Renjana Hati (1-4)

7
1
Deskripsi

Elvin Eleanor adalah seorang penulis dengan ribuan pembaca dan pengikut setia di sosial media. Namun di balik karya-karya yang gemilang tak banyak yang mengetahui jika ia adalah perempuan yang terpuruk dan terjebak dengan cinta masa lalu. Bahkan setelah melewati badai pernikahan dengan Rega, mantan suaminya, perempuan itu masih menyimpan rapi perasaannya pada pria yang sudah membawa separuh hatinya.

Ervanno Bhalendra. Nama pria yang sempat singgah dalam hidup Elvin tiga belas tahun silam. Dulu, Ervan...

1~ Renjana Hati

“Chef,” panggil seorang karyawan yang bertugas di dapur pagi ini. “Chef Vano,” ulangnya lagi merujuk pada kepada chef sekaligus pemilik kafe tempatnya bekerja.

Ervano yang dipanggil mengerjap seketika. Tangan yang tadinya sibuk memberi sentuhan akhir pada cake Baumkuchen terbarunya terhenti. Fokusnya memang sedang kacau sejak tiga hari terakhir ini, sejak ada salah satu akun sosial media yang mengusik hatinya.

“Kenapa Lia?”

“Itu Chef, toppingnya cakenya ... itu.. anu... luber,” jawab karyawannya itu terbata sambil menunjuk cake di depan sang boss.

“Kamu lanjutkan ya, saya lagi gak fokus.” Ervan meletakkan kantong bening berisi Glace icing di atas meja.

“Baik, Chef.” Gadis itu mengangguk patuh

Setelah masuk dan menutup pintu ruang kerjanya, Ervano lantas mendaratkan bokongnya pada kursi kebesarannya. Menopang dagu dengan salah satu tangan dan tangan yang lain sibuk membuka akun sosial media yang sejak beberapa hari lalu marak berlalu lalang di timelinenya dengan salah satu tagar #renjanahati. Tagar yang membuatnya penasaran, karena setelah ia mengikuti tautannya ternyata merujuk pada nama pena seorang penulis yang tak ia ketahui siapa sebenarnya.

Hingga Ervan melihat satu-persatu unggahan karya dari pemilik akun Renjana Hati, benaknya tertuju pada satu nama. Seorang gadis belia yang dikenalnya belasan tahun silam. Seorang gadis yang sempat membuat ceria hari-harinya. Elvin Eleanor. Keyakinan Ervan kian bertambah ketika ia membaca ulasan dari debut novel dari si Renjana Hati yang bertajuk ‘Merindu’. Novel yang diterbitkan delapan tahun lalu. Meskipun Ervan hanya membaca sebagian, ia sangat yakin penulis itu adalah Elvin.

Bagaimana tidak, Ervan banyak menemukan kesamaan antara kejadian-kejadian yang digambarkan pada novel tersebut dengan peristiwa yang ia lalui bersama Elvin di masa lalu. Ervan tersenyum tipis ketika benaknya mencari tahu akun pribadi milih Elvin. Dan ... gotcha, dengan satu jentikan jari Ervan langsung mengikuti akun pribadi Elvin yang dikunci untuk publik tersebut.

***

Jauh dari tempat Ervan berada, Elvin terperanjat sambil menutup mulut seakan tak percaya dengan notifikasi yang masuk ponselnya. Nama akun yang baru saja mengikuti akunnya begitu mirip dengan nama seseorang yang sudah belasan tahun menghuni ruang hatinya. Bukan mirip, tapi memang orang itulah sang pemilik akun. Elvin sangat yakin begitu melihat foto profil yang sama persis dengan foto yang pernah ia ambil bertahun-tahun yang lalu. Ervano Bhalendra.

“Kenapa Kak? Mata lo hampir keluar gitu, abis lihat kunti?” tanya Meli, asisten editor yang bekerja padanya selama empat tahun terakhir.

“Bukan kunti, tapi sama-sama bikin gue takut. Takut semakin gak bisa berpaling lagi dari dia,” jawab Elvin beranjak dari meja kerjanya lantas mendekati Meli yang terpekur pada layar monitor.

“Siapa?” Meli yang mulai penasaran menghentikan gerakan jari-jarinya di atas keyboard.

“Lo masih inget, gue pernah cerita kalau tokoh Revan dalam kisah ‘Merindu’ itu beneran ada?”

Revan adalah salah satu nama tokoh utama dalam debut novel yang berjudul ‘Merindu’. Novel pertama yang melambungkan namanya menjadi penulis ternama, bersanding dengan beberapa penulis tenar lainnya. Revan yang tak lain dan tak bukan ia ambil dari nama Ervano Bhalendra. Pun dengan beberapa cuplikan peristiwa dalam novel itu adalah peristiwa yang pernah ia alami sendiri ketika mengenal Ervan dulu.

"Ervan Ervan itu? terus kenapa?" kening Meli berkerut.

"Kenapa … dia mendadak follow IG gue ya? Duh, jantung gue nggak aman, Mel," ucap Elvin salah tingkah.

Perempuan itu menunjukkan layar gawainya pada Meli. Meli yang tadinya acuh jadi ikut mendekat dan memastikan lagi bahwa akun yang dimaksud Elvin adalah milik Ervan.

"Biasa aja napa kak? Bukannya udah lama berlalu?"

"Tapi rasa gue ke dia gak pernah berlalu Mel, sejak dulu. Bahkan saat gue masih bareng sama Mas Rega, gue sering kepikiran dia."

"Sarap lo! Udah punya suami juga masih mikirin cowok lain," cibir Meli.

"Mantan suami Mel, mantan..." Elvin mengingatkan.

Rumah tangganya bersama Rega Sadewo yang sudah berjalan 4 tahun memang sudah berakhir beberapa bulan lalu. Bahkan surat keputusan pengadilan yang memutuskan hak asuh Malika— putri tunggalnya, sudah ia terima. Namun hubungannya dengan Rega, tetap berjalan dengan baik hingga sekarang. 

"Aaagh... Iya hampir lupa, Mas Rega kan udah jadi duren ya," ledek meli sambil terkekeh.

"Ambil aja kalau mau, dia belum ada calon pendamping tuh," seru Elvin tanpa menoleh.

"Gue? Gak deh, gue gak minat sama bekasan boss." Meli mengibaskan tangan. "Eeh, jangan-jangan Mas Rega belum punya gandengan baru karena belum move on dari elo? Gak rujuk aja sih, cowok hawt gitu malah dilepas." Meli mencebikkan bibir.

"Nggak lah, gue gak bisa terus-terusan bohong sama perasaan gue sendiri. Gak adil juga buat Mas Rega kalo ternyata hati gue masih terpaut sama Ervan."

"Hadeeeh, Ervan lagi Ervan lagi. Dia udah punya istri kak."

"Terus masalahnya?"

"Lo gak berniat jadi pelakor kan?"

"Ckk, mikir lo kejauhan, gue sama Ervan udah gak pernah komunikasi sejak sepuluh tahun lalu. Gimana bisa jadi pelakor? Mencintai dalam diam udah cukup."

"Diiih ... sok mencintai dalam diam. Yakin kuat?" 

"Gak yakin sih,” respon Elvin meringis. “Kalau dulu pas masih remaja sih mungkin agak malu-malu ya mau ungkapin perasaan. Tapi kalo sekarang mah, biasa aja. Kalo sayang gue akan bilang sayang, pun sebaliknya. Gak guna juga nutupin perasaan," ceramah Elvin yang disimak serius oleh Meli.

"Makanya lo keluarin novel 'Merindu' itu kan? Buat ungkapin perasaan lo? Tapi gak ngaruh juga kalo dia gak baca."

"Ya biarin lah, setidaknya gue lega karena menumpahkan perasaan gue dalam bentuk tulisan, gak ditahan dalam hati lagi."

Mendadak muncul satu pemikiran dalam benak Elvin terkait munculnya Ervan yang tiba-tiba. "Eh, Mel ... jangan-jangan malah sebaliknya, si Ervan baca novel gue, makanya dia tiba-tiba muncul." wajah Elvin berubah pias saat menatap Meli.

"Mampus lo? Siap-siap aja kalo dia gak terima lo masukin dia ke cerita."

"Duuh, jangan bikin parno."

"Yaa... kali aja, Kak, secara yaa.. novel Merindu lagi rame. Kali aja dia baca. Elo juga siih kebanyakan mikirin dia pas lagi ngetik novelnya."

"Gimana gak mikirin, kan emang cerita tentang perasaan gue ke dia. Sedikit banyak pasti gue mikirin lah."

"Dan ternyata pikiran lo itu nyambung ke dia kayak telepati. Daaan... taraaa dia muncul deh sekarang. Siap-siap aja makin gak bisa move on." Meli tergelak kencang dengan pemikirannya sendiri.

"Iissh... lo bukannya bikin tenang, malah bikin ota

k gue kacau, Mel," decak Elvi kembali duduk di kursi kebesarannya.

"Jangan salah, Kak, gue yakin otak lo bakal lebih kacau lagi begitu dengar berita seminar bulan depan diadakan di mana. Gue barusan dapet email, kan elo jadi salah satu pembicaranya," ujar Meli penuh teka-teki.

"Di mana?" Elvin menegakkan punggung.

"Denpasar, Bali. Tempat penuh kenangan lo bareng Ervan." Meli terbahak sambil bertepuk tangan melihat ekspresi terkejut dari sang sahabat sekaligus boss nya itu.

"Mampus gue!"

🍁🍁🍁
 

2~ Welcome

Kegelisahan Elvin berujung nyata. Karena kini sepasang netranya terbelak sempurna tatkala melihat pesan yang baru saja mendarat di akun sosial medianya.

[Ervan] : El, gimana kabarnya?

Satu baris kalimat yang mampu membuat jantung Elvin melaju kencang tak seperti biasa. Elvin gelagapan, salah tingkah. Mengusap wajahnya kasar, Elvin mencoba mengumpulkan kesadaran bahwa yang dilihatnya bukanlah fatamorgana. Dengan tangan masih bergetar, ia memaksa jemarinya untuk membalas pesan singkat dari Ervan.

[Elvin] : Kamu Van. Kabarku baik, kamu gimana?

Elvin meletakkan kembali ponselnya dengan posisi layar menghadap ke bawah. Setelah membalas pesan Ervan, bukannya tenang. Hatinya semakin bertalu-talu tak bisa dikendalikan karena rasa penasaran, apa pesannya akan dibalas atau hanya dibaca.

Benar saja, pesan demi pesan saling bergantian memenuhi notifikasi ponsel mereka hingga pukul satu pagi. Itupun setelah Elvin memilih mengakhirinya terlebih dahulu dengan alasan mengantuk. Padahal sebenarnya ia khawatir dengan kondisi mereka yang sudah berbeda saat ini. Bagaimana pun Ervan sudah berumah tangga, tentu tak pantas jika saling bertukar pesan dengan wanita di masa lalunya hingga tengah malam.

***

"Mel, seminggu yang lalu gue DM-an sama Ervan." Elvin menarik kursi di hadapan asisten kesayangannya, perempuan itu akhirnya menyerah juga menyimpan perasaan bahagianya karena bisa berkomunikasi lagi dengan Ervan.

"Terus? Gue harus bilang wow gitu, Kak?" jawab Meli acuh tak acuh.

"Astaga, gue butuh temen cerita, Meli. Masa iya gue curhat sama Malika yang baru tiga tahun," dengkus Elvin sebal.

"Terus, kalian ngobrolin apa? Gak berencana balikan kan?" Meli mengedipkan satu matanya.

"Balikan apanya? gue sama Ervan gak pernah terjebak dalam hubungan apa-apa. Kecuali teman. Perasaan gue aja yang bertepuk sebelah tangan," jawab Elvin sambil mengaduk jus apel kesukaannya. "Gue seneng aja Mel, bisa ngobrol santai sama dia. Kangen gue sedikit terobati, dan.." Elvin menggantung kalimatnya, terlihat sekali sudut bibirnya melengkungkan senyum tipis.

"Dan apa?" 

"Debaran jantung gue kenapa tetep sama kayak tiga belas tahun lalu ya? Gue deg-degan tiap balas chat dia. Normal gak sih?" Elvin menatap asisten editor sekaligus sahabatnya itu.

"Normal. Normalnya orang jatuh cinta maksud gue. Berarti perasaan lo ke dia masih sama kayak dulu," jawab Meli yang akhirnya mengalihkan pandangannya dari layar komputer, ganti menatap Elvin yang tengah gundah gulana.

"Terus gue harus gimana, Mel?"

"Ya terserah elo sih, Kak, elo bisa memupuk perasaan itu dengan terus menjalin komunikasi dengan dia. Atau elo berjuang untuk hapus perasaan itu dengan stop semua akses yang berhubungan dengan orang itu," saran Meli tampak serius sekali.

"Udah tiga belas tahun gue mencoba menghapus perasaan gue ke Ervan." Elvin tertunduk lesu. "Dan itu gagal."

"Kak Vin, sorry to say ya," Meli meraih satu tangan Elvin yang bebas di atas meja, lantas mengusap punggung tangannya pelan. "Ini cuma menurut gue pribadi. Elo tuh bego gak ketulungan, Kak. Ervan tuh nggak tau apa-apa tentang perasaan elo. Elo terjebak sendirian selama ini. Jadi pilihannya cuma dua.."

"Apa?"

"Elo ngakuin perasaan lo ke Ervan, terlepas apa nanti responnya itu urusan belakang. Yang penting hati lo lega." Meli menjentikkan jarinya di depan hidung Elvin. "Atau ... elo kubur perasaan lo dalam-dalam. Entah akan sesakit apa nantinya, elo harus lupain cinta lo sama Ervan." 

"Elo masih muda, cantik, karir oke, punya anak lucu plus pinter. Elo berhak bahagia dengan orang lain, bukan malah tenggelam sama perasaan yang salah itu. Please lah, jangan bego amat jadi orang yang diperbudak cinta." Nada bicara Meli mulai meninggi, tanda ia mulai tersulut emosi.

Andai saja bukan asisten kesayangannya, pasti sudah habis pipi mulus Meli akibat cakaran Elvin. Untunglah Elvin begitu sayang dengannya, lagi pula perkataan sang asisten memang ada benarnya juga. Sudah terlalu lama Elvin terjebak dalam perasaan yang tak berbalas pada Ervan.

Dua bulan berlalu, hingga tak terasa dalam beberapa jam kedepan Elvin dan Meli sudah harus terbang menuju Denpasar. Selama dua bulan itu pula hubungan Elvin dan Ervan tetap berlanjut. Meskipun tak setiap hari, tapi mereka masih rutin bertukar kabar melalui aplikasi percakapan. Dari pesan-pesan singkat itulah, Ervan akhirnya mampu membuat Elvin mengaku bahwa pemilik nama pena renjana hati itu adalah benar dirinya. 

'Mampir ke kafe aku kalo lagi liburan ke Bali ya El.'

Elvin memutar-mutar ponsel saat menunggu Meli di ruang tunggu bandara. Dibaca nya berulang kali pesan terakhir dari Ervan yang ia terima kemarin lusa. Elvin memang tak memberitahu Ervan perihal kedatangannya ke Bali. Elvin takut, benar-benar takut makin terjebak dengan perasaannya jika harus bertemu dengan Ervan lagi. 

Bali luas, kemungkinan untuk bertemu dengan pria yang menjerat hatinya itu tetap ada meski sangat kecil. Tapi meskipun berkali-kali Elvin berpikir demikian, makin gelisah lah hatinya menunggu jadwal penerbangan kali ini.

"Malika aman?" tanya Meli yang tiba-tiba duduk disebelah Elvin.

"Aman, semalam sudah dijemput Mas Rega, nginep dua minggu di sana selama kita di Bali." Elvin menatap layar ponselnya di mana foto cantik sang putri ia jadikan latar belakang. 

"By the way, Mel, kita nanti nginep mana sih? jauh dari by pass Ngurah Rai gak?" Elvin mengalihkan topik pembicaraan.

"Kayaknya sih jauh, Kak. Why?"

"Ervan punya kafe di sekitar sana." Elvin meremas ujung kaosnya gelisah.

"Jauh kok, lo tenang aja kenapa sih kak? Kafe di Bali tuh banyak bukan cuma milik dia aja," jawab Meli. "Udah? yukk berangkat," ajak Meli setelah berdiri dan mendekati petugas bandara.

Tanpa mereka sadari, berjarak puluhan kilometer dari mereka, seorang pria tampan sedang merekahkan senyum. Terutama ketika melihat stories milik akun renjana_hati. Stories singkat yang menampilkan suasana bandara dan sekilas merekam Elvin yang fokus pada tablet di pangkuannya.

"Welcome, Elvin." gumam pria tersebut lebih pada dirinya sendiri.

🍁🍁🍁
 

3~ Miracle Taste

"Kok pesan dua kamar? biasanya kita tidur sekamar?" tanya Elvin sedikit bingung saat Meli menyerahkan access card kamar hotel yang berbeda untuknya. Ini bukan pertama kalinya Elvin dan Meli bekerja di luar kota dan menginap beberapa hari di hotel setempat. Mereka selalu mengambil satu kamar besar dengan dua tempat tidur. Tapi kali ini?

Meli hanya cengar-cengir tanpa alasan yang jelas. "Gue ngajak Mas Bayu sebenernya, Bali gitu looh, Kak. Surga banget buat pasangan kayak gue dan Mas Bayu," lanjutnya lagi.

Ck,.. ternyata. Bayu ini adalah tunangan Meli. Mereka sudah berpacaran kurang lebih setahun, dan memutuskan bertunangan beberapa bulan lalu. Elvin sendiri sebenarnya tak heran melihat gaya berpacaran asistennya itu, liburan berdua bahkan menginap di hotel berdua. Tapi Elvin tak pernah mencampuri urusan pribadi Meli, karena gadis itu bekerja dengan sangat baik selama menjadi asisten editornya.

"Duuuh... heran deh sama kalian. Honeymoon terus tapi gak nikah-nikah," sindir Elvin.

"Latihan dulu, Kak," jawab Meli santai.

"Astagaaa Melisaaaa.... otak lo ya?!"

"Yakin elo gak mupeng kalo gue mesra-mesraan sama mas Bayu di depan lo?" tantang Meli.

"Elo cipokan atau adu desah di depan gue juga, gue gak ngiri, Mel. Gue lebih expert, tuh gue sampe punya Malika." Elvin tak mau kalah. "Udah buruan siniin cardlock gue," pinta Elvin seraya mengulurkan tangannya saat berada di dalam lift.

"Nih, seperti biasa, elo udah gue pesenin kamar paling atas dengan private pool."

Ini salah satu hal yang membuat Elvin bertahan lama dengan Meli. Gadis itu sangat hafal dengan dirinya, termasuk kebiasaannya yang selalu memesan kamar hotel di lantai paling atas lengkap dengan kolam renang pribadi. Di mana ia bisa melihat pemandangan indah dari ketinggian sambil berendam.

“Kak Vin, hari ini kita masih jam bebas. Besok baru deh sibuk jadi panitia,” seru Meli keesokan harinya.

“Terus?” tanya Elvin tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Mereka berdua sedang berada di kamar Elvin sekarang. Mempersiapkan naskah dan membantu panitia yang lain menyusun acara untuk satu minggu ke depan.

Elvin yang sudah bekerja sama dengan penerbit besar sejak debut novelnya beberapa tahun lalu. Kini menikmati pekerjaannya yang terkadang mengharuskannya menghabiskan banyak waktu untuk mempromosikan novel-novelnya, meet and great dengan pembaca setia, hingga membantu terlaksananya acara-acara kepenulisan seperti yang akan diadakan sekarang ini.

“Malam ini kita bebas, Kak. Gue mau jalan-jalan sama Mas Bayu ya, sengaja gak ngajak elo, takutnya elo keberatan jadi nyamuk.”

“Emang elo aja yang bisa jalan-jalan, gue juga bisa. Ya siapa tau ada bule cakep di pantai Sanur,” jawab Elvin setelah menutup layar laptop.

“Amiin, moga aja dapet beneran biar lo gak lama-lama galau sama si Ervan itu. Kasian lah cantik-cantik masa jadi magamon,” seru Meli terkekeh geli.

 “Setdah, udah deh sono keluar, Mel, gue mau mandi berendam trus siap-siap cari bule berondong. Pening kepala gue dengerin nyinyiran lo.” Elvin mengibaskan tangannya pada si asisten agar segera keluar dari kamarnya.

Merasa sudah menyelesaikan tugasnya, Meli berdiri sambil menenteng laptopnya. Berjalan pelan menuju pintu kamar sambil mencebikkan bibir.

“Caoo... kak Vin, ponsel elo yang satu lagi gue taruh di atas meja ya kakMeli melambaikan tangannya manja lantas menghilang di balik pintu.

Elvin hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah polah asistennya itu. Sekilas, Elvin menoleh pada meja kecil di sebelahnya. Tempat Meli meletakkan ponsel yang hanya ia gunakan untuk keperluan pekerjaan. Menunda niatannya untuk mandi, Elvin berbalik dan duduk kembali di sofa yang menghadap kaca besar di kamarnya. Jendela kaca yang menampilkan keindahan pantai Sanur dari ketinggian.

Tepat jam delapan malam Elvin memutuskan berjalan kaki menikmati angin malam di pantai Sanur. Hampir tiga puluh menit ia berjalan tanpa arah dan hanya mengikuti kata hati, Elvin berhenti di depan salah satu cafe bertajuk 'Miracle Taste'. Cafe dengan nuansa rustic yang menarik perhatian karena juga ada sentuhan modern minimalis di bagian depannya.

Disambut dengan ramah oleh salah seorang pramusaji, Elvin melemparkan senyum terbaiknya dan masuk ke area cafe. Elvin memilih duduk di sebelah jendela besar yang tepat menghadap ke arah pantai. Tempat yang tepat untuk memanjakan matanya dengan pemandangan pantai di malam hari.

menunggu Iced Salted caramel coffe dan lasagna roll pesanannya datang, Elvin kembali menopang dagu menghadap pantai. Lagu 'If Tomorrow never come' milik Ronan Keating yang dibawakan apik oleh home band cafe ini membuat Elvin mengingat kenangannya bersama Ervan belasan tahun lalu. Hingga ketukan jemari seseorang di atas meja membuyarkan lamunan Elvin. 

"Iy—" bukan hanya kata-kata yang mendadak lenyap dari bibir perempuan cantik itu, tapi juga detak jantungnya yang tiba-tiba bersembunyi hingga tak terdengar sama sekali. Seakan tak cukup, hati Elvin bahkan terasa seperti diremas sampai menimbulkan rasa nyeri yang belasan tahun lalu ia coba kubur, hadir lagi dengan cepatnya.

Lagi-lagi Elvin membenci ketika bola matanya yang membola sempurna juga ikut berkaca-kaca. Hal itu terjadi ketika ia menangkap sosok tampan dengan senyum khas yang ia rindukan bertahun-tahun lalu, kini berdiri menjulang di depannya.

"E-r-v-a-n-o." rapalnya terbata-bata sambil meraba dadà yang mendadak sesak.

Come on..!

Semesta sedang bercanda dengan dirinya kah? Hingga sosok yang sangat ingin ia hindari ketika di Bali malah berdiri nyata dengan penuh pesona di hadapannya.

🍁🍁🍁
 

4~ Jomlo 

Entah ini hanya perasaan Elvin atau bagaimana. Ia merasakan langit Bali malam ini lebih pekat hitamnya dari hari-hari sebelumnya yang ia tahu. Hari-hari di mana ia masih menetap di rumah peninggalan kakeknya di Uluwatu. Jadi, apa pekatnya malam ini terkesan buruk? Absolutely not!

Ervan yang notabene menjadi pria paling berpengaruh di hatinya, kini berdiri tegak di hadapannya. Bukan tegak sih, tapi sedikit membungkuk dengan bertopang pada sebelah tangan yang menekan meja di depan Elvin.

"El.." Suara berat Ervan sukses membuat gemuruh dijantung Elvin kembali bertalu.

Sebenarnya, Ervan pun rasanya sulit percaya jika takdir mempertemukannya lagi dengan wanita yang bertahun-tahun lalu pernah membuat hatinya bergetar. Gadis kecil nan lugu itu kini bertransformasi menjadi wanita yang sangat cantik. Lihat saja binar matanya yang masih seceria dulu, pipi tembamnya pun masih sama meski kini merahnya karena usapan blush on. Terlihat sekali Elvin yang sekarang adalah wanita yang sangat pintar merawat kecantikannya.

Ervan beberapa kali mengamati Elvin dari sosial media. Memang cantik, tapi bertemu dan berhadapan sangat dekat seperti sekarang menyadarkannya bahwa kecantikan itu berkali-kali lipat memang nyata. Melemparkan senyum simpul, Ervan menarik mundur kursi kayu di sebelahnya, lalu dengan cepat ia duduk berhadapan dengan Elvin yang sedari tadi mematung tanpa suara.

"Kamu apa kabar?" Ervan mengulurkan sebelah tangannya berharap akan mendapat balasan dari perempuan cantik di depannya.

