BAB 2. Transaksi Kafe roh

8
0
Deskripsi

IG : Rousoku28

untuk tahu novel apa aja yang UP ya…

Oh ya, jika menemukan novel ini di Fizzo, judul sama, itu bukan plagiat, itu karya saya yang sudah tak minta take down dan pindah ke sini

BAB 2. Transaksi Kafe roh

 

"Jika waktu bisa diputar, maka tidak akan ada penyesalan. Karena itu manusia dibekali akal, untuk dapat cerdas dalam memilih keputusan."

***

Kafe Your Life. Selalu terletak di tengah kota. Berpindah-pindah mengikuti gerak para roh yang tersesat. Memiliki ciri khusus bangunan berwarna merah terang, nyaman, dengan lonceng berukiran aksara Jawa dan bahasa sansekerta, sebagai ikonik kafe.

Jika masuk lebih dalam, kamu dapat melihat nuansa kental keraton mendominasi keseluruhan ornamen. Tidak peduli dimanapun kafe ini berada, kesan Jawa selalu kental. Bahkan menjadi ikon unik bagi para roh dari berbagai negara.

Lalu terakhir, di kafe ini hanya ada satu pemilik kafe yang disebut Niang oleh para roh yaitu prameswara atau sering dipanggil Rara. Dan satu pelayan yaitu Bora.

Meskipun pelanggan yang datang belasan atau bahkan puluhan dalam satu hari, tetap hanya ada dua 'makhluk' yang melayani. Di kafe ini, para roh akan berbicara dalam satu bahasa yang sama. Tidak peduli dari mana mereka berasal.

Itulah kafe Your Life. Warna merah kafe akan mudah ditemukan oleh para roh baru atau roh tersesat. Di mana dalam dunia para roh, hanya ada warna abu-abu atau hitam. Kafe yang hanya terlihat oleh roh, untuk para roh, dan menghilang juga karena roh. Harusnya begitu.

Sampai  Prameswara yang biasanya agung, kini harus duduk dengan memangku bocah empat tahun. Lucunya, anak laki-laki yang tadinya menangis, kini justru tertidur lelap dalam gendongan Prameswara.

Bora datang dengan menyediakan teh. Melirik pada Tuannya, dia menahan tawanya yang akan keluar, ketika meletakkan dua cangkir teh krisan.

Bukan Bora tidak mau membantu. Tapi karena dia tidak bisa menyentuh makhluk hidup ataupun benda dari alam manusia. Dia adalah roh, hanya bisa menyentuh benda padat di kafe ini saja dan roh. Sedangkan anak kecil itu anehnya adalah makhluk hidup dengan jasad. Bukan seperti roh yang terlepas karena 'kejahilan' makhluk astral lain.

Berbeda dengan Tuannya. Prameswara dapat menyentuh apapun selama itu berada di dalam kafe.

"Silahkan di minum. Ini gratis," kata Bora pada roh wanita yang duduk dalam kebingungan.

Wajah wanita itu pucat. Memiliki mata putih dengan pupil hitam yang mengecil. Itu terlihat menyeramkan. Lalu dari tubuhnya  mengeluarkan bau tidak sedap. Bora tahu dalam sekali lihat bahwa ada dua kemungkinan untuk wanita ini.

Wanita ini mati karena bunuh diri. Atau dia sedang sekarat. Karena calon 'mayit' akan memiliki bau busuk pada rohnya.

"Sayang sekali, aku tidak bisa melayani manusia yang bunuh diri. Kecuali telah bergentayangan lebih dari seratus hari," kata Prameswara pada sosok di depannya.

"Itupun tergantung bagaimana alasanmu mengakhiri hidupmu," lanjutnya.

Sesuai dugaannya, anak kecil ini tanpa sengaja mengikuti kepergian roh ibunya. Hingga dia tersesat di kafe ini. Menangani roh bunuh diri, adalah hal yang paling Prameswara benci. Karena kadang, dia akan berurusan dengan kehidupan di luar sana. Seperti saat ini.

"Sepertinya tidak ada yang perlu aku katakan lagi. Kamu bisa minum teh itu, lalu pergilah."

"Tidak. Aku...aku masih ingin hidup..." Lirih roh itu.

"Kenapa kamu masih ingin hidup?" Prameswara balik bertanya.

Jika itu roh lain, jawaban ingin hidup kembali itu wajar. Tapi tidak wajar jika yang mengatakan adalah orang yang baru saja mengakhiri hidupnya sendiri. Apakah wanita di depannya ini masih waras?

"Aku...tidak bisa meninggalkan Aiden. Aku sungguh dalam keadaan bodoh. Anakku, aku bahkan belum pernah mengucapkan betapa aku menyayanginya," roh itu menjawab.

"Rania Dewi Senopati. Itu namamu, bukan?" Prameswara membuka buku bumantara yang berwarna hitamnya.

Sebuah buku yang berusia semua data para roh yang terpanggil masuk ke kafe ini. Hal ini karena untuk membantu para roh, diperlukan semua kisah hidupnya.

Kadang, roh yang terlalu lama bergentayangan akan lupa bagaimana dia tidak tenang, namanya, bahkan tidak ingat kapan dia menjadi roh. Bumantara inilah yang akan membantu Prameswara mengetahui sejarah roh itu.

"Namamu cukup kejawen, untuk hidup di zaman ini," Prameswara menambahkan. Sebuah nama dengan bahasa sansekerta di zaman ini, terdengar unik, hampir tidak pernah dia temui malah.

Kembali melihat buku kehidupan Raina, Prameswara dibuat terkejut lagi.

Sebuah nama yang persis seperti yang dia bacakan ada di sana. Lengkap dengan tanggal lahir, weton, sampai bagaimana dia mengakhiri hidupnya. Namun tinta itu masih merah samar. Itu artinya, wanita ini belum benar-benar mati.

Tapi yang aneh menurut Prameswara adalah bagaimana wanita itu bisa memiliki banyak kesamaan dengannya.

Padahal, Empu Jagad yang merupakan kaum walikilya ( makhluk kecil sakti seperti kurcaci yang bertapa di pohon ghoib), pernah berkata bahwa seorang Niang atau pemandu roh dari tanah Jawa, seperti dirinya,  tidak akan disamai weton, tanggal lahir dan bulan yang sama dengan manusia lain.

"Saya mohon...bantu saya! Beri waktu saya untuk setidaknya sekali saja dapat memberikan kasih sayang pada anak saya!" Rania tiba-tiba bersujud.

Menangis dan terus memohon tanpa henti. Hanya Bora yang tahu, bagaimana itu hanya akan sia-sia. Seorang Niang tidak akan pernah punya hati.

"Kalau aku membantumu, bayaran apa yang bisa kamu berikan? Roh yang mati karena mengakhiri hidupnya sendiri tidak memiliki harta. Termiskin dari yang paling miskin. Tidak bisa didoakan, tidak bisa di kremasi. Apa yang kamu punya?" Prameswara bertanya dengan datar. Seperti dugaan Bora. Lagi pula, tidak ada yang gratis di dunia ini. Bahkan untuk para roh.

Bora yang mendapati dirinya mungkin tidak diperlukan, segera kembali keluar. Siap menyambut roh lain yang datang ke kafe mereka.

"Saya..." Rania kebingungan. Sejak dia meninggalkan jasadnya, dia memang tidak membawa apa-apa. Berbeda dengan roh-roh lain sepanjang jalan yang membawa beberapa benda di tangan mereka.

"Karena itulah aku mengatakan, roh dengan kematian seperti dirimu, tidak bisa aku bantu sebelum seratus hari. Itu karena kamu tidak memiliki apapun yang bisa ditukarkan," kata Prameswara.

Entah sadar atau tidak, saat berkata dengan Raina, Prameswara mengelus surai hitam milik anak Raina.

Itu lembut, lalu pipinya terasa halus. Praweswara menunduk, hanya mendapati pipi bakpao kemerah-merahan yang membuat hasrat dirinya untuk mencubit.

"Saya mohon! Satu hari saja! Tidak...satu jam saja! Kembalikan aku ke tubuhku! Saya hanya ingin memeluk anak saya, meminta maaf padanya, dan juga suami saya. Setelah itu saya akan pergi." Rania kembali memohon.

Prameswara melihat pada dahi Rania. Dia memang roh sekarat, bukan roh mati. Bau busuk yang menyelimutinya adalah karena sebentar lagi waktunya di dunia habis.

Jika membantunya, tentu saja Prameswara akan untung besar. Karena jika Raina bangun kembali lalu mati, catatan bunuh diri itu akan hilang. Wanita ini mati bukan lagi karena bunuh diri.

Keserakahan mengulik Prameswara. Seberapa kaya roh yang rela mati demi keluarganya? Kafenya pasti bisa direnovasi langsung dengan bayaran itu.

Mata Prameswara memicing lalu dia tersenyum. "Baiklah, manusia. Aku bisa membuatmu bangun selama satu dupa (30 menit) untuk hidup. Lalukan apa yang menjadi keresahanmu. Tapi apa yang kamu bawa nanti setelah mati, akan menjadi milik kafe ini. Apa kamu setuju?"

"Saya setuju!" Rania berkata yakin.

Prameswara akhirnya bangkit dari singgahsana kecilnya. Berjalan setapak demi setapak pada tiga tangga emas tempat itu.

Ketika sampai di depannya, Prameswari menunjuk dahi Rania dan mulai mengucapkan ikrar perjanjian dengan roh.

"Rania Dewi Senopati, dengan ini kamu menuliskan janji pada kafe kami. Pergilah, dan masuk kembali ke ragamu. Nanging awakmu amung biso urip sak dupa," tutur Prameswara pada Rania.

Ketika itu, seberkas cahaya masuk memenuhi ruangan, di mana membuat roh Rania perlahan-lahan menjadi menyatu dalam butiran cahaya, lalu menghilang. Tapi tidak dengan anak kecil dalam gendongan Prameswari.

"Niang, roh itu sudah pergi?" Bora masuk lagi ketika melihat cahaya roh yang begitu besar. Itu artinya, Prameswara menggunakan energinya jauh lebih besar untuk roh itu. Untuk pengorbanan seperti itu, pasti akan ada bayaran yang besar.

Bora merasakan hatinya bersuka cita. Jika bayaran itu besar, mungkin mereka bisa keluar kafe meski beberapa menit saja.

"Sudah."

"Niang, lalu anak itu bagaimana? Kita tidak bisa keluar dari tempat ini," tanya Bora. Anak itu juga bukan roh, yang bisa dipandu oleh Bora.

"Anak ini akan kembali sendiri ketika dia bangun." Prameswara meletakkan anak itu di sofa pelanggan. Lalu tanpa menoleh, Prameswara berjalan menuju ruangan yang lebih kecil. Di mana hanya ada satu tempat tidur.

"Aku lelah. Tutup saja kafenya sekarang," kata Prameswara pada Bora.

"Baik Niang!" Bora segera menuruti dengan senang hati.

Sepeninggal Bora, Prameswara mulai merebahkan dirinya diatas ranjang. Dia tidur menghadap ke langit-langit ruangan, bersedekah, sebelum akhirnya menutup matanya.

"Memberikan energi pada roh memang melelahkan. Aku tidak mau lagi..." gumamnya sebelum benar-benar tertidur.

***

Entah berapa lama Prameswara tertidur. Ketika bangun, masih belum membuka matanya, Prameswara langsung memanggil Bora.

"Bora, apa anak itu sudah pergi?" tanyanya lirih. Makhluk seperti mereka memiliki Indra jauh lebih tajam. Jadi dengan bergumam pun, Bora akan mendengarnya.

Namun bukan suara Bora yang membalas. Melainkan suara yang berat, asing, dan dingin yang tiba-tiba saja menjawab panggilannya.

"Siapa Bora?"

Prameswara langsung membuka matanya. Seketika, pupil matanya membesar, terkejut dengan wajah manusia lain yang tepat berada di depan matanya. Terlebih lagi, bau asing juga tercium olehnya.

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya BAB. 3 SANG NIANG MALU
8
0
                                                                  BAB. 3 SANG NIANG MALU Hidup manusia itu singkat. Karena itu hiduplah dengan apa yang kamu mau. Bukan mereka mau. Simple, kan?*** Biantara  memandangi sosok kecil istrinya yang bertingkah aneh. Dua kali terbangun dari koma, bertindak aneh dengan memeluk Aiden, mengucapkan sayang, menangis pada anaknya itu, lalu kembali koma.Lalu terbangun lagi dengan tingkah jauh lebih ajaib. Setelah terbangun dengan mengatakan kalimat ajaib, Kowe sopo? Seperti terkejut dengan bahasanya sendiri, Biantara melihat sosok Rania yang langsung kebingungan.Lihat saja sekarang. Dari mengelus-elus ranjang, terkejut dengan tombol darurat rumah sakit, selang-selang medis, bahkan berteriak pada suntikan jarum.Lebih aneh lagi ketika istrinya  berteriak setelah bercermin. Sebelum akhirnya kabur keluar. Biantara dibuat stres ketika harus ikut main kejar-kejaran untuk menangkap istrinya.Bisa gila dia!Jadi di pagi hari, ada pemandangan yang cukup unik. Satu wanita berpakaian pasien, dikejar oleh satu lelaki jangkung, dengan empat perawat.Semua penghuni rumah sakit tampak keluar, melongok penasaran apa yang terjadi.Biantara merasakan stres yang belum pernah dia rasakan. Sungguh!Pagi-pagi sudah berlari mengejar istrinya yang baru saja siuman dari koma. 'Rania' baru saja berhenti, ketika dia sampai di taman rumah sakit. Memandang pada lahan kosong, lalu memekik seolah terkejut. Setelah itu, istrinya kembali pingsan. Membuat Biantara terkejut dan bergegas menangkap tubuh Rania.  Hal itu diikuti oleh beberapa perawat yang ikut membantu membawa Rania kembali ke ruang rawat inap.Bora...Langkah Biantara berhenti. Dahinya berkerut, tanpa sadar gesturnya menunjukkan ketidaksukaan. Lagi, istrinya menggumamkan nama itu.Siapa? Laki-laki atau perempuan? Kapan mereka bertemu? Karena Biantara tidak pernah melihat istrinya itu berinteraksi dengan orang lain. Selain karena kendala bahasa, Rania yang dia kenal adalah seorang introvert. Di mana dia lebih menyukai berada di galeri daripada di luar.Meletakkan sosok Rania di atas brankar, Biantara mengikuti perawat yang mendorong istrinya kembali ke rumah sakit.Bagaimana keadaan istri saya? Biantara bertanya dalam bahasa Korea.Untuk alat vitalnya semua telah baik. Ini juga aneh, beberapa organ yang harusnya rusak, entah bagaimana pagi ini semuanya baik. Saya rasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, jawab sang dokter dengan name tag, Lee Donghua.Anda yakin? Biantara  bertanya tidak yakin. Lalu Lee Donghua teringat akan kejadian kejar-kejaran tadi pagi.Mungkin... saya bisa merekomendasikan psikiater yang baik di rumah sakit kami? Lee Donghua bertanya tidak yakin.Dalam kebanyakan kasus bunuh diri dengan obat tidur, ketika bangun mereka akan berhalusinasi. Hal itu wajar. Atau  setidaknya lemas, tidak semangat hidup. Tapi ini berbeda. Ketika bangun dari koma, dia langsung berlari, kebingungan, lalu berakhir pingsan setelah berteriak.Kesehatan mental para pasien yang telah memutuskan untuk bunuh diri, kami menyarankan untuk menghubungi psikolog atau psikiater. Tentu saja dengan pendampingan dan juga perhatian lebih dari keluarga.... Biantara tidak bisa membantah.***Ruang rawat inap VIPPrameswara terbangun dengan perasaan kaget oleh wajah hancur yang tepat berada di atas wajahnya.Kuang ajar! Prameswara menghalau wajah roh itu. Terkejut, bahwa tangan itu tembus. Ditambah dengan rasa nyeri di tangannya ketika dia bergerak. Saat sadar, dia meringis ketika melihat jarum dimasukkan ke dalam tangannya.Niang...? Suara itu lirih. Seolah memastikan bahwa apa yang dilihat memang benar Prameswara.Ketika wanita itu mendongak, ternyata tidak hanya satu, melainkan banyak roh-roh lain yang berdatangan kepadanya.Kalian...beraninya kalian menghadap wajahku?Wajah para roh tampak terkejut. Dorongan untuk bersujud pada Praweswara kembali terasa. Mereka semua bersujud dan menangis.Ternyata para roh juga sama kagetnya dengan dirinya.Seorang Niang memiliki aroma tersendiri untuk para roh. Seperti membuat mereka ingin sujud dengannya. Mungkin itulah yang membuat roh itu mengendus pada tubuh Prameswara.Mendengar jeritan dan tangisan para roh, membuat kepala Prameswara semakin berdenyut. Ternyata mendengarkan suara hantu dengan telinga manusia, itu sangat menyebalkan.Diamlah! hardiknya kesal.Kepalanya terasa berat. Rasanya masih sulit percaya bahwa dia saat ini telah merasuki sukma dari Rania. Roh yang meminta bantuannya kemarin.Kenapa bisa begitu? Itulah pertanyaan yang terlintas di benak Prameswara. Tidak ada yang salah dengan ikrar yang dibuat. Bagaimana bisa dia memasuki tubuh wanita ini?Selain itu, Kafe Your Life miliknya yang seharusnya terlihat megah di tengah kota, dekat dengan rumah sakit, tapi itu lenyap seketika. Kafe itu tidak terlihat, membuat dirinya syok. Lebih syok lagi bahwa dia bisa pingsan seperti manusia.Baik, aku memang manusia sekarang, gumamnya frustasi.Kafe Your Life, baru dia bangun di tempat ini. Mengganti nama dari 'persinggahan roh' menjadi kafe agar terdengar lebih keren. Meskipun tidak tahu dunia luar secara langsung, namun dari ingatan para roh dari masa ke masa, Prameswara memiliki pengetahuan tentang perkembangan manusia.Baginya hal itu cukup untuk diketahui. Prameswara tidak pernah tertarik untuk keluar di dunia ini. Tempat di mana manusia yang mencap dirinya adalah makhluk dengan derajat tertinggi, namun tingkah mereka tidak ubahnya seperti binatang. Bahkan lebih rendah.Baik, bukan itu yang harus dikhawatirkan saat ini. Bagaimana nasib kafenya? Bagaimana dengan Bora? Abdinya selama ratusan tahun itu, juga tidak bisa keluar dari kafenya. Dan kafe itu tidak akan bisa beroperasi tanpa Niang. Dan dialah Sang Niang!Dia terjebak di raga ini, tanpa bisa keluar. Seberapa kalipun dia mencoba. Lagi pula dia adalah Niang. Tidak bisa meninggalkan kafe Your Life. Karena tubuhnya adalah kafe itu sendiri. Dia bukan roh yang bisa keluar masuk ke tubuh manusia.Mari kita pikirkan apa masalahnya. Perjanjian itu jelas benar dan menguntungkan. Lalu kena- Pramewari tertegun. Sekarang dia ingat, bahwa ketika dia membuat perjanjian dengan Rania, anak laki-laki itu masih dalam gendongannya.Anak itu! Dia pasti membuat permohonan ketika ikrar itu berjalan! Aish...! Sialan! Prameswara mengumpat. Menjambak rambutnya dengan kedua tangannya, frustasi.Entah apa yang diinginkan anak itu. Tapi cara pertama dia kembali hanya bisa dengan mengabulkan permintaan anak itu.Wah! Aku, seorang Niang, benar-benar ditipu oleh mereka! Arrgh...! Prameswara berteriak. Tidak peduli dengan para roh yang melihat semua tingkahnya dengan bingung.Butuh beberapa waktu Prameswara untuk tenang. Sebelum akhirnya dia melihat ke arah para roh.Siapa diantara kalian yang sudah menjadi senior? tanya Prameswara pada belasan roh yang masih saja mengelilinginya.Saya Niang...Sosok roh wanita berwajah pucat mengangkat tangannya. Prameswara melihat sosok itu lalu menggelengkan kepalanya. Tidak ada barang apapun di tangan roh itu.Seberapa miskinnya dirimu sehingga kamu bahkan tidak memakai baju? Apa kamu bahkan tidak melakukan kebaikan sedikitpun? komentarnya kemudian. Roh itu tampak malu.Untuk roh yang telah hidup lama, seharusnya banyak benda yang dikumpulkan. Seiring ingatan roh yang memudar, mereka hanya akan memiliki hasrat duniawi. Seharusnya roh itu sudah menjadi hantu, dengan memiliki beberapa properti. Bukan seperti dia yang bahkan baju saja tidak ada.Sudahlah. Lupakan itu! Sekarang, kamu bantulah aku untuk bisa melepaskan diri dari badan manusia. Kamu begitu gelap. Seharusnya kamu sering merasuki tubuh manusia, bukan?Berawal dari kalimatnya itulah serangkaian gerakan aneh ini terjadi.Keluar! Teriak Prameswara sambil menengadahkan kedua tangan.Hiaat...! Prameswara mencoba kayang.Bim salabim, keluar! Kali ini Prameswara menirukan gerakan roh untuk melompat. Lalu berjinjit, menari, bahkan menyalakan dupa yang entah para roh dapat dari mana. Semua gerakan itu memalukam itu Prameswara coba.Tapi hasilnya, Semuanya Gagal! Padahal gerakan kecil seperti itu, sudah menguras banyak tenaganya.Hei! Kalian mengerjaiku!Semua roh menggelengkan kepalanya cepat. Kami tidak berani, Niang!Prameswara menarik napas panjang. Bora mengatakan bahwa kesabarannya bersumbu pendek. Tapi dia juga seorang pemalas. Karena itu dia jarang marah. Namun hari ini, entah berapa kali mulutnya mengomeli para roh yang gagal mengajarinya.Hanya ada satu cara terakhir. Ini cara yang dia lihat dari siaran televisi yang baru saja dia tonton dengan bantuan para roh.Tarik napas... hembuskan. Tarik napas... Lalu kembali hembuskan. Gerakan itu dia ulang-ulang sebelum menahan napas dan berteriak.Keluar...!!!Hening.Justru yang ada adalah bunyi kecil yang keluar dari dalam tubuhnya, disertai bau tidak sedap.Praweswara tertegun. Dia kentut? Bau? Dia? Sosok paling agung di dunia roh? Lalu seolah mengkonfirmasi bahwa itu adalah dirinya, sekali lagi bunyi kentut itu terdengar. Lebih keras dan beruntun.Haha! Praweswara tertawa garing. Tubuh manusia sangat menjijikkan!Bodoh semua!  Berbalik untuk menyudahi hal gilanya, sekali lagi Praweswara dibuat membatu.Dibelakangnya, sudah ada sosok berjas hitam, dengan wajah melongo, diiringi oleh dua dokter, dan satu anak kecil yang memfokuskan pandangan padanya.Sejak kapan kalian di sini?Praweswara merasa menyesal menanyakan hal itu. Karena begitu bertanya, si kecil Aiden menjawab dengan  polos, Sejak kentut pertama Mama dan gerakan kungfu mama, hmmp!Mulut Aiden langsung dibekap oleh lelaki berjas hitam itu. Itu bukan suami Raina. Melainkan sosok lain.Tenang saja, setelah koma, membuang gas metana itu bagus, kata lelaki itu dengan senyum canggung, sambil masih membekap mulut Aiden.Huhu... Seketika Praweswara ingin mati saja! Malu sekali...! 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan