Selanjutnya
Istri Simpanan Bos ( Bab 24 - 29)
BAB 24Neil baru saja memasuki gerbang rumahnya. Amarahnya semakin meledak-ledak ketika melihat mobil Erika telah berada di depan garasi.
Setelah memarkir mobilnya, Neil keluar dan melangkah cepat menuju ke dalam rumah.
Erika ... Erika ...!
Bagai orang kesetanan Neil memanggil-manggil nama istrinya di sekeliling rumah.
Neil, apa-apaan kamu memanggil nama istrimu seperti itu?
Neil terlonjak dan membalikkan badannya ketika mendengar suara yang selama ini sangat dekat dengannya.
Mami ...! Ka-kapan Mami datang?
Wanita cantik berusia sekitar lima puluhan itu nampak jauh lebih muda dari umurnya. Nyonya Helda, ibu kandung Neil itu menghampiri putra tersayangnya.
Neil memeluk dan mencium kedua pipi maminya.
Kapan Mami datang? Kenapa nggak ngabarin Aku?
Duduklah, Neil!
Neil duduk di sebelah Maminya. Walau sebenarnya hatinya sedang tidak baik-baik saja. Pikirannya terus tertuju pada Tiara. Sementara matanya terus mencari keberadaan Erika.
Ketika Mami sedang di Bali kemarin, Erika menghubungi Mami. Ternyata kalian sedang ada masalah. Betul, Neil?
Neil hanya diam. Dalam hatinya dia mengumpat pada Erika. Berani-beraninya Erika mengadukan hal ini pada Maminya.
Setelah berpikir sejenak, Neil memutuskan untuk berterus terang pada Maminya. Dia sudah tidak bisa memaafkan Erika yang menjadi penyebab Tiara keguguran.
Setelah menghela napas panjang, akhirnya Neil mulai berbicara.
Mami ... malam itu Aku telah menodai Tiara. Sebagai laki-laki aku harus bertanggung jawab, aku menikahi Tiara, walaupun secara siri.
Oh, jadi benar apa yang dikatakan Erika?Wajah Nyonya Helda berubah sinis.
Apa yang dikatakan Erika pada Mami? tanya Neil penasaran.
Nyonya Helda menghempas napas kasar. Matanya menatap tajam menghunus iris mata Neil.
Perempuan itu dengan sengaja menggodamu, bukan? Dasar perempuan Jalang. Dia pasti ingjn mengincar hartamu.
Tidak, Mami. Tiara bukan wanita seperti itu.
Neil geram. Tangannya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Erika telah memfitnah Tiara.
Mami tidak peduli. Mami mau kamu tinggalkan perempuan itu. Pecat dia! Bikin malu ...!
Wajah Nyonya Helda merah padam. Wanita yang selalu menjaga kehormatan keluarganya itu tidak ingin jika Tiara masuk ke dalam keluarga besarnya. Karena itu adalah hal yang sangat memalukan baginya
Tidak Mami ... Aku tidak akan meninggalkan Tiara. Dia sangat membutuhkanku saat ini. Kami ... kami baru saja kehilangan anak kami, lirih Neil dengan suara serak menahan sedih bercampur amarah.
Nyonya Helda sesaat tersentak dan menoleh pada Neil. Namun sesaat kemudian dia kembali berbicara tegas.
Kalau begitu, akan lebih mudah untuk kamu menceraikannya.
Tidak, Mami. Tiara saat ini sangat membutuhkan aku. Semua ini karena perbuatan Erika. Di mana dia, Mami? Erika.., Erika ...! Neil terus berteriak sambil mengelilingi rumah.
Langkahnya terhenti saat tiba di depan kamar. Nyonya Helda masih terus mengikuti putranya dengan cemas.
Erika! Buka pintunya! Keterlaluan kamu! Neil terus menggedor pintu kamar yang dikunci dari dalam oleh Erika.
Neil, kamu itu kenapa, sih? Erika itu istri sah kamu. Kenapa kamu marah-marahin dia demi membela perempuan jalang itu?
Dada Neil bergemuruh. Dia memejamkan mata menahan gejolak emosi yang membara. Sesungguhnya dia tak terima ada yang menghina Tiara. Namun dia tidak mungkin marah pada maminya sendiri.
Perlahan pintu kamar terbuka. Erika keluar dari kamar sambil melipat tangan di dada. Dengan senyum sinisnya melangkah keluar dari kamar.
Erika, keterlaluan kamu! Tiara keguguran gara-gara preman suruhanmu.
Oh ya? Syukur dong kalau gitu. Jadi kamu bisa segera menceraikannya, Neil.
Neil semakin muak melihat Erika berbicara dengan gaya angkuhnya.
Tidak! Aku tidak akan menceraikan Tiara. Kamu ..., kamu harus mempertanggungjawabkan semuanya. Dengan bukti CCTV, aku akan menyerahkanmu ke kantor polisi!
Sontak Erika memucat.
Cctv ... Kenapa aku tidak terpikirkan tentang CCTV ? Semoga aja ini hanya gertakan Neil saja. Erika membathin.
Sudah, Neil. Jangan bikin malu keluarga! Gara-gara perempuan itu keluarga kita bisa berantakan. Ingat bisnis Papamu. Kalau sampai masalah ini diketahui publik, bisa bangkrut kita semua!
Neil menghela napas kasar. Apa yang dikatakan Maminya itu memang benar. Dia seperti berada pada satu dilema.
Napas Neil memburu. Pikirannya kembali pada Tiara. Bayangan wajah Tiara yang sangat sedih atas kehilangan buah hatinya terus berputar-putar di kepalanya. Erikalah yang menyebabkan Tiara kehilangan anaknya.
Kamu pembunuh , Erika. Kesalahanmu tidak dapat kumaafkan. Kamu telah membunuh anakku! Suara Neil menggelegar ke seluruh ruangan rumah besar berlantai dua itu.
Aku kecewa padamu, Erika. Pergi kamu dari sini! Mulai sekarang kamu bukan ....
Stop, Neil! teriakan Nyonya Helda sukses menghentikan ucapan Neil.
Sementara Erika diam memucat bersandar pada dinding. Tubuhnya gemetar. Isak tangis mulai terdengar dari bibirnya.
Pergi kamu, Erika! Neil masih terus mengusir Erika.
Apa-apaan kamu, Neil! Erika tidak boleh pergi dari sini. Kamu yang harus tinggalkan perempuan simpanan kamu itu!
Baik, kalau begitu. Biar aku yang akan pergi dari sini.
Nyonya Helda terkejut. Dia tak menyangka Neil mati-matian membela wanita simpanannya. Bahkan dia rela keluar dari rumah demi wanita itu.
Neil membalikkan tubuhmya, kemudian melangkah menuju pintu keluar.
Tidak ada yang pergi dari sini! Masuk, Neil!'
Namun Neil tidak menghiraukan perintah sang Mami. Dia terus melangkah cepat. Pikirannya tak lepas sedikitpun dari Tiara.
Neil ..., Neil .. ! Kamu akan tahu akibatnya jika masih menemui perempuan itu! Papimu tidak akan tinggal diam! Nyonya Helda terus berteriak, berharap dapat mencegah kepergian putra satu-satunya. Namun semua itu sia-sia. Neil sama sekali tak menghiraukannya. Dia menatap kepergian Neil dengan geram dan dada bergemuruh.
Sementara Erika masih tak percaya bahwa perbuatannya akan berakibat seperti ini. Awalnya dia menduga Neil akan membenci dan meninggalkan Tiara. Namun ternyata salah. Justru kini Neil malah membencinya.
Tidak! Aku tidak boleh bercerai dengan Neil. Aku tidak mau kembali hidup susah! Erika terus membathin.
Erika berpikir, satu-satunya cara agar tetap bisa menjadi istri Neil adalah terus dekat dan mempengaruhi Nyonya Helda.
Erika kini tergugu seraya berjongkok di depan kamarnya. Nyonya Helda iba dan menghampiri menantu kesayangannya itu.
Sayang, kamu jangan bersedih. Neil pasti akan kembali padamu.
Nyonya Helda membawa Erika bangkit berdiri dan memeluknya dengan penuh kasih sayang.
Tenanglah dulu. Sebenarnya ada satu cara yang membuat Neil tidak akan bisa menceraikanmu
Erika mengurai pelukan.
Apa itu Mami? tanyanya bersemangat.
Kamu harus hamil. jika kamu hamil, Neil tidak akan bisa menceraikanmu.
A-apaaa? H-hamil ...?
Mata Erika melebar. Sejak awal menikah dia selalu menghindari kehamilan. Menurutnya, hamil akan membuat badannya tidak lagi cantik.
Dan ... sekarang, apa dia harus hamil demi mempertahankan Neil?
Iyaaa. Kamu harus bisa hamil. Kamu pikir Mami tidak mau punya cucu dari kamu? Nyonya Helda membelai rambut Erika penuh kasih sayang.
Sejak lama Mami menginginkan cucu dari kalian.Tapi Neil sepertinya tidak menyampaikannya padamu. Sekarang Mami sendiri yang langsung memintamu untuk hamil dan memberikan Mami dan Papi cucu. Nyonya Helda tersenyum bahagia, membayangkan suatu saat nanti bisa menggendong cucu dari Neil.
Sementara Erika masik shock. Satu hal yang selama ini dia hindari dan dia takuti, justru menjadi permintaan khusus dari sang mertua. Bab 25
Neil kembali tiba di rumah sakit. Ia masuk ke ruang UGD untuk menghampiri Tiara. Namun dia tak menemukan istrinya di tempat terakhir dia meninggalkannya tadi..
Suster, istri saya dipindahkan ke mana?
Ibu Tiara sudah kami pindahkam ke ruang rawat VIP Pak. Di kamar 105.
Setelah mendapat jawaban dari salah satu perawat UGD, Neil langsung menuju ruang VIP dengan setengah berlari. Ia sangat mengkhawatirkan keadaanTiara saat ini.
Neil berhenti tepat di depan kamar dengan nomor pintu 105. Perlahan membuka handle pintu agar tak mengeluarkan suara yang akan mengganggu istrinya.
Hati pria bule itu mencelos melihat Tiara masih menangis sambil berbaring. Wanita itu pasti sangat sedih. Rasa sedih yang berlipat-lipat dirasakan Tiara saat ini. Tiara ... Neil meraih kursi dan duduk tepat disamping Tiara. Tangannya membelai lembut kepala istrinya.
Tiara ..., sudah ya. Jangan menangis lagi. Ini semua salahku. Seharusnya aku tak meninggalkanmu.
Tiara masih tak mau menoleh padanya. Tatapan matanya masih memandang kosong pada langit-langit berwarna putih.
Kenapa ... Bapak masih di sini? Aku sudah tak pantas menjadi istri Bapak, ucap Tiara diantara isak tangisnya.
Ssstt ... jangan bicara seperti itu! Dua jari Neil menempel pada bibir mungil Tiara.
Aku kot ...
Sstt ... sudah, sudah! Jangan dibahas dulu. Tenangkan pikiranmu. Aku menemanimu di sini.
Neil melirik makanan yang masih utuh di meja samping ranjang Tiara.
Kamu belum makan. Aku suapi,ya! Neil meraih nampan berisi makanan, membuka plastik penutupnya, lalu mulai menyendoknya.
Satu tangan Neil menekan tombol di sebelah ranjang agar posisi kepala Tiara lebih tinggi.
Setelah dirasa posisi Tiara sudah culup pas, Neil mulai menyendokkan sesendok bubur dan sayur ke mulut Tiara.
Tiara yang terlihat mulai tenang menggeleng.
Nggak selera, Pak.
Tapi tubuh kamu butuh makan. Apa kamu mau di sini jangka waktu yang lama?
Tiara menggeleng.
Ayo buka mulutnya!
Aku bisa suap sendiri, Pak. Tiara mencoba untuk bangkit. Namun rasa pusing yang mendera sejak tadi tak kuasa membuatnya bangkit.
Sudah jangan bandel. Diam saja disitu biar aku suapi. Ayo buka mulutnya!
Tiara pasrah dan memilih mengikuti perintah Neil.
Neil menyuapi Tiara dengan rasa cinta yang mulai tumbuh di hatinya. Cinta yang dia sadari baru hadir setelah hal buruk terjadi pada istrinya.
Saat ini kamu tidak boleh berpikiran macam-macam. Fokus pada kesehatannmu. Aku akan membawamu pergi dari apartemen itu.
Kita mau ke mana, Pak? tanya Tiara sambil mengunyah makanannya
Sehat dulu. Nanti aku kasih tau.
Mulut Tiara mencebik. Dia penasaran.
Neil tersenyum, Tiara menghabiskan bubur hingga tak bersisa. Setelah memberi segelas air putih pada istrinya itu, dengan telaten Neil membersihkan mulut Tiara menggunakan tissue. Wajah mereka sangat dekat. Tatapan mereka bertemu dan tak ingin berpindah. Tiara merasa Neil tak selesai-selesai membersihkan mulutnya. Neil tak sadar, sebenarnya dia sedang mengusap bibir Tiara yang menggemaskan itu berulang-ulang. Tatapan mereka terkunci satu sama lain.
Perlahan Neil memajukan wajahnya agar lebih dekat pada wajah cantik Tiara. Ya, walau sedang sakit, Tiara tetap terlihat sangat cantik di matanya. Seakan terhipnotis, Neil tiba-tiba mengecup lembut bibr Tiara.Manis ....Dia terus mengulangnya seakan tak mau berhenti..
Permisi ... Neil gelagapan saat tiba-tiba pintu dibuka, seorang petugas masuk.
Makannya sudah? Piringnya saya bawa. Petugas itu kembali keluar.
Tiara tak mampu menutupi senyumnya. Ciuman Bosnya mampu membuatnya lupa dengan masalah yang baru saja dia hadapi.
Gitu, dong. Senyum. Mau lagi? goda Neil.
Tiara menggeleng dengan wajah bersemu kemerahan. Dia tak menyangka Neil bersikap sangat manis. Dia pikir Neil akan marah dan tak akan mau menemuinya lagi setelah kejadian ini.
Sekarang tidurlah. Sudah sangat larut.
Neil terus mengusap, membelai puncak kepala Tiara. Sesekali dia menepuk lembut lengan Tiara. Wanita itu seakan sedang diperlakukan seperti anak kecil oleh bosnya sendiri. Dia tak menyangka, bosnya yang selama ini selalu memerintah apapun padanya, kini justru sedang memanjakan dirinya.
Tiara tersenyum dalam tdurnya. Seakan masalah berat yang sedang dia hadapi terlupakan sejenak oleh sikap manis suaminya.
Neil merebahkan kepalanya tepat di samping dada Tiara. Tubuhnya terasa lelah. Beban masalahnya dengan Erika dan maminya terlupakan sesaat ketika melihat senyum terbit di bibir Tiara. Hatinya merasa lega melihat Tiara sudah mulai tenang.
Entah pukul berapa Neil tertidur. Tiba-tiba saja dia terjaga saat mendengar pintu kamar rawat terbuka.
Oh, pasien masih tidur. terdengar suara seorang perawat yang kemudian keluar dan kembali menutup pintu.
Neil kembali tersenyum saat terjaga mendapati jemarinya saling bertautan dengan jemari lentik milik Tiara. Dia enggan untuk melepaskan. Hembusan napas Tiara yang teratur menandakan wanita itu masih terlelap dengan nyenyak.
Neil terus memandang wajah cantik istrinya. Lagi-lagi dia tak habis pikir, bertahun-tahun Tiara bekerja dengannya, kenapa baru sekarang dia menyadari bahwa sektetarisnya itu sangat cantik. Sampai-sampai dia merasa hampir gila memikirkan Tiara. Saat ini dia tak ingin tiara jauh darinya. Apapun keadaan Tiara dia tak peduli.
Mata Tiara mengerjap beberapa saat melihat wajah Neil ketika membuka matanya.
Senyuman Neil membuat wajah pria bule itu semakin tampan. Jantung Tiara berdebar, Sepanjang malam Neil menemaninya tidur. Lebih-lebih saat dia tahu jemarinya masih bertautan dengan tangan kokoh Neil.
Tiara spontan menarik tangannya ketika mendengar langkah kaki seseorang masuk ke kamar rawatnya.
Pagi Bu Tiara. Sekarang lap badan dulu. Mau sama suster apa suaminya?
Suster aja ...
Saya aja, suster.
Suster tersenyum mendengar jawaban mereka bersamaan namun tidak kompak.
Biar sama suster aja, Pak.
Saya saja , Suster. Sini airnya. Neil berdiri meraih dua baskom stenlees berisi air untuk lap badan serta sebuah waslap .
Setelah menutup tirai dengan rapat, perawat itu keluar meninggalkan mereka berdua.
Pak, Aku malu ....
Kenapa malu? Bukannya aku sudah pernah liat semuanya?
Ish, apaan, sih! Tiara tak dapat menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu.
Dengan pasrah, Tiara membiarkan Neil membersihkan seluruh tubuhnya dengan waslap yang di beri sedikit sabun. Lalu memakaikan pakaian berwarna biru dari rumah sakit. Terakhir, dengan penuh rasa cinta, Neil menyisir rambut Tiara yang sebahu dengan perlahan.
Cantik, wangi.
Neil memandang Tiara tak berkedip. Entah kenapa saat ini dia tak bosan-bosan memandangi wajah Tiara.
Pak ..., aku sekarang sudah nggak hamil. Kalau Bapak mau ninggalin aku, ... nggak apa-apa. Tiara berkata dengan menahan sesak dan air mata yang membendung di kedua netranya.
Neil menghempas napasnya.
Jangan pernah bicara seperti itu lagi. Aku bisa gila jika harus ninggalin kamu.
Haa? serius, Pak? Tiara ternganga. Dia tak percaya dengan ucapan Neil barusan.
A-apa Bapak men ...,
Ya..., apalagi namanya kalau bukan karena cinta Tiara. Neil meraih satu tangan Tiara yang tidak terpasang selang infus, lalu menggenggamnya..
Tiara semakin berdebar mendengar pengakuan Neil. Mereka kembali saling menatap dengan perasaan tak percaya dan rasa bahagia yang membuncah.
Mereka dikejutkan oleh suara pintu kamar yang tiba-tiba terbuka. Terdengar langkah kaki bersepatu high heels mendekati mereka. Keduanya tak bisa langsung melihat wajah orang yang datang karena tirai masih tertutup rapat.
Perlahan tirai bergeser hingga terbuka.
Oh, jadi ini wanita yang telah menggoda anakku?
Mami ...!***Bab 26Mami ... Neil sontak berdiri. Namun satu tangannya meraih jemari Tiara dan mengenggamnya erat. Wajah istri simpanannya itu nampak cemas dan ketakutan. Ia sangat mengenali Nyonya Helda yang sangat tegas.
Nyonya Helda menatap Tiara tajam penuh kebencian.
Perempuan murahan kamu. Berani-beraninya kamu menggoda anakku. Berapa uang yang kamu inginkan? Katakan saja! Wanita yang dipanggil Mami oleh Neil itu berkata dengan emosi yang meletup-letup dan napas yang memburu.
M-maafkan saya, Nyonya Helda!' parau suara Tiara yang menunduk, tak sanggup menerima tatapan dari wanita paruh baya iru.
Sudah jangan banyak bicara, katakan berapa uang yang kamu inginkan, lalu tinggalkan putraku!
Mami ..., Apa-apaan ini? protes Neil. Genggamannya pada jemari Tiara samakin erat. Pertanda dia tak ingin berpisah dari Tiara.
Sementara Tiara hanya diam tak menjawab. Wanita itu hanya duduk menunduk menahan gemuruh di dada.
Neil, tinggalkan wanita murahan ini, dan kembalilah pada Erika!' Ucapan tegas Nyonya Helda bagai belati tajam yang menghujam dada Tiara. Sesaat dia melirik pada Neil. Wajah suaminya itu tampak merah padam menahan emosi.
Tidak, Mi. Maaf, Aku ... mencintai Tiara, sahut Neil dengan hati-hati, namun jelas terlihat suatu kesungguhan di sana.
Wajah Nyonya Helda menggelap, Wanita dengan penampilan elegan itu menatap Tiara penuh kebencian, seakan hendak menelannya hidup-hidup.
Perempuan sial, Kamu! Apa yang sudah kamu lalukan sampai-sampai anakku sendiri menentangku, haah? Nyonya Helda melangkah maju, satu tangannya diangkat hendak melayangkan sebuah tamparan ke pipi Tiara. Namun, dengan secepat kilat Neil langsung memeluk Tiara dan mendekapkan wajahnya ke dada bidangnya.
Nyonya Helda semakin emosi.
Kamu menentang Mami, geram Nyonya Helda yang sudah manggantungkan tangannya di udara.
Maafkan Aku Mami, Aku mohon Mami mengerti dengan perasaanku. Erika telah sering mengecewakanku. Kini Tiara juga sudah menjadi istriku. Neil terus memohon.
Napas Nyonya Helda memburu. Dengan kesal ia menurunkan tangannya. Matanya berkillat-kilat tak suka melihat Neil memeluk Tiara begitu erat, karena hendak melindungi wanita itu.
Baiklah, kalau memang itu maumu, berarti kamu siap menerima segala konsekwensinya. Sebelum kamu menyesal, sebaiknya tinggalkan perempuan itu, atau Mami akan mencabut semua fasilitas dan mengeluarkanmu dari perusahaan keluarga!
Tiara sontak mengurai pelukan.
Pak ... sebaiknya Bapak pergi, dan tinggalkan saya! Tiara mendorong Neil agar menjauh darinya. Namun tubuh lemah Tiara tak mampu membuat Neil beranjak. Bahkan Neil semakin erat menggenggam jemari Tiara. Dirinya terlalu berat untuk melepaskannya.
Neil tak sanggup untuk berpisah dengan Tiara. Entah sejak kapan perasaan itu hadir. Semakin ia ingin menjauh, rasa itu semakin kuat menggenggam hatinya.
Hebat kamu, Neil! Suara menggelegar dari seorang pria paruh baya namun masih tampak gagah, mengejutkan mereka.
Papi ..!desis Neil.
Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga. Mulai hari ini, kamu bukan bagian dari keluarga kami! Sorot mata Tuan Josh begitu tajam menghunus manik kecoklatan milik putranya.
Pak, tinggalkan Aku. Pergilah! Aku tidak apa-apa! Aku mohon! Tiara mulai menangis. Ia tak tega jika Neil diusir dari keluarga besarnya.
Tidak! Aku tidak akan pernah meninggalkanmu! Neil menatap lekat mata yang telah basah itu.
Aku sudah tidak hamil. Jadi Bapak tidak perlu bertanggung jawab lagi padaku. Please, tinggalkan Aku. Ceraikan Aku! Aku ingin bebas dari semua ini! Tiara tergugu di depan Neil.
Cinta itu telah tumbuh. Bahkan semakin menguasai jiwanya. Neil bahkan tak ingin berpisah sedetik pun dari Tiara. Wanita itu benar-benar telah masuk ke dasar hatinya yang terdalam.
Baiklah, Kalau memang itu keputusan Papi dan Mami. Aku akan terima. Karena, aku tidak akan berpisah dari Tiara. Secepatnya akan aku urus perceraianku dengan Erika.
Kamu benar-benar sudah gila, Neil! jerit Nyonya Helda.
Wajah Tuan Josh pun menggelap. Pria yang dipanggil Papi oleh Neil itu sangat murka.
Ayo Mami, kita pulang. Mulai hari ini dia bukan anak kira lagi!' Tuan Josh meraih tangan istrinya dan membawanya keluar dari ruang rawat.
Tangis Tiara semakin kencang. Rasa bersalah merajaii hatinya kini. Tak sanggup.lagi meredam rasa sedih dan menyesal. Dia menjatuhkan kepalanya di dada Neil, dan menangis sepuasnya di sana.
Sementara Neil tak mengerti dengan kedua orang tuanya, yang lebih mementingkan derajat dan nama baik keluarga ketimbang perasaannya. Andai saja Erika tak berbuat jahat pada Tiara kemarin, mungkin Neil masih mempertimbangkan perasaan istri pertamanya itu. Namun Erika telah dibutakan.oleh nafsu dan amarah. Padahal Neil tau, yang dikejar Erika bukanlah cintanya, namun hartanya..
Sudahlah, Sayang! Jangan menangis terus. Kamu masih belum pulih.
Lalu bagaimana dengan karier Bapak, semua fasilitas bapak juga dicopot.
Hey ..., jangan kamu pikirkan itu. Sahamku masih ada di beberapa perusahaan. Kamu tau itu bukan? Saham terbesarku kini ada di perusahaan NaraShop. Nadira dan Farhan akan membantuku. Di Eternal group dan PT.Yudatara juga masih ada sahamku. Kita tidak akan jatuh miskin, Sayang.
Aku tidak pernah takut miskin, Pak. Sejak kecil aku memang datang dari keluarga sederhana. Tapi Bapak ..., Bapak sejak dulu memiliki apa saja yang bapak inginkan. Tiara memandang Neil dengan iba.
Tapi saat ini semua itu tidak penting untukku. Yang terpenting dalam hidupku saat ini adalah, memiliki kamu. Neil mengecup kening Tiara cukup lama. Hal ini membuat Tiara kembali terisak karena haru.
Apa kamu masih mau menerimaku jika aku tak lagi seperti dulu? Neil menatap lekat manik indah milik Tiara.
Tiara mengangguk cepat dengan senyum manisnya. Neil tak melihat kebohongan di wajah menggemaskan itu. Cinta mereka benar-benar tulus dan ikhlas. Tanpa adanya motivasi harta dan kedudukan.
Kita mulai dari nol lagi, ya? tanya Neil lagi.
Ya, Aku mau ... Mas, sahut Tiara mengangguk dengan mantap.
Neil langsung memeluk istrinya dengan erat. Rasa cinta yang menghangat menyatukan hati dan jiwa mereka, hingga menciptakan suatu kekuatan untuk menghadapi semua yang akan terjadi. Semua akan menjadi mudah selama mereka tetap bersatu dalam cinta yang tulus, ikhlas dan saling memahami.
Mereka berpelukan cukup lama. Kemudian Neil merenggangkan pelukannya. Menatap bibir Tiara yang tampak menggoda. Perlahan Neil mengecup bibir itu dengan mesra dan penuh cinta. Wajah Tiara bersemu kemerahan mendapatkan perlakuan yang begitu manis dari suaminya.
Tanpa mereka ketahui, dua pasang mata menatap penuh kebencian dari balik pintu.
Kamu lihat sendiri, mereka malah tambah mesra! ujar Rohmat gusar..
Seharusmya kemarin kamu habisi saja si Tiara itu! geram Erika.
Heh, Aku tidak mungkin membunuh wanita yang aku cintai. Atau si bule itu saja yang aku habisi? kali ini Rohmat yang menggeram.
Aneh, perempuan kayak gitu aja direbutin. Apa sih istimewanya si Tiara kampungan itu? Aku aja jijik melihatnya, umpat Erika dalam hati
****Bab 27
Istirahatlah sejenak. Tunggu aku di sini sebentar. Aku akan menemui Nadira di dalam sana, pinta Neil pada Tiara. Pria bule itu lalu keluar dari dalam mobilnya, meninggalkan Tiara yang masih berbaring lemah, menghela napas panjang sambil menyandarkan tubuhnya di kursi.
Hari ini Tiara akhirnya diperbolehkan pulang oleh dokter setelah menjalani perawatan intensif selama beberapa hari terakhir. Neil, yang sangat mengkhawatirkan keselamatannya, tak ingin meninggalkan Tiara sedetik pun. Bahkan, dia tidak pulang ke rumah sama sekali dan memilih menjaga Tiara di rumah sakit. Trauma akibat kejadian buruk yang menimpa Tiara membuat Neil semakin protektif, tidak ingin ceroboh hingga keselamatan istrinya kembali terancam.
Di perjalanan pulang dari rumah sakit, Neil sengaja menghentikan mobilnya di depan gedung NaraShop. Sebagian besar saham pribadinya tertanam di sana, dan ia berencana menemui Nadira, sahabat sekaligus wanita yang pernah mengisi hatinya di masa lalu. Perbincangan ini harus ia lakukan, apalagi orang tuanya telah mengambil alih perusahaan yang sejak dulu ia pimpin. Neil kini harus mencari tempat baru untuk memulai kembali, dan NaraShop adalah pilihan yang tepat. Meski masih banyak masalah yang masih ada di pikirannya, mungkin Farhan dan Nadira adalah orang yang bisa diajaknya berbagi.
Nadira? Bukankah itu nama wanita yang dulu pernah dekat dengan Pak Neil? gumam Tiara dalam hati. Seberkas kecemasan menyelimuti hatinya, membuatnya tak tenang menunggu di mobil. Bayangan akan masa lalu Neil dengan Nadira, yang selama ini hanya ia dengar dari bisik-bisik orang, kini seolah hadir begitu nyata di hadapannya. Apa Pak Neil akan kembali mengingat cinta lamanya pada wanita itu? pikirnya dengan gelisah.
Sebagai mantan asisten pribadi Neil, Tiara tahu sedikit banyak tentang kisah cinta bosnya sebelum ia menikahi Erika. Neil, saat itu, memang menyimpan rasa yang begitu mendalam pada Nadira. Berbagai usaha dilakukannya untuk membantu NaraShop, termasuk menanamkan saham pribadinya demi memajukan bisnis itu. Hal ini membuat Tiara semakin tidak tenang. Meski Neil memintanya istirahat, Tiara justru tak bisa memejamkan mata. Ia hanya bisa duduk gelisah dengan pikiran yang melayang jauh, mencoba melawan perasaan cemburu yang mulai tumbuh.
Sementara itu, di dalam gedung NaraShop, kedatangan Neil menarik perhatian banyak orang. Pria bule tampan itu sudah dikenal baik oleh semua karyawan di sana, terlebih karena posisinya yang penting dalam perusahaan. Setiap orang yang berpapasan dengannya memberikan salam hormat, namun Neil hanya menanggapi dengan anggukan singkat, pikirannya penuh dengan perbincangan yang akan ia lakukan dengan Nadira.
Selamat pagi, Pak Neil. Ada yang bisa saya bantu? sapa petugas resepsionis dengan senyum ramah ketika Neil melewati lobi.
Apa Nadira sedang sibuk? tanya Neil, suaranya terdengar tegas namun wajahnya menunjukkan raut serius.
Bu Nadira ada di ruangannya bersama Pak Farhan, jawab resepsionis itu sopan.
Neil mengangguk. Kebetulan sekali ada Farhan di sini. Baiklah, saya langsung ke atas saja.
Silakan, Pak! kata resepsionis itu sambil mengarahkan senyuman ramah.
Neil segera melangkah cepat menuju lift yang akan membawanya ke lantai atas. Pikirannya tetap tertuju pada Tiara yang sedang menunggu di mobil. Semakin lama ia berada di sini, semakin cemas dirinya meninggalkan istrinya sendirian. Ia tahu kondisi Tiara sedang tidak baik-baik saja saat ini, dan itu membuatnya merasa harus bergerak lebih cepat.
Begitu tiba di lantai atas, Neil langsung menuju pintu ruangan Nadira. Ia mengetuk pelan, lalu masuk setelah mendengar suara sahutan dari dalam.
Pagi, Nara, Farhan! sapa Neil sambil memasuki ruangan.
Neil? Nadira menatap Neil dengan raut wajah penuh tanda tanya. Sebagai sahabat lama, Nadira sangat mengenal pria itu. Dari ekspresinya saja, ia bisa melihat bahwa Neil sedang dalam masalah yang tidak kecil. Ada sesuatu yang tampaknya ingin ia sampaikan, dan Nadira bisa merasakan beratnya beban itu.
Duduklah dulu, Neil, ujar Farhan, suami Nadira, yang langsung menghampiri sahabat istrinya itu. Meski ada sedikit rasa cemburu di hatinya, Farhan mencoba berlapang dada dan bersikap biasa. Baginya, Neil adalah teman lama yang sudah dianggap seperti keluarga. Meski kisah masa lalu Nadira dan Neil sempat membuatnya tak nyaman, ia memilih untuk mempercayai istrinya sepenuhnya.
Terima kasih, Farhan. Maaf, aku tak bisa lama, kata Neil dengan nada sedikit berat. Aku hanya ingin memberitahukan bahwa mulai besok aku akan lebih sering berkantor di sini. Keluargaku sudah mengambil kembali perusahaanku, jadi sekarang aku harus mencari tempat baru untuk memulai. Semoga kalian tidak keberatan.
Nadira dan Farhan saling berpandangan, terkejut dengan pernyataan Neil yang mendadak ini. Mereka tidak menyangka bahwa Neil, yang biasanya sangat stabil dalam mengelola bisnis, harus memulai dari awal.
Maaf, Neil. Ada apa sebenarnya? Apa kamu ada masalah dengan Tante Helda? tanya Nadira pelan, penuh kekhawatiran.
Wajah Neil berubah murung. Ia menunduk sejenak, tampak seperti memikirkan sesuatu yang berat. Bayangan Tiara kembali memenuhi kepalanya. Hal itu membuatnya makin khawatir dan ingin segera kembali ke mobil.
Melihat hal itu, Farhan mengusap lembut punggung istrinya, memberi isyarat agar Nadira tidak melanjutkan pertanyaannya. Tentu, Nadira tidak akan keberatan, Neil. Lagi pula, bukankah sebagian besar saham pribadi kamu ada di NaraShop ini? ujar Farhan mencoba mencairkan suasana, berharap bisa mengurangi ketegangan di antara mereka.
Terima kasih, Farhan, Nara. Lain kali aku akan menceritakan semuanya pada kalian. Sekarang aku harus kembali. Maafkan aku, ujar Neil sambil berdiri. Ia mengurungkan niatnya untuk berbincang banyak dengan Farhan dan Nadira. Tiba-tiba saja ia ingin segera kembali ke mobil.
Nadira dan Farhan menatapnya penuh keheranan. Neil yang biasanya ceria tampak begitu murung, bahkan ada kesedihan yang tak biasa di raut wajahnya. Nadira merasa sesuatu yang besar sedang terjadi pada sahabatnya ini.
Di dalam lift, Neil kembali dilanda kecemasan. Ia merasa telah meninggalkan Tiara terlalu lama, sesuatu yang seharusnya tidak ia lakukan. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran yang terus berputar, mengingat betapa rentannya kondisi Tiara saat ini.
Semoga dia baik-baik saja, gumam Neil dalam hati.
Baru saja ia keluar dari lift, seorang wanita menyapanya.
Hai, Neil! Sudah ketemu Nadira? suara itu berasal dari Vivi, orang kepercayaan Nadira sekaligus juga sebagai sahabat mereka sejak lama.
Neil mengangguk cepat. Sudah. Vivi, mulai besok aku akan berkantor di sini. Tolong rapikan ruanganku, ya.
Apa? Kamu serius? Vivi memandang Neil dengan raut tak percaya.
Aku juga sudah bicara dengan Nadira dan Farhan. Oh ya, aku butuh seorang sekretaris, lanjut Neil.
Vivi mengerutkan dahi. Loh, memangnya Tiara ke mana? Bukannya kamu hanya cocok sama sekretaris pribadimu itu saja?
Neil menghela napas. Sudahlah, Vivi. Lakukan saja apa yang aku minta. Besok pagi semua harus sudah siap.
Vivi hanya bisa mengangguk sambil menghela napas. Iya, iya ... Siap, Bos!
Tiba-tiba, ponsel Neil berdering. Nama Tiara tertera di layarnya. Tanpa berpikir dua kali, Neil segera mengangkat panggilan tersebut.
Halo, Tia...
Pak ... cepat ke sini! Tolong aku .... Aku takut! suara Tiara terdengar cemas di ujung sana.
Tiara...! Neil langsung panik. Wajahnya memucat, bayangan buruk menghantui pikirannya. Tanpa menunggu lama, ia segera berlari menuju mobilnya di halaman depan NaraShop.***Bab 28Tiara ... Tiara ..! Bagai orang kesetanan Neil berlari dengan wajah panik menuju area parkir.Ia tak manghiraukan panggilan Vivi dan security yang ia lewati. Hei, mau apa kalian? Neil berteriak dari kejauhan melihat tiga orang pria bertubuh besar berada di sekitar mobilnya. Pria bule bertubuh tinggi itu mempercepat larinya. Namun, tiga pria tak dikenal itu telah melesat pergi. Tiara ... Tiara ..., ini aku! Tolong buka pintunya! Tiara menutup wajah dengan kedua tangannya sambil menangis dan menjerit. Teriakan Neil yang awalnya tidak terdengar, membuatnya bergegas membuka pintu saat wajah suaminya itu muncul di balik kaca. Pak, ... Pak ... aku takut. Tiara ... tenanglah. Ada aku ... tenanglah! Neil bergegas menarik tubuh Tiara dan langsung mendekapnya. Ciuman bertubi-tubi ia layangkan ke puncak kepala Tiara agar istrinya itu tenang. Pras membelai kepala Tiara penuh kasih sayang. Sesekali matanya terpejam seakan sedang menikmati pelukan hangat mereka. Astaga, Neil? Tiara ...? Pelukan mereka spontan terlepas. Suara Vivi membuat mereka salah tingkah. Ehm ... Vivi ... kamu disini? Neil berusaha menguasai diri. M-maaf, Neil. Tadi Aku mendengar Kamu teriak dan panik. Makanya Aku ikut lari bersama security. Security? Neil mengedarkan pandangannya. Pak Security mengejar pria-pria itu ke arah sana. Vivi menunjuk pada arah pintu keluar.Namun kembali melirik Tiara yang wajahnya basah dan sembab Ada apa dengan Tiara? Tadi kalian ... berpe ... Vivi ... Kami pulang dulu. Sebaiknya Kamu kembali ke ruanganmu. Tiara, ayo masuk!' Neil berhasil memotong ucapan Vivi dan mengajak Tiara masuk ke dalam mobil. Pria bule itu mulai menyalakan mesin tanpa menoleh lagi pada Vivi yang masih tercengang setelah melihat adegan yang tidak ia pernah duga. Neil tadi memeluk Tiara ...? Apa Aku tidak salah lihat? gumamnya sembari menatap kepergian mobil Neil hingga menghilang di pintu gerbang. Maafkan Aku ...! Neil mengusap lembut rambut htam Tiara. Tiara mulai terlihat tenang. Neil yang sejak tadi ingin tau apa.yang terjadi, mulai bertanya. Sebenarnya apa yang dilakukan oleh pria-pria tadi padamu? Awalnya mereka mengetuk-ngetuk pintu. Kemudian memaksa minta dibukakakan pintu. Tiara bicara dengan napas terengah-engah. Aku takut, Pak! Kedua mata Tiara kembali digenangi air mata. Sudah, sudah! Tangan kekar Neil mengusap punggung istrinya. Saat ini ia sedang berpikr hendak membawa Tiara kemana. Apartemennya sudah tidak aman.Kita makan dulu. Neil menghentikan mobilnya di depan sebuah restoran jepang. Jangan disini, Pak! Tiara menolak saat Neil mengajaknya turun. Kenapa? Aku mau makan makanan warung pinggiran aja. Nanti biar bisa makan di mobil. Oke. Neil membawa mundur mobilnya lalu keluar dari area parkir restoran jepang itu. Makan dimana? Neil menoleh ke kanan dan kiri. Walau hatinya saat ini merasa tidak yakin untuk makan di pinggir jalan, tapi entah kenapa dengan mudahnya ia mengikuti kemauan Tiara. Wanita yang dulu sangat patuh dan menuruti apapun perintahnya. Kini, justru dengan mudahnya ia menuruti kemauan Tiara. Di dekat kantor ada nasi pecel enak, Pak. Terlalu jauh kalau harus ke sana. Kita cari dekat sini saja. Neil menoleh karena Tiara diam tak bicara lagi. Mau nasi pecel juga, hum? Neil mengacak-acak kepala Tiara. Ia gemas melihat wajah Tiara sedikit cemberut. Nggak. Yang dekat sini juga boleh.Neil tersenyum. Tiara masih memanggilmya dengan sebutan Bapak. Lagi-lagi ia tak habis pikir. Tiara yang sudah bertahun-tahun bekerja dengannya sebagai sekretaris, kini malah menjadi istrinya. Neil melirik Tiara dengan sudut matanya. Kenapa baru sekarang ini ia sadar betapa cantiknya Tiara tanpa riasan wajah. Diam-diam pria itu susah payah menelan salivanya. Jakunnya naik turun saat memandang Tiara. Sementara, Tiara tersenyum dalam hati. Ternyata Neil mengikuti keinginannya untuk makan nasi pecel yang berada tak jauh dari kantor mereka. Sewaktu masih hamil, Tiara pernah sangat ingin makan di sana, namun belum kesampaian. Makasih, Pak. Tiara bicara ketika mobil telah berhenti di tepi jalan dimana banyak penjaja makanan di sana. Neil mengangguk, netranya menyusuri satu-satu pedagang di sana. Ia tidak tau mana penjual nasi pecel. Saya ke sana dulu, Pak! Tunggu! Neil menahan tangan Tiara yang hendak keluar dari mobil. Jangan Kamu. Aku saja!' Walau ragu, Neil tetap turun dan melangkah ke arah yang ditunjuk Tiara tadi. Ada tulisan ' Nasi Pecel 10.000' di sana. Neil meringis membacanya.. Sepuluh ribu? Tiaraaa ... Ia bergumam sembari geleng-geleng kepala. Baksonya, Mister. Siang Mister, nasi pecelnya, Mster. Tiba-tiba saja Neil menjadi pusat perhatian para pedagang dan pengunjung di sana. Pria berperawakan bule dengan wajah tampan dan tinggi diatas rata-rata itu sangat mencolok diantara pengunjung lainnya. Menyadari hal itu, Ia segera memesan nasi pecel pesanan Tiara. Nasi pecel dua porsi. Tolong cepat, ya! Baik, Mister. Wanita paruh baya bertubuh gemuk itu bergegas membuatkan pesanan Neil. Ini sudah, Mister. Terimakasih! Neil meraih bungkusan itu dan memberika selembar uang limapuluh ribuan. Ambil kembaliannya! ucap Neil sebelum berbalik dan melangkah terburu-buru menujumobilnya. Makasih, Mister ...! teriak wanita penjual pecel itu dengan senyum lebarnya Neil tak lupa membeli dua botol air mineral sebelum kembali masuk ke dalam mobilnya. Dari dalam mobil Tiara memperhatikan suaminya yang menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitarnya. Hingga hari ini ia masih belum percaya, Bos yang sangat ia hormati dan segani, kini telah menjadi suaminya. Bosnya itu bahkan mau bersusah-susah membelikan nasi pecel di pedagang kaki lima untuknya. Diam-diam hati Tiara menghangat. Walau hingga saat ini ia masih belum berani meyakinkan hatinya tentang bagaimana perasaannya pada pria bule itu. Neil mengetuk kaca mobil. Ia memang meminta Tiara mengunci semua pintu saat dia keluar tadi. Makasih, Pak! bisik Tiara malu-malu sembari menerima bungkusan pecel dari Neil. Kok dua? Bapak doyan? Aku mau coba makanan yang disukai istriku. Wajah Tiara seketika merah merona mendengar kata 'istriku'. Dadanya berdebar tak karuan oleh sikap dan perlakuan Neil hari ini. Ayo, makan! Apa mau aku suapi? Neil mendekatkan wajahnya pada Tiara. Nggak, nggak! Nggak usah, Pak. Aku suap sendiri saja. Neil tersenyum gemas melihat kegugupan Tiara. Rasanya ia ingin kembali memeluk wanita itu. Malam ini kita tidur di hotel dulu. Aku sudah tugaskan seseorang untuk mengambil pakaian kita di apartemen. Kita tinggal ambil di security. Bagaimana untuk besok, Pak? Malam ini Aku akan cari apartemen baru untuk kita. Tiara menghela.napas panjang. Ia tau kondisi keuangan Neil tidak seperti dulu lagi. Semua harta dan perusahaan sudah ditarik kembali oleh keluarganya. Pak, apa Aku boleh usul? Silakan! Bagaimana kalau sementara ini kita kost saja dulu? Bapak harus hemat. Kita bisa cari kost yang layak dan tidak terlalu mahal. Neil tercengang. Kenapa tidak terpikirkan olehnya saran Tiara barusan? Ternyata ia memang belum siap dengan kehidupannya yang sekarang. Seorang Neil yang tidak pernah merasakan kesulitan hidup sejak lahir, tiba-tiba saja harus mengalami saat-saat sulit seperti sekarang. Ia beruntung memiliki Tiara di sampingnya. Terimakasih, Tiara ...! Neil mengecup lembut bibir Tiara yang sejak tadi menggoda hatinya. Tiaraa ..., Tiara ...! Keduanya sontak menoleh saat kaca mobil di sisi Tiara ada yang mengetuk.***Bab 29Tiara ... Tiara ...! Astaga, Pak! Itu ada orang-orang kantor! Wajah Tiara memucat. Bagaimana ini, Pak? Tiara panik. Buka saja kacanya. Neil menjawab tenang. Perlahan Tiara memutar tubuhnya menghadap kaca. Nampak tiga orang wanita berpakaian ala kantoran yang tak sabar ingin melihat ada apa di balik kaca mobil itu. Tiara mulai menekan tombol pada sisi pintu. Kaca pun perlahan turun. Tuh, kan! Gue bilang juga apa. Itu beneran Tiara. Woi, Tiara, lo ngapain mesum sama om-om di dalam mobil? Seorang wanita dengan tidak sabarnya melongokan sedikit kepalanya. Mereka memang tidak melihat jelas siapa yang ada bersama Tiara tadi. Sedangkan yang lainnya ikut berusaha mengintip dari kaca lainnya yang ternyata cukup gelap. Mana tuh Om-Om? Kok, nggak ada? Siapa yang Om-Om? Seketika para wanita itu menoleh ke belakang ketika mendengar suara bariton yang begitu mendominan. Hah, Bos Neil? sontak wajah,-wajah penuh rasa penasaran tadi berubah pucat. Mereka menyadari pakaian yang dikenakan Neil sama dengan pria yang mereka sebut om-om bersama Tiara tadi. Mampus, Gue! gumam salah satu wanita itu. Ngapain kalian di sini? Bukannya sebentar lagi jam istirahat sudah habis? Neil memasang wajah serius dengan tatapan tajamnya. M-maaf Pak! Iya-iyyaa, Pak! Neli memandang karyawannya itu satu persatu dengan dua tangannya di pinggang. Tunggu apalagi? Cepat kembali ke kantor! P-permisii, Pak! Tanpa menunggu lagi, ketiga wanita itu bergegas menjauh dari mobil Neil. Ada-ada saja! Neil geleng-geleng kepala, lalu kembali masuk ke dalam mobil. Neil mulai menyalakan mesin. Ia menoleh pada Tiara yang sejak tadi diam. Wajahnya terlihat gelisah. Ada apa, hum? Kamu kelihatan gelisah Tangan kokoh itu kembali membelai kepala Tiara. Orang-orang kantor pasti membicarakan Kita, Pak? Kenapa? Apa itu mengganggumu? Aku sih nggak apa-apa. Aku hanya kerja di sana. Sebulan dua bulan mereka nggak liat aku, mereka juga akan lupa. Sementara Bapak adalah pemilik perusahaan itu. Sampai kapanpun mereka akan ingat kalau CEO mereka ada affair dengan sekretarisnya. Neil spontan tertawa. Biarkan saja. Lagian mulai hari ini aku bukan lagi CEO mereka. Jadi ... Bapak serius akan melepas jabatan itu? Tiara memandang Neil tak yakin. Neil mengangguk cepat. Sudahlah. Nggak usah dibahas lagi! Sekarang kita cari hotel dulu. Neil menoleh ke kanan dan kiri. Pandangnya terhenti pada sebuah hotel yang beberapa kali ia datangi bersama Erika di saat jam kerja. Mobil Neil belok dan masuk ke area parkir hotel berbintang lima itu. Pak, jangan di sini!. Bukannya di sini mahal, ya? Tiara menatap gedung megah didepannya. Iya, sih, lirih Neil. Bagaimana kalau Kita ambil barang-barang dulu di apartemen. Setelah itu, Aku tunjukkan rumah kost yang cukup bagus untuk kita. Lagi-lagi Neil terharu dengan sikap Tiara yang sederhana. Sangat jauh berbeda dengan Erika yang segalanya ingin mendapatkan yang terbaik dan serba mewah. Baiklah. Aku nurut aja. Neil kembali memutar balik mobilnya ke arah lain. Kali ini ia membawa mobil dengan kecepatan tinggi menuju apartemen. Neil sebenarnya sudah lelah. Ia ingin segera merebahkan tubuhnya. Tiba di lobby apartemen, ternyata seorang security telah menunggu dengan dua koper besar. Taruh di belakang, Pak! teriak Neil. Setelah koper mereka masuk, Neil memberikan lembaran uang pada Security itu. Mobil kembali melesat keluar dari apartemen. Dimana rumah kostnya? Di jalan setia budi, Pak. Neil mengangguk. Ia baru ingat bahwa di sana memang terkenal dengan rumah kost yang memilki harga bervariasi. Setelah melewati perjalanan dua puluh menit, mereka tiba di kawasan kost-kostan yang berderet di jalan setia budi itu. Ada yang terdiri dua lantai hingga lima lantai. Neil menghentikan mobilnya tepat di depan rumah kost yang bertuliskan ADA KAMAR KOSONG. Yuk, turun! Setelah berlari kecil memutari mobil, Neil membukakan pintu untuk Tiara. Kuat jalannya? Kuat. Yuk, pelan-pelan! Neil merengkuh bahu Tiara dan membawanya ke ruang resepsionis. Selamat siang, Pak, Bu. Ada yang bisa Saya bantu? Seorang wanita berpakaian seragam batik menyambut setelah pintu kaca itu terbuka. Kami butuh satu kamar. Neil memandang sekeliling ruang resepsionis rumah kost yang sangat mirip dengan hotel itu. Untuk berapa orang, Pak? Dua orang. Kami suami istri, Neil sengaja menekan kata 'suami istri' agar mereka tidak beranggapan buruk pada Tiara. Oh, ya. Ada. Saya minta di lantai dasar saja. Istri saya sedang sakit. Baik , Pak. Ini harga dan fasilitasnya. Kalau mau lihat kamarnya dulu, boleh. Wanita itu menyodorkan selembar daftar harga kamar perbulannya. Saya mau yang ini. Paket lengkap. Sekalian ada laundry dan sarapan pagi. Neil menunjuk lembaran kertas di depannya. Lalu terjadilah transaksi pembayaran. Neil hanya membayar untuk satu bulan kedepan. Ia harus mengetahui kenyamanan Tiara dulu. Jika cocok, ia akan menambah pembayaran untuk beberapa bulan berikutnya.Silakan menunggu sebentar, Pak. Kami siapkan dulu kamarnya. Neil membawa Tiara duduk di sofa yang ada di sudut ruangan itu Pusing? Neil membelai lembut kepala Tiara. Wajahnya semakin mendekat. Sedikit, jawab Tiara gugup. Sikap manis Neil sejak tadi membuat debaran jantungnya lebih cepat dari biasanya. Sampai kamar nanti kamu istirahat! Tiara mengangguk pasrah. Mari silakan, Pak, Bu! Kamarnya sudah siap! Ayo, Tiara! Kali ini Neil meraih pinggang Tiara dan membawanya melangkah bersama menuju kamar. Pintu berwarna coklat itu terbuka. Nampak sebuah kamar dengan fasilitas AC, kulkas, televisi layar datar , serta satu set Sofa mini dan meja rias. Sebuah tempat tidur yang tidak terlalu luas namun cukup untuk berdua berada di sudut kamar. Sebuah lemari dan meja rias berada di sisi kanan ranjang. Setelah pelayan kost pergi, Neil menutup pintu. Mau mandi? Atau istirahat dulu? Mandi, deh. Rasanya lengket. Tiara membuka koper dan mengambii satu set piyamanya. Neil duduk di sofa dan meluruskan kakinya di sana. Menunggu giliran setelah Tiara mandi. Tiara baru saja selesai dan keluar dari kamar mandi. Ia mengintip Neil yang ternyata memejamkan mata. Pak, Pak ...! Tiara mendekat. Namun, Neil tak kunjung bangun. Tiara memberanikan diri untuk menepuk-nepuk lengan Neil agar terbangun. Pak, Pak, bangun! Tiara mendesah karena Neil tak kunjung terjaga. Akhirnya ia memutuskan untuk membiarkannya. Tiara memutar tubuhnya hendak meninggalkan Neil, namun wanita itu hampir saja terpekik karena merasa lengannya ada yang mencengkram. Mau kemana? Neil membuka matanya.Mau rebahan dulu. Bapak mandi, gih! Tiara memberikan handuk pada suaminya. Neil bangkit dan duduk. Tubuh Tiara sangat dekat dengannya saat ini. Aroma sabun dari tubuh Tiara tercium harum semerbak. Rambut Tiara yang basah menciptakan imajinasi liar di kepalanya. Tatapan Neil lalu jatuh pada netra indah milik Tiara. Keduanya saling tatap dalam diam.Hembusan napas keduanya terdengar saling bersahutan. Tiara ... Ya, Pak? Tiara menoleh pada tatapan yang begitu intens dari Neil. Aku mau ... Hah?A-apa, Pak? Tiara ... aku mau ...bersambung