Terlambat

0
0
Deskripsi

Gue tau kalo suka sama seseorang, harus cepat-cepat dikasih tau ke orang yang disuka. Tapi nggak untuk dia. Nggak kuat.

"Kak, lo tau nggak, cewek yang barusan tampil di panggung itu siapa?" tanya gue sambil mengaduk es teh manis yang sepertinya terasa hambar.

Kakak gue yang tadinya lagi sibuk memilih filter Instagram pun langsung terdiam, kemudian bertanya, "Airen maksud lo, Dit?"

"Oh, namanya Airen, Kak Put?" dalam hati kecil gue pun bergembira.

"Lo suka, ya? Seumuran kok sama lo. Gue kenalin, ya."...

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori karya
Cerpen
Selanjutnya Tersadar
0
0
“Anjing! Dasar anak nggak guna! Mati aja lo!”Selalu ada perasaan lega, setiap kali gue mengumpat di akun anonim. Mungkin ini lah cara terbaik untuk melampiaskan segala emosi gue. Nggak ada efek sampingnya juga.Perkenalkan, gue Raden. Gue eja, ya, R-A-D-E-N. Nama yang bagus kan? Katanya sih itu gelar bangsawan orang Jawa. Tapi gue sendiri nggak tahu, orang Jawa atau bukan.Bokap-Nyokap? Siapa itu? Katanya gue tiba-tiba udah ada di depan pintu Panti Asuhan Sekar Jaya dalam keadaan penuh darah. Mirip kayak pembalut habis pakai, ya.***Gue selalu menantikan hari ini. Hari di mana teman-teman, yang suka merundung gue, berada di bawah gue. Teman-teman yang setiap jam istirahat menyuruh gue beli, semangkuk bakso Pak Slamet, pempek Bu Asih, dan sebatang rokok filter dari warung Emak Ijah.Bagel, dia sekarang menjadi pesuruh di kantor.“Gel, biasa. Semangkuk bakso. Pake duit lo dulu, ya.”“Gel, biasa. Pempek depan kantor, ya. Biasa, pake duit lo dulu.”Semua yang pernah Bagel suruh ke gue, dibalikanSelain itu Amel, mantan gebetan gue. Istri dari Bagel. Sekarang jadi penjual es kepal milo depan rumah gue. Setiap hari diam-diam gue ganti Milo itu dengan tumpukan tanah yang udah gue haluskan.Mungkin kalian bilang gue ini sudah keterlaluan. Tapi ini balas dendam gue. Kalian tahu apa yang pernah Amel lakukan ke gue?“APA? LO SUKA SAMA GUE, DEN?? HAHAHAHAHA! NGACA ANJING!”Di hari itu di saat jam sekolah, di saat para guru sedang rapat. Gue dipermalukan di lapangan tenis depan kelas 9-D. Kelas gue sendiri. Teman-teman sekelas pun hanya diam melihat. Dan kelas lain yang melihat pun hanya tertawa, bahkan ada yang sampai berguling-guling.Kepala ditoyor. Badan ditendang. Perut diinjak. Darah keluar dari mulut. Tawa pun membuat suasana makin meriah.Nggak ada yang membantu. Nggak ada yang membela. Semua hanya tertawa. Gelak tawa mereka seperti berusaha mencekik leher gue. Hingga semakin sulit untuk bernapas.  Saat itu gue hanya bisa berharap, esok hari semoga gue masih hidup.***“Dasar lonte! Dapet duit dari mana lo kalo nggak ngelonte?!!”“Ibu lo, noh. Jualan nasi uduk. Buat biayain hidup anaknya biar bisa waras!”Setiap hari dengan akun anonim, gue selalu mengumpat. Setiap orang itu posting, gue banjiri dengan umpatan. Sumpah serapah.Orang yang dimaksud itu, temen waktu masih SD, yang gue kira dirinya sudah berubah. Tapi masih tetap sama aja. Nggak ada sedikit pun yang berubah kecuali umur dan bentuk tubuh ya.Namanya Carla. Lengkapnya, Carla Cantika Intan. Nama yang bagus bukan? Tapi sayang, perilaku nggak sebagus namanya.Carla ini seringkali terkena kasus di media sosial. Mulai dari merundung orang nggak bersalah, mempermalukan bawahannya, memberi hewan minuman beralkohol, bahkan terakhir kali gue lihat anak kecil diberikan vodka. Oh ya, lupa, pernah juga dia terlihat telanjang di sebuah ruangan dengan lampu kelap-kelip, mungkin itu di diskotik, tapi entah lah, gue belum pernah ke sana.***Langit terlihat mulai gelap. Rintik-rintik air bermunculan. Gue melihat ibunya Carla sedang membereskan dagangannya di perempatan lampu merah Pasar Rebo, saat gue sedang melintasi jalan itu menggunakan Transjakarta 7E menuju kantor.“Tega bener anaknya,” gue merasa sedih melihat itu semua.Setiap kali melihat hal ini, gue hanya bisa mengumpat di setiap postingan Instagram Carla. Dengan akun anonim ini, kata-kata makian gue lontarkan. Dengan akun anonim ini, gue merasa kebal peluru, dan kebal akan segalanya.Bahasa-bahasa kasar dipergunakan. Paling nggak, setiap kalimat gue bisa berhasil menembus jantungnya. Itu harapan gue, sih.***Pagi ini gue berangkat untuk bertugas di Bali. Semua perlengkapan sampai berkas kantor, sudah gue persiapkan. Dan berharap nggak ada yang tertinggal, termasuk rasa benci gue terhadap Carla. Karena Carla memang pantas dapatkan balasan apa yang dia sudah perbuat.Derrt! Derrt!Ada pesan masuk di direct message Instagram, “Siapa, nih? Beraninya ngatain lonte di akun anonim. Sini kalo berani!”Gue baca, tanpa membalas. Bukannya gue cemen. Tapi gue pengin bikin emosi Carla lebih menggebu. Kalo di dalam anime, pasti rambut Carla sudah mengeluarkan api. Bisa jadi Volcano Girl, mungkin.“Eh, anjing! Di-read doang dm gue.”“Sini kalo berani, temuin gue di...”***Malam ini sunyi. Sunyi banget. Rasanya pengin kentut, tapi gue tahan. Takut membangunkan warga sekitar yang akan mengira ada kebocoran gas.Di depan gue telah tersusun banyak kertas rencana-rencana yang akan gue lakukan nanti. Bahkan rencana alternatif pun sudah tersusun rapih. Rencana A, B, C, dan D juga sudah ada. Namun ada yang aneh, sejak kapan gue menulis sebanyak ini dan sangat terperinci seperti ini.“Malam ini, jam 11, temuin gue di Monkey Forest,” ketik gue membalas pesan Carla yang tadi siang lupa dibalas.“Oke, gue tunggu.”Bergegas gue memasukan ke dalam kantong kecil, berbagai macam cairan kimia yang anehnya sudah ada di meja kamar. Kemudian gue masukan kain tipis biasa dipakai ketika bersin, ya, sedikit ada ingusnya, sih. Dan nggak lupa pisau dapur pemilik rumah singgah yang lupa gue kembalikan.Semuanya siap. Semuanya aman. Semoga nggak ada yang terlupa.***Dua jam telah berlalu.“Sialan, kayaknya gue dikerjain Carla ini,” dibalik pohon besar dengan sedikit penerangan gue berdiri menunggu Carla.SREK!“Anjing lah nih orang. Gue sengaja telatin, tapi kok masih belum ada orang, ya,” sayup-sayup terdengar suara Carla dari arah belakang. Dengan cepat gue menelungkupkan badan, selayaknya pemain gim arena pertempuran yang terkenal itu.Carla berjalan perlahan menuju pintu masuk Monkey Forest. Ternyata dia benar-benar nggak melihat gue. Untung juga gue memakai baju serba hitam. Meski sialnya banyak nyamuk yang mengerubungi.Melangkah perlahan mendekati Carla.Perlahan. Mendekati.Terus melangkah.GEDEBUK! JLEB!Mata gue perlahan terpejam. Melihat sedikit darah mengucur keluar.***Terdengar riuh orang-orang. Bunyi dering telfon. Terlihat silau matahari dari arah jendela. Kepala gue masih terasa pusing. Otot-otot gue terasa mati. Banyak kain-kain putih menyelimuti anggota tubuh gue. Kaki gue pun terangkat satu.“Iya, aku udah makan kok, Ma.”“Nggak, aku di sini lagi jagain Raden. Sampai sekarang belum sadarkan diri.”“Oh ya, Ma. Uangnya udah aku transfer tadi pagi. Nanti coba Mama cek, ya.”“Iya, Ma. Udah dulu, ya. Aku harus panggil suster dulu, untuk ganti infus Raden.”Terlihat Carla dengan pandangan gue yang masih kabur, mendekat ke arah gue, “Lho, Raden udah sadar?”“SUSTERRRRRR!!! DOKTERRRRRR!!! RADEN UDAH SADARRRR!”  
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan