
Deskripsi
Tidak ada hal yang lebih menarik dari senja seperti saat ini selain duduk sambil mengenang dan merenung. Setiap orang sudah pasti memiliki sesuatu untuk dikenang dan ketika proses mengenang terjadi, ia akan dibawa ke dalam luasnya lautan renung. Aku sendiri lebih suka menyebut peristiwa semacam itu sebagai jeda kehidupan, di mana tiba-tiba seseorang sadar bahwa selama ini ia terlalu sibuk berlari dari kejaran dunia yang penuh tanda tanya.
Bagiku fase seperti itu adalah fase paling menarik dalam...
Post ini tidak mengandung file untuk diunggah/baca ataupun tulisan panjang.
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses

Selanjutnya
SOLILOKUI KUNANG-KUNANG
2
0
Di kaki bukit ini, kau menghabiskan waktu sendirian di sebuah rumah yang tidak begitu besar tapi juga tidak begitu kecil. Rumahmu lebih banyak dihiasi oleh kaca-kaca bening, dan dengan begitu, aku selalu bisa melihat aktifitas keseharianmu: setiap pagi, kau akan sibuk memasak di dapur. Menjelang siang, kau akan masuk ke dalam kamar, menghabiskan waktu untuk membaca buku dan memandangi fotoku, dan saat sore menjelang senja, kau selalu sibuk mengenakan pakaian terbaikmu yang serba putih.
Ketika senja datang, kau akan berdiri di dekat jendela. Matamu begitu sayu memandang padang ilalang yang terhampar luas tepat di depan rumah. Pada saat seperti itu, kau mungkin tidak pernah tahu bahwa aku selalu mengintipmu dari balik rimbun ilalang yang selalu kau pandangi. Aku benar-benar tahu bahwa sebentar lagi kau akan berubah menjadi seekor kunang-kunang bercahaya keemasan. Kau akan terbang melewati jendela, menembus malam yang dingin dan berkabut tipis, menggelantang bersama bintang-bintang, hinggap di pucuk ilalang satu ke pucuk ilalang lainnya. Matamu akan mengembara mencari sesuatu dengan penuh kecemasan.
Sesekali kau memainkan cahaya keemasan di tubuhmu. Cahaya yang terang, sehingga terlihat kulitmu yang sebening botol kaca. Kau gembalakan cahayamu, dan membuat rembulan cemburu. Saat seperti itu, kau seperti seorang bocah yang dengan riangnya memerkan baju baru. Kau terbang menuju tempat yang selalu kau kunjungi saban malam. Sebuah tempat yang tentu juga sangat kukenal.
Aku tahu perjalananmu menuju tempat itu tidaklah mudah. Kau harus terbang puluhan kilometer, melewati padang ilalang, rawa-rawa dan hutan belantara. Saat melewati padang ilalang, kau sempatkan waktu menari-nari, menghibur setiap mahluk hidup di sana. Kerlap-kerlip cahayamu adalah hal yang paling mereka tunggu. Di rawa-rawa, aku melihatmu harus bersusah-payah menghindari juluran lidah katak-katak yang kelaparan. Kau terbang membawa ketakutan. Beradu cepat dengan kematian yang hanya berjarak tak lebih dari satu kedipan mata. Tubuhku gemetar saat berulang kali juluran lidah katak itu hampir-hampir mengenai tubuhmu. Ah, saat itu aku benar-benar takut kehilanganmu.
Di rawa-rawa itu pula aku melihat perjuangan serta pengorbananmu untuk bisa sampai ke tempat yang kau tuju. Sesekali air mataku menetes begitu saja. Kadang aku juga ingin berkata padamu agar kau kembali pulang. Namun, aku paham benar, berapa kali pun aku menyuruhmu pulang, sebanyak itu juga kau akan menolaknya.
***
Di ujung rawa-rawa ini, hutan belantara sudah bersiap-siap menyambutmu. Burung hantu hinggap di dahan pohon Kemboja. Matanya begitu awas melihat sekitar, seperti penjaga, ia akan memberikan sinyal ketika melihat cahayamu sudah mulai nampak dari kejauhan.
Penduduk hutan ini mengenalmu sebagai Obor Hantu, sebagaimana cerita yang melekat di setiap anak-anak desa, bahwa kunang-kunang adalah jelmaan hantu. Entah darimana awal mula kisah itu, tapi setahuku, cerita itu hanyalah banyolan untuk menakuti anak-anak agar tidak keluar malam untuk menangkap kunang-kunang dan memasukkanya ke botol kaca. Mereka begitu senang saat melihat cahaya kerlap-kerlip keluar dari tubuh kunang-kunang. Dulu, aku dan kau juga seperti itu, sering keluar untuk mencari kunang-kunang dan memasukkannya ke botol kaca. Kita pandangi botol itu hingga subuh, lalu melepaskannya.
Aku ingat benar saat kau berkata, Cahaya kunang-kunang adalah cahaya cinta. Cinta yang tulus. Cinta yang lahir dari kebesaran Tuhan, seperti cintaku padamu.
Kunang-kunang adalah suluh di gelap malam yang akan menerangi perjalanan cinta kita, timpalku.
Mendengar ucapanku itu, kau sekonyong-konyong tertawa. Bagimu, apa yang kukatakan adalah banyolan paling romantis dalam hidupmu. Banyolan itu pula yang membuatmu selalu jatuh cinta padaku berulang kali. Tapi itu dulu, sekarang, kau tak akan pernah mendengar banyolan itu lagi, meskipun kau telah berubah menjadi kunang-kunang.
***
Sampai juga kau di hutan belantara. Cahayamu terlihat meredup. Kau lelah setelah berjuang melawan kematian di rawa-rawa. Sejenak kau hinggap di bunga Kemboja. Kau kepakkan sayap-sayapmu perlahan. Ah. Kau sangat cantik sekali. Bulir keringat membuat sayapmu berkilauan. Ingin sekali aku memelukmu saat seperti ini dan katakan padamu, Aku mencitaimu.
Setelah cahayamu kembali terang, kau lanjutkan perjalanan melewati hutan belantara. Di sini kau bisa bernapas lega, sebab penduduk hutan sangat menghormatimu, lebih tepatnya takut padamu. Bagi mereka, kau adalah hantu obor yang menakutkan. Entah apa yang membuat mereka bisa ketakutan melihat mahluk secantikmu. Dunia ini memang aneh. Begitu juga denganmu, kenapa kau lebih memilih menjadi kunang-kunang? Kenapa kau tidak memilih menjadi kupu-kupu, burung atau yang lainnya? Pertanyaan itu tentu hanya kau yang tahu jawabannya.
Di ujung hutan belantara ini, tempat tujuanmu sudah menunggu. Kau terlihat sangat antusias. Cahayamu semakin terang. Kepak sayapmu semakin kencang. Setibanya di tempat yang kau tuju, kau lantas hinggap di sebuah batu nisan yang tertulis namaku di sana. Di situ pula cahayamu terlihat sangat menawan dan begitu terang. Waktu seperti inilah yang aku tunggu-tunggu. Menikmati keindahanmu yang hanya sesaat saja.
Ketika subuh tiba, dan cahaya fajar mulai merayap dari balik pepohonan, kau akan berubah kembali menjadi manusia. Kau akan tertidur sambil memeluk nisanku. Tepat sebelum matahari benar-benar membagikan cahayannya, aku akan mengantarmu pulang, menidurkanmu di kamar.
Begitulah kau lewati hari-harimu. Hal yang paling kau benci adalah saat malam datang bersama hujan. Saat seperti itu, kau tidak bisa berubah menjadi kunang-kunang dan dengan begitu kau tidak bisa melakukan perjalanan seperti biasanya. Sebuah perjalanan yang selalu membuatku terkesan.
Yogya, 2019
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan