88 Tahun Taufik Ismail dalam Bersyair

0
0
Deskripsi
IMG_20200617_135921

DALAM acara Pidato Kebudayaan Anwar Ibrahim yang bertema “Kepemimpinan dalam Era Perubahan Ekonomi dan Politik” di Taman Ismail Marzuki Jakarta, Januari 2012, pesyair Indonesia Taufiq Ismail.

Sejak mendengar langsung lima puisi yang dibacakannya itulah banyak pesyair muda yang mulai mengidolakannya. Satu bait di antara puisi-puisi itu:

Di Republik Rakyat Tiongkok, koruptor dipotong kepala. Di Arab Saudi, koruptor dipotong tangan. Di Indonesia koruptor, dipotong masa tahanan. Di Jepang menteri merasa bersalah, memang mundur. Di Indonesia menteri jelas salah, pantang mundur.

Dokter hewan alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) itu membacakan puisi dengan tegas dan bersahaja. Taufiq Ismail adalah puisi dan puisi identik dengan Taufiq Ismail. Dia mengalami di tiga zaman, yaitu Orde Lama, Orde Baru, hingga Orde Reformasi. Orde-orde yang dilewati, mencatat momen-momen penting dalam puisi- puisinya. Pada masa Orde Lama, ia berjuang lewat puisi- puisi yang terkumpul dalam Tirani dan Benteng (1966). Pada masa Orde Baru ia banyak melontarkan hal mulai dari mengingatkan orang untuk selalu ingat kepada Sang Khalik hingga mengajak orang agar tidak melakukan korupsi lewat puisi yang begitu liris, ironis, dan menyentuh.


Taufiq yang dibesarkan dalam keluarga guru dan pewarta ini suka sekali membaca. Sejak duduk di bangku SMA telah bercita-cita menjadi pesastra. Ia pernah mengatakan ingin memiliki bisnis peternakan untuk menafkahi cita-cita kesusastraannya dengan menjadi dokter hewan. Semasa kuliah, ia aktif sebagai Ketua Senat Mahasiswa FKHP-UI (1960 – 1961) dan Wakil Kepala Dewan Mahasiswa UI (1961 – 1962). Pernah jadi guru di SKP Pamekar dan SMA Regina Pacis Bogor dan juga mengajar di IPB. Karena menandatangani Manifesto Kebudayaan, ia gagal melanjutkan Studi Manajemen Peternakan di Florida (1964) dan dipecat dari dosen di IPB.

Taufiq menjadi korban sebuah rezim. Namun hal itu tidak membuatnya patah semangat. Ia terus menulis di berbagai media, jadi pewarta dan salah seorang pendiri majalah Horison (1966). Kemudian ikut membidani Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan jadi pemimpinnya. Lalu menjadi Pejabat Direktur TIM, Rektor LPKJ dan Manajer Hubungan Luar Unilever. Ia juga mendapat beasiswa AFS International Scholarship dan sejak 1958 aktif di AFS Indonesia. Di samping itu, ia dipercayakan menjabat Ketua Dewan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya, penyelenggara pertukaran pelajar antarbangsa yang selama 4 tahun (1974 – 1976) Taufiq muda terpilih menjadi anggota Board of Trustees AFSIS di New York, 1974-1976.

Karya Taufiq itu telah menjadi inspirasi bangsa ini. Hal ini jelas dicapai dengan kerja yang tekun, cerdas, dan istiqamah. Bagi publik, nama Taufiq Ismail sudah begitu dikenal. Syair puisinya tersebar secara luas. Lirik lagu yang ditulisnya pun menjadi “hit abadi” karena terus dilantunkan oleh berbagai penyanyi dari lintas generasi, seperti grup Bimbo (Syam, Jaka, Acil, dan Iin Parlina), Achmad Albar, Arman Maulana, Chrisye, Nike Ardila, Nicky Astria, serta penyanyi muda terkini lainnya. Pergulatan dengan persoalan sosial, politik, dan budaya ini memperlihatkan betapa Taufik telah menjalani titian sejarah yang patut digali darinya.

Tidaklah heran jam terbang Taufik dalam membaca puisi di acara umum maupun di televisi sudah tidak diragukan lagi. Dari tulisan Abdullah Khusairi, tersimpul bahwa sejak 1970 Taufik sudah membaca puisi di berbagai festival dan acara sastra, di 24 kota di Asia, Australia, Amerika, Eropa, dan, Afrika. Pada April 1993 ia membaca puisi tentang Syekh Yusuf dan Tuan Guru, para pejuang yang dibuang VOC ke Afrika Selatan tiga abad lalu, di tiga tempat. Pada Agustus 1994 membaca puisi tentang Laksamana Cheng Ho di masjid kampung kelahiran penjelajah samudra legendaris itu di Yunan, China. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, Peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.

Tidak heran bila ia mendapat banyak penghargaan, diantaranya: Anugerah Seni dari Pemerintah (1970), Cultural Visit Award Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994), dan Habibie Award (2007). Lalu, dua kali ia menjadi pesyair tamu di Universitas Iowa, AS (1971 – 1972 dan 1991 – 1992) dan pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur (1993). Ditambah dari American Field Service Inter national Scholarship untuk mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Amerika Serikat (1956 – 1957), Anugerah Seni Pemerintah RI pada 1970, dan SEA Write Award (1997).

Pada sisi lain, karya puisi romantis Taufik tidak bisa dianggap remeh. Penjiwaan atas karya dan pemaknaan baru yang didapatkan dari karyanya, menunjukkan kelas
dari Taufik sebagai pesastra. Buktinya, beberapa karyanya menjadi lirik lagu yang terasa dan langsung akrab di telinga. Ini membuktikan bahwa karya ini hidup dengan sendirinya karena keindahan maknanya. Membaca posisi Taufik dalam perjalanan sastra Indonesia, ia merupakan pesastra yang sudah berjuang dan terus berjuang dan menurut titah pembacaannya melihat persoalan yang terjadi sehari-hari di masyarakat kita. Sesekali ia bersuara, menggedor nurani kita yang sedang lena dan hanyut dengan hipnotis kemapanan industri kapitalisme.

Menurut sumber dari Ensiklopedia Sastra Indonesia, HB Jassin pernah menyatakan, Taufiq adalah tokoh utama Angkatan ‘66 dan setara dengan Rendra. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pada Taufiq bersatu fantasi dan pemikiran, ide dan fakta dalam bentuk bahasa dan gaya yang estetis. Sedangkan Teeuw menegaskan bahwa Taufiq itu di samping pesyair nyanyi sunyi, juga pesyair yang membutuhkan pendengar karena padanya ada pesan yang didasarkan pada keyakinan agama Islam yang kuat dan sekaligus sebagai orang yang selalu melibatkan dirinya dengan sungguh-sungguh kepada masalah sosial politik pada masanya. Lalu Kuntowijoyo dalam pengantar buku Taufiq yang berjudul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia menyatakan bahwa Taufiq adalah pesyair yang sangat peka dengan sejarah karena riwayat hidup pribadinya memang sarat dengan pengalaman sejarah dan menunjukkan keterlibatan penuh di dalamnya. Suminto A Sayuti dalam pidato pengantar pada penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa untuk Taufiq menyatakan bahwa di antara para pesastra yang prihatin atas situasi dan kondisi pengajaran sastra di Indonesia adalah Taufiq Ismail. Dialah yang menggebrak khalayak pecinta sastra Indonesia melalui penelitiannya yang dirumuskannya dalam pertanyaan “Benarkah Bangsa Kita Telah Rabun Membaca dan Lumpuh Menulis?” Lebih lanjut Suminto menegaskan, “Taufiq Ismail layak dianugerahi doktor honoris causa di bidang pendidikan sastra karena yang bersangkutan telah menunjukkan jasanya yang begitu besar di bidang kebudayaan, khususnya dalam rangka meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap sastra Indonesia, di samping yang bersangkutan juga memenuhi syarat sebagaimana dituntut oleh peraturan perundang-undangan tentang penganugerahan gelar kehormatan di negeri ini.”

Pada 25 Juni 2023 ini, Taufik genap berusia 88 tahun. Di ulang tahun 2019 lalu bersama keluarga, beliau mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtuanya yang selalu gigih, mulai dari melahirkan, kemudian mendidik dan membesarkan. Tak lupa, dia juga berterima kasih kepada sang istri Esiyati Yatim, beserta anak dan cucunya.

Kini, sekitar tujuh dasawarsa sudah Taufiq berkarya, hingga menjadi pesastra legendaris. Atas kecintaannya kepada puisi, Taufik mendirikan “Rumah Puisi Taufik Ismail” di Padangpanjang, Sumatera Barat. Tujuan Taufiq mendirikan rumah puisi tak semata-mata sebagai tempat menaruh koleksi buku-buku pribadinya. Namun lebih dari itu, ada keprihatinan yang besar terhadap generasi emas Indonesia saat ini yang sangat tidak terbiasa dengan membaca, terutama sastra. Nama rumah puisi, jelasnya, tidak bermakna bahwa kegiatannya sematamata berkaitan dengan persajakan saja. Rumah puisi me rangkum seluruh aktivitas yang bersangkutan dengan lite ra tur dan literasi, karya sastra, pembacaan, dan latihan penulisannya, dengan warna keindahan puitik sebagai intinya. Sesungguhnya seluruh karya sastra, yaitu sajak, cerita pendek, novel, drama, dan esai—semuanya pasti memiliki keindahan puitiknya masing-masing yang khas. Demikianlah istilah puisi menjadi kata sifat bersama dan payung dari seluruh karya sastra.

Di usianya yang hampir 12 tahun, rumah puisi telah melakukan sejumlah kegiatan, di antaranya pelatihan guru bahasa dan sastra Indonesia serta mendidik siswa sanggar sastra. Intinya, rumah puisi adalah tempat pelatihan dan perpustakaan, karena di rumah puisi terdapat 7.000-an judul buku koleksi pribadi Taufiq. Di samping kegiatan pelatihan, setiap hari rumah puisi juga dikunjungi banyak peminat yang tertarik di bidang sastra, seperti para peneliti, dosen, mahasiswa, guru, pelajar, dan masyarakat umum lainnya. Mereka tidak saja datang dari Sumatera Barat, namun juga dari berbagai daerah di Indonesia. Ah… membaca tentang Rumah Puisi Taufik Ismail membuat kita ingin ke sana suatu saat. Karena seperti diceritakan beberapa sumber, ketika tiba di rumah puisi kita disambut lirik puisi Taufiq yang selain indah, juga sarat dengan makna. Mata akan terpana pada puisi Dua Gunung kepadaku Bicara yang tak lain adalah Gunung Singgalang dan Gunung Merapi. Kedua gunung itu bagai ayah dan ibu. Dilukiskannya sebagai metafora yang senantiasa mengundang rindu dan selalu terpatri dalam ingatan. Puisi itu dicetak pada prasasti, dengan huruf besar semua, agar terbaca jelas oleh setiap mata yang memandang: kepada Singalang bertanya aku wahai gunung masa kanakku di lututmu kampung ibuku kenapa indahmu dari dahulu tak habis-habis jadi rinduku? kepada Merapi berkata aku wahai gunung asa bayiku di tapakmu kampung ayahku kenapa gagahmu dari dahulu tak habis-habis dalam ingatku? Karya Taufiq itu telah menjadi inspirasi bangsa ini. Itu dicapai dengan kerja yang tekun, cerdas, dan istiqamah.

Diharapkan setelah ia menapaki usia 88 tahun ini akan terus ,engalir dalam bersyair, terus membaca, peduli, dan melihat dengan jernih setiap persoalan kemanusiaan dan selalu mempertahankan pemikiran ketimuran yang kaya dengan budi pekerti luhur dan tatanan nilai yang tinggi.

  • Tulisan ini dimuat di Majalah Semesta Seni hal. 33 #Vol.3 Juli 2020

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Photos Profile of Gita Rusmida Sjahrir
0
0
Gita Sjahrir adalah seorang founder sekaligus pelatih profesional dari RIDE Jakarta, sebuah indoor cycling studio yang menawarkan pengalaman berolahraga yang menyenangkan. Gita meraih gelar sarjana dari University of Chicago dan MBA dari Wharton School of University of Pennsylvania.Pada 2022 Gita Rusmida Sjahrir yang merupakan adik dari CEO Electrum, Pandu Patria Sjahrir, yang juga merupakan keponakan dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan diangkat oleh para pemegang saham emiten tekstil, PT Pan Brothers Tbk (PBRX), sebagai Komisaris Independen perseroan untuk periode terbaru. 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan