Suami Cacatku Ternyata Sultan Bab 1-3

0
0
Deskripsi

Pesta pernikahan yang sudah Vani rencanakan harus hancur tepat sehari sebelum akad dilaksanakan. Wisnu -calon suaminya- kedapatan berzina dengan Adel, sang adik. Namun, pesta pernikahan itu tetap berlangsung meskipun dengan berganti mempelai wanitanya.
Marah, sakit, sedih dan kecewa begitu dirasakan Vani. Tak hanya sampai disitu, Vani pun terpaksa harus menikah dengan Gerry -kakak tiri Wisnu- demi membayar semua hutang yang telah Wisnu pinjam.
Tapi siapa sangka, meskipun Gerry lumpuh, ternyata dia...

Chapter 1

"Wisnu ... Adel ... apa yang kalian berdua lakukan?!" seru Pak Latif di tengah kerumunan para warga.

"Ma ... maaf, Pak," ucap Wisnu sedikit tergagap. Wajahnya nampak pucat pasi melihat amarah yang begejolak di muka Pak Latif dan keluarganya.

Plak!Plak!

Dua tamparan meluncur dengan mulus di pipi Wisnu dan Adelia, membuat bekas merah di pipi mereka.

"Kalian ...." geram Bu Rina dan tangannya sudah mengangkat kembali hendak melayangkan tamparan lagi.

"Jangan! Jangan sakiti Adel lagi, Bu. Kami melakukan ini, atas dasar cinta," bela Wisnu sambil memeluk Adel yang hanya mengenakan tanktop dan celana pendek saja.

"Ci ... cinta? Jadi, selama ini kamu gak cinta sama aku, Mas?" tanya Vani yang ternyata ada dibelakang Bu Rina. Air mata yang sudah tak terbendung lagi, kini mulai menganak sungai di pipinya yang chubby.

"Kalau kamu cintanya sama Adel, kenapa kamu malah mau nikah sama Vani?! Pernikahan kamu itu, akan dilaksanakan besok Wisnu!" cecar Pak Leon --papa dari Wisnu--

"Aku terpaksa. Karena itu, permintaan dari Adel, Pah" ujar Wisnu kembali.

"Astagfirullah," ucap Vani beristigfar.

"Lagian, harusnya kamu tu sadar diri, Van. Gak level lah Wisnu sama kamu. Wisnu tu mendingan sama Adel. Kerjaan Adel juga enak, manager keuangan. Lah kamu? Cuma staff keuangan biasa. Udah gitu cuma diperusahaan kecil lagi," ucap Bu Wiwik yang tak lain adalah ibu kandung Wisnu.

Vani kembali beristigfar mendengar ucapan calon mertuanya itu. Sungguh, dirinya tak menyangka, bahwa orang yang begitu di cintai dan dihormatinya ternyata menusuknya dari belakang.

"Terus, gimana dengan pernikahan besok?" tanya Pak RT menengahi masalah mereka.

"Tetap berjalan, Pak. Hanya saja, mempelai wanitanya ganti jadi Adel bukan Vani," ucap Bu Wiwik segera dan mendapat anggukan dari Pak Leon juga Wisnu.

"Ya sudah, sekarang semua bubar. Besok kita kembali lagi, untuk membantu pernikahan Wisnu dan Adel," ucap Pak RT sambil membubarkan kerumunan warga.

Para warga pun akhirnya membubarkan diri. Sebagian dari mereka ada yang merasa iba dengan nasib Vani karena pernikahannya gagal karena ulah adik dan calon suaminya.

***
Keesokan harinya, pernikahan yang direncakanan Vani tetap berjalan sesuai rencana, hanya berganti mempelai wanita saja. Adel tampak cantik dan elegan dengan kebaya putih, konde kecil dan siger melati yang menghiasi kepalanya itu. Meskipun Vani tidak menjadi pengantin, namun Vani pun tampak terlihat cantik dengan balutan kebaya gold yang sudah disiapkan untuk adiknya kemarin. Vani nampak memperhatikan Adel yang sudah siap itu dari atas ke bawah 'Ini bukan kebaya yang aku pesan. Lagi pula, aku dan Adel itu beda ukuran baju. Baju itu nampak pas di badan Adel, harusnya kan lebih sempit?' kata Vani membatin.

Vani yang merasa janggal dengan kebaya itu, memutuskan untuk pergi ke lapangan tempat pesta pernikahan itu dilaksanakan. Kebetulan, pernikahan itu akan dilaksanakan di lapangan samping rumahnya. Betapa terkejutnya Vani, saat melihat di pintu masuk sudah terpajang foto prawedding Adel dan Wisnu, seakan mereka memang telah mempersiapkan semuanya. Vani pun lalu menelusuri dekorasi itu menuju pelaminan kedua mempelai. Namun, lagi dan lagi semua telah berubah. Dia ingat betul bahwa semalam, nama dipelaminan itu masih namanya dan Wisnu, tetapi sekarang sudah berubah menjadi Adel dan Wisnu.

'Apa mereka telah merencanakan semuanya?' guman Vani dalam hati.

Tak lama, iring-iringan calon mempelai pria pun datang. Wisnu pun tampak gagah dan tampan dengan balutan jas putih yang senada dengan kebaya yang dipakai Adel untuk akad. Senyum sumringah pun tampak menghiasi wajahnya, seakan dia lupa akan kejadian semalam.

Vani pun memilih untuk menghindari iringan itu dengan melangkah menuju kursi di pojok belakang. Setelah semua sambutan selesai, tibalah Wisnu mengucapkan kalimat ijab kabul.

"Saya terima nikah dan kawinnya Adelia Dwi Latif binti Mario Latif, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

"Saahhhh ...."

Ucapan para saksi mampu meruntuhkan pertahanan air mata Vani yang sudah tak terbendung lagi. Lagi, dia kembali menangis mendengar Wisnu yang begitu tegas dan lantang mengucapkan ikrar akad itu. Seakan mampu membuat dunianya hancur berkeping-keping.

Rasa marah, kecewa, dan sedih menyatu dalam diri Vani. Ingin rasanya dia mengacak-acak pelaminan itu agar mereka tau bagaimana sakitnya hatinya tetapi diurungkannya karena dia masih menghormati kedua orangtuanya.

'Aku harus mencari tau apa yang sebenarnya terjadi, karena semua nampak janggal jika disebut kebetulan semata,' gumam Vani kembali meyakinkan hatinya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah Adel dan Wisnu menuju pelaminan, Vani pun segera berlalu dari pesta tersebut. Hatinya sakit dan hatinya hancur, tetapi tak ada satu pun yang mengerti dirinya. Semua nampak merasa bahagia dan senang dengan pesta pernikahan itu.

Vani terus berjalan menuju kamarnya. Setibanya di kamar, dia menangis sejadi-jadinya dan membuang semua yang ada didekatnya, 'Tuhan ... kenapa ini tak adil untukku?' seru Vani sambil terisak didalam kamarnya. Vani terus menangis dan kemudian terlelap karena lelahnya menangis.

***
Pesta pun berjalan sebagaimana mestinya, meskipun beberapa tamu undangan yang hadir merasa penasaran karena mempelai wanitanya berganti terutama teman-teman Vani. Yang awalnya mereka ingin memberi kejutan untuk Vani, diurungkannya saat mengetahui jika yang menikah itu bukan Vani melainkan adiknya.

Pesta pernikahan selesai pukul 15.00. Saat itu juga, Vani baru terbangun dari tidurnya. Saat melihat jam di dinding, sungguh dia kaget karena dia sudah tidur seharian, dan akhirnya dia memutuskan untuk pergi keluar kamar menuju kamar mandi untuk mandi dan berwudhu serta mengerjakan solat Ashar dan Dzuhur yang tadi dia tinggalkan.

***
Malam harinya, semua keluarga berkumpul termasuk keluarga Pak Leon --papa Wisnu-- untuk makan malam bersama. Setelah makan malam selesai, Wisnu dan Adel pun nampak bergegas masuk ke dalam kamar mereka lalu keluar lagi membawa 2 buah koper yang berukuran sedang.

"Pak, Bu, Mah, Pah kita berdua ijin pamit mau bulan madu dulu ya. Ga lama kok, paling cuma tiga harian," pamit Wisnu kepada kedua orangtuanya dan orangtua Adel.

"Bulan madu? Kaya udah direncanain banget ya?" sindir Vani kepada mereka berdua. Keduanya nampak diam dan gelagapan karena tak tahu harus bilang apa.

"Itu hadiah dari kakak tirinya Wisnu. Kenapa? Kamu curiga?" ucap Bu Wiwik -ibu dari Wisnu- segera.

"Ooh" ucap Vani. 'Pasti ada sesuatu yang mereka sembunyikan, dan aku harus tahu' batin Vani.

Setelah mendengar itu, Wisnu dan Adel pun bergegas pergi, seperti tidak mau berlama-lama bertemu Vani.

***
Keesokan harinya, saat Vani sedang bersantai di rumahnya, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahnya. Vani pun segera bergegas untuk membuka pintunya.

"Permisi. Dengan Ibu Vani?" tanya seorang pria dengan tubuh tegapnya dan suara bariton yang membass.

"Iya, saya sendiri. Bapak siapa ya? Dan ada perlu apa?" tanya Vani kembali, karena Vani tak mengenal mereka.

"Kami dari Koperasi Persada, ingin menagih hutang Bapak Wisnu. Tadi saya sudah kerumah beliau, kata orang rumah disuru kesini bertemu Ibu Vani," jawab pria tersebut.

"Hutang? Hutang apa Pak? Saya tak paham?" jawab Vani penasaran.
"Ini bu tagihanya. Bisa dilihat. Katanya, akan dilunasi hari ini," ujar sang pria.

"Astagfirullah ... untuk apa semua ini?" ujar Vani saat melihat tagihan itu. Lutut Vani tampak lemas dan kemudian terduduk di lantai.

Chapter 2

"Bu ---" ucap pria penagih hutang itu. Dia nampak sedikit kasihan dengan keadaan Vani.

Dituntunnya Vani untuk berdiri dan dibawanya menuju kursi di salah satu terasnya lalu di dudukkannya.

"20 juta ... untuk biaya pernikahan? Astagfirullah," ucap Vani kembali sambil beristigfar.

"Iya, Bu. Jadi bagaimana Bu?" tanyanya kembali.

"Saya bisa minta waktunya seminggu lagi gak, Pak? Biar saya tanya Mas Wisnu dulu," mohon Vani.

"Tapi janji ya, Bu, seminggu harus sudah ada uangnya," ujar si pria menegaskan.

"Akan saya usahakan, Pak," jawab Vani.

"Baik, saya permisi dulu, Bu," pamit pria tersebut.

Seperginya pria itu, Vani pun kembali beristigfar melihat nota hutang yang diberikan sang pria tadi. Tak lama, Pak Latif dan Bu Rina pun datang sehabis mereka membantu merapikan sisa-sisa dekorasi pesta pernikahan anaknya itu.

"Assalamu'alaikum Van, siapa tadi yang datang?" tanya Pak Latif sesudah mengucapkan salam. Dia pun lalu duduk di kursi sebrang Vani yang hanya terhalang oleh meja kecil tempat menaruh surat kabar pagi. Ya, Pak Latif masih suka berlangganan surat kabar pagi di tengah gempuran berbagai platform koran online. Baginya, lebih enak membaca dari kertas langsung daripada membaca lewat online.

"Wa'aaikumsalam, debt collector, Pak," ucap Vani.

"Debt collector? Astagfirullah Vani, buat apa kamu berhutang?" tanya Pak Latif kembali.

"Bukan Vani, Pak. Tapi Mas Wisnu, Vani gak tau untuk apa uangnya, tapi disini ditulis untuk biaya pernikahan, Pak. Apa yang sebenarnya terjadi, Pak? Apa bapak tau sesuatu?" tanya Vani menegaskan lalu dia menyerahkan nota pinjaman itu ke Bapaknya. Pak Latif dan Bu Rina pun melihat nota itu dan mereka pun tampak syok dengan jumlah uang yang di pinjam oleh Wisnu.

"Kita kedalam aja yuk, kita obrolin di dalam," ajak Bu Rina. Pak Latif pun mengangguk setuju lalu membantu Vani berdiri karena sepertinya dia nampak syok dengan keadaan yang ada.

Mereka bertiga pun lalu masuk kedalam rumah dan duduk diruang tamu. Setelah semua duduk, Bu Rina lalu memeluk anaknya itu dan kemudian bersimpuh di pangkuan sang anak.

"Bu ..." kata Vani kaget melihat kelakuan sang Ibu.