"Eh iya, Bang, eh … Van." Elvin tergeragap. Usia Ervano Bhalendra memang 7 tahun di atasnya, tapi ia lebih sering memanggilnya hanya dengan nama. Atau dengan ‘Bie’ alias ‘libie’, yang artinya kesayangan. 

"Aku baik," Elvin mengukir senyum tipis lantas membalas uluran tangan Ervan. Padahal dalam benaknya ia sangat ingin berlari dalam pelukan pria tinggi itu. Tapi kan ... ah.. sudahlah.

"Kenapa gak kasih kabar kalau ke Bali? Kan bisa aku jemput," ucap Ervan santai.

"Dadakan sih ini," dusta Elvin, padahal ia jelas-jelas tau seminar yang diadakan besok sudah direncanakan jauh-jauh hari.

"Sendirian aja?"

Elvin mengangguk. "Ke sininya sendiri, tapi aku ke Bali sama editor aku."

"Kenapa editormu gak diajak ke cafe aku juga?" tanya Ervan dengan senyum santai, senyum yang belasan tahun mampu membuatnya luluh. Sekarang juga masih sih... Eh?

"Eh, bentar deh, hmm … ini cafe kamu?" Elvin baru menyadari perkataan terakhir Ervan.

"Iya, kan aku udah pernah cerita."

"Aaah... I see." 

Bagus Elvin, mati-matian ia menjauh dari kawasan Ngurah Rai karena khawatir bertemu dengan Ervan. Dan ternyata, di sinilah sekarang ia terdampar. Berhadapan dengan pria yang menguasai hatinya di tempat yang dimiliki pula olehnya.

"Udah pilih menu?" 

"Udah, tuh kayaknya selesai." Elvin mengendik pada waitress yang berjalan mendekatinya.

"Silakan Iced Salted caramel coffee dan lasagna roll pesanannya," ucap sang waitress dengan nametag 'Audy' di dadà kanannya.

"Terima kasih."

"Audy, bawakan saya baumkuchen green tea ya, dua," titah Ervan pada waitress tersebut. "Kamu masih suka caramel coffee ya?" Ervan beralih menatap Elvin sambil menopang dagu dengan sebelah tangan.

"Masih. Nggak tergantikan sih,"

Seperti kamu kan Van, gak tergantikan. Lanjut Elvin dalam hati.

"Barusan aku pesenin cake terlaris di sini, aku sendiri yang bikin."

"Serius kamu bikin sendiri?"  Elvin tak yakin. Tapi melihat lawan bicaranya mengangguk, hati kecilnya mendadak meyakini bahwa yang dikatakan pria di depannya ini benar adanya.

"Kamu beneran jadi chef ya, jadi inget cerita kamu dulu yang punya mimpi buka restoran sendiri dan jadi chef di sana." Elvin menghentikan gerakannya memotong lasagna roll di piring kecil di hadapannya. "Jangan-jangan lasagna ini bikinan kamu?" 

"Ya.. begitulah kira-kira. Cobain deh." jawab Ervan menyipitkan matanya.

"Serius ini enak banget, Van." Elvin mengangguk sambil mengunyah potongan lasagna dalam mulutnya.

"Abis ini kamu cobain baumkuchen cake, pasti lebih enak lagi," sahut Ervan dengan senyum mengembang penuh kebanggaan.

"Belum ada sehari aku di Bali udah bisa naik berkilo-kilo nih berat badanku." Elvin tergelak kecil.

"Rendah lemak semua kok ini, aman deh berat badan kamu." 

"Eh... Van, by the way gimana kabar keluarga? Mama, Papa. Sehat semua kan?"

"Syukur alhamdulilah sehat semua, mama papa pindah ke Singapura, ikut kak Sashi. Yang stay di Bali cuma aku."

"Anak udah berapa?" Elvin basa-basi, padahal ia sendiri sudah tau Ervan memiliki seorang putra.

"Masih satu, cowok."

"Nambah lah ... cewek gitu satu lagi." 

"Kamu aja yang nambah duluan, kamu kan masih muda, anak masih satu juga kan? Cewek ya?"

"Iya cewek," kata Elvin tersenyum karena sekilas mengingat senyum ceria sang putri.

"Kak VIIINN!!!" Suara yang familiar menginterupsi pembicaraan mereka. Elvin dan Ervan kompak menoleh ke sumber suara dan mendapati Melisa yang baru masuk cafe.

"Mel.." Elvin hanya melambaikan tangan pada Melisa yang bergandengan tangan dengan tunangannya. "Dia editorku, Van," bisik Elvin pada Ervan yang ikut menoleh.

"Ngapain, Mel?" tanya Elvin begitu Meli berdiri di sebelah kursinya.

"Nemenin Mas Bayu minta beli minum tuh," jawab Meli dengan nada manja.

"Manja..!" desis Elvin mencibir.

"Bodo amat manja ke cowok sendiri juga, bukan laki orang," balas Meli.

"Eh.. Mel, kenalin ini te—" Belum selesai dengan kalimatnya, Meli sudah mencolek dagu Elvin dengan lirikan menggoda.

"Naah gitu dong,  Kak, hangout, biar gak ngenes banget jadi jomblo. Siapa tau dapet cowok ganteng buat dijadiin ayah barunya Malika. Iya kan?" lirikan Meli berpindah pada sosok Ervan yang terlihat sedikit terkejut dengan kalimat panjangnya.

"Melisa mulut lo!" potong Elvin sudah memasang wajah garang sekaligus kecewa dengan kecerewetan Meli yang setara dengan kecepatan cahaya.

"Eh, kenapa mulut gue?" Meli menutup mulut tak menyadari kesalahannya.

"Laknàt!" desis Elvin mencubit lengan Meli.

"Iiih... Dasar janda baperan," cibir Meli lirih namun tetap tertanggal pendengaran Ervan. Gadis itu langsung beringsut mundur dan berpamitan pada Elvin tanpa mengindahkan sosok pria yang duduk di seberang atasannya.

"Sampai ketemu besok ya, Boss. Bye... muuach," pamit Meli setelah mencium kedua pipi Elvin.

Selepas kepergian Meli, keheningan mulai melingkupi Elvin dan Ervan. Elvin mencoba menghabiskan baumkuchen cake yang sengaja dipesan Ervan tadi. 

"Enak banget ini, makasih ya udah dijamu dengan makanan seistimewa ini." Elvin menelungkupkan garpu kecilnya. Dan hendak mengangkat tangan memanggil waitress untuk membayar tagihannya. Namun segera ditahan oleh tangan besar Ervan. Pria itu menggeleng, tanda tak setuju.

"Kayak apa aja sih El, sampai kapanpun kamu gak akan aku bolehin bayar kalau makan minum disini, dan di cafeku yang lain," decak Ervan menatap lurus sepasang mata kelam milik Elvin.

Elvin memaksakan senyum dan membalas tatapan pria yang diam-diam dicintainya ini. "Makasih banyak ya, jadi betah nih kalo ditraktir seumur hidup gini." Elvin terkekeh kecil. Sedetik kemudian ia merapikan tas kecilnya. Memasukkan dompet dan ponsel yang tergeletak di atas meja. 

"Tapi aku harus pamit, karena besok harus prepare acara pagi banget." 

Ervan menyadari jika sejak kepergian Meli tadi, Elvin sengaja menghindari tatapannya. Baru beberapa saat sejak Elvin berdiri dan hampir melangkah. Tangan besar Ervan menahan lengan Elvin. Membuat perempuan bersurai panjang itu berhenti. Mematung. Dengan jantung yang tak bisa diajak berkompromi sama sekali.

"Rega ke mana, El?"

🍁🍁🍁

Hellawww semuanyaaa…

Ketemu lagi dengan kisah baru yang nggak baru-baru banget sebenernya,, 😂😂
Buat yang belum kenal, bisa dibilang cerita ini adalah buku pertama dari novel yang judulnya "JIKA NANTI JATUH CINTA LAGI", dan sedikit berkaitan dengan kisah Melisa di “MERINDU SUAMIMU”

Happy baca ya semuanya, yang sudah baca ditunggu komentarnya… (◠‿◕)(◠‿◕)

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Elvin
Selanjutnya Merindu Suamimu (Ekstra Part 4)
7
2
Bukannya nggak bisa, Bang. Tapi memang dia yang nggak mau, karena ternyata dia nggak mencintaiku sebagai pasangannya. Dia punya orang lain.Misiiii… pengantin baru mau lewat  😍😍.Siang semuanyaaa… awaaasss, manten barunya mau uwu-uwuaaan dulu ini, yang belum siap, harap minggir dulu di pojokan sambil nyemil kacang😂😂😂😂
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan