
Beberapa waktu berlalu setelah Raksa memejamkan matanya. Namun dirinya tidak kunjung tertidur.
Alasan Raksa memberikan hoodie miliknya itu selain untuk mencegah Ghina dari kedinginan, juga untuk menutupi tubuh sang wanita dari pandangannya.
Bagaimanapun, dia tetap seorang pria dewasa yang normal.
Dan Ghina malah mempertontonkan tubuhnya. Dengan hanya dibalut tanktop putih yang samar memperlihatkan bra berwarna hitam di baliknya. Belum lagi bagian depan atasan tanpa lengan yang rendah dan pendek itu menunjukkan hal yang sama sekali tidak baik untuk Raksa.
Ia pikir setelah Ghina mengenakan hoodie-nya, ia bisa kembali mendapat kewarasannya. Tapi kini di sebelahnya, wanita itu malah memeluk lengannya dengan erat. Tubuhnya pun tanpa bisa dicegah merasakan bagian itu, payudara milik sang wanita yang ada di balik hoodie-nya.
Apalagi ketika Ghina bergerak semakin dekat, mencari posisi yang nyaman, Raksa akan semakin bisa merasakannya. Ia tidak bisa membayangkan seandainya tadi Ghina tidak mengenakan hoodie itu.
Raksa hanya perlu menahan diri. Sampai wanita itu benar-benar sepenuhnya tidur, maka ia akan bisa memindahkan wanita itu ke kamarnya dan terbebas.
Matanya terpejam. Raksa menarik napas teratur dan mencoba mengendalikan diri. Sampai tiba-tiba sesuatu yang dingin merayap di perutnya.
Mata Raksa terbuka sepenuhnya. Kaosnya sudah tersingkap sedikit. Di baliknya, ada tangan Ghina yang menyapa permukaan kulitnya. Tangan wanita itu bermain-main di sana, mengusap otot-otot yang terbentuk pada perutnya.
Dengan hati-hati, Raksa memindahkan tangan Ghina kembali ke sisi tubuh sang wanita. Tetapi beberapa saat setelahnya, ketika Raksa memejamkan matanya kembali, tangan itu kembali menyusup ke dalam kaos putih yang ia kenakan. Tangan itu meraba-raba, bahkan kini sudah berpindah hingga ke dadanya.
Gerakan tangan wanita itu yang menelusuri setiap inci kulitnya, seolah sedang meninggalkan jejak lewat sapuan ringan.
Raksa bisa merasakan napasnya memberat. Ghina benar-benar mengujinya.ย
Ia mengeluarkan tangan wanita itu dari dalam bajunya, meletakkannya persis di atas perutnya yang telah ditutupi baju. Pandangannya tertuju pada wanita itu, memperhatikan dengan seksama barangkali wanita itu melakukannya dengan sengaja.ย
Raksa pun memejamkan matanya kembali. Telapak tangan kirinya menahan tangan wanita itu yang berada di atas perutnya.ย
Baru saja akan beristirahat, tangan itu kembali bergerak. Raksa sudah pasrah ketika tangan Ghina bergerak turun. Ia pikir tangan Ghina akan mencoba masuk ke dalam kaosnya kembali, tapi tangan itu terus bergerak semakin turun, menyelinap melewati karet celananya dan masuk ke dalam sana.
Raksa refleks membuka mata ketika ada sesuatu yang menyentuh miliknya di dalam sana. Tangan sang wanita sudah menyelip masuk, menghilang di balik celananya.
Dari luar boxer yang membungkusnya, Raksa bisa merasakan jari-jari Ghina menyentuh di sana. Tangan itu bergerak mengusap dengan pola naik turun, persis seperti waktu mengusap perutnya tadi. Jakunnya ikut bergerak naik turun. Napasnya pun terasa berat.
Raksa segera mencekal lengan Ghina, lalu menarik keluar tangan itu agar tidak lagi bersembunyi di balik celananya. Dengan mudah ia membebaskan lengan kanannya yang dijadikan bantal guling. Lalu berpindah posisi mengukung tubuh wanita itu, menahan salah satu tangan yang tadi meraba tubuhnya.
Belum selesai di situ. Siksaan terhadap Raksa masih berlanjut. Posisi kepala Ghina yang agak miring memperlihatkan tengkuknya yang tersingkap dari hoodie kebesaran itu, mengekspos hingga ke tulang selangka dan tali bra yang tidak tertutupi.ย
Wanita itu menggeliat pelan. Posisi duduk jelas bukan posisi ternyaman untuk tidur. Raksa hendak membawa tubuh wanita itu seperti biasanya, tapi ketika ia mendekat, kepala Ghina malah kini bersandar pada pundaknya. Tangan wanita itu memeluk lehernya erat. Raksa bisa merasakan napas sang wanita menerpa ceruk lehernya.
Kalau sudah begini Raksa tidak punya pilihan lain selain menggendong wanita itu di depan tubuhnya. Yang menjadi masalah terbesar adalah bagian bawahnya yang terasa menyiksa, apalagi saat tubuh Ghina menekan miliknya, sesekali bergesek dari luar pakaian saat ia berjalan.
Ketika Ghina kembali bergerak, Raksa langsung bergumam di dekat telinga wanita itu. "Jangan banyak gerak."
Jelas Ghina tidak mendengar karena wanita itu tertidur. Hingga akhirnya mereka tiba di kamar, Raksa baru bisa melepaskan tangannya yang sedari tadi menahan paha Ghina agar tidak jatuh. Namun tangan wanita itu di lehernya tidak mau lepas. Malah Ghina malah menariknya untuk dipeluk membuat Raksa nyaris menimpa tubuh Ghina andai ia tidak menahan tubuhnya dengan kedua tangan
Raksa baru bisa melepaskan diri setelah pegangan tangan Ghina mengendur.
Dipandanginya wajah yang tertidur lelap itu. Juga jejemari dengan kuku berpoles warna coklat yang tadi menyentuhnya.
Raksa mengalihkan pandangan dan memutar badan, berusaha mengenyahkan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya.
***
"Habis dari mana?" tanya Ghina dengan wajah menginterogasi.
Raksa terkejut ketika mendapati Ghina berdiri di depan pintu sekembalinya ia dari luar. Biasanya Ghina baru akan bangun pukul tujuh pagi. Dan sekarang masih jam enam kurang seperempat.ย
"Dari gym," jawab Raksa, memalingkan pandangannya dari Ghina yang sudah melepas hoodie miliknya dan menyisakan tanktop putih sebatas pusar melekat di tubuh. Laki-laki itu menunduk dan menyimpan sepatu yang ia lepas ke dalam rak sepatu di dekat pintu.
"Lo lupa dokter bilang gak boleh ngelakuin aktivitas berat?"
Raksa juga tidak akan berolahraga pagi-pagi buta kalau tidak demi menyalurkan sesuatu yang bangkit beberapa jam lalu karena ulah wanita itu.
"Coba gue cek bekas jahitan lo."
Langkah Ghina sudah maju, hendak menyingkap kaos yang dikenakan Raksa kalau saja laki-laki itu tidak mundur dan menahan tangannya.
"Gue keringat," ucap Raksa beralasan. Meski sebenarnya ia takut akan sentuhan Ghina yang akan mengingatkannya pada kejadian sebelumnya.
"Gue mau cek bentar."
Ghina mendesak sementara Raksa terus bergerak mundur. Kesal karena Raksa yang terus menghindar membuat Ghina langsung menginjak salah satu kaki Raksa dengan kakinya. Raksa yang hampir mengangkat kakinya pun menahan diri.
Kaki Ghina yang satunya langsung menginjak kaki Raksa yang masih bebas, mengunci pria itu di tempat agar tidak kabur. Seluruh tubuhnya kini bertumpu pada kaki Raksa. Sengaja ia berjinjit lalu berpegangan pada pundak Raksa dan bertumpu di sana.
Posisi keduanya benar-benar tidak berjarak, menempel satu sama lain.
"I'm feeling something down here," celetuk Ghina sambil mengangkat sebelah alisnya, menatap Raksa dengan tatapan menunggu sebuah jawaban.
"Turun."
"Gue perlu ngecek bekas jahitan lo." Sebelah tangannya bergerak turun, meraih ujung kaos Raksa sampai ia merasakan jari-jari kakinya tidak lagi berpijak pada kaki Raksa. Laki-laki itu mengangkatnya, menahan sisi pinggangnya dengan kedua tangan.
"Udah gue bilang gak perlu. Gue baik-baik aja. Kalau gak, gue gak bakal bisa angkat lo kayak sekarang," ujar Raksa lalu menurunkan Ghina.
"Yakin baik-baik aja?"
Tatapan Ghina turun dan berhenti tepat di antara paha laki-laki itu. Meski tidak tercetak jelas, Ghina tetap bisa melihat ada yang mendesak di sana, membuat celana yang harusnya longgar itu terasa sedikit sesak.
Raksa melangkahkan kakinya menuju kamar mandi sebelum wanita itu menyiksanya lebih jauh.
***
Raksa baru selesai mandi dan masuk ke kamarnya ketika Ghina sedang menunggu di dalam kamarnya.
โDuduk di sini bentar. Gue beneran mau ngecek bekas luka lo sekalian obatin.โ
Tau Ghina tidak akan menyerah, Raksa pun duduk bersebelahan dengan wanita itu dan memasrahkan wanita itu untuk mengobatinya.
Tidak ada yang berbicara. Masing-masing menikmati keheningan yang ada selagi jari-jari Ghina mengoleksan obat di sisi perutnya.
โUdah selesai.โ
Ghina berdiri dari duduknya. Sebelum pergi, wanita itu menatap pria yang baru saja selesai ia obati.
โGue gak tau apa yang udah lo alamin selama menghilang sampai bisa punya bekas luka sebanyak itu. Tapi gue bersyukur lo masih tetap hidup dan ada di sisi gue sekarang.โ
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
