rasanya ... tidak. Sama sekali tidak sepadan. Karena tenaganya terkuras terlalu banyak, sampai ia merasa kalau dirinya harus segera menyerah. Mungkin pilihan untuk pulang ke rumah orang tua memang sebuah pilihan yang sangat tepat.
Keira tampak mulai mengeluarkan ponselnya dari dalam tas kerja. Ia sengaja memakai tas backpack wanita berukuran sedang untuk sekalian membawa baju seragam miliknya. Karena ia tidak mungkin langsung memakai baju seragam waitress-nya itu dari rumah. Apa lagi ia memakai jasa tukang ojek untuk mengantarnya pergi bekerja. Polusi ada di mana-mana, dan seragam kerjanya bisa apek duluan sebelum pekerjaannya dimulai.
Keira lantas menyalakan layar ponselnya. Ia cukup sering mengeluh kepada ibunya. Tetapi, ia selalu mengingatkan ibunya itu agar tidak mengatakan tentang apa pun kepada kakaknya. Karena ia sangat bersungguh-sungguh untuk berubah, dan tidak ingin lagi menjadi beban keluarga. Sudah cukup ia membuat ibu serta kakaknya jadi kesusahan. Ia sadar kalau tingkah lakunya di masa lalu memang buruk dan sering membuat ibunya mengelus dada. Tetapi, menjadi seorang waitress terasa sangat berat sekaligus melelahkan bagi dirinya.
Keira jadi menyesal kenapa dulu ia malah bertindak bodoh dan memilih untuk berhenti kuliah. Coba saja kalau ia lulusan sarjana, setidaknya ... mungkin ia bisa mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu berat seperti pekerjaannya sekarang.
Keira mulai menghela napas kasar. Ia terduduk di atas ranjang, lalu membuka beberapa chat dari kakaknya. Ternyata kakaknya itu sudah pulang.
Kak Mel:
Kei, besok kamu bisa libur gk?
Kakak kangen sama kamu,
Sekalian mau ngasih oleh2 spesial buat kamu
Tapi kmunya ke sini sendiri,
Atau mau dipesenin gocar?
Kakak ada di apartemen
(Lusa aja kak, mana bisa aku libur dadakan begini)
Keira lantas beranjak, dan menaruh ponsel. Meskipun ia sesungguhnya sedang malas untuk mandi, tapi ia tetap berusaha untuk menyiram sekujur tubuhnya dengan beberapa gayung air. Tak lupa, ia juga menggosok gigi, serta melakukan double cleansing. Ia harus tetap menjaga kondisi wajahnya, karena wajahnya ini termasuk sebuah aset.
Setelah berganti pakaian, dan akhirnya bisa memakai piama yang terasa lebih lega. Keira pun tampak kembali mengambil ponselnya. Ternyata lusa nanti kakaknya sudah akan kembali masuk kerja.
(Ya udah deh kak, nanti aku usahain)
Kebetulan sekali, sesungguhnya Keira juga sedang merasa jenuh untuk bekerja. Ia butuh sedikit refreshing untuk menyegarkan otak serta kedua bola matanya, agar yang dilihat olehnya tidak hanya seputar restoran tempat ia bekerja, maupun indekos tempat ia tinggal. Karena nyaris dua minggu ini hanya dua tempat itulah yang paling sering ia kunjungi dan ia lihat.
***
Akhirnya, Keira berhasil mendapatkan izin dari Keenan agar hari ini ia tidak perlu masuk kerja. Ia sengaja berterus terang kepada bosnya itu kalau kakaknya baru saja pulang dari honeymoon, dan ingin mengajaknya untuk bertemu. Lagi pula, di restoran tempatnya bekerja memang tidak ada hari libur. Karena restoran itu buka tiap hari, dan saat tanggal merah tempat itu akan jauh lebih ramai lagi.
Keira lantas menaiki taksi online yang telah dipesankan oleh sang kakak. Selama berada di dalam mobil itu, ia bisa duduk dengan santai, dan udara kotor di luar tidak bisa masuk ke dalam. Lebih penting lagi, ia tidak perlu bertemu dengan pengendara motor iseng yang sering mengedipkan mata saat di lampu merah.