"Ma -- maafin ibu, Van. Maaf. Ibu sebenarnya tau tentang rencana pernikahan Adel dan Wisnu. Maaf kalo ibu diem aja, ibu pikir, mereka juga ngeluarin biaya sendiri, tapi ternyata mereka pakai uang kamu," jelas sang ibu. Pak Latif pun tampak kaget mendengar penjelasan sang istri.

"Astagfirullah ibu! Ibu kenapa bisa sejahat ini sama Vani?!" geram Pak Latif, nampak dia mengepalkan kedua tanganya menahan amarah. Dia tak menyangka bahwa sang istri ternyata sebenarnya mengetahui semua rencana ini.

"Bu ..." ucap Vani tertahan, air matanya tiba-tiba meluncur begitu saja.

"Maafin ibu, Van. Ibu tau ibu salah, tapi ibu malah diem aja," ucap Bu Rina, dia pun sama terisaknya dengan Vani.

"Tolong jelasin apa yang sebenarnya terjadi, Bu!" tegas Pak Latif.

Bu Rina pun akhirnya menceritakan semua yang ia ketahui tentang hubungan Adel dan Wisnu. Sebenarnya, mereka berdua memang sepasang kekasih dan akan segera menikah, hanya saja pasti Pak Latif akan melarang pernikahan mereka karena Vani belum menikah dan tak boleh dilangkahi, karena itu dia minta Wisnu untuk pura-pura menyukai Vani dan merencakan pernikahan. Setelah semua rencana pernikahan Vani dan Wisnu tersusun rapi, Adel pun lalu mengubah dan menyusupnya. Berkas pernikahan di KUA pun diganti nama mempelai wanitanya, lalu dia diam-diam melalukan poto prawedding juga dengan Wisnu. Namun, dia tak tau dari mana uangnya. Jika melihat nama penjamin di nota tadi, itu jelas adalah tanda tangan milik Adel.

"Astagfirullah, astagfirullah, tega banget ibu kaya gini sama aku," isak Vani kembali tergugu.

"Maafin ibu, Van. Maaf," kata sang ibu kembali, dia pun lalu memeluk anaknya itu.

Pak Latif nampak memijat keningnya karena dia tak tau harus bagaimana. Uang 20 juta bukan lah uang yang sedikit, apalagi dia juga baru kelar mengadakan pesta, dan uang yang kembali hanya ada 15 juta saja.

Ditengah kekalutan yang ada, tiba-tiba terdengar teriakan dari luar rumah.

"Vani, Vani, calon mantu kurang ajar emang kamu ya!" teriak Bu Wiwik dari luar rumah. Dia pun lalu menerobos masuk begitu saja.

"Ada apa besan?" tanya Pak Latif kepada Bu Wiwik. Nampak kemarahan di muka Bu Wiwik.

"Bisa-bisanya lu nunggak pembayaran WO! Lu mau bikin malu keluarga gua hah?" geram Bu Wiwik sambil mengacungkan jarinya menunjuk muka Vani.

"Nunggak pembayaran? Jelas-jelas kemaren sudah Vani lunasin, Mah," jawab Vani heran dengan ucapan Bu Wiwik. Bu Wiwik pun nampak kaget lalu menutup mulutnya.

"Pokoknya, saya gak mau tau. Kamu harus lunasin biaya WO itu sebesar 15 juta!" bentak Bu Wiwik lalu dia berlalu keluar dari rumah.

"Ya Allah, cobaan apalagi ini," ucap Vani.

Mereka bertiga pun nampak kalut, tak tau harus berbuat apa. Tak ada yang bersuara, hanya ada suara desahan napas dan isakan dari Bu Rina.
Pak Latif pun akhirnya mengambil ponselnya lalu mencoba menghubungi seseorang. Namun tak jua diangkatnya.

"Sial! Nonya pake segala gak aktif lagi!" geram Pak Latif lalu melempar ponselnya kesembarang arah. Ternyata, dia menelpon Wisnu dan Adel, namun keduanya tak ada yang bisa dihubungi sama sekali.

***
2 hari berlalu setelah kejadian itu, Vani nampak sering mengurung dirinya didalam kamar. Saat ini, dia masih dalam masa cuti menikah sehingga dia tidak bekerja.

Malam harinya, Pak Leon dan Bu Wiwik pun bertandang ke rumah Vani. Pak Latif pun menyambut hangat kedatangan besannya itu meskipun nampak sedikit malas.

Setelah mempersilakan tamunya masuk, tak lupa mereka menjamunya dengan menyiapkan cemilan dan juga minuman. Hening melanda beberapa saat, sampai akhirnya Pak Leon memecah keheningan itu.

"Bagaiman ini Pak Latif? Siapa yang akan membayar pelunasan WO ini?" tanya Pak Leon memulai pembicaraannya.

"Kata Vani, WO sudah dia bayar lunas. Jadi saya pun gak tau itu WO untuk siapa," jawab Pak Latif.

"Kalo udah dibayar lunas, ya gak mungkin lah dia masih nagih!" sela Bu Wiwik.

"Apa perlu saya kasih bukti pelunasan WOnya? Jika memang belum lunas, berarti itu adalah WO punya Adel dan Wisnu. Bukannya pernikahan mereka pun telah direncakanan?" tanya Vani kepada Bu Wiwik. Bu Wiwik terkesiap mendengan penuturan Vani.

"Kamu kan cuma ngasih uang 10 juta aja. Sedangkan WO itu harganya 30 juta, emang kamu pikir siapa yang harus bayar sisanya?" tanya Bu Wiwik geram.

"10 juta?! Saya udah ngasih 20 juta ke Mas Wisnu untuk biaya WO, dan harga WO saya pun cuma 13 juta dan itu sudah lunas kemaren. Jika seperti itu, berarti memang punya Adel dan Wisnu. Jadi, silahkan ibu tagih ke anak ibu dan juga Adel. Begitu pun dengan hutang mereka di koperasi sebesar 20 juta harus mereka berdua yang bayar! Saya gak mau ya, harus bayar biaya yang jelas-jelas bukan untuk saya!" bentak Vani.

Vani pun nampak kesal dan geram dengan sikap Ibu Wiwik yang terasa memojokkannya, padahal jelas-jelas dia tau bahwa yang menikah bukanlah Vani. Suasana makin panas karena Bu Wiwik terus memaksa Vani untuk membayar, sedangkan Vani tetap menolak.

"Sudah cukup! Saya yang akan bayar semua tagihan itu, tapi dengan syarat Vani harus menikah dengan anak kandung saya atau kakak tiri Wisnu!" tegas Pak Leon dengan nada sedikit membentak.

"Gery, masuk lah!" perintah Pak Leon kepada seseorang di luar pintu.

Semua mata pun akhirnya tertuju ke arah pintu masuk. Saat orang itu masuk, Vani langsung mengucapkan istigfar dan menutup mulutnya, begitupun dengan Bu Rina dan Pak Latif.

"Dia ..." ucapan Vani pun terjeda.

Chapter 3

"Astagfirullah," guman Vani.

Gerry terus bergerak hingga saat ini posisinya berada di samping Pak Leon. Dia pun lalu menundukkan pandangannya, tak berani menatap Vani dan keluarganya.

Keluarga Vani pun nampak syok melihat keadaan Gerry.

"Perkenalkan, dia Gerry. Anak kandung saya, atau kakak tirinya Wisnu. Tenang saja, mereka tidak sedarah kok. Wisnu itu anak sambung saya, bawaan dari istri saya. Jadi,mereka tak ada hubungan darah. Gerry mengalami kecelakaan 1 tahun lalu yang membuatnya harus menderita kelumpuhan sehingga tidak bisa berjalan dan menggerakan tangannya. Namun, ini sudah ada sedikit perubahan karena sekarang tangan kanannya sudah bisa bergerak," jelas Pak Leon memperkenalkan Gerry. Gerry mengangkat wajahnya sebentar lalu memaksakan diri untuk tersenyum kepada keluarga Vani setelah itu menunduk kembali.

"Vani gak mau nikah sama dia!" tolak Vani dengan tegas. Tolakan Vani mampu membuat Gerry mengangkat kembali kepalanya yang tertunduk. Gerry pun mengarahkam pandangannya ke Vani sehingga akhirnya keduanya bersitatap. Pancaran permohonan agar diterima terlihat jelas di mata Gerry. Seakan dia memohon agar Vani mau menerima dirinya.

"Baik. Kalo kamu tidak mau, silahkan bayar hutang WO sebesar 15juta dan hutang koperasi sebesar 20juta. Dan saya, tidak akan membantu kamu sedikitpun membayar hutang tersebut!" tegas Pak Leon menaikkan nada suaranya.

Pak Latif yang duduk disamping Vani pun membelai rambut anaknya itu lalu menggenggam tangan sang anak.

"Terima ya, Nak. Bapak mohon," mohon Pak Latif kepada anaknya itu.

"Tapi, Pak. Keadaan Mas Gerry ..." ucapan Vani kembali terjeda karena dia takut menyinggung perasaannya.

"Bapak gak punya uang sebanyak itu, Nak. Uang bapak cuma ada 15 juta, masih kurang untuk bayar semua hutang itu," jelas Pak Latif sambil terus memegang dan mengelus tangan anaknya itu.

"Tapi, pak ... pernikahan ini bukan untuk Vani, tapi untuk Adel. Uang tabungan Vani pun udah abis semua untuk pesta ini. Harusnya, yang bayar ini semua kan Adel dan Wisnu," bela Vani. Pak Latif membenarkan ucapan sang anak, hanya saja dia saat ini merasa bingung. Dia pun sebenarnya tak tega jika harus melihat Vani menikah dengan Gerry. Pasti akan repot dia nantinya, apalagi dengan keadaan Gerry saat itu yang pasti dia tak mungkin punya penghasilan, dan itu artinya, Vani harus bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan mereka berdua jika menikah nanti.

"Ibu juga gak punya tabungan, Van. Tabungan emas ibu gak lebih dari 5juta. Kalo minta Adel ... kamu tau sendiri bagaimana sifatnya dia," ucap Bu Rina kepada Vani. Dia pun merasa bersalah karena harus menumbalkan anak pertamanya itu kepada pria cacat seperti Gerry.

"Sekarang, semua keputusan ada ditangan kamu, Van. Kamu mau menikah dengan Gerry atau bayar semua hutang Adel dan Wisnu?" tanya Pak Leon dengan tegas.

Hening, tak ada yang bersuara. Semua tenggelam dalam pikirannya masing-masing, hanya suara helaan nafas yang terdengar.

"Vani terima, Pah," kata Vani memutuskan.

"Bagus. Pernikahan kalian akan dilaksanakan 2 hari lagi. Cukup menikah di KUA saja, tak perlu buat pesta seperti milik Wisnu dan Adel," putus Pak Leon secara sepihak. Vani pun kembali menghela nafas berat.
Bayang-bayang pesta pernikahan pun telah hilang kini. Bersusah payah dia mengumpulkan uang untuk sebuah resepsi yang indah tetapi semua nampak sia-sia saja

Setelah keputusan secara sepihak itu, Pak Leon dan keluarga pamit untuk pulang. Pak Latif pun mengantarkan keluarga besannya itu menuju pintu. Setelah Pak Leon keluar gerbang, barulah Pak Latif masuk kedalam rumahnya dan langsung memeluk Vani.

"Maafin bapak, Nak. Maafin bapak. Semoga, kamu bisa bahagia nanti dengan Gerry. Bapak yakin, pasti akan ada kebahagiaan yang menanti kamu disana nantinya," ucap Pak Latif sambil memeluk anaknya itu. Ada setitik air mata yang menggenang di pelupuk mata Pal Latif. Mungkin dia pun ikut merasakan sakit dengan apa yang menimpa Vani.

***
2 hari kemudian ....

"Saya terima nikah dan kawinnya Vania Putri Latif binti Mario Latif dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,"

"Sahhh ..."

Hari ini, akad pun digelar. Sebuah pernikahan sederhana yang hanya bisa di gelar di KUA saja tanpa adanya resepsi. Pernikahan sederhana yang bermaharkan satu buah cincin emas seberat satu gram dan uang tunai sebesar 200ribu rupiah, jauh berbeda dengan yang telah Vani dan Wisnu rencanakan sebelumnya yaitu satu set perhiasan seberat sepuluh gram dan uang tunai sebesar 5juta rupiah. Bukan, bukan karena tak mampu untuk melakukan resepsi, hanya saja pernikahan mereka pun terpaksa dilakukan agar hutang pesta resepsi Adel dan Wisnu kemarin mau dibayarkan oleh keluarga Wisnu.

Kecewa, sedih, marah, dan sakit berkecamuk masih ada didalam hati Vani. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Setelah ijab kabul selesai, Vani pun mencium tangan Gerry dengan takzim. Meskipun terasa berat, tapi dia tetap melakukannya. Diberikannya senyum terbaiknya meskipun nampak di paksakan. 'Aku harus ikhlas. Aku yakin bisa melewati ini semua' batin Vani dalam hati.

Setelah itu, Gery pun berusaha memakaikan cincin di jari manis Vani. Meskipun nampak kesusahan dengan satu tangan, tapi dia tetap berusaha. Vani yang mengetahui kesusahan sang suami pun, lalu membantunya untuk memakaikan cincin itu di jari manisnya. Sekilas, cincin itu memang terlihat biasa, namun jika dilihat lebih detail cincin itu nampak cantik dan elegan, jauh lebih elegan dibanding cincin yang dulu dipesannya. Vani pun tak yakin jika cincin itu hanya seberat satu gram. Vani mencari cincin satunya di kotak cincin tetapi tak ditemukannya.

"Hanya ada satu, dan itu sudah kamu pakai, Van" kata Gerry saat melihat Vani kebingungan.

"Akh maaf, Mas," ucap Vani sedikit malu.

"Tak apa. Terimakasih sudah mau menerima saya menjadi suami kamu. Saya berjanji, saya akan berusaha keras untuk bahagiain kamu meskipun keadaan saya seperti ini. Bersabarlah sebentar ya," ucap Gery sambil menggenggam tangan Vani. Setelah itu dia pun melepas genggamannya dan membelai pipi Vani. Vani nampak paham dengan maksud dari Gerry, dia pun akhirnya menundukkan kepalanya dan mendekatkan wajahnya ke pada Gerry. Gerry pun mengecup kening Vani dengan perasaan cinta.
Debaran hebat dirasakan keduanya. Entah mengapa, jantung mereka berdua tampak berdegub kencang sehingga membuat mereka tersipu malu.

"Sudah selesai, yuk pulang" ajak Pak Latif kepada anak dan menantu barunya itu.

"Iya, Pak," jawab mereka bersamaan.

Vani pun lalu bangun dari duduknya dan mendorong kursi roda Gerry menuju parkiran mobil. Sebenarnya, kursi roda Gerry bisa otomatis berjalan, hanya saja Vani tetap ingin membantu suaminya itu.

"Mobil ku disana, Van," tunjuk Gerry ke sebuah mobil CRV keluaran terbaru. Vani pun mengarahkan pandangannya ke mobil yang di tunjuk oleh Gerry. Deg, 'siapa sebenarnya Mas Gery?' batin Vani.

Vani pun lalu mendorong Gerry kearah mobil itu disusul oleh Pak Latif dan Bu Rina. Sedangkan Pak Leon dan istrinya sudah pergi berlalu duluan.

"Silakan masuk," kata sang supir sambil membuka pintu mobilnya. Pak Latif dan Bu Rina pun masuk lebih dulu dan duduk dibangku belakang, setelah itu Gerry dengan bantuan supir dan Vani, baru setelah itu Vani. Setelah semua masuk, barulah sang supir masuk.

"Langsung ke studio Kak Nana ya, Fat," kata Gerry kepada sang supir

"Baik, Mas," jawab Fatah sang supir.

"Kita gak langsung pulang, Mas?" tanya Vani kepada Gerry.

"Ngga. Kita ke studio dulu ya," jawab Mas Gerry.

"Studio ... ?" tanya Vani lagi, dan diangguki oleh Gerry.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya SCTS Bab 4-10
0
0
Pesta pernikahan yang sudah Vani rencanakan harus hancur tepat sehari sebelum akad dilaksanakan. Wisnu -calon suaminya- kedapatan berzina dengan Adel, sang adik. Namun, pesta pernikahan itu tetap berlangsung meskipun dengan berganti mempelai wanitanya. Marah, sakit, sedih dan kecewa begitu dirasakan Vani. Tak hanya sampai disitu, Vani pun terpaksa harus menikah dengan Gerry -kakak tiri Wisnu- demi membayar semua hutang yang telah Wisnu pinjam. Tapi siapa sangka, meskipun Gerry lumpuh, ternyata dia adalah ... Yuk,ikuti terus kisah Vani ... Yang mau julid dan kasih krisan di persilahkan Happy Reading Guys  ^_^ 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan