Sweet Stalker 1-3

32
7
Deskripsi

Haii, haaii… Mbak Anya & Mamas Playboy Senopati pindah ke rumah baru di sini yaa…

Pastikan selalu ikuti kisah mereka 😚😚😚😚

Revanya Yeslyn 

1. Pokoknya Rahasia

Revanya Yeslyn atau yang lebih dikenal dengan panggilan Anya, sedang menekuri lagi badan email yang terpampang di layar laptop dihadapannya. Ada yang aneh dengan nama email pengirimnya kali ini. Entah kenapa Anya merasa seolah nama Senopati Rajata D (senoptrjtdwi@ymail.com) terasa tak asing di benaknya. Namun gadis itu tak bisa mengingat dengan jelas pernah bertemu di mana dengan sosok ini. Ini sudah ketiga kalinya Anya membaca berulang-ulang email yang berisi perintah untuk pekerjaan rahasianya yang akan dikerjakan mulai minggu depan.

‘Saya mendapat alamat email anda dari rekan saya yang bernama Yudhis. Dia mantan client yang sudah menggunakan jasa anda beberapa bulan silam. Karena saya memiliki situasi yang hampir sama dengan Yudhis maka saya membutuhkan jasa anda sebagai stalker untuk membuntuti seseorang dengan data yang saya sebutkan di bawah ini.

Nama : Yosanna Andriani

Alamat : Apartment Jingga tower A, unit 324

Pekerjaan : Model

Satu permintaan lagi yang saya harap bisa anda penuhi sebelumnya. Kita harus bertemu secara langsung untuk membicarakan hal detail yang tidak bisa saya sebutkan hanya lewat email seperti ini. Dengan begitu saya akan bersedia membayar jasa anda tiga kali lipat dari tariff normal yang anda tentukan.

Salam, 

Senopati R.D’

              “Tiga kali lipat?” gumam Anya seorang diri. “Gila aja nih orang sok kayak banget.”

              Sebagai seorang yang merahasiakan pekerjaannya sebagai stalker tentu saja Anya tak langsung menyetujui permintaan client barunya ini. Siapa tadi namanya … si Senopati blablabla itulah pokoknya. Jangankan orang lain, saudara, orang tua, bahkan teman terdekat Anya saja tidak ada yang tahu tentang pekerjaannya sebagai penguntit ini. Lantas bagaimana mungkin ia tiba-tiba menyetujui untuk bertemu dengan orang asing yang baru saja menghubunginya.

              “Tapi kalau dikasih bayaran sampai tiga kali lipat sih ….” gumam Anya bermonolog lantas mengambil ponsel untuk membuka aplikasi kalkulator dan menghitung kasar berapa rupiah yang akan ia terima jika mengambil tawaran ini. 

“Wow … ajegile, bisa sampai sembilan puluh juta belum termasuk transportasi, tips dan lain-lain doong.” mata Anya terbelalak cerah kala melihat deretan angka yang ada di layar gawainya.

Otak Anya berpikir cepat untuk menguji keseriusan calon client potensialnya kali ini. Bukan hanya karena nominal yang ditawarkan lebih banyak. Tapi juga alasan di balik keinginannya bertemu dengan Anya. Jika memang dia ingin bertemu karena ada detail pekerjaan yang spesifik tentu saja apa yang akan diselidiki dari seorang Senopati ini adalah hal yang sangat penting.

Seiring dengan ide yang melintas cepat di kepalanya, jemari Anya juga langsung mengetikkan balasan singkat untuk Senopati.

‘Lima kali lipat?’ 

Setelah menekan tombol KIRIM, Anya cepat-cepat menutup emailnya. Apalagi setelah mendengar samar suara langkah kaki yang mendekati ruang meeting di mana ia berada.

“Heiii, anak perawan nggak boleh ngelamun aja sore-sore. Pamali Anya!” 

Anya yang terlonjak sedikit menutup layar laptopnya karena kehadiran Prita juga Sandra, dua orang gadis yang sama-sama bekerja di salah satu wedding organizer ternama sama seperti dirinya. Anya selama ini dikenal disebagai salah satu pembawa acara dalam setiap acara-acara yang mendaulat ‘Bliss Wedding’, nama WO tempatnya bekerja.

“Heh, udah kelar kerjaan kalian berdua, Prit, San?” Anya mengulas senyum kaku saat membalas sapaan Prita juga melirikkan mata ke arah Sandra yang sedang manyun tak karuan.

“Udah lah, sampe panas telinga gue. Pasangan yang kali ini ribet banget permintaannya.” gumam Prita setelah melesakkan bokongnya duduk di sebelah Anya. 

“Boro-boro, masa dia juga minta ganti make up setiap dua jam sekali. Riasan ala India lah, Arab lah, Eropa terakhir adat Bali dan Jawa ganti-gantian. Duuuh … rewel!” Sandra yang bertugas sebagai MUA juga ikut menimpali.

“Elo sendiri kenapa belum pulang sampai jam segini? run down buat acara besok lusa bukannya udah oke? garap proposal skripsi lagi? atau ada job baru?” Prita melirik penasaran ke arah layar laptop Anya. Kadang sedikit heran dengan tingkah Anya yang selalu menyembunyikan apa yang tengah ia kerjakan di alat tersebut.

“Ya begitulah, gue udah bayar orang buat ngerjain proposal skripsi gue. Ini gue lagi ada kerjaan lain aja kok.”

“Elo kerja apaan lagi sih, An. Sok misterius banget deh sampe sekarang nggak mau cerita ke kita-kita. Pelit lo, Nyai.” dengkus Sandra mengerucutkan bibir.

“Elo nggak bakal paham kali San,” kekeh Anya lantas bangkit setelah menutup laptopnya yang sudah ia matikan daya.

“Berhubungan sama apaan sih? MC juga? WO juga? atau apa? cerita kek dikit-dikit.” Si cantik Prita tertular mencecar Anya.

“Berhubungan dengan apa ya … hmmm,” Anya mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke dagu seraya berpikir. “Pokoknya berhubungan dengan … skandal-skandal terlarang gitu deh.” bisik Anya lantas terkekeh meninggalkan Prita dan Sandra yang mendengkus bersamaan.

“Anjirrr! Elo wartawan? atau paparazzi gitu? atau jangan mata-mata?” Ternyata Prita ikut bangkit. Mengikuti langkah Anya yang keluar dari ruang rapat sebelah utara Bliss Wedding yang sering digunakannya kala senggang.

Anya terbahak mendengar rentetan pertanyaan dari Prita yang menurutnya menggelikan. “Bukan ketiganya, Prit.”

“Terus?” suara Sandra ikut mengekor.

“Mending elo nggak perlu tau lah, Prit, San. Daripada kalian ilfeel sama gue nantinya.” Anya bergerak cepat memasukkan barang-barang ke dalam backpack yang selalu ia bawa ke mana-mana.

“Jangan-jangan elo simpenan om-om pejabat ya?” Prita mencekal lengan Anya pelan.

“Naah jangan-jangan, duit lo kan meteran nggak habis-habis! Dari mana coba?” Si Sandra yang kadang kalem lemah lembut kini ikut melotot pada Anya.

“Heh!! ada tuduhan yang lebih jahat lagi nggak sih kalian-kalian ini?”

“Habisnya, elo kan cantik, pinter, cuma males kuliah aja. Jangan-jangan elo jadi sugar baby, makanya udah males ngerjain kuliah, mending jadi cem-ceman aja kan.”

“Ngawur banget otak lo, Prita! Pokoknya kerjaan sampingan gue itu penuh dengan misi rahasia! wajib terjaga! Elo nggak perlu mikir macem-macem karena kerjaan gue halal kok dan cukup gue aja yang tau, kalau cuannya lancar toh kalian kecipratan juga.” ceramah Anya membela diri.

“Heleeh, sok banget deh rahasia-rahasiaan segala si lampir satu nih. Pantesan kuliah lo keteteran sampe molor beberapa tahun, kerjaan lo ngelayap nggak jelas sih. Nggak bosen apa mahasiswi bangkotan?” cibir Prita mencebik.

Anya hanya nyengir kuda tak merasa tersinggung tiap kali temannya ini membahas tentang masa kuliahnya yang memang mengenaskan sekali. Pendidikannya di perguruan tinggi memang terbengkalai lantaran Anya terlalu sibuk dan nyaman dunia kerja. Namun ia juga tak ingin meninggalkannya begitu saja, karena itulah Anya bahkan bersedia membayar mahal salah satu juniornya di kampus yang terkenal sebagai mahasiswa berprestasi untuk mengerjakan semua tugas bahkan sampai proposal skripsinya.

“Hahahaha … bodo amat lah dibilang mahasiswi bangkotan, asal hidup gue happy, aman nyaman dan banyak cuan.” kelakar Anya tak mau ambil pusing. 

Setelah memastikan barang-barangnya rapi dan sudah masuk tas semua, Gadis cantik itu kembali bangkit untuk berpamitan pada kedua sahabatnya. Namun gerakannya terhenti ketika merasakan getar dan bunyi notifikasi ponsel yang mengisyaratkan ada email yang baru saja mauk ke kotak masuknya. Untuk beberapa saat, Anya terpaku pada layar gawai di tangannya.

Hingga satu detik kemudian matanya kembali terbeliak hampir tak percaya. Satu tangannya terangkat menutup mulutnya yang spontan terbuka karena terkejut dengan apa yang dia baca.

“ANJIIRRRR!! nih orang beneran sultan ternyata!!” pekik Anya hampir melupakan keberadaan dua sahabat super keponya.

