
Pendahuluan
Urfi duduk di depan meja rias kamarnya, kamar di apartemen Gahar yang sudah di dekorasi oleh Dewi dan Linda. Kamar yang di sediakan untuk malam pertama mereka. Pipi Urfi memanas membayangkan jika sebentar lagi dia akan melepas kegadisannya.
Urfi memandangi wajahnya yang masih mengenakan make up dan baju pengantin. Acara resepsi mereka baru selesai sekitar satu jam yang lalu, dan Gahar langsung membawa Urfi ke apartemen untuk beristirahat setelah penat berdiri seharian. Urfi rasa mereka tidak akan beristirahat malam ini. Tangan Urfi bergerak memegangi pipinya yang kembali memanas.
Urfi melirik ke arah pintu kamar mandi, Gahar sedang mandi, membersihkan dirinya. Saat mereka tiba di apartemen, mereka sempat terduduk sebentar, dan Gahar mengatakan ingin mandi terlebih dahulu kepada Urfi. Setelah Gahar mandi, mungkin Urfi yang akan mandi selanjutnya.
Urfi berdiri dari duduknya ketika mendengar pintu kamar mandi terbuka, Gahar keluar bertelanjang dada, handuk melingkar di pinggang laki-laki itu. Urfi memalingkan mukanya ke arah lain, pipinya bersemu merah. Urfi tahu mereka sudah menikah, tapi bukan berarti Gahar bisa keluar dengan kondisi seperti itu.
“Kamu nggak mandi, Fi?” tanya Gahar, mengusap rambutnya yang basah dengan handuk kecil.
Urfi menganggukkan kepalanya, masuk ke kamar mandi dengan langkah lebar, dan sedikit berlari. Urfi menutup pintu, tangannya bergerak memegang dadanya, di balik sana, jantungnya meronta-ronta.
Gahar beralih mengambil ponselnya yang ada di nakas, mengecek ponsel yang sedari pagi dia abaikan. Gahar membuka pesan yang masuk tadi pagi, pesan yang belum sempat Gahar buka karena sibuk dengan pernikahannya. Gahar terdiam beberapa detik, menatap layar ponselnya.
“Gahar, aku lupa bawa handuk” cicit Urfi. Perempuan itu kembali keluar dari kamar mandi saat menyadari jika dirinya masuk ke dalam tanpa membawa handuk dan kapas untuk membersihkan make up-nya.
Urfi berjalan kembali ke meja rias, mengambil kapas, micellar water, serta handuk. Urfi melirik Gahar yang membelakanginya. Urfi sedikit mengernyitkan dahinya, sedang apa laki-laki itu? Urfi mengangkat bahunya, tidak mau ambil pusing, melangkah kembali, tapi langkah Urfi terhenti saat mendengar suara Gahar.
"Kamu bisa tidur di sini, Fi. Aku akan tidur di kamar sebelah”
Urfi mematung, butuh beberapa detik bagi Urfi untuk mencerna ucapan Gahar. Urfi membalikkan badannya, menatap Gahar yang kini juga menatap ke arahnya. “Bisa di ulang, Gahar. Tadi kayaknya aku salah dengar”
“Kita tidur pisah kamar, Fi”
Urfi menegang, semua barang yang ada di pangkuannya jatuh begitu saja. Micellar water yang jatuh mengenai kakinya tidak membuat Urfi mengalihkan pandangannya dari Gahar. “Maksudnya apa, Gahar? Kenapa kita pisah kamar? Kita udah nikah”
“Aku udah nggak cinta sama kamu, Urfi”
Bagaikan di sambar petir, Urfi merasakan seluruh tubuhnya tersengat listrik, tangannya gemetar, matanya memanas. Gahar tidak mencintainya? Bagaimana bisa? Mereka baru saja berbahagia, melaksanakan pernikahan beberapa jam yang lalu.
Urfi tertawa miris. “Nggak lucu, Gahar”
Urfi berharap Gahar hanya berbohong saat ini, katakan Gahar jika kamu hanya bercanda. Harapan Urfi pupus, Gahar serius dengan ucapannya.
“Aku lagi nggak bercanda, Urfi. Aku serius, aku udah ngga cinta sama kamu”
“Kenapa bisa, Gahar? Baru aja beberapa jam yang lalu kita menikah, dan...” Urfi merasakan napasnya tercekat. “Dan bahagia”
Apa hanya Urfi yang berbahagia ketika resepsi tadi? Apa hanya perasaan Urfi saja Gahar juga bahagia? Tidak mungkin. Urfi melihat tawa lepas Gahar, perasaan lega ketika laki-laki itu menantinya di pelaminan. Jelas jika saat itu Gahar bahagia dengan pernikahan mereka.
“Aku udah nggak cinta sama kamu” ulang Gahar. Laki-laki itu terus mengulang kata itu seakan hanya kata itu yang terpikirkan olehnya.
Setetes air mata berhasil keluar dari pelupuk mata Urfi. “Secepat itu perasaan kamu berubah?”
Gahar menganggukkan kepalanya, tidak melihat Urfi. Gahar memalingkan mukanya ke arah lain. “Rasa aku ke kamu udah hilang”
Urfi berjalan mendekat, menggapai tangan Gahar. “Har, mungkin kamu lagi capek. Aku akan biarin kamu istirahat, besok kita bisa ngomong lagi”
Gahar menggeleng, menatap Urfi. “Enggak. Apa yang aku bilang hari ini nggak akan berubah, Fi”
Perlahan tangan Urfi yang memegangi lengan Gahar melemah, jatuh begitu saja di kedua sisi tubuhnya. Pandangan Urfi berubah kosong, air matanya sudah membasahi pipi. “Apa ada perempuan lain yang kamu cintai, Gahar?”
Urfi tetap menanyakan itu meskipun hatinya terasa sakit. Apa perempuan lain yang membuat Gahar hilang rasa kepadanya? Jika iya, kenapa baru sekarang? Kenapa saat mereka sudah menikah? Bahkan pernikahan mereka belum sampai 24 jam. Baru beberapa jam yang lalu mereka resmi menjadi pasangan suami istri.
“Enggak, nggak ada perempuan lain”
Urfi mengangkat kepalanya, menatap Gahar, mencoba mencari kebenaran dari ucapan laki-laki itu. Urfi menganggukkan kepalanya. “Aku mengerti, aku nggak masalah selagi bukan karena perempuan lain”
Gahar mengangguk. “Aku udah bilang ke kamu, dan aku nggak akan tidur sekamar sama kamu”
Gahar melangkahkan kakinya keluar kamar, meninggalkan Urfi yang masih belum bisa menerima kenyataan jika suaminya, laki-laki yang mencintainya sampai beberapa jam yang lalu, tiba-tiba hilang rasa tanpa alasan. Tidak ada perempuan lain, hanya Gahar tidak mencintai dirinya lagi. Hanya itu.
Tubuh Urfi merosot, jatuh ke lantai, matanya memburam karena air mata. Secepat itu kebahagiaan yang dia rasakan berganti dengan kepedihan. Bahkan baju pengantin masih melekat di tubuhnya, make up masih menghiasi wajahnya. Urfi terisak, menarik aksesoris yang menempel di kepalanya dengan kasar. Teriakan tidak bisa Urfi tahan, meluapkan segala kesedihannya dengan merusak baju pengantin yang dia kenakan.
Belum puas dengan baju pengantinnya, Urfi beralih menatap ranjang yang sudah di siapkan untuk mereka. Harusnya malam ini mereka tidur bersama di ranjang itu, ranjang yang di dekorasi untuk pengantin baru dengan kelopak bunga mawar menghiasi kasur, dan tirai menjuntai menghiasi sisi kasur.
Urfi bangkit dari duduknya, mendekati kasur. Dengan penuh emosi dan derai air mata, Urfi membuang semua yang ada di atas kasur, menarik-narik tirai yang menghiasi bagian sisi kasur sampai besi penopangnya jatuh, menimpa tangan Urfi. Seakan tidak merasa sakit sama sekali, Urfi tetap menghancurkan semua yang masih tersisa di kasur pengantinnya.
Urfi terduduk di sisi kasur ketika sudah lelah berteriak dan mengobrak-abrik kasurnya. Urfi menatap dirinya dari pantulan cermin rias, dia tampak menyedihkan. Make up-nya luntur dengan maskara yang sudah meleber ke mana-mana, lipstik yang sudah tidak beraturan lagi.
Urfi mengedarkan pandangannya mencari sesuatu, dengan langkah gontai Urfi mengambil botol micellar water yang sempat dia jatuhkan. Urfi menarik kakinya untuk berdiri di depan cermin berukuran cukup besar itu. Lihat dirinya, bajunya sudah robek dengan aksesoris yang sudah lepas, dan rambut Urfi berantakan.
Urfi melemparkan botol itu tepat mengenai cermin, bunyi cermin pecah terdengar sampai keluar kamar. Gahar mendengarnya, memejamkan mata, mencoba membiarkan Urfi melampiaskan amarahnya. Wajar Urfi marah karena dia mengatakan tidak mencintai Urfi lagi tepat di malam pertama mereka sebagai pengantin.
Kaki dan tangan Urfi terkena pecahan kaca, menggores kulitnya, menimbulkan luka yang tidak seberapa dari pada luka di hati Urfi. Perempuan itu menjatuhkan dirinya di atas kasur, meringkuk, memeluk dirinya sendiri.
Urfi masih mengingat dengan jelas pujian yang di ucapkan Gahar ketika menyambutnya di pelaminan. Kamu cantik, Urfi. Baru beberapa jam yang lalu Gahar tersenyum kepadanya.
Baru beberapa jam yang lalu mereka melaksanakan resepsi pernikahan.
Baru beberapa jam yang lalu mereka resmi menjadi pasangan suami istri.
Baru beberapa jam yang lalu Gahar menatapnya penuh cinta.
Dan semuanya menghilang dalam waktu beberapa menit. Perasaan Gahar berubah hanya dalam waktu singkat.
********
Urfi terduduk di meja makan sendirian. Saat dirinya terbangun, dan keluar kamar, dia tidak menemukan Gahar. Urfi terbangun dalam keadaan masih mengenakan baju pengantin dan make up yang sudah berantakan. Setelah menguras tenaga dan air mata, Urfi tertidur tanpa sempat memikirkan untuk membersihkan diri.
Urfi menghela napas, menundukkan kepalanya, menatap tangannya yang membiru akibat terkena besi hiasan kasur. Semalam Urfi sudah meluapkan emosinya, tapi pagi ini dadanya belum terasa lega. Seperti ada batu besar yang menohok dadanya, menekan dengan kuat tepat di hatinya.
Urfi melangkahkan kakinya kembali ke kamar, dia harus membersihkan kekacauan yang telah dia perbuat semalam. Urfi menatap nanar ke arah kamar yang seperti kapal pecah. Dia bergerak memunguti serpihan cermin yang berserakan di lantai, memungutnya dengan tangan telanjang, tidak peduli jika tangannya terluka.
Urfi sama sekali tidak merasakan sakit ketika pecahan cermin melukai jarinya, dia seperti orang yang sudah mati rasa. Urfi mengumpulkan semua pecahan cermin, memasukkannya ke dalam tong sampah. Lalu, dia beralih mengambil gaun pengantin yang tergeletak di lantai, gaun pengantin yang sudah rusak. Gaun yang putih itu berubah warna ketika tangan Urfi yang terluka menyentuhnya, meninggalkan noda darah di baju putih bersih itu.
Urfi memasukkan baju itu secara asal ke dalam lemari, membiarkan noda darah itu menempel di sana, akan selalu menjadi pengingat bagi Urfi jika malam pengantinnya gagal. Pernikahannya gagal.
Dengan tatapan kosong, Urfi terus bergerak membersihkan kamarnya, tidak berniat mengobati tangannya yang terluka, tidak peduli jika darah di tangannya menempel di semua barang yang dia pegang. Urfi akan menikmati rasa sakit pada tangannya. Dirinya sudah tidak bisa menangis lagi, hanya rasa sakit itu yang terus memeluknya erat.
Urfi mengalihkan pandangan ke arah nakas, di mana ponselnya berada. Urfi meraih ponsel itu, masih dengan jarinya yang terluka, tapi darah di jarinya sudah mulai mengering. Urfi membuka pesan baru dari Tania.
Taniaku :Cieee yang habis di unboxing Pak Gahar
Taniaku : Gimana malam pertamanya? Sakit? Minta Pak Gahar kompresin, ya
Taniaku : Jangan lupa titip keponakan, ya, harus gol pokoknya mah
Urfi tersenyum miris membaca pesan dari Tania, sahabatnya itu tidak tahu jika semalam Urfi begitu kesakitan. Benar jika Gahar penyebab rasa sakit itu, tapi bukan karena malam pertama, melainkan karena pengakuan Gahar yang begitu menohok hatinya. Beberapa menit kemudian, Tania kembali mengirimkan pesan kepada Urfi.
Taniaku : Pak Gahar udah masuk kerja masa?
Taniaku : Kamu sama Pak Gahar bukannya cuti ya, Fi?
Taniaku : Kalian nggak pergi honeymoon??
Ah, iya, honeymoon yang mereka rencanakan sepertinya juga gagal, mungkin Urfi akan membiarkan tiket itu hangus. Harusnya hari ini mereka berangkat honeymoon ke Paris, tapi hal itu tidak mungkin terjadi. Gahar tidak lagi mencintainya, tidak akan ada honey moon, dan tidak akan tidur seranjang.
Bahkan Gahar sengaja masuk ke kantor meskipun seharusnya mereka cuti selama dua minggu. Laki-laki itu benar-benar sudah kehilangan rasa dengan Urfi, bukan karena lelah seperti yang Urfi pikirkan. Buktinya, Gahar langsung berangkat bekerja, sama sekali tidak mengkhawatirkan keadaan Urfi.
Urfi yakin Gahar mendengar keributan yang dia perbuat di kamar, tangisannya pasti terdengar di telinga laki-laki itu. Tapi, Gahar tidak merasa iba, dan tetap tidur di kamar yang berbeda dengannya.
Urfi menghela napas kasar, dia harus membiasakan diri. Selagi bukan perempuan lain yang menjadi penyebab Gahar kehilangan rasa padanya, Urfi akan mempertahankan pernikahan mereka. Urfi akan menunggu sampai Gahar kembali mencintainya.
********
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
