
Siangggg semuanyaa…
Ajisaka udah nggak sabar ngelamar Kinara nih, tapi malah ditabok 😂😂😂😂
Cuss langsung baca yaaa… 💃💃
10. Calon Mertua
“Diem aja Kin? Mas kan sudah minta maaf.” Ajisaka akhirnya bersuara memecah keheningan yang sedari tadi melingkupi mereka berdua.
“Kenapa Mas gak bilang dari awal?”
“Karena mas yakin, pasti kamu langsung menolak menyanyi di sana kalau tahu itu milik mas. Iya kan?” Ajisaka menoleh sekilas pada gadis yang masih memasang wajah datar.
Kinara sedang berada di mobil Ajisaka saat ini. Pria itu yang sedikit memaksa hingga akhirnya Kinara bersedia diantar pulang dan merasa tak enak karena harus meninggalkan Ranti pulang sendirian. Ranti yang mendengar titah sang boss besar tentu saja tak punya pilihan lain.
“Ya tapi gak harus ditutupi juga kan?”
“Saya hanya menunggu waktu yang tepat. Itupun karena Ranti yang keceplosan. Bukan langsung dari mas. Sekali lagi maaf ya,” kata Ajisaka dengan nada pelan.
“Iya makasih sudah khawatir, cuma rasanya gak enak jika ada sesuatu yang ditutup-tutupi seperti ini,” jawab Kinara lirih.
Sebenarnya masih ada sesuatu yang mengganjal hatinya, namun entah apa itu, ia pun belum menemukan penyebabnya. Bicara akrab tanpa canggung dengan seorang Ajisaka seperti ini, ia sadari memang tak sepantasnya. Tapi entah sejak kapan, ia merasa nyaman berada didekat pria yang usianya terpaut jauh darinya itu.
“Hmm.. soal Ranti tadi, aku jadi gak enak sama dia. Aku udah biasa pulang nebeng dia.”
“Terlalu malam kalau kamu harus nunggu kerjaan Ranti selesai Kin. Anak dapur kan paling banyak kerjaannya. Ini aja mas lagi buka lowongan lagi buat di bagian dapur biar kerja mereka gak keteteran.”
“Tapi dia jadi liat aku gimana gitu ... apalagi waktu mas maksa banget ngantar aku pulang.”
“Mas mau jelasin semuanya Kin, makanya sekalian mas antar pulang.”
“Iya tapi kan—”
“Besok pakai motor aja buat pulang pergi kerja ya?”
“Gak, gak enak kalo pinjem terus sama Puspa.”
“Besok mas antar motor baru buat kamu.”
Kan? Mulai jadi tuan pemaksa lagi si Ajisaka ini.
“Jangan, please. Apa kata orang kalau aku nerima pemberian sebesar itu.”
“Oke kamu boleh pilih, besok terima motor atau mas suruh supir untuk antar jemput kamu?”
Supir pribadi?
Dua minggu menerima buket bunga dan coklat saja, sudah banyak yang meledeknya. Apalagi jika tiba-tiba ada mobil dengan supirnya yang mengantar jemputnya? Dia belum siap menyandang status sugar baby atau paling buruknya di cap sebagai pelakor.
“Maksa banget sih!”
“Kamu juga keras kepala banget, susah mau dijagain Kin?”
“Kita bukan siapa-siapa, Mas,” sentak Kinara dengan wajah ditekuk.
Dia benar kan? Mereka berdua tidak ada hubungan apa-apa yang mengharuskan Ajisaka bertanggung jawab atas dirinya. Kenal pun sebatas penyanyi dan client yang mengundangnya saja.
“Mas mau jadiin kamu siapa-siapa, kamunya gak mau, gimana sih?”
"Diih, merembet kemana-mana kan jadinya, udah ah aku turun," kilah Kinara jutek.
Baru saja memegang handle pintu mobil, Kinara merasakan tangan besar Ajisaka mengusap rambutnya pelan. Menimbulkan gelenyar asing yang merambati tengkuknya.
"Jangan keras kepala banget ya, mas cuma pengen jagain kamu. Alasannya kamu pasti tau kan kenapa."
***
"Kin, ada yang kirim motor?" Puspa mengguncang lengan Kinara yang masih tertidur.
Mendengar kata motor, otak Kinara bekerja lebih cepat dan mendadak ingat dengan percakapan terakhirnya semalam dengan si tuan pemaksa, Ajisaka Wardhana. Sedetik kemudian gadis itu memilih bangun dan menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur. Kedua tangannya bergerak reflek mengusap kedua matanya demi mengusir kantuk yang masih mendera.
"Motor apa?"
"Lha gak tau, orang dealer nyariin kamu buat tanda tangan."
"Surat apa?" tanya Kinara masih belum fokus.
"Surat nikah!!" sentak Puspa sebal. "Buruan bangun, cuci muka dulu sana biar gak bau iler," gerutunya pada sang sahabat.
Kinara menurut saja, beranjak menuju kamar mandi untuk sekedar membilas wajahnya yang masih kusut. Setelah dirasa nyawanya sudah terkumpul, dengan ditemani Puspa, ia keluar kamar dan menemui dua orang pengantar motor yang sudah menunggunya di teras rumah kost.
"Mbak Kinara?" tanya seorang laki-laki muda berpakaian biru muda langsung diangguki Kinara.
"Tanda tangan di sini, untuk serah terima," lanjutnya lagi.
"Bentar.. bentar, ini dari siapa ya? Pak Ajisaka bukan?" tanya Kinara ragu-ragu setelah menerima selembar kertas yang diulurkan pengantar tersebut.
kedua pria didepannya saling berpandangan dengan wajah bingung.
"Bukan, Mbak, di sini tertera dari Pak Suwignyo," ucap pria tersebut sambil menunjukkan nama pembeli. "tapi kami diminta mengirim ke alamat sini atas nama Kinara," lanjutnya lagi.
Suwignyo?
Bukankah itu nama bapak?
Selesai menandatangani semua dokumen, kedua pengantar tersebut pamit meninggalkan Kinara. Untuk beberapa menit, gadis itu menghabiskan waktu hanya dengan memandangi motor matic berwarna coklat muda dihalaman rumah kostnya. Detik berikutnya Kinara mengeluarkan ponsel dari saku piyamanya dan dengan cepat mencari nama sang ayah diantara ratusan kontak yang ia simpan.
"Assalamu'alaikum pak."
"Wa'alaikumsalam Kinar, gimana kabarmu nduk?" tanya sang ayah dari seberang sana,
"Alhamdulillah sae (*baik) pak."
"Alhamdulillah."
"Pak," Kinara menarik nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya. "Njenengan ada kirim barang buat Kinar?" lanjut gadis itu pelan.
"Barang opo? Nggak ada itu, Nduk. Kenapa?"
Benar dugaan Kinara, bahwa bukan sang ayah mengirimkan motor ini, melainkan Ajisaka yang menggunakan nama ayahnya.
"Oo.. ya sudah pak, Kinar cuma memastikan saja."
"Memastikan apa Nar?"
"Ini lho pak, ada paket nyasar." dusta Kinara. "Tapi sudah beres kok pak."
"Ya sudah, jaga diri baik-baik ya di sana?"
"Nggih (*iya), Bapak juga ya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Kinara memutuskan panggilannya dan berganti mencari nama seseorang yang sudah dipastikan adalah pengirim motor ini.
"Mas Aji beneran kirim motor ya?" cecar Kinara begitu panggilannya terhubung.
"Salam dulu Kinkin," pinta Ajisaka.
"Iya, Assalamu'alaikum." jawab Kinara pada akhirnya. "Motornya, mas Aji yang kirim kan?"
"Iya mas yang kirim, sengaja pakai nama bapak kamu. Kalau pake nama saya, pasti akan banyak yang curiga. Itu kan yang kamu khawatir kan?" Ajisaka menghela nafas panjang. "Jadi sengaja mas pakai nama calon mertua."
♥♥♥
11. Insiden
Merasa tak terima dengan respon Ajisaka yang mengatakan sang ayah adalah calon mertuanya. Maka siang itu Kinara memutuskan untuk menemui Ajisaka di salah satu toko kain batiknya yang tak jauh dari Pijar cafe. Begitu sampai di toko, dengan langkah cepat gadis itu menuju lantai dua setelah sebelumnya diarahkan oleh pegawai di lantai satu.
"Cepet banget nyampe sini? Motor baru enak buat ngebut ya?"
Kinara mengerucutkan bibir mendengar sindiran Ajisaka. Berkebalikan dengan Ajisaka yang tersenyum lebar begitu tau yang berdiri di depan meja kerjanya adalah Kinara. Sebenarnya, Ajisaka sendiri tak pernah menyangka ia bisa terseret sedemikian jauh pada pesona gadis belia ini.
"Aku gak bisa terima motor itu, Mas."
"Why?"
Kinara tak bisa menemukan kosa kata yang pas untuk melanjutkan kalimatnya. "Pokoknya gak bisa aja. Apalagi itu bukan dari bapakku."
"Terus?"
"Pokoknya aku anggap itu hutang, aku akan bayar cicilannya sampe lunas."
"Saya bukan debt collector, Kin." Ajisaka melepas kacamata kotaknya dan berjalan pelan mendekati Kinara.
"Tapi saya juga nggak minta-minta."
"Anggap itu hadiah karena kamu menerima tawaran menyanyi di Pijar. Please."
"Oke dengan satu syarat." Kinara memelankan suaranya.
Ajisaka menyandarkan tubuhnya pada meja kerja, sedangkan kedua tangannya menyilang di depan dadà. Menunggu Kinara melanjutkan perkataannya.
"Jangan pernah kirim-kirim sesuatu lagi buat aku baik itu ke kost atau ke cafe," kata Kinara dengan nada tergesa-gesa.
"Oke, tapi juga dengan syarat, pulang menyanyi di cafe kamu harus langsung pulang tanpa menunggu Ranti atau siapapun yang membuat kamu pulang larut malam. Deal?" Ajisaka mengulurkan tangannya meminta persetujuan.
"Deal," jawabnya kemudian.
Tangan kecil Kinara yang menjabat sengaja Ajisaka tahan untuk beberapa saat. Sekedar merasakan lembutnya kulit gadis itu tak ada salahnya kan? Sebentar saja. Ajisaka mulai tak berkedip ketika menyadari pipi gadis belia di depannya mulai merona.
"Tumben kamu dandan?" tanya Ajisaka tak bisa menahan rasa penasaran.
Mengerjap pelan, Kinara berkedip beberapa kali untuk mencerna kalimat Ajisaka. "Dandan?" ulang gadis itu menahan nafas. "Nggak kok, ngapain?"
Kinara memang tak sepenuhnya berdandan setiap keluar rumah. Namun untuk menutupi wajahnya yang putih cenderung pucat, ia selalu menggunakan bedak tipis, juga lipgloss untuk memberi kesan segar pada wajahnya.
"Tapi pipi kamu merah."
Hellooo... tentu saja merah merona, apalagi jika diliatin sedekat ini sama kamu, Pak. Ngadi-ngadi banget anda.
"Kena angin di jalan," jawab Kinara asal.
Ajisaka terkekeh mendengar jawaban asal dari Kinara. Ia sadar sejak Kinara memasuki ruangannya beberapa menit yang lalu, ia lagi-lagi terpukau dengan pesona gadis itu. Meskipun Kinara hanya menggunakan celana jeans, kaos pendek dipadu outer gelap serta syal. Tetap saja, penampilan biasa seperti itu membuat Ajisaka tak bisa mengalikan pandangannya.
"Kin," panggil pria itu. "Maaf kalau terkesan lancang, tapi sungguh ... I just can’t handle it," lanjutnya.
"Maaf?" Kinara balik bertanya sambil mengernyitkan kening.
Tanpa diduga, memanfaatkan jemari Kinara yang masih ia genggam, Ajisaka menariknya sedikit untuk mengikis jarak di antara mereka. Hingga detik berikutnya, tau-tau bibirnya mengusap bibir Kinara lembut. Membuat Kinara sontak membelalakkan mata tak percaya.
Ajisaka menciumnya sangat pelan, meskipun hanya sepersekian detik, hal tersebut snagat berarti bagi pria itu. Berbanding terbalik dengan Kinara yang masih didera rasa tak percaya. Dia berciuman dengan seseorang. Ciuman pertamanya. Dan, itu dilakukan oleh pria beristri!! Iya, ciuman pertamanya dilakukan dengan pria yang masih berstatus suami orang. Tapi rasanya... kenapa jantung Kinara berdebar. Ia tak menikmatinya kan?
Damn !!
Saat tersadar, Kinara langsung mendorong dada Ajisaka hingga pria itu mundur beberapa langkah. "Kin, maafkan sa—"
Kinara mendelik marah. Apa pria di depannya ini amnesia hingga ia lupa bahwa ia sudah memiliki istri bak bidadari. Tak sadarkah ia dengan tindakannya yang mencium Kinara adalah tindakan awal tercetusnya bibit-bibit perselingkuhan?
"Berengsek! Jadi ini alasan Mas Aji kenapa selalu bersikap baik ke aku? HAH!" Keberanian Kinara melejit bersamaan dengan emosi yang membakar dadanya.
“Enggak seperti itu Kin-" belum selesai ia berbicara, telapak tangan mungil Kinara sudah mendarat keras di pipinya. Gadis cantik itu benar-benar menampar seorang Ajisaka Wardhana.
"Dari awal mas ngajak kamu nikah Kin. Gak ada niatan mas untuk—" kilah Ajisaka menatap nyalang pada gadis yang dipujanya.
"Saya gak akan menikah dengan suami orang!!" tegas Kinara.
"Saya mencintai kamu."
"Kalau Mas mencintai saya, Bu Wenny, Mas anggap apa? Ondel-ondel?" teriak Kinara berani.
"Wenny sendiri yang meminta mas menikah lagi, Kin." Ajisaka mencengkram pelan lengan atas Kinara. "Dan mas sudah berjanji padanya, hanya akan menikah dengan wanita yang mas cintai," lanjutnya dengan nafas terbata-bata.
"Stop membual," sentak Kinara menarik lengannya hingga terlepas dari cekalan tangan Ajisaka.
"Kita ketemu Wenny dan kamu pastikan sendiri."
"Nggak ada yang perlu dipastikan lagi," sergah Kinara mendorong tubuh Ajisaka agar tak menghalangi jalannya.
"Mas ingin menikahi kamu karena mas benar-benar sayang kamu, Kin."
"Bullshit!!"
"Kin.."
"Minggir!" geram Kinara.
"Percaya sama mas, please."
Setelah menyelesaikan kalimatnya Ajisaka cepat-cepat memutar tubuh dan berjalan memasuki tokonya lagi. Sebelum Ajisaka berbalik tadi, Kinara mengamati wajahnya diam-diam. Dan yang membuatnya merasa sedikit bersalah adalah ia tak menemukan kebohongan sedikitpun dari sorot mata pria menawan itu. Tak ingin bertahan di sana lebih lama, Kinara mengeluarkan ponsel dan mencari nama seseorang untuk mencurahkan gundahnya. Moko.
"Assalamu'alaikum Ko, sudah pulang dari Demak?"
"Sudah. Kenapa, Kinar?"
"Aku ke sana," ucap Kinar singkat.
▪▪▪
"Kalem dong, habis lihat demit di mana sih? Gak sabaran banget minumnya?"
Moko keheranan melihat Kinara yang menghabiskan minuman soda yang ia sediakan beberapa menit lalu. Mereka sedang duduk santai di gazebo sebelah rumah Moko, hanya berdua karena Andi dan Bimo sedang pulang ke rumah orang tua mereka.
"Bapaknya demit kali, Ko," jawab Kinara asal. Tangannya dengan lincah membuka kaleng soda kedua namun gegas dicegah oleh Moko.
"Udah cukup, nanti perut kamu kembung minum ginian kebanyakan,” cegah Moko gemas.
"Laah, yang nyuguhin anda kan pak?" cibir Kinara.
"Aku ambilin air putih dulu," jawab Moko sabar.
Sambil menunggu Moko mengambil lagi air minum untuknya. Kinara mengusap bibirnya pelan dengan telunjuk. Masih terekam jelas rasa menyengat yang dihadirkan seorang Ajisaka tadi. Ciuman singkatnya. Ohh ... astaga Kinara, entah apa yang ada dalam pikiran gadis itu. Kenapa sekarang ia malah tak bisa menghapus bayangan Ajisaka yang dulu ia anggap seorang penebar pesona.
"Untung cakep," gerutu Kinara pada diri sendiri.
"Siapa yang cakep? Aku?" Moko ternyata sudah datang dengan dua botol mineral dingin di kedua tangannya.
"Diih ngarep banget," cibir Kinara lantas menunduk.
"Cuman kamu aja yang gak pernah bilang aku cakep, Nar. Ayo dong bilang sekali aja," lanjut Moko dengan seringai jahil.
"Iya mas Herpinda Moko yang paling cakep sekecamatan. Sensi banget sih," ucap Kinara cekikikan.
"Kamu kenapa, tumbenan banget ngedumel. Lagi berantem sama Puspa?" tebak Moko asal.
"Nggak."
"Terus?"
"Lagi bete aja. Habis ada insiden kecil tadi."
"Insiden apa? Nabrakin motornya pus—" Moko menghentikan kalimatnya seiring matanya yang baru sadar bahwa motor yang digunakan Kinara bukanlah motor milik Puspa.
"Eeh ... motor siapa? Bukan motor bebek punya Puspa?" Moko keheranan.
Yang ditanya bukannya menjawab malah asik sibuk mengunyah kacang telur yang tinggal separuh toples. Meski mata dan mulutnya fokus pada camilan di depannya, nyatanya, pikiran Kinara masih melanglang buana pada kalimat-kalimat Ajisaka tadi.
Bu Wenny yang ingin Ajisaka menikahinya?
Gila kan?
"Nar.." ulang Moko ketika Kinara tak kunjung menjawabnya.
"Eh.. iya, apa?" Kinara mengerjap gelagapan.
"Ngelamun aja anak perawan. Itu motor siapa kinclong banget?"
"Oh ... itu, itu motor aku."
"Baru?"
"Iyap, dibeliin bapak." Kinara cepat-cepat menenggak minumnya demi menutupi ekspresi penuh kebohongan pada wajahnya.
"Bapak?"
"Iya." Bapak Ajisaka, lanjut Kinara dalam hati.
Dari dulu kebohongan adalah hal yang paling dibenci Kinara. Namun siapa sangka kini malah dirinya dengan luwes berkata dusta pada sahabat terbaiknya. Ckk.. kan, gara-gara si Ajisaka lagi. Tapi bagaimanapun ia belum siap menerima caci maki seorang Herpinda Moko jika ia menceritakan perihal Ajisaka dan kelakuan ajaibnya.
"Eeh.. kembali ke topik. Tadi bete kenapa Nar?" Moko menegakkan duduknya lagi. Penasaran membuat duduknya tak tenang meski dalam posisi nyaman sekalipun.
"Ada cowok, kayaknya naksir aku, Ko." Kinara membuka sesi curhatnya. "Tapi kayaknya dia playboy gitu Ko." Kinara memanyunkan bibirnya beberapa senti.
"Ganteng gak? Playboy tapi muka pas-pasan juga buat apa, Nar?" Moko terkekeh kecil.
"Ganteng lah, tapi ya itu tadi, kayaknya playboy."
"Kan masih kayaknya. Belum tentu punya cewek dia."
"Tapi kayaknya punya deh."
"Kata siapa?"
"Kata dia." Kinara ikut menegakkan duduknya dan mendekat pada Moko.
"Yaudah tolak aja. Ya kali kamu mau jadi yang kedua. Nggak kan?" kata Moko bijak.
"Tapi kok ... aku deg-degan terus kalo deket dia ya?" tanya Kinara polos.
"Hmm ... itu salah satu tanda kalo kamu punya perasaan juga ke dia, Nar."
Kayak aku kalau deket kamu Nar, berdebar terus.
"Gitu ya?" lirih Kinara tak yakin.
"Menurutku gitu. Tapi kalo kamu gak yakin mending tolak aja. Apalagi kalau emang beneran dia udah punya pasangan."
"Siapa?" Moko tak bisa menahan rasa penasaran pada sosok laki-laki yang dimaksud Kinara. "Aku kenal?"
"Hmm.. anu.. hmm... kayaknya kamu gak kenal sih Ko."
"Bukan Pak Aji kan?" Moko dan kepekaannya.
🍂🍂🍂
Moko, siap-siap patah hati kamu yaa… 😂😂
Yang nungguin Melisa Fin, insyaAllah besok yaa… 😍😍
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