🌺🌺🌺
 

2. Playboy Nggak Peka

Senopati Rajata Dwisastro. Lelaki tampan nan rupawan yang lebih sering menyembunyikan nama belakang keluarganya. Hal itu karena ia lebih nyaman dikenal sebagai Senopati Rajata saja tanpa embel-embel nama besar sang ayah yang dikenal sebagai salah satu pengusaha sukses dan berpengaruh di tanah air. Bukan karena tak ingin mengakui diri sebagai keturunan Dwisastro, hanya saja Senopati merasa banyak orang yang mendekatinya bukan karena ketulusan, melainkan demi kepentingan bisnis semata.

Pria yang baru saja lulus menyelesaikan pendidikan strata dua, Seno harus bersitegang dengan sang ayah lantaran dengan tegas ia menolak tawaran beliau untuk meneruskan jabatan di perusahaan yang dirintis pria paruh baya tersebut. Daripada bergelut dengan urusan bisnis property, Seno malah lebih memilih tawaran sang kakek untuk meneruskan misi menjabat sebagai direktur di rumah sakit yang didirikan kakeknya sejak puluhan tahun silam.

Bukan dilatarbelakangi iming-iming jabatan tinggi atau bayaran, karena kalau menuruti keinginan akan materi tentu saja tawaran sang ayah jauh lebih menggiurkan dalam hal materi. Seno hanya merasa jabatan tinggi di Galeea Construction milik sang ayah tidaklah sesuai dengan passion-nya selama ini.  Seno memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi, dan dengan menjadi direktur di rumah sakit sang kakek ia berharap bisa mewujudkan misinya membantu pengobatan orang-orang dari kalangan bawah yang belum terjamah dengan baik.

Beruntungnya, perang dingin antara Seno dan Adiyatma- sang ayah, tak berlangsung lama. Dengan pertolongan sang kakek juga bujuk rayu dari sang mama yang begitu mencintainya, akhirnya Adiyatma bersedia mengalah dan tak memaksakan kehendak untuk menjadikan Seno sebagai penerus di Galeea Construction. Masih ada dua adik lelakinya yang bisa dipoles dan dipersiapkan secara matang untuk meneruskan bisnis keluarga tersebut. Itulah alasan yang selalu dikemukakan oleh Seno yang didukung penuh oleh sang mama.

"Heleeh, kaget gue playboy cap tikus kejepit kayak lo punya misi kemanusiaan yang tinggi gitu." Komentar Rega, salah satu sahabat Seno ketika Seno mengutarakan alasannya di balik niatan menjadi Direktur di Rosemary Hospital. Karena Rega tahu betul bagaimana sepak terjang Seno di dunia asmara juga kalangan wanita pemujanya. Rasanya begitu berbanding terbalik dengan niat baiknya di balik misi sosial yang dicanangkannya.

"Heh Reg, justru karena gue banyak dosa akibat jadi dedengkot playboy, setidaknya gue mau hidup gue seimbang dengan banyakin amal dan ngumpulin pahala. Maka dari itu gue lebih tertarik sama tawaran Opa buat ngurusin rumah sakit dari pada ngurusin proyek properti milyaran di perusahaan bokap, rentan korupsi woii..." jawab Seno lantas terkekeh pelan.

Tangan kanan pria itu sedikit terangkat untuk sekedar melambai pada salah satu gadis pengunjung club yang sedari tadi memperhatikannya dari jauh. Seno sadar di manapun dia berada pasti akan ada banyak mata cantik jelita yang mengerjap terpesona akan auranya. Dan hal itu sengaja Seno manfaatkan untuk bersenang-senang dan mengambil keuntungan semata.

"Heh mata tolong dikondisikan ya?!” Yudhis menjetikkan jemarinya di depan wajah Seno. “Sadar cuyy, udah punya cewek yang mau dijadiin tunangan,  masih aja nanggepin cewek lain." Kali ini Yudhis menepis tangan kanan Seno yang dirasa mulai ganjen dan tebar pesona.

"Amanlah, amaan. Yosa nggak bakalan tau juga. Santai Dis, lagian dia udah hapal sama tabiat gue yang kadang kumat-kumatan gini." Seno kembali mengangguk pelan dan melemparkan senyuman mautnya pada si gadis yang mulai tersipu salah tingkah.

"Anjiir, elo serius nggak sih sama Yosa?"

"Serius nggak serius lah, model papan atas molek bohai plus terkenal gitu, bisa naikin pamor gue kali. Lumayan kan buat bikin rumah sakit Rosemary makin terkenal dan mengundang banyak donatur datang." gelak Seno tanpa pikir panjang.

"Ya nggak terkenal gara-gara skandal juga kali, Sen. Kasian si Yosa kalau elo mainin doang." decak Rega mulai jengah dengan sahabatnya.

Mendengar kalimat terakhir Rega, Seno langsung menoleh tak terima. "Gue nggak mainin Yosa ya, gue udah kenal dia sejak lama. Yaa... meski gue gak bilang ini perasaan cinta, setidaknya gue nyaman sama Yosa yang selalu ngertiin sifat bajingan gue," serunya memicingkan mata sambil mengangkat jari telunjuk.

"Gue sama Yosa udah saling kenal lama, kami saling memahami, dan rasanya dia bisa jadi teman hidup gue yang pengertian."

"Teman hidup doang tanpa cinta? Miris." potong Rega secara telak.

"Kami bisa jadi sahabat seumur hidup."

"Sahabat matamuuu, Seno! Elo serius gak sih mau nikahin Yosa?"

"Mamanya Yosa yang punya ide pertunangan kami, dan yah ... pendekatan kami selama dua tahun ini rasanya lancar-lancar saja kok. Jadi nggak ada salahnya kan melangkah ke jenjang yang lebih serius."

"Otak sih pinter, ngakunya sih playboy, tapi kenapa elo nggak peka kalo lagi dimanfaatin Yosa dan keluarganya." sela Yudhis lantas terkekeh pelan.

Ehh … dimanfaatin gimana maksudnya ya?

"Maksud lo?" Seno dan Rega hampir bersamaan menoleh pada Yudhis yang tengah  menggoyangkan gelas cocktail di tangannya.

"Hmm, sorry ya Sen, gue bukan bermaksud campur tangan soal hubungan lo sama Yosa. Tapi omongan gue tadi ada alasannya, dan gue peduli gini karena kita udah sahabatan sejak lama." Yudhis meletakkan gelasnya lantas menatap Seno dengan tatapan serius. Membuat Seno yang tadinya hanya haha hihi ikut menatapnya serius juga.

Menarik napas panjang, Seno lantas menyandarkan punggungnya. "To the point aja deh, gak usah muter-muter, Dis," dengkusnya tak melepaskan fokus dari Yudhis.

Yudhis terdiam sejenak sebelum akhirnya membuka suara. "Dua hari lalu gue liat Yosa check in di hotel Amaryss sama om-om borjuis gitu, yang dari bahasa tubuhnya... gue yakin itu bukan bapaknya."

"Pardon?" Seno memicingkan mata pada salah satu sahabat dekatnya ini. "Ta- tapi dua hari lalu Yosa bilang kalau ada pemotretan salah satu brand baru di Bandung sama temen-temennya," sambung pria itu lirih.

"Gue ngomong apa adanya Sen, kalau elo masih kurang yakin, elo bisa selidiki sendiri tentang kegiatan Yosa di belakang lo selama ini. Semua keputusan ada di tangan lo, gue cuma kasih saran dan kasih tau apa yang gue liat." Yudhis mengangkat kedua bahunya bersamaan.

"Hmmm, entah kenapa gue setuju sama Yudhis sih." Rega kembali bersuara. "Selidiki deh, mumpung belum kepalang basah jadi suami istri, bisa makin berabe kalau urusannya udah menyangkut dua keluarga besar."

"Elo tau sesuatu juga Reg?" Seno melirik tajam pada Rega yang masih fokus dengan cheese ball di depannya.

Jujur kali ini Seno mulai gusar, karena sebenarnya ini bukan kabar yang pertama kali ia dengar. Beberapa minggu sebelumnya ia juga pernah mendengar hal yang sama dari Ayu, sepupunya yang tinggal di Singapura. Tapi karena Ayu juga masih ragu-ragu,  Seno tak lantas percaya begitu saja, dan menganggap berita itu hanya omong kosong tanpa bukti belaka.

Lantas sekarang ia mendengar desas-desus yang sama dari Yudhis. Lelaki yang juga merupakan sahabat dekatnya sejak remaja. Pengusaha start up di bidang ticketing online itu tak mungkin membual untuk hal seserius ini. Karena itu Seno mendadak merasa tak nyaman dengan apa yang sudah didengarnya.

"Awalnya gue ragu sih, tapi berhubung Yudhis juga pernah liat, gue jadi berpikiran sama. Karena sekitar satu bulan yang lalu gue lihat Yosa dijemput om-om gitu pas keluar dari agensi. Gue liat pas lagi jemput Elvin habis ketemu narasumbernya."

Rega menyugar rambutnya kasar begitu selesai menjawab pertanyaan dari Seno. Elvin yang tadi disebutkan Rega adalah seorang penulis yang satu tahun belakangan ini menjalin kasih dengannya.

"Kalau mau selidiki Yosa diam-diam gue ada kenalan yang udah pro soal ginian." Yudhis menepuk pundak Seno.

"Gue pikir-pikir dulu deh."

"Jangan kelamaan, nanti keburu jadi bini malah runyam urusannya," saran Yudhis lagi.

"Masalahnya... selama ini gue percaya-percaya aja sama Yosa. Dia satu-satunya cewek yang gue percaya dan bikin nyaman." Seno menerawang kembali mengingat kedekatannya dengan Yosa sejak duduk dibangku SMA.

“Senyaman apapun, sepercaya apapun. Jangan pernah kasih hati lo seratus persen ke cewek sebelum elo sendiri yakin kalau she is the one and only.”

Seno terdiam sejenak. Memaksa otaknya untuk berpikir cepat dan memutuskan langkah selanjutnya. Benar apa yang dikatakan Yudhis dan Rega, setidaknya dirinya harus tahu apa yang dilakukan Yosa selama in dibelakangnya, apalagi setelah mendengar kabar kurang sedap semacam ini. Tentu saja ia tak ingin tertipu dengan wajah cantik dan polos yang selalu Yosa tampilkan di depannya.

“Elo punya kenalan siapa emangnya Dis?” tanya Seno pada akhirnya.

“Stalker.” Yudhis menjawab singkat.

“Penguntit?” ulang Seno sekali.

“Bukan sembarang penguntit, dia bekerja secara rapi dan professional, yang paling penting hasilnya selalu akurat.”

Seno dan Rega masih dengan serius menyimak informasi dari Yudhis.

“Elo tau skandal perselingkuhan istrinya pemilik TVNine dengan salah satu gitaris band ternama?” Yudhis melirihkan suaranya kala menatap bergantian pada dua sahabatnya.

“Yang lagi rame di lambe turah itu bukan?” Rega dengan cepat menimpali.

“Yaps, itu hasil kerja si stalker yang gue maksud tadi. Gue denger dari Pak Ganesha langsung saat beliau menjamu gue di acara stasiun TV-nya beberapa sa—” sambung Yudhis bersemangat bak pembawa acara gossip pagi hari.

“Nggak udah kepanjangan ceritanya, mana nomor si stalker-stalker itu, gue mau hubungi langsung.” sela Seno tak sabaran.

“Nggak ada,” jawab Yudhis terkekeh pelan. “Nggak ada yang bisa hubungi dia secara langsung, semua perintah dan pekerjaan dia, selalu lewat email. Dengan pembayaran separuh di depan dan sisanya setelah pekerjaan selesai dengan baik.” 

Seno menautkan kedua alisnya penasaran. “Sini emailnya? kenapa gue malah penasaran sama sis stalker-nya sih anjirr?” decak Seno dibalas gelak tawa kedua sahabatnya.

“Katanya sih ya … stalker ini cewek, cantik, penuh misteri. Pokoknya susah diajak ketemuan langsung. Katanya sih demi menjaga privasi.”

“Halaah prett!!” dengkus Seno mencebikkan bibir.

“Ckk, nggak percaya banget sih nih anak sultan,” balas Yudhis merotasi kedua bola matanya.

“Mana dulu alamat emailnya!” 

Seno mengulurkan tangan untuk menyerahkan ponsel ke arah Yudhis. Memberi kode agar sahabatnya itu mengetikkan alamat email stalker yang dimaksud. Sambil menggeleng pelan, Yudhis menarikan jemarinya di atas layar gawai milik Seno.

“Nih,” seru pria itu setelah mengembalikan ponsel milik Seno.

“Bayarannya mahal, tapi sepadan dengan hasilnya. Kalau elo penasaran sama jati dirinya, mungkin butuh lebih banyak lagi dana yang harus elo relakan.”

“Nggak masalah, duit gue meteran!” jawab Seno penuh percaya diri.

🌺🌺🌺
 

3. Persaingan Tak Kasat Mata

“Ren!! buruan deh sini, sini.” Anya melambaikan tangan cepat ketika melihat sosok Reno yang celingukan menoleh ke kanan dan kiri saat berada di dekat pintu utama restoran tempat mereka bertemu.

Reno adalah penanggung jawab utama dari Bliss Wedding, di mana pemiliknya adalah kakak kandungnya sendiri- Renata. Anya dan Reno sudah saling mengenal sejak awal masa perkuliahan. Anya yang saat itu berstatus sebagai mahasiswi baru, kenyang dengan segala keusilan dan tingkah di luar nalar Reno yang menjadi senior di kampusnya. Pun sebaliknya, Reno yang saat itu sudah menjadi mahasiswa tingkat akhir, menemukan semangatnya lagi ketika pertama kali melihat dan mengenal Anya yang diam-diam berhasil mencuri tempat di dalam hatinya.

"Apaan sih, An?" tanya Reno begitu pria tampan itu melesakkan bokong di atas kursi kayu di hadapan Anya. Begitu duduk, pria itu mengibas-ngibaskan telapak tangan mengisyaratkan begitu lelah dan dilanda gerah.

"Diih tumbenan jutek banget sih mukanya, Pak, gue cuma pengen ketemuan aja kali. Bukannya lo bilang sendiri kalo abis meeting sama client Bliss di sekitar sini," decak Anya ketika mengulurkan buku menu pada Reno. "Niih buruan pilih makanan, elo kan yang bayar. Gue udah pesen duluan tadi, yang paling enak plus paling mahal di sini."

Reno tergelak kecil sambil menggelengkan kepala. Gadis cantik di depannya ini ternyata tak berubah sama sekali setelah sekian lama mereka bersahabat dekat. Anya tetaplah Anya, gadis yang gemar mengosongkan isi dompetnya setiap kali bertemu seperti ini.

Apa Reno merasa keberatan? Tentu saja tidak sama sekali. Karena sebenarnya ia menyimpan perasaan lebih pada Anya, namun  gadis itu sama sekali tak pernah menganggapnya serius, lantaran gelar playboy yang tersemat di belakang nama Reno Lukito.

“Pinternya si tuan putri... " sindir Reno sembari melengkungkan senyum.

"Woiyaa harus dong, jarang-jarang kan bisa morotin dompet bos sendiri," sahut Anya seraya mengibaskan rambutnya.

"Porotin aja sesuka lo deh, An, toh gue nggak akan bangkrut. Abang rela dek, abang relaaa," gelak Reno terdengar menggelikan ketika ia bersikap lebay bak pemain sinetron.

“Sombongnya anak Pak Lukito yang satu nih,” cibir Anya mencebikkan bibir bawahnya.

Setelah memesan makanan dan berbincang seru. Anya teringat akan satu hal yang akan ia tanyakan pada Reno.

"Eh, Ren... "

"Kenapa sayangku?" potong Reno setelah menenggak setengah gelas blue mojito di hadapannya.

"Sayang, sayang pala lo peyang?! Ketauan sama pacar lo yang berderet itu bisa habis gue dicaci maki dikira pelakor murahan," dengkus Anya disambut gelak tawa Reno.

"Mereka kan hanya pacar pajangan, kalo elo kan ayang beneran buat selamanya." Reno belum ingin berhenti menggoda Anya meski dari awal tahu usahanya akan berakhir sia-sia. Lantaran Anya yang tak pernah percaya dengan keseriusan Reno.

"Dih najisss, Ren!!" Anya bergidik ngeri sampai mengendikkan kedua bahunya.

"Sstt...  iya deh, iya maaf. Kenapa sih? Anya Ayang... "

Anya menggeleng pelan, hampir habis kesabaran dengan sikap acuh Reno. Andai restoran ini sedang tak banyak pengunjung, pasti Anya sudah merangsek maju untuk menjambak rambut pendek nan klimis milik Reno. Atau minimal mencakar-cakar wajah tampan playboy gadungan itu lah agar otaknya sedikit sadar.

"Gue mau tanya sesuatu nih, serius dikit aja napa?"

"Tanya apa? Kapan gue ngelamar elo?  Secepatnya kok, sabar dulu ya, abang kan lagi ngumpulin segepok dollar dulu buat mas kawin kita nanti, Sayang." Reno malah mengusap pelan punggung tangan Anya yang ada di atas meja.

"Renoo, gue gigit lo ya!!" Anya terpekik geram.

"Ouucchh.. oke, oke, ampun ... I'm listen, okay. Ampun Nyai, silakan pertanyaan." Reno mengaduh setelah mendapatkan beberapa kali pukulan di lengan dari kepalan tangan Anya.

Anya berdeham sekali lantas menatap serius sahabatnya ini. "Elo pernah denger nama Senopati Rajata D, nggak?  D-nya sih gue nggak tau apaan." akhirnya Anya melontarkan pertanyaan setelah Reno kembali menatapnya dengan fokus.

Pria tegap di depan Anya malah mengerutkan kening sesaat. "Senopati anak sulung Pak Dwisastro itu bukan?" seru Reno malah balik bertanya.

"Heh, malah balik nanya sih? kalo gue tau ngapain gue tanya sama elo." Anya mendebas napas panjang.

Reno lagi-lagi tergelak, semakin gemas dengan segala macam ekspresi wajah Anya yang hampir putus asa dengan responnya. Tapi, apapun raut wajah yang ditampilkan Anya memang selalu bisa membuat hati Reno jungkir balik sih.

"Maksud gue, Senopati Rajata yang gue tau ya cuma Senopati Rajata Dwisastro, anak sulung Pak Dwisastro." sambung Reno lebih lengkap lagi.

"Siapa emangnya dia?" kejar Anya belum puas. "Lo kenal ya?"

"Hmmm, kenal dekat sih nggak. Tapi dia seangkatan sama Rena pas ambil studi di Yale."

"Yale university?" ulang Anya tampak takjub.

Reno hanya mengangguk singkat lantas mulai menyendok lasagna mozarella yang tadi ia pesan sebagai peneman perbincangannya dengan Anya. "Rena kan emang kuliah di sana, masa elo lupa sih?"

Tentu saja Anya tidak lupa, Renata yang merupakan pemilik Bliss Wedding juga  beberapa usaha lainnya menjadi idola tersendiri bagi Anya. Selain cantik rupawan, Renata Lukito juga dikenal supel dengan karyawan yang bekerja di kantornya. Sayang, sejak Renata menjalani program kehamilan dan kini memang tengah mengandung buah hati pertamanya, perempuan cantik itu jarang mengunjungi Wedding Organizer yang ia dirikan ini. Posisi tertingginya justru digantikan sementara oleh Reno, adik satu-satunya yang wataknya dikenal sangat berkebalikan dengan sang kakak.

"Ngapain elo tanya-tanya soal Seno? Emang elo yang jadi MC acaranya? Kayaknya Axel deh yang jadi MC, karena jadwalnya barengan sama sidang skripsi lo, pas elo ambil cuti gitu deh."

"Eh... gimana sih maksudnya? Acaranya Seno yang mana? emang kita yang handle?" Anya kembali bertanya karena tak paham sama sekali kenapa jawaban Reno justru mengarah pada acara yang merujuk Bliss Wedding sebagai timnya.

Ternyata bukan hanya Anya yang salah tangkap. Melihat ekspresi kebingungan Anya, Reno juga akhirnya penasaran dengan hal yang ditanyakan gadis manis di depannya.

"Acara apaan sih maksudnya Ren? Otak gue kok tiba-tiba nggak nyampe sama respon lo ya?" ulang Anya ketika melihat Reno hanya diam sambil menatapnya lekat-lekat.

"Jadi gini, Nyai ... sekitar satu minggu yang lalu, pacar Seno dan nyokapnya hubungi Renata. Katanya lagi butuh Bliss buat handle acara pertunangan dia sama Seno gitu deh. Acaranya masih tiga bulan lagi sih, tapi dia pengen acaranya digelar megah dan sempurna, maka dari itu persiapannya harus matang. Maklum lah publik figur yang selalu disorot media, apa-apanya minta yang cetar membahana hulala," jawab Reno dengan nada terlalu berlebihan. Namun sedetik kemudian pria macho itu malah dengan santainya menyendokkan lasagna untuk ia suapkan pada Anya.

"Cobain deh, ekstra mozarella-nya enak banget," seru si jangkung itu mau tak mau membuat Anya membuka mulut, menerima suapan dari Reno.

"Pacarnya Seno siapa emangnya?" Anya masih bertahan dengan rasa keingintahuannya.

"Yosanna. Model cantik yang naik daun sejak jadi bintang iklan sabun itu loh."

Yosanna ... Yosanna ...?

Otak Anya bekerja cepat saat mengingat nama yang sama seperti yang pernah ia baca di email dari Senopati dua hari lalu. Yosanna Andriani. Nama seorang gadis yang diminta Seno untuk dimata-matai oleh dirinya. Aaah... ternyata dia tunangan dari Seno sendiri. Kisah roman picisan yang nampaknya tak jauh-jauh dari rasa curiga salah satu pihak pada pasangannya yang lain menjelang hari besar mereka.

"Harusnya sih elo tau, An. Karena Yosanna jadi model andalan di agensi milik bokap lo. Future Star," sambung Reno masih menyuapkan lasagna untuk Anya. Sampai-sampai Anya hampir melupakan spageti yang sudah ada di depannya juga.

Mendengar nama agensi model yang memang didirikan oleh sang ayah, Anya mendadak terdiam mengatupkan bibir. Gadis berambut panjang itu tak lagi berselera dengan lasagna atau spageti yang nampak lezat di hadapannya.

Anya memang punya kenangan buruk yang tak ingin ia ingat lagi  dengan sang ayah. Bahkan kalau bisa, ia ingin mengganti saja keterangan 'binti Ruben Subrata' dalam akta lahirnya menjadi 'binti Ruben Subrata'. Karena Anya merasa ayahnya tak lain adalah sosok rubah yang tak ingin ia panggil dengan panggilan sakral ‘ayah’. Rasanya begitu tak sudi kalau dirinya harus menjadi putri dari pengusaha dengan reputasi 'tukang main wanita' yang bernama Ruben itu.

Sudahlah tukang kawin cerai, istrinya banyak dimana-mana, tetap saja hobby main wanita meski usianya tak lagi muda. Memang sih garis ketampanan sang ayah masih tercetak jelas, tapi tetap saja reputasi sang ayah di kalangan mucikari kalangan atas membuat Anya ingin muntah seketika. Untungnya, sang ayah sudah bercerai dengan ibunya yang berstatus istri kedua. Setidaknya ibu kesayangan Anya berani mengambil langkah tegas untuk bercerai dari sang suami, tatkala casanova tua itu meminta ijin untuk menikah lagi dan lagi.

"Bukan bokap gue kali," sahut Anya dengan nada sinis saat ia menyandarkan punggung di sandaran kursi.

"Heh, gak boleh jadi anak durhaka. Gimana juga Om Ruben tetap ayah kandung lo, pria yang akan menikahkan lo kelak, juga calon ayah mertua gue," ujar Reno sambil menaikturunkan kedua alisnya bersamaan.

"Dasar, Reno sinting!!"

Gesit, Anya melemparkan sendok kecil di sebelah piringnya ke arah Reno. Namun, boss sementaranya itu bisa dengan cepat berkelit sehingga kening mulusnya bisa terhindar dari lemparan Anya. Bunyi klentingan sendok yang terjatuh di belakang Reno membuat beberapa pengunjung restoran memperhatikan keduanya. Namun Anya lebih suka bersikap bodoh amat,  daripada harus terpengaruh dengan tatapan kepo dari orang lain.

"Duuuh, judes banget sih neng cantik, untung udah terlanjur sayang luar dalam," kelakar Reno kembali ke mode usil lagi.

"Udah ah, males banget ngomong sama elo, Ren. Yukk ah balik, anterin gue pulang aja." Anya yang memasang muka sebal gegas merapikan isi tasnya.

"Eehh.. kok?" Reno sontak kelabakan karena kali ini Anya benar-benar merajuk karena ulah mulut cerewetnya. "Maaf, An. Maaf. Janji deh nggak akan bahas Om Ruben lagi."

"Telat! Elo bahkan udah nyebut namanya tiga kali hari ini. Muak telinga gue." Anya mencabut power bank tang terhubung ke ponsel lantas memasukkannya asal ke dalam tas.

"Katanya elo penasaran sama Seno dan Yosa? Yuuk deh tanya-tanya lagi," bujuk Reno mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Udah nggak minat lagi!" jawab Anya singkat.

"Tap—"

"Nanti gue bisa cari tau sendiri."

Anya enggan membalas tatapan Reno yang sarat akan rasa bersalah. Memang biasanya gadis itu tampak ceria, cuek dan easy going dalam pergaulan sehari-hari. Akan tetapi sekali saja ia mendengar nama sang ayah, Anya akan berubah seratus delapan puluh derajat menjadi gadis dingin yang tak tersentuh. Luka yang ditorehkan sang ayah padanya juga pada sang ibu tak bisa begitu saja dilupakan dengan mudah.

“Emang kenapa sih elo penasaran banget sama Seno?” tanya Reno ketika selesai membayar tagihan restoran lantas mensejajari langkah Anya yang berjalan pelan menuju tempat parkir mobil di basement.

“Dia calon client gue,”

Client?” Reno menarik siku Anya pelan hingga gadis itu menghentikan langkah. Anya mengangguk dan membalas tatapan acuh tak acuh pada atasan yang sudah menjadi sahabat dekatnya itu.

“Elo masih lanjutin jadi stalker-stalker itu? Bukannya elo bilang udah berhenti ya?” 

Reno sedikit terkejut. Pria itu memang mengetahui pekerjaan sampingan Anya sebagai penguntit professional yang membantu banyak orang untuk mencari tahu tentang kegiatan pasangannya, dan kebanyakan client Anya adalah orang-orang penting yang berpengaruh di tanah air. Mulai dari selebgram, selebriti bahkan sampai istri-istri pejabat.

“Maunya sih berhenti,” Anya malah terkekeh geli melihat ekspresi terkejut Reno. “Tapi ternyata client gue malah nyambung terus dari satu ke yang lain. Mana yang kali ini nawarin bayaran jauh lebih gede dari sebelumnya. Kan sayang kalau dilewatkan begitu aja.”

“Si Seno maksud lo?”

Anya mengangguk mantap. “Doi kaya banget ya?”

“Banget, dia salah satu anak dari crazy rich Surabaya yang nama keluarganya udah tersohor banget di kalangan pengusaha.”

“Oh wow, tangkapan besar dong!” sepasang mata Anya mendadak berbinar cerah membayangkan pundi-pundi rupiah yang akan ia raup jika mengiyakan tawaran Senopati.

“Mending elo berhenti deh, kalau clientnya Senopati.”

Kening Anya berkerut. “Why? apa salahnya?”

“Selain sultan yang hartanya nggak ketulungan, Seno juga ganteng banget, anjirr. Bisa kalah saing dong gue buat dapetin elo.” 

🌺🌺🌺

Haii….kakak-kakak syantik nan baik hati, ketemu lagi sama Anya dan Senopati, kita ngumpul di sini ya buat lanjutin kisah manis mereka.

Yang belum follow akunku di Karyakarsa, hayukk follow dulu, biar dapet notif kalau aku update.

Oiya, satu lagi … aku nggak janji bisa update setiap hari yaa, mungkinn dari beberapa pembaca udah tau kalau aku lagi hamidun, dan bulan-bulan ini makin dekeeett sama HPL, jadi ya gitu deeh, campur aduk perasaannya 😆😆

Pokoknya doain selalu sehat aja yaa…, love you all, peluk dari jauh semuanya 😍😍
 


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Anya Senopati
Selanjutnya Sweet Stalker 4-6
24
2
Masih edisi repost dari sebelah… Yang belum baca, atau masih lupa-lupa ingat, kuyy baca dulu… Karena di sebelah, versi lambat banget banget banget yaa.. ( ꈍᴗꈍ)( ꈍᴗꈍ)Anya lagi stalking Yosanna
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan