
Hi hai…
mulai bab 5 nanti akan berbayar.
aku sudah tanya beberapa penulis di KK. katanya kalau mau paket, naskah harus komplit. Yang tahu, bisa komen di bawah ya…
BAB 4. Dua Pewaris
“Akan lebih baik jika tidak tahu apa-apa. Daripada hal itu akan membuatmu menjauh.”
***
Sakurani terbangun dengan perasaan kepala yang hampir pecah, rasa mual yang teramat di perutnya, dan juga pandangan yang buram. Hal pertama yang dia rasakan adalah aroma sup yang kaya akan herbal beserta suara dingin Mike.
“Mike?” Sakurani memastikan. Mencoba bangun dari tidurnya dengan memegangi kepalanya yang rasanya mau meledak.
“Aduh…” keluhnya. Inilah yang paling dia benci dari alkohol. Rasa setelah mabuk itu seperti akan membunuhnya.
“Oh? Akhirnya kau sadar,” kata Mike masih dengan nada datar.
“Minum sup ini, ambil pil pereda mabuk,” tambahnya. Meskipun terlihat dingin, lelaki itu tetap memberikan perhatian yang seperti biasa pada Sakurani.
Sakurani juga tidak memiliki kekuatan untuk berdebat. Siapa yang mau mabuk? Saking kesalnya terus diteror menikah oleh kakeknya, dia secara tidak sengaja meminum semua minumannya. Oke, Mike pasti tidak akan percaya dengan alasannya. Dia pasti akan mengatakan, “Apa kau pikir aku bodoh? Meminum alkohol tanpa sengaja? Kalau kau adalah orang udik yang tidak bisa membedakan mana alkohol mana jus, baru aku akan percaya!”
Jadi lebih baik Sakurani diam. Dia mulai memakan sup yang diberikan. Begitu masuk kedalam mulutnya, rasa getir yang berasal dari kaldu sup, langsung membuat Sakurani ingin mengeluarkan semua yang ada di perutnya. Ternyata itu adalah sup bawang Prancis. Memang sup penghilang mabuk yang terkenal. Tapi sayangnya, bagi Sakurani, sup itu lebih membuatnya sekarat. Mungkin karena lidahnya terbiasa dengan masakan Asia.
“Aku tidak suka sup ini.” Sakurani segera meletakkan mangkuk sup itu. Daripada memakan sup bawang, lebih baik baginya untuk meminum segelas madu hangat.
“Yah, aku memang sengaja. Agar kau bisa ingat bagaimana tidak sukanya kau memakan sup pereda mabuk,” kata Mike datar. Namun sekali lagi, meskipun lelaki itu tampak menceramahi, namun dia tetap memberikan segelas madu hangat yang memang dia siapkan sedari tadi.
“Sialan kau!” Sakurani ingin sekali melempar gelas di tangannya ke wajah Mike.
“Kau yang mengantarku semalam?” Sakurani bertanya setelah menghabiskan segelas madu hangat. Sakurani hapal kamar hotelnya ini. Untung saja ini adalah kamarnya, bukan kamar Mike yang pasti dipenuhi oleh tempelan lelaki berotot—tidak peduli dimanapun dia pergi.
“Menurutmu?” Mike menjawab setelah beberapa waktu diam. Kali ini, Mike sudah memberikannya roti isi yang benar.
Ingatan Mike langsung pada beberapa waktu lalu. Di mana saat itu dia tengah kebingungan mencari Sakurani malam itu. Lalu ada nomor asing yang tiba-tiba meneleponnya.
Awalnya Mike panik, karena lelaki itu dengan konyol menanyakan nomor pin kamar hotel Sakurani. Jelas Mike tidak akan memberikannya. Lalu satu kata dari lelaki itu, akhirnya membuat Mike memberitahu pin kamar hotel Sakurani.
“Saya adalah El Taher. Salah satu lelaki yang akan diperkenalkan di Jepang besok. Jika kau tidak percaya, perlukah aku menelepon kakek dari Sakurani?”
“Ah, dan segera datanglah ke hotel. Karena Sakurani mabuk berat,” kata El Taher malam itu.
Lalu ketika Mike sampai, dia hanya mendapati sosok menjulang tinggi yang duduk di ruang tengah hotel, dengan tablet di tangannya. Lelaki itu tampak berkharismatik, dengan wajah timur tengah yang kental. Dengan postur duduknya saja, Mike tahu bahwa lelaki ini memiliki latar belakang yang tidak mudah. Apalagi lelaki itu bahkan bisa mengetahui nomornya. Mungkinkah Sakurani selama ini dimata-matai? Bisa jadi, lelaki itu juga adalah suruhan dari kakek Sakurani. Lalu di sampingnya, Mike juga melihat lelaki lain yang luar biasa tampan. Tidak tahu bagaimana Sakurani mengenal dua lelaki ini.
Menyadari bahwa Mike sudah masuk, satu lelaki dengan jas hitam legam mendongak, dan berdiri. Dia berjalan mendekati Mike yang masih mematung dan berkata, “Rahasiakan ini. Katakan padanya bahwa kau yang telah membawanya pulang.”
Lelaki itu berkata sebelum keluar dari kamar Sakurani begitu saja, dengan diikuti oleh temannya. Entah kenapa, bahkan tanpa lelaki tadi memperkenalkan diri, Mike sudah merasa bahwa itu adalah El Taher. Jadi, calon tunangan dari Sakurani adalah dia? Tapi dia terlihat seperti pria agamis dan baik-baik.
“Kenapa kau menjawabnya seolah berpikir dulu?” Sakurani bertanya menyelidik. Ada raut terkejut dari Mike seolah sadar dari lamunannya. Namun lelaki itu segera menyembunyikannya dengan baik.
“Apa? Aku hanya sedang memikirkan, kenapa kau bahkan tidak ingat dengan orang yang telah membawamu!” balas Mike.
Mike adalah lelaki yang payah dalam berbohong. Karena itu, Sakurani segera menelan mentah ucapan Mike dan berkata, “Aku, kan mabuk.”
“Karena itu berhentilah menyentuh alkohol. Apanya yang berburu lelaki tampan? Kau malah diburu,” kata Mike dengan suara hampir hilang.
“Apa?” Sakurani bertanya karena tidak terlalu mendengarnya.
“Tidak ada! Sudahlah! Sebaiknya kau mulai ulang lagi penerbanganmu. Karena aku yakin pesawatmu sekarang sudah terbang,” kata Mike yang kali ini sukses membuat Sakurani membulat.
“No…!” Sakurani langsung teringat akan penerbangan paginya ke Jepang. Matilah aku! Kakek pasti akan membunuhku!
***
Shangri-La Paris.
Sebuah hotel berbintang di Paris yang menawarkan teras pemandangan langsung ke menara Eiffel. Pelayanannnya memuaskan, dengan berbagai makanan pada menu yang mendunia. Namun, jika kamu memiliki pesanan lain, dapur akan melayani dengan baik. Di sinilah tempat El Taher bermalam.
Pagi sekali Fahad telah memintanya memesankan penerbangan paling pagi untuk ke Dubai. Hal ini berkaitan dengan perayaan ulang tahun Emeral ich. Di mana semua staff utama di Emeral ich Dubai, dengan beberapa perwakilan dari cabang Emeral ich akan berkumpul.
“Anda yakin tidak perlu saya temani?” itu adalah pertanyaan El Taher ketika malam itu Fahad meneleponnya untuk memesankan tiket.
“Tidak. Aku tidak akan mengganggu kencanmu,” jawaban Fahad masih sama seperti sebelumnya.
Tapi hal itu memancing El Taher untuk tersenyum. Meskipun kehilangan sebagian ingatannya, namun Fahad masihlah memiliki kepekaan yang tinggi. Kabar dirinya membawa pulang gadis di malam hari, pastilah sudah sampai ke telinga Tuannya itu. Mungkin Fahad tahu bahwa baru kali ini dia perhatian dengan seorang gadis. Atau mungkin karena Yusuf yang mengompori Fahad. El Taher tidak peduli. Karena dia memang harus melakukan beberapa hal di sini dulu.
El Taher sedang menikmati sarapan paginya di beranda hotel, ketika pandangannya tidak pernah lepas dari teras kamar sebelah. Ada banyak suara dari sana yang terdengar nyaring. Seperti teriakan panik gadis, langkah gaduh kaki, dan suara merengek gadis, lalu tanggapan lawan bicaranya yang terdengar kesal.
Tanpa sadar, sudut bibir El Taher terangkat. Hal itu lagi-lagi membuat Yusuf mengerutkan keningnya.
“Kau benar-benar seperti penguntit. Kau tahu?” katanya.
El Taher tertawa. “Kenapa kau tidak ikut Fahad kembali ke Dubai?” El Taher bertanya mengalihkan pembicaraan.
Tapi Yusuf bukanlah lelaki yang mudah untuk dialihkan. Dia memakan roti baguette dengan sup, sebelum kembali bertanya, “Kalau kau sangat menyukainya, kenapa kau harus memberikannya pada lelaki lain? Dan, kenapa kau harus merahasiakannya dari gadis itu kalau kau yang mengantarnya? Bukankah akan lebih mudah jika kau menidurinya?”
Tang!
Garpu El Taher berbunyi cukup nyaring ketika garpu itu menusuk roti baguette dengan kejam. Yusuf segera menyadari kesalahannya dan berkata, “Maksudku, menjaganya saat tidur. Bagaimana bisa kau malah memberikannya pada lelaki lain?”
“Lelaki itu tidak akan jatuh cinta padanya. Kedua, ini belum saatnya.” El Taher menjawab dengan tenang. Mencelupkan baguette miliknya ke dalam sup, dan melahapnya.
“Apa yang belum saatnya?”
El Taher mendongak. Lalu berkata, “Kami masih belum direstui oleh Allah.”
“Hah?”
“Allah masih belum membukakan hatinya untuk kami bersama.”
“Ya…?” Yusuf makin kebingungan.
“Apa karena kau terus melayani Tuan Imran? Jadi cara bicaramu sekarang mirip seperti beliau. Sulit dipahami orang normal!”
El Taher tertawa. “Itu karena kau yang terlalu bodoh,” jawabnya kemudian. Lalu Yusuf akhirnya sadar satu hal.
“Gadis itu tidak satu keyakinan denganmu?” tanyanya.
“Lebih tepatnya, dia tidak memiliki keyakinan akan Tuhan. Dia atheis.” El Taher menjawab dengan enteng. Berbeda jauh dengan ekspresi Yusuf yang tercengang.
“Itu bahkan lebih mengerikan dibandingkan kau mengatakan dia memeluk keyakinan lain,” komentar Yusuf. Namun El Taher terlihat tidak terlalu menanggapi.
“Sudahlah! Lupakan itu. Sekarang aku akan bertanya lagi padamu, apa kau tidak akan kembali ke kerajaan?” Yusuf tidak akan mempertimbangkan kehadiran Sakurani. Banyak wanita yang telah hilir mudik di sekitar El Taher. Yusuf hanya berpikir bahwa Sakurani adalah salah satunya. Mungkin sedikit lebih menarik dibandingkan yang lain.
“Kenapa kau sangat memaksaku? Sudah aku katakan, ada Biantara yang jauh lebih cocok untuk posisi itu. Istri yang memiliki ‘mata’, anak sebagai pewaris, dan terakhir, dia memiliki daya tarik luar biasa untuk para mahkluk. Kau kejar saja dia.” El Taher menyudahi sarapannya. Mulai membilas mulutnya dengan teh olong.
“Para tetua menyelamatkanmu, karena mereka yakin kaulah pewaris! Jangan sia-siakan pengorbanan mereka! Lagi pula, aku tidak kenal dengan Biantara. Lelaki itu bahkan kabur ke Korea hanya untuk menghindari fraksi lain yang mengejarnya.”
“Dengar, sekali lagi aku katakan, aku tidak tertarik menjadi pewaris. Aku hanya ingin hidup damai di dunia nyata seperti ini. Pergilah, aku akan segera ke Jepang siang ini.”
“Kaif!”
“El Taher,” El Taher menginterupsi.
“Panggil aku El Taher di sini. Dan aku tidak bercanda, ketika aku bilang bahwa aku tidak menyukai dan tidak berminat menjadi pewaris.”
Pandangan El Taher mulai dingin. Dengan hanya tatapannya itu, Yusuf tahu bagaimana untuk berhenti. Bahkan jika dia memaksa saat ini, dia tidak akan mendapatkan apapun kecuali amarah dari El Taher.
Yusuf mungkin bisa menunggu. Tapi masalahnya tidak dengan kerajaan saat ini. Diantara gencarnya perebutan kekuasaan, dua pewaris justru memilih tenggelam pada dunia mereka tanpa mau kembali.
***
Sementara itu di tempat lain, tampak seorang lelaki dengan kacamata berbingkai emas sedang mengamati dua sosok yang sedari tadi menyita perhatiannya. Sebuah pesan masuk dalam ponselnya, namun pandangan matanya tidak mau lepas dari sosok wanita dan seorang anak laki-laki yang melakukan gerakan aneh di dalam kamar anak mereka. Mereka berdua saling bertatap-tatapan, dengan istrinya yang menari-nari aneh dan di tiru oleh anak mereka.
“Apa lagi yang dilakukannya?” lelaki itu memijit ujung hidungnya, namun juga tidak bisa menyembunyikan kekehannya. Sekarang, dia baru merasakan apa itu yang namanya ‘rindu rumah’. Terimakasih pada istrinya saat ini. Karena berkat istrinya, setiap hari dia akan memiliki kisah lucu yang entah sengaja atau tidak. Lelaki itu akan sangat menikmati momen ini, jika saja asistennya tidak datang padanya.
“Tuan, ‘mereka’ menghubungi anda.”
“Tidak perlu menjawab. Yang mereka cari itu adikku, bukan aku. Lagi pula, seharusnya adikku itu tahu. Kalau wilayah Al Madam adalah tanggung jawabnya. Suku Kutbi adalah rakyatnya. Jika dia masih tidak bisa berpikir, atur jadwal saja agar aku bertemu dengannya,” kata lelaki itu seraya masih memandang istri dan anaknya yang saat ini tengah menungging.
***
Inilah awal, bagaimana Sakurani yang mendambakan kehidupan pernikahan yang damai, tenang dan santai, harus menelan itu semua. Karena suami yang baru saja dia nikahi, sosok asisten dari salah satu perusahaan terbesar di Dubai, bukan sosok sesederhana yang dia pikirkan.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
