
Sinopsis
Tidak beberapa lama pesanan kami datang, disaat itu juga kami langsung menyantap makanan dan kopi yang sudah kami pesan. Belum lama makanan datang, muncul seorang kakek tua yang sepertinya dia agak mengenali kami dengan samar-samar.
“Lagi nongkrong ya?” ucap kakek itu tanpa ada ekspresi, dan sambil menggaruk-garuk luka di kakinya yang sudah membesar dan sepertinya itu kurap.
Dia langsung duduk di dekat kami, tatapannya kebingungan, dan kelihatannya dia juga sedang kelaparan, dani langsung saja mempersilahkan si kakek untuk memesan makanan untuknya.
KAKEK TUA
“Makanlah kek, nasi gorengnya nanti dingin loh itu.” kata dani yang sedari tadi sudah mulai bosan dengan pertanyaan berulang yang di ajukan kakek itu kepada kami.
***
Kedai Kopi
“Bah, datang juga kau ya ren, kupikir kaya kemaren-kemaren banyak alasan,” Kata dani yang sedari tadi menunggu di pojok kedai kopi sembari memegang sebatang rokok yang sudah tersisa setengah batang dan sudah ada 2 batang lagi di asbak di atas mejanya yang kuasumsikan rokok dia.
“Oi, sorry lah bro akhir-akhir ini banyak kerjaan aku dikasih bos jadi agak telat ini, kadang weekend aja masih ada kerjaan,” ucapku.
Nah ini, kau tengok lah menu ini, dani melemparkan kertas menu yang sudah berada di hadapannya sedari tadi. Dia kelihatan memaklumiku dan sedang asik-asiknya juga bermain slot judi online kala itu, entah menang atau kalah, tapi yang kulihat dari tatapan matanya kelihatan dia sedang kalah tapi tidak besar besar kali.
“ah bangsatlah judi ini, kalah lagi bah sial,” ucapnya kesal dengan hapenya.
“woi bodat, kalau kau mau ngejudi ngapain kau ajak aku nongkrong di kedai kopi ini,” ucapku kesal.
“Sekalian kau pesankan aku mochacino dingin ya ren, sekalian kau tambahkan lah makanan-makanan ringan itu ya, kan baru gajian kau hahah” Dia seakan tidak menggubris perkataanku barusan.
“oke, amanlah kawan. Udah lama juga kita gak nongkrong kaya gini, terakhir waktu di bandung dulu ya, itupun kau asik video call sama adek-adekan mu yang gak jelas itu anjir,” ucapku.
Aku memanggil pelayan kedai itu, dan memesan sesuai orderan, dan aku tambahkan beberapa makanan untuk kami santap sambil seisap dua isap dengan kawan lama ini.
“Ini aja mas pesanannya? Saya ulangi ya pesanannya ya. Ada 1 mochachino, 1 capucino, 2 kentang goreng, dan 2 nasi goreng”
“Yaps, oke mbak itu aja pas, ucapku”
Aku yang melihat dani asik dengan handphonenya, langsung merampas handphonenya.
“Woi, hape aja kau dari tadi bah, apa ini ? judi lagi ? udah lah dan, taunya aku banyak uangmu tapi gak perlu juga lah kau judikan bro, ucapku menasihati”
“gak gitu ren, ini buang-buang suntuk ajanya,” ucapnya membalas nasihatku.
“buang-buang suntuk sampai habis jutaan juga ya bro? hahah”, tawaku meledeknya.
Tidak banyak yang kami bicarakan selama di kedai kopi, kami hanya bertukar kabar dan menceritakan kegiatan masing-masing.
Rumahku dan rumah dani juga jaraknya tidak terlalu jauh tapi tidak dekat juga dibilang, kira-kira 30 menitlah kalau naik motor dengan kecepatan 50 KM/jam. Tapi lokasi kedai kopi ini sangat dekat dengan lokasi rumah dani, maka dari itu dani harus menunggu lama di kedai kopi, lagian siapa suruh pilih kedai kopi yang jaraknya lumayan jauh dari tempatku.
Tidak beberapa lama pesanan kami datang, disaat itu juga kami langsung menyantap makanan dan kopi yang sudah kami pesan. Belum lama makanan datang, muncul seorang kakek tua yang sepertinya dia agak mengenali kami dengan samar-samar.
“Lagi nongkrong ya?” ucap kakek itu tanpa ada ekspresi, dan sambil menggaruk-garuk luka di kakinya yang sudah membesar dan sepertinya itu kurap.
Dia langsung duduk di dekat kami, tatapannya kebingungan, dan kelihatannya dia juga sedang kelaparan, dani langsung saja mempersilahkan si kakek untuk memesan makanan untuknya.
“Kek, pesan aja makanannya kek nanti kami yang bayar,” ucap dani sambil menyantap nasi goreng yang sedang ia makan.
“Mbak, mbak mau mesan mbak,” aku berusaha memanggil mbak-mbak pelayan tadi yang sedang melayani pelanggan di sudut sana.
“Iya mas,mau mesan apa,” ucap mbak pelayan sembari memegang notes kecil dan pulpen untuk bersiap menuliskan pesanan dari si kakek yang berada dengan kami.
Kakek tadi terdiam tidak tau ingin memesan apa, dia hanya kebingungan menatap kertas menu yang sedang ia pegang. Aku langsung menghentikan sendok berisi nasi goreng yang ingin memasuki mulutku.
“Mau makan apa kek? Disini ada nasi goreng, ada mie goreng, ada mie aceh, ada juga ayam kalau kakek mau, atau mau nasi goreng kaya kami aja kek ? ungkapku menyarankan makanan, agar mbak-mbak pelayan tidak terlalu lama menunggu berdiri di hadapan kami, karena pelanggan yang lain juga sudah mencoba memanggil mbak pelayan ini.
“Ya udah, nasi goreng aja boleh lah,” ucap kakek itu dengan tanpa ekspresi”
“oke, saya siapkan dulu ya kek,” ucap mbak pelayan, dan langsung pergi dari kami.
“kamu anaknya pak dahroni ya ?” ucap kakek itu sambil menunjuk dani yang berada di depanku.
“Iya kek, masih ingat sama bapak saya ?” tanya dani.
“kalau kamu anaknya pak parman ya ?” ucap kakek itu kali ini dia menunjukku.
“Iya kek, hehe” aku menjawabnya dengan kikuk.
“Masih kerja di perusahaan makanan PT Superfood itu pak dahroni ?” tanya kakek itu dengan menghadapkan wajahnya ke dani.
“Udah pensiun kek, udah lama pensiunnya, ini juga aku udah dewasa dan udah bisa kerja dan membantu orang tua puji Tuhan kek.” Kata dani.
Kakek tadi tidak terlalu menunjukkan ekspresi yang kaget atau kagum, dia terlihat biasa saja. Tapi sepertinya dia mengingat sesuatu tentang perusahaan superfood itu.
“Siapa sekarang yang megang PT Superfood itu ? masih Pak Haris ? ” tanyanya ke dani.
“Wah, aku kurang tau kek, tapi yang aku dengar PT Superfood itu sudah di pegang sama anaknya Pak Haris itu,” jawab dani dengan ragu-ragu.
Di tengah-tengah percakapan kakek dan si dani tiba-tiba muncul mbak pelayan tadi menghidangkan nasi goreng yang sedari tadi ditunggu.
“Ini kek, silahkan dinikmati ya,” ucap mbak pelayan itu dengan senyum manisnya.
Kakek akhirnya menyantap makanan itu dengan lahap, dia kelihatan sangat kelaparan, dari cara makannya yang terburu-buru dan kelaparan aku bisa yakin kalau dia jarang sekali makan. Bahkan mungkin kadang tidak makan.
Akhirnya aku berinisiatif berjalan menuju mbak-mbak yang ada di kasir untuk memesan minuman mineral dingin, untuk si kakek yang kelihatannya sangat kelaparan itu.
“Nih kek, air mineralnya, aku beli yang dingin biar segar,” ucapku dengan senyum menatapnya.
Dia hanya menatapku dengan senyuman sembari melahap nasi goreng tadi dengan sangat lahapnya. Tapi sembari makan, dia juga sedikit ikut nimbrung dengan obrolan kami, eh bukan nimbrung lebih tepatnya memotong percakapan kami.
Kakek itu terlihat menikmati nasi goreng yang sedang ia makan, tapi entah kenapa dia diam sebentar, memasang ekspresi kosong dan seketika dia langsung menghadap ke dani dan aku. Tiba-tiba dia spontan bertanya kepada dani.
“kamu anaknya pak dahroni ya ?” ucap kakek itu, tapi kali ini dia tidak mengarahkan jarinya ke dani, dia hanya menatap dani dengan tatapan ingin tahu.
Dan kami spontan menatap satu sama lain dengan mata terbelalak, mungkin dalam hatiku dan dani mengatakan hal yang sama. What the f*ck, ada apa dengan kakek ini, kenapa bertanya lagi? Padahal sudah ditanyakan sebelumnya.
Dani yang mencoba terlihat santai akhirnya menjawab, seperti jawaban sebelumnya.
“Iya kek, masih kenal ya samaku”
“Masih kerja di perusahaan makanan superfood itu Pak Dahroni ?” lanjutnya.
“Sudah pensiun kek,” jawab dani cuek kali ini.
Kakek itu kembali terdiam dan aku coba melanjutkan percakapan yang tadi dipotong oleh kakek tua itu, selang berapa menit kemudian kakek itu bertanya pertanyaan yang sama lagi, dan itu berulang sampai berkali-kali.
Aku yang sudah lumayan terganggu, memberikan kode kepada dani untuk segera pergi dari tempat itu. Tapi sepertinya dani masih terlihat santai bahkan dia menawarkan si kakek itu rokok yang sudah ada di meja itu, kadang dani menjawab kakek itu dengan mengada-ada karena sebagaimana jawaban dari dani si kakek tidak akan mengingatnya dan akan trus menanyakan hal serupa.
Dani yang terlihat sudah tidak tahu lagi ingin menjawab apa pertanyaan serupa yang di ajukan kakek itu akhirnya berusaha untuk memutuskan percakapannya dengan kakek itu.
“Makanlah kek, nasi gorengnya nanti dingin loh itu.” kata dani yang sedari tadi sudah mulai bosan dengan pertanyaan berulang yang di ajukan kakek itu kepada kami.
Kira-kira sudah hampir 2 jam kami berada di kafe itu, waktu sudah menunjukkan jam 9 malam, karena tadi ketemu ketika pulang kerja jam 7 -an. Aku dan dani membayar makanan dan minuman yang kami makanan sembari pamit dengan kakek itu.
“Duluan ya kek, udah malam mau pulang dulu, kakek juga pulang lah udah malam ini biar gak sakit,” ucapku.
“Makasih ya,” ucapnya dengan ekspresi setengah senyum.
Aku dan dani langsung bergegas meninggalkan kedai kopi itu.
Aku tidak terlalu mengharapkan ucapan terima kasih dari kakek itu, tapi aku tak sangka kakek tua tadi masih bisa mengingat mengucapkan terima kasih, ternyata dia masih ingat bahwasanya aku dan dani yang sudah meneraktir dia makanan itu, atau dia sudah terbiasa dibayari makanan oleh orang lain yang makan di kedai kopi ini, jadi dia sudah terbiasa mengucapkan terima kasih kepada siapapun yang sedang makan dengannya.
***
Sesampainya aku di rumah, aku kepikiran dengan kakek tua itu, aku akhirnya mencari tahu melalui google sebenarnya apa penyakit kakek ini sehingga dia bisa mengulang pertanyaan yang sama secara berulang-ulang. Disaat itu aku menemukan jawabannya langsung dari google bahwasanya dari kejadian yang kami alami, ada kemungkinan kakek itu mengidap penyakit alzheimer, tapi itu masih kemungkinan karena berdasarkan google.
Yang membuat aku penasaran adalah kemana semua anak-anak dari kakek itu, apa yang terjadi sehingga sekarang kakek itu harus menderita seperti ini. Bukan hanya makanan saja dia telantar, dia juga terlihat kebingungan, dan penampilannya seperti tidak ada yang merawat.
Aku tidak tahu apa yang sedang kakek tua itu lalui, tapi ingatan kecilku mengenai dia tidaklah seperti ini, dia dulu orang yang sangat di hormati jabatannya di PT Superfood itu sebagai manajer, istrinya juga dulu adalah seorang dokter, dan anak-anaknya sangatlah kelihatan glamour, dan berkecukupan.
Entahlah asumsi-asumsi apa yang sedang aku pikirkan terhadap kakek tua itu, mungkin dia terlalu stress dengan kepergian istrinya 10 tahun yang lalu, ketika orang tuaku masih bekerja di PT Superfood itu. Mungkin itu semua penyebabnya, tapi semuanya hanyalah asumsi dariku yang sudah merantau jauh dari kota ini sebelum akhirnya aku kembali bekerja di kota ini lagi.
Aku hanya berharap semoga kakek itu diberikan kesehatan dan semoga orang-orang baik selalu menghampiri dia di kondisi seperti itu. Malam itu aku tersadar bahwa hidup ini bisa saja berbalik, tidak semua yang kita alami sekarang akan sama 10 tahun ke depan, maka dari itu aku selalu menjaga kedua orang tuaku untuk bisa bahagia terlepas dari seberapa besar dan kecil pendapatan yang aku miliki.
Tamat
NB: Cerita ini adalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama tokoh, tempat, kejadian maupun cerita itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. Selamat menikmati karya saya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