Kadang-kadang Keira berpikir, sebenarnya para pria sering memandangnya seperti apa? Kenapa mereka sering kali melakukan flirting terhadap dirinya? Bahkan, beberapa pelanggan restoran pun kadang ada yang iseng dan melakukan hal yang serupa. Meskipun sejauh ini tidak terlalu parah, dan Keira masih sanggup untuk mengatasinya.
Kadang-kadang menjadi cantik juga bukan sebuah anugerah.
Keira lantas turun di depan lobi gedung apartemen tempat tinggal kakaknya. Namun, sebelum ia sempat menghubungi sang kakak dan memberitahunya kalau ia sudah sampai, kakak iparnya sudah lebih dulu menegur dirinya dan mengajaknya untuk sekalian naik lift bersama.
“Bang Pram belanja sendirian?” tanya Keira sembari memerhatikan barang belanjaan yang dibawa oleh Pram—suami kakaknya.
“Iya, ini titipan kakak kamu.” Pram tampak menaikkan tote bag berisi barang belanjaannya sekilas. “Soalnya dia lagi masak, terus ada bahan yang kurang.”
“Hah? Kak Mel masak?” gumam Keira dengan nada heran. Karena setahunya, kakaknya itu sama sekali tidak pandai memasak. Sama seperti dirinya. Mereka berdua memang tidak ada yang bisa memasak, meskipun ibu mereka mempunyai usaha katering di rumah, dan masakan ibu mereka pun terasa enak-enak.
Pram langsung terkekeh pelan. Kemudian mereka mulai melangkah masuk ke dalam lift yang terbuka.
“Katanya dia mau nyoba tutorial gitu, yang punya chanel-nya mantan peserta master chef.“
Keira tampak mengangguk, ia tahu siapa yang dimaksud. Karena kakaknya memang lumayan sering menonton video tutorial memasak di YouTube.
Begitu sampai, Keira pun langsung mengekori Pram sampai ke dapur. Di sana ada Melisa yang sedang memakai apron, serta memerhatikan ponselnya yang sedang memutar video.
Kedua kakak beradik itu tampak saling tersenyum dan saling memeluk. Rasanya sudah cukup lama mereka berdua tidak bertemu.
“Mau masak apa sih, Kak?“ tanya Keira tak lama kemudian.
“Ayam goreng mentega.“ Melisa tampak menunjukkan layar ponselnya sekilas. “Nanti kamu harus ikutan nyoba, sama Mas Pram juga,” imbuhnya sembari melirik ke arah Pram yang sedang membuka beberapa plastik mika berisi buah. Karena saat ke mini market depan tadi, pria itu memang turut sekalian membeli buah.
“Tenang aja, aku pasti bakalan ikut nyoba,” ujar Pram kepada Melisa.
***
Tak lama setelah makan siang dengan ayam goreng mentega yang tidak terlalu buruk di lidahnya Keira, kini gadis itu pun tampak masih berada di dalam kamar tamu setelah izin menggunakan toilet yang ada di sana.
Mumpung di kamar itu ada sebuah cermin yang terlihat jauh lebih besar ketimbang cermin yang ada di dalam kamar kos miliknya, jadi Keira pun mulai mengamati bentuk tubuhnya dengan sangat bebas.
Ia bergerak beberapa kali ke kiri dan ke kanan. Kemudian berdecak samar, dan mulai menepuk-nepuk bagian perutnya yang masih terasa kenyang.
Seakan belum puas, akhirnya Keira pun segera mengangkat sedikit bagian bawah ujung bajunya. Ia langsung mendengkus keras. Lemak di bagian bawah perutnya benar-benar terasa mengganggu dan sepertinya harus segera dihilangkan. Karena hal ini juga, ia jadi cukup sering merasa overthinking, dan tidak pernah melewatkan satu hari pun untuk memeriksa, apakah ukuran perutnya itu semakin bertambah atau malah sebaliknya.
Keira lantas berdiri menyamping sembari menahan ujung bajunya di bawah dada. Ia kembali sibuk memerhatikan ukuran perutnya melalui cermin yang ada di sana, serta menggerakkan tubuhnya agar bisa melihat dari angle yang berbeda. Hingga tanpa diduga, pintu kamar tamu itu pun mulai terbuka secara tiba-tiba.
Keira yang merasa terkejut, tampak segera menutupi kembali perutnya yang terbuka. Tetapi, sepertinya hal itu sama sekali tidak dapat menolong dirinya. Karena kakaknya sudah lebih dulu melemparkan tatapan curiga, lalu menutup pintu itu sembari bertanya, “Lagi ngapain kamu? Kok lihat-lihat bagian perut?”
Celakanya, saat itu Keira malah merasa sangat gugup. “Enggak kok, Kak. Tadi aku cuma iseng.”
“Beneran?”
Keira langsung mengangguk kuat. Semoga saja setelah ini kakaknya itu berhenti bertanya.
Namun, yang ada Melisa malah memandang adiknya dengan sorot mata tajam, dan ikut berdiri di dekat cermin yang ada di sana. “Tapi selama kita tinggal berdua di kos-nya Tante Dahlia, kamu enggak pernah seserius tadi buat merhatiin perut kamu.”
“Kenapa?“ tanya Melisa yang kembali bersuara. Sedangkan Keira tidak berani menatap wanita itu dan rasanya ia sudah hampir menangis—tidak tahu harus menjawab apa. Karena ia takut kalau nada suaranya nanti malah akan semakin membuat wanita itu jadi merasa curiga.
“Kei?” Melisa tampak menyentuh bahu gadis itu dengan pelan. “Perut kamu kenapa?“
Keira merasakan pergolakan batin yang sangat kentara. Kalau ia mengatakan yang sesungguhnya, kakaknya itu pasti akan marah dan kecewa. Lalu masalah ini pasti akan merembet ke mana-mana. Bahkan sampai ke telinga ibunya. Dan ibunya itu pasti akan ikut merasa kecewa. Tetapi, kalau ia tidak segera berterus terang, ia takut kalau perutnya itu malah akan semakin membesar, lalu membuat dirinya akan semakin merasa kesulitan untuk mencari jalan keluar. Ia bahkan sama sekali tidak berani untuk membeli alat tes kehamilan, maupun memeriksakan dirinya ke dokter kandungan ataupun seorang bidan.
“Kei ....” suaranya Melisa mulai melemah. Ada banyak pemikiran liar yang sedang berputar di dalam otaknya. Tetapi, ia sangat berharap kalau pemikirannya ini sama sekali tidak benar. Dulu, ia sering merasa takut kalau sampai adiknya hamil di luar nikah ataupun diperkosa oleh seseorang tak dikenal saat adiknya itu pergi dan tidak pulang ke rumah.
Namun, ketakutannya itu selalu sirna ketika dirinya dapat melihat keadaan Keira yang baik-baik saja. Lalu, sekarang, jangan bilang kalau ia baru saja kecolongan. Tidak lucu bukan kalau ia yang belum lama ini melangsungkan pernikahan, malah adiknya yang akan hamil duluan?
“Bilang sekarang, sebenernya kamu kenapa?“
Hanya saja, bukan jawaban yang diterima oleh Melisa. Melainkan tangisan adiknya yang mulai terdengar.
Melisa merasa ... kalau ia sudah benar-benar gagal menjaga adiknya.
******
PART 05
“Aku tahu kalau aku ceroboh, tapi ... aku sama sekali enggak ada maksud buat kayak gitu.” Wajahnya Keira tampak tertunduk. Bahunya sedikit bergetar karena isak tangisnya saat itu. Ia sudah mengatakan kalau ia ikut hadir di acara after party malam itu. Ia mabuk, lalu tidak terlalu ingat pada kejadian secara runtut. Dan saat ia sudah terbangun, ternyata dirinya sudah resmi kehilangan sesuatu.
“Maaf, kak. Aku beneran nyesel.“
Melisa lantas memeluk tubuhnya Keira, lalu mengusap punggung gadis itu agar dia tenang. Keira sedang menangis dan terlihat sangat menyesal.
Melisa tahu kalau Keira juga pasti tidak ingin terkena musibah. Apa lagi gadis itu juga sudah berusaha untuk menjalani hidupnya dengan sebaik mungkin semampu dirinya. Terbukti dari perubahan gadis itu selama hampir 2 tahun belakangan.
Keira telah banyak berubah. Bahkan gadis itu pun sudah mau bekerja, dan tidak pernah lagi meminta uang kepada dirinya ataupun ibu mereka berdua.
Keira yang sedang menangis di hadapannya Melisa saat ini bukan Keira yang nyaris 2 tahun lalu pulang ke rumah dan datang membawa utang 85 juta. Hingga ibu mereka sempat berpikir untuk menjual rumah, lalu membeli rumah yang jauh lebih kecil saja.
Keira yang ini adalah Keira yang lumayan gila kerja. Nyaris tidak pernah libur, kecuali memang sedang ada acara keluarga, ataupun pulang ke rumah saat lebaran tiba.
Keira yang ini adalah sosok yang lebih bertanggung jawab dan tidak pernah lagi berbuat seenaknya, apa lagi sampai membuat ibu mereka jadi mengelus dada.
“Kamu kenal sama orang yang tidur bareng kamu malem itu?” tanya Melisa saat Keira sudah mulai terlihat jauh lebih tenang. Bahunya sudah tidak lagi bergetar.
Keira hanya diam, dan tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bingung sekarang. Tetapi, ia juga ingat kalau Jeandra sudah sempat mengatakan kalau dia akan bertanggung jawab. Hanya saja, bagaimana dengan Nara?
Selain mengenal sosok Jeandra, sesungguhnya Keira juga sudah mengenal sosok Dinara yang waku itu pernah diperkenalkan sebagai tunangannya Jeandra.
Keira tahu kalau kejadian di hotel malam itu pasti akan merusak segalanya. Tetapi, ia belum siap untuk menghadapi segala konsekuensi yang ada.
“Kei ...?“ Melisa tampak menyentuh kedua tangan adiknya. Sejak tadi mereka berdua memang sudah duduk dengan saling menyerong di ujung ranjang. “Bilang sama kakak sekarang, siapa—“
Kalimat Melisa terpotong karena pintu kamar tamu yang sedang diketuk, lalu suaranya Pram pun mulai terdengar di balik pintu itu.
“Mel? Kamu masih di dalem?“
Melisa yang tadinya sempat menoleh ke arah pintu, tampak kembali memandang ke arah Keira sembari menimbang-nimbang sesuatu.
Tak lama setelah itu, Melisa pun tampak kembali menoleh ke arah pintu dan segera berseru, supaya Pram tidak menunggu. “Iya, Mas! Aku di dalem!”
“Kakak enggak mungkin gak cerita sama Abang kamu,” ujar Melisa dengan suara pelan saat ia sudah kembali memandang ke arah adiknya. Karena ia memang tidak mungkin menyembunyikan tentang masalah ini kepada suaminya. Pram pasti akan marah dan tersinggung jika ia menyembunyikan sesuatu dan memilih untuk menyimpan masalahnya tanpa menceritakan tentang apa pun kepada pria itu.
“Iya, aku ngerti,“ balas Keira dengan nada lirih.
Kemudian, suaranya Pram pun mulai kembali terdengar.
“Iya, Mas! Sebentar!“ balas Melisa sebelum kembali memandang ke arah adiknya sembari menyentuh tangan gadis itu dengan pelan. “Kamu tunggu di sini dulu aja, nanti bilang ke Kakak siapa orangnya. Karena orang yang dateng ke acara after party itu kebanyakan masih sepupunya Pram, orang kantor, sama temennya lama juga. Kami pasti kenal, atau mungkin kamu masih inget mukanya gimana.
“Mungkin Mas Pram juga bisa bantu lewat cctv hotel, atau nyuruh sepupu-sepupunya buat ngaku. Mas Pram pasti mau bantu.“
Keira memilih untuk diam dan tidak mengatakan apa pun. Karena sesungguhnya ia ingat dan tahu siapa orang yang telah tidur dengan dirinya saat di kamar hotel malam itu. Karena saat ia terbangun, mereka berdua berada di dalam satu selimut, dan sama-sama tidak mengenakan baju.
***
Setelah kepergian kakaknya dari kamar tamu, Keira pun mulai menghapus sisa jejak-jejak air matanya. Kemudian, menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang. Ia duduk bersila di atas sana, sembari berpikir bagaimana caranya ia bisa meyakinkan sang kakak kalau sesungguhnya ia baik-baik saja. Ia tidak mungkin hamil, ‘kan?
Tetapi, kadang-kadang ia juga merasa takut kalau hal itu malah akan benar-benar menjadi kenyataan. Lalu ia dipecat, dan ia kembali menjadi beban bagi keluarganya—terutama ibunya.
Masalahnya, sampai detik ini, ia juga sama sekali tidak sanggup untuk segera melakukan tes kehamilan. Padahal hanya dengan cara itulah ia bisa mendapatkan sebuah kepastian. Hanya saja, sebagian hatinya masih terus menyangkal, ia tidak mungkin hamil hanya dengan satu kali berhubungan. Meskipun masih ada sedikit kemungkinan. Tetapi, ia yakin kalau Jeandra tidak mungkin sehebat itu dan ia pun tidak mungkin sesubur itu.
Isi pikiran Keira selalu terasa kusut jika sudah mulai mengkhawatirkan tentang kejadian di kamar hotel malam itu.
Tak lama berselang, pintu kamar tamu pun kembali diketuk. Selanjutnya, sosok Melisa sudah kembali melangkah masuk.
Keira tahu kalau kali ini ia tidak dapat menghindar dari kakaknya itu. Tetapi, di sisi lain ia juga masih merasa takut. Takut menjadi pihak yang paling disalahkan atas kejadian di hotel malam itu. Ia takut disalahkan oleh keluarganya Jeandra, serta keluarganya Nara yang sudah pasti tidak akan diam saja jika pertunangan wanita itu bermasalah.
Sekali lagi, Keira bertanya di dalam lubuk hatinya, haruskah ia mengatakan tentang kebenarannya kepada sang kakak? Sekarang juga? Tetapi, bagaimana dengan konsekuensi yang ada? Siapkah ia menerima itu semua?
***
Masih sama seperti hari-hari sebelumnya, di mana Jeandra akan mengirimkan pesan singkat kepada Dinara dan memberitahu perempuan itu kalau sore ini dirinya akan pulang lebih awal.
Tadinya Jeandra mengira kalau Nara mungkin akan membiarkan dirinya untuk pulang duluan, sendirian. Tetapi, tanpa diduga, ternyata perempuan itu tetap ingin ikut pulang bersama dengan dirinya. Sehingga ia pun tetap menghampiri Nara di meja resepsionis seperti biasa.
Nara tampak tersenyum sekilas, lalu berpamitan kepada rekan kerjanya yang juga memiliki tugas yang sama. Karena di meja resepsionis kantor mereka memang ditugaskan dua orang untuk berjaga, dan salah satunya adalah sosok Dinara.
Mereka berjalan ke arah parkiran berdua, dan keduanya masih terlihat serasi—sama seperti biasanya. Nyaris tidak ada yang berubah. Hanya saja ....
“Kamu mau dianter ke mana? Ke rumah atau ....”
“Apartemen aja.”
Jeandra mengangguk sekilas sebelum menjalankan mobilnya untuk segera keluar dari area parkiran. Beberapa bulan belakangan, Nara memang lebih sering pulang ke apartemen ketimbang ke rumah orang tuanya.
Itulah salah satu perubahan yang ada.
“Oh iya, kamu kenapa pulang cepet? Lagi ada urusan?” tanya Nara tak lama kemudian, saat ia menolehkan kepala ke arah Jeandra yang sedang fokus menyetir di kursi sebelah.
“Iya.” Jeandra ingin melihat bagaimana keadaannya Keira. Karena nyaris setiap sore, ia selalu mengamati gadis itu dari jauh saat dia keluar dari restoran. Lantaran ia sudah mengetahui di mana tempat gadis itu bekerja. Karena pagi itu ia sempat mengikuti Keira yang sedang naik ojek dan berakhir di sebuah restoran ternama.
“Urusan apa?“ Nara tampak kembali bertanya. Kali ini berhasil mendapatkan sedikit perhatian dari Jeandra. Terbukti dari gerakan pria itu yang sempat menolehkan kepala.
“Keira,“ balas Jeandra dengan singkat.
“Oh,“ hanya itu yang reaksi yang diberikan oleh Nara. Kemudian, ia pun kembali membuka sedikit obrolan. “Katanya Pak Pram sama Meli udah pulang, besok mereka berdua udah mulai masuk kerja lagi, ‘kan?”
Jeandra hanya menganggukkan kepala.
Setelah itu hening. Tidak ada lagi yang berbicara. Kira-kira beginilah hubungan mereka berdua.
******
Thanks for reading!
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
