Part. 3

1
0
Deskripsi

"Tanggungjawab gimana maksudnya, Pak?"

“Nanti akan saya beritahu. Sepuluh menit dari sekarang, kamu harus datang ke ruangan saya.”

"Hah? Apa?! Pak, jangan bercanda ya, Pak?" 

Zavian kembali berdiri tegap sembari memandangi Tara dari atas sampai bawah. Ternyata gadis ini memang cara pakaiannya begini. Dia pikir gadis ini hanya ingin menggodanya dengan cara berbeda. 

"Apa wajah saya yang tampan ini terlihat seperti bercanda, Tara?" 

"Pak Zavian tau nama saya darimana?" Tara mengernyit. 

Zavian meraih kartu pengenal yang dikalungkan Tara. "Tara Lavena … Divisi keuangan dan akuntansi." Kemudian mengangkat kartu itu seakan memberitahukan gadis itu, kalau dia tahu dari kartu yang tergantung di sana. "Saya nggak mau tau, kamu harus tanggungjawab kejadian waktu itu." 

"Tanggungjawab gimana maksudnya, Pak?"

"Nanti akan saya beritahu. Sepuluh menit dari sekarang, kamu harus datang ke ruangan saya."

"Tapi, Pak?"

"Apa lagi? Kamu mau saya pecat?"

"Hah? Kok pecat, sih, Pak?!" balas Tara sedikit meninggikan suaranya hingga semua staf disana menatap ke arahnya dengan tatapan tajam. 

"Tara! Jaga sikap kamu!" sahut Bu Fina dengan mengarahkan tatapan yang begitu menusuk. Wanita paruh baya itu langsung melangkah mendekati Tara dan menarik tangannya. "Saya mohon maaf Pak Zavian karna sikap staf saya yang tidak sopan."

"Fina, kamu harus pastikan gadis itu ke ruangan saya." Zavian menjeda ucapannya sembari melihat jam tangannya. "Sepuluh menit dari sekarang."

"Ba-baik, Pak." 

Setelah itu Zavian dan asistennya langsung beranjak dari divisi itu. "Tara, setelah kamu dari ruangan Pak Zavian, langsung ke ruangan saya!" ucap wanita paruh baya dengan sembari menoleh padanya.

"Baik, Bu." 

Tanpa merespons apapun, wanita tadi langsung pergi begitu saja. Setelah kepergian kepala divisi itu, Tara menghela napas. Rasanya dia begitu tegang tadi, tapi ketika bernama atasan yang baru itu dia tidak setakut ini. 

"Tadi lo kenapa, Tar?" tanya Mita saat Tara melangkah menuju mejanya. "Lo kaya udah kenal Pak Zavian." 

Tara melirik Mita sekilas. "Gue yang miskin dari lahir, mana mungkin kenal orang kaya macam Pak Zavian. Mita, gue ke ruangannya sebentar." Gadis dengan rambut cepol itu bergegas menuju ruangan Zavian. 

***

Ini adalah kali pertama Tara yang hanya seorang staf biasa, menginjakkan kakinya di lantai sepuluh. Apalagi dia baru saja bekerja dua minggu lalu. Tempat di mana pejabat tinggi perusahaan berada. Dilihat dari fasilitasnya saja membuat Tara tersenyum kecut. 

Setelah bertanya pada resepsionis, gadis itu langsung melangkah menuju salah satu pintu kaca di mana pria itu berada. Tara mengangkat tangannya dan mengetuk pelan pintu berbahan kaca itu. Tidak ada balasan apapun dari dalam ruangan.

"Nih, Pak Zavi mana, sih? Nggak nyahut apa-apa," gumam Tara. 

Lebih baik Tara menunggu di dalam. Akhirnya gadis kepang dua itu mendorong pelan pintu, masuk ke dalam ruangan pimpinan tertinggi di perusahaan itu. Dari langkah pertama Tara benar-benar sudah dibuat kagum dengan ruangan ini. Bahkan entah sejak kapan mulutnya sudah menganga sebesar itu. 

"Apa yang kamu lihat?" tanya seseorang membuat Tara terkejut dan langsung berbalik. "Kamu ini staf baru, tapi suka terlambat? Apa kamu ini masuk perusahaan karna orang dalam?" 

Lagi-lagi Tara dibuat tercengang dengan pertanyaan CEO itu. Apakah dia begitu terlambat sampai pria ini marah padanya? Gadis itu melihat ke arah jam yang melingkar di tangannya tidak terlambat. Malah dia masih memiliki waktu lima menit. 

"Saya nggak telat, kok, Pak. Ini masih lima menit lagi," jawab Tara sembari menunjuk jam tangannya.

Zavian menatap datar ke arah gadis itu. "Kamu mau bodohi saya, Tara? Jam kamu ini mati." 

"Eh?" Tara langsung mengecek jam tangannya itu. Astaga, ternyata benar jamnya mati. Padahal dia baru saja mengganti batu baterai jam kemarin. "Maaf, Pak Zavi. Maklum, jam saya udah lama." 

"Duduk," perintah Zavian mempersilakan Tara untuk duduk. 

Baru saja Tara akan duduk, gadis itu dibuat terkejut dengan seekor hewan merayap di atas sofa. 

"Aaaaaa! Pak Zavi! Ada cicak!" pekik Tara membuat Zavian melonjak. 

Ketika Tara hendak menjauh, kakinya malah tersangkut pada kaki meja kecil itu. Saat itu juga Zavian bangkit berdiri dan langsung menangkap tubuh Tara. Keduanya saling menatap beberapa detik. 

Plak!

Suara tamparan itu begitu nyaring mengisi ruangan itu. "Dasar CEO mesum!"

Zavian baru sadar kalau yang ditangkap tadi adalah dua gundukan milik gadis ini. Sungguh dia tidak berniat mesum sama sekali. Dia hanya refleks. 

"Pak Zavi, kenapa malah tangkap kembaran saya?!" 

Zavian mendeham pelan. "Kamu tau, itu cuma refleks? Kalo saya tau bakal pegang punyamu, seharusnya saya lepas saja." 

Tara mendengus kesal. Bisa-bisanya perusahaan sebagus ini malah memilih CEO tidak berakhlak begini. Sudah benar CEO yang sebelumnya, kenapa malah ganti pria mesum ini? Menyebalkan. 

Saat itu juga Tara kembali terduduk, dia tidak ingin melanjutkan amarahnya. Lagipula dia masih menginginkan pekerjaan ini. "Jadi, Pak Zavi mau ngomong apa? Jangan lama-lama, saya sibuk."

Zavian menarik ujung bibirnya. Kemudian kembali terduduk. "Saya mau melanjutkan ngomong saya yang tadi. Intinya sama, saya mau minta kamu tanggung jawab."

Sejenak mulut Tara kembali menganga. Sebenarnya apa maksud pria ini. Apa dia gila? Tara tidak yakin, kalau pria ini adalah pria yang membawanya ke hotel. Itu tidak mungkin. Apakah dunia sesempit ini?

"Tanggungjawab gimana sih, Pak maksudnya? Memang saya ‘begituan’ sama Pak Zavi? Nggak, kan, Pak?"

"Bukan nggak, tapi hampir. Beruntung saat itu, saya belum mabuk sepenuhnya." 

"Jadi, kalo Pak Zavi mabuk, Bapak mau 'begituan' sama saya gitu?!" 

"Bukannya orang mabuk itu nggak sadar? Kalaupun terjadi, itu artinya saya nggak akan ingat." 

"Dasar CEO mesum," gumam Tara pelan sembari memutarkan bola matanya. Dia benar-benar tidak mengingat apapun soal kejadian itu. 

Ketika Tara berusaha mengingat kejadian itu, mendadak ingatannya muncul. Tara masuk ke dalam ruangan. Kemudian duduk dipangkuan seorang pria dan tiba-tiba menciumnya. 

Astaga. Tidak mungkin.

"Kenapa apa kamu sudah ingat sekarang?" tanya Zavian sembari melipat kedua tangannya depan dada. "Saya maklumi karna sepertinya kamu ini belum pernah minum."

Ingin rasanya Tara menghilang saat ini juga. Sepertinya otak bodohnya ini bertingkah tanpa arah. Bisa-bisanya dia melakukan hal mesum begitu. Gadis itu menggeleng cepat dan menepuk kedua pipinya. 

Tidak mungkin, pasti dirinya salah ingat. Bagaimana mungkin itu terjadi? Astaga, ini sungguh memalukan. Netranya menangkap Zavian yang tengah menyesap kopi hitam dan tanpa merasa aneh. Pria itu benar-benar terlihat santai. 

"Nggak mungkin. I-itu pasti bukan saya, Pak." 

Zavian melirik pada gadis itu. "Bukan kamu? Lalu siapa? Saya ini seratus persen sadar waktu itu. Saya memang minum, tapi saya nggak mabuk kaya kamu." 

"Ya, sa-saya nggak tau, Pak. Pokoknya bukan saya." 

Astaga, melihat wajah gadis ini membuat Zavian ingin tertawa. Entah, kenapa dia begitu menggemaskan. "Kamu nggak bisa bohong, Tara. Karna bukan cuma saya yang liat kamu, tapi asisten saya juga. Lebih baik kamu mengaku." 

Tara menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan. Dia benar-benar tidak bisa berbohong sama sekali. Benar-benar bodoh. Ini memalukan.

"I-iya, Pak. Saya ngaku, saya salah. Saya mohon maaf, Pak Zavi." 

"Jadi?" 

Tara yang semula menunduk, kini mengangkat sedikit kepalanya. "Jadi, apa, Pak?" 

"Tanggungjawab kamu gimana?" 

"Pak Zavi, kalo pun kita 'begitu' bukannya saya yang hamil? Ini kenapa malah saya yang tanggungjawab, sih, Pak?" 

"Ya, karna kamu buat saya gila, Tara." 

"Hah? Gimana maksudnya, Pak?"

Zavian menyandarkan punggungnya dengan tatapan yang tertuju lurus pada gadis itu. "Saya kasi kamu pilihan, kamu mau saya pecat atau nikah kontrak sama saya?" 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Part. 4
1
0
Tara, jangan kelamaan mikir. Besok kan disuruh sama Pak Zavi buat kasi jawaban. Tar, ini kartu keberuntungan sesaat buat lo. Jadi, jangan sampe lo nggak manfaatin.Aduh, bisa gila gue, Mita.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan