Siswi Badung vs Guru BK 10-11

0
0
Deskripsi

Part 10 : Butterfly Night Club

Part 11 : Terkuaknya Rahasia Besar

Spoiler

"Neng, malam-malam kok di sini sendirian?" ucap laki-laki tersebut yang sontak membuat Anggun terkejut. Gegas Anggun mengusap jejak basah di wajahnya. "Bahaya Neng. Mana di sini laki-laki semua loh. Buruan pulang!" imbuh laki-laki itu seraya menatap punggung Anggun yang tampak bergetar. Gadis itu duduk di atas motornya tanpa melepaskan helm.

"Bukan urusan kamu! Sana perg..!" sahut Anggun seraya menoleh. Namun belum sempat menyelesaikan...

Part 10 

"Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang?" tegur Akmal kepada putrinya yang baru saja pulang.

Mata Akmal berkilat marah namun begitu Anggun tetap bersikap tenang. Justru gadis itu mengulas senyuman tipis seraya membalas tatapan mata Akmal.

"Jawab Papa, Anggun! Kamu punya telinga untuk mendengar dan punya mulut untuk berbicara," kesal Akmal lalu menatap jarum jam dinding yang berhenti tepat di angka lima.

"Anggun dari rumah Nenek, Pa!" Anggun akhirnya memberikan jawaban pada papanya. Anggun gerah, mau mandi dulu!" sambung Anggun dengan acuh lalu pergi begitu saja.

"Astaghfirullah!" sebut Akmal seraya mengusap dada. Berharap hal itu mampu meredam emosinya. Menghadapi Anggun selalu saja berhasil membuat tekanan darahnya meningkat. Akmal yang dulunya sehat sejak satu tahun yang lalu mengidap penyakit hipertensi. Dan menghadapi Anggun adalah salah satu pemicu penyakit itu kambuh. Untung saja ia memiliki Intan sebagai istri yang selalu mampu menenangkan dirinya.

Akmal lantas kembali ke dapur di mana Intan berada.

"Jangan terlalu keras kepada Anggun, Mas!" ucap Intan yang tengah mengaduk kopi untuk suaminya.

"Kamu itu jangan membela Anggun terus. Sebagai orang tua kita harus mengingatkan jika dia berbuat salah," sahut Akmal seraya mengambil kopi miliknya lalu merangkul Intan, mengajaknya ke ruang keluarga.

"Aku bukannya membela Mas. Tapi alangkah baiknya kita berusaha memahami perasaannya. Sekarang aku tanya, apakah sejak dulu Anggun seperti ini?" balas Intan seraya menatap suaminya yang seketika menggelengkan kepala. Dulu, Anggun adalah gadis yang manis dan periang. Mana pernah gadis itu membantah apapun yang dikatakan oleh orang tuanya.

"Anggun itu hanya butuh seseorang yang mengerti dirinya. Meskipun Anggun belum menerima kehadiranku dia juga tidak pernah bersikap kurang ajar padaku. Ya.. Meskipun selalu acuh," terang Intan dengan lembut.

Akmal terdiam mendengarkan semua perkataan istrinya. Sejujurnya Akmal akui dalam hati jika dirinya kurang memberikan perhatian pada putrinya. Bukannya mendekati gadis itu Akmal justru mengabaikannya jika suasana hatinya sedang kurang baik. Bagi Akmal menghindari perdebatan dengan Anggun adalah solusi terbaik demi ketentraman keluarganya. Tapi nyatanya, Anggun semakin jauh darinya.

***

Di kamar Anggun mengurung diri. Setelah mandi dan mengenakan kimono Anggun memilih bersantai di ranjangnya. Ke luar dari kamar tentu saja bukan menjadi keinginan Anggun saat ini. Ia malas mendengarkan ceramah dari papanya karena pulang terlambat. Lagipula ia masih kenyang karena tadi sebelum pulang dari rumah neneknya makan terlebih dahulu. Jadi melewatkan makan malam bersama kedua orang tuanya tidak akan membuat cacing di dalam perutnya berdemo.

Tiba-tiba Anggun teringat sesuatu.
"Bisa-bisanya aku tadi ngomong ke nenek klo pengen nikah. Gila ni mulut nyerocos aja!" kesal Anggun dengan ide gilanya.

"Duh klo nenek anggep serius trus bilang ke Papa gimana nasib kamu Gun Anggun!" Anggun menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Tadi, ia asal saja mengatakan hal itu lantaran merasa frustasi dengan kehidupannya. Anggun ingin mendapatkan kebebasan dan ide gila itu muncul begitu saja. Padahal sedikit pun mana pernah Anggun berpikir untuk menikah muda, terlebih lagi saat ini. Saat seragam putih abu-abu masih menjadi identitasnya.

"Tapi, nggak mungkin juga Papa kasih izin aku menikah. Lagian Papa malah nyuruh aku kuliah kedokteran setelah lulus nanti." Seperti orang tidak waras Anggun bermonolog. Berbicara sendiri di kamarnya seraya menatap ke atas langit-langit kamarnya.

"Eh begok, lagian kamu mau nikah sama siapa? Gebetan aja nggak ada, pacar nggak punya, apalagi calon suami."

Tiba-tiba Anggun mendengar suara sahutan yang berisi ejekan. Gegas Anggun memindai ke seluruh sudut kamar, mencari seseorang yang baru saja berbicara padanya.

"Eh siapa yang bicara!" ujar Anggun saat tak mendapati siapapun di kamarnya. "Tunjukkan wujudmu!" imbuh Anggun seraya bangun dari tidurnya.

"Apa kamu hantu?" tanya Anggun seraya mencari di setiap sudut kamar. Katanya, mahluk Tuhan tak berwujud itu suka tinggal di sana.

Bukannya merasa takut Anggun malah berharap bisa melihat hantu lalu dijadikan teman. Siapa tahu Anggun bisa memanfaatkannya.

"Klo kamu hantu tampakkan wujudmu sekarang!" sambung Anggun. "Mungkin kita bisa berteman?" Anggun menawarkan sesuatu yang seharusnya tidak pernah dilakukannya.

"Anggun ayo makan dulu!" Tiba-tiba suara ketuk pintu dibarengi panggilan berhasil menghentikan kegilaan Anggun.

Dengan malas Anggun menyeret kakinya menuju pintu lalu membukanya.

"Yuk makan dulu! Atau mau saya ambilkan?" ucap perempuan berhijab di hadapannya.

Anggun menghela napas dalam-dalam seraya menatap perempuan itu tanpa ekspresi. "Napa juga perempuan sok perhatian ini di sini!" gerutu Anggun dengan kesal.

"Anggun sudah makan di rumah Nenek. Tante dan Papa makan aja duluan!" Anggun menjawab lantas menutup kembali pintu kamarnya. Tanpa memberikan kesempatan kepada ibu tirinya berbicara lagi.

***

Waktu berjalan dengan cepat. Tapi itu tak berlaku bagi Anggun, sebulan menyaksikan perlakuan papanya kepada ibu tirinya membuat Anggun muak. Waktu yang ia lalui seakan tak bergerak. Rasanya ia sudah tak sabar ingin ke luar dari rumah. Anggun berencana setelah ujian akhir sekolah akan mencari pekerjaan saja. Untuk melanjutkan pendidikan Anggun akan memikirkan nanti, yang terpenting baginya saat ini segera angkat kaki dari rumah papanya. Tepatnya bulan depan ujian akhir sekolah akan dilaksanakan. Dan Anggun sudah menanti-nanti hal itu.

Akmal yang merasa usahanya sia-sia untuk meluluhkan hati Anggun akhirnya memilih bersikap acuh. Hampir tiga minggu lamanya mereka tak bicara. Akmal sendiri disibukkan dengan pekerjaan di kantor dan saat di rumah perhatiannya fokus kepada Intan yang mengalami morning sickness. Anggun sendiri lebih banyak menghabiskan waktu di kamar ketika berada di rumah. Kegiatan Anggun di sekolah juga mengharuskannya pulang sore setiap hari untuk mendapatkan pelajaran tambahan sebagai persiapan menghadapi ujian.

"Gun kamu serius mau kerja setelah lulus? Nggak kuliah dulu?" cecar Jessica saat mendengarkan curhatan hati sahabatnya.

"Daripada kerja mending nikah aja. Cari sandaran yang kuat Gun. Cari duren sawit lah biar hidup terjamin!" sahut Wulan mengingat pengakuan Anggun sebelumnya.

"Apaan duren sawit???" Anggun dan Jessica serempak bertanya.

"Duren sawit. Duda keren sarang duit!" papar Wulan dengan tersenyum lebar.

"Sableng!" Kembali Jessica dan Anggun berujar.

"Entar malam hangout yuk!" ajak Anggun mengalihkan obrolan absurd mereka. Dari dua pilihan yang disebut di atas memang pernah Anggun ucapkan, tapi untuk serius 100%? Jelas tidak. Anggun hanya asal bicara tanpa pikir panjang. Di dalam otaknya hanya dipenuhi cara untuk segera angkat kaki dari rumahnya dan dua pilihan itulah yang menurutnya masuk akal.

"Ok siap!" Kita kumpul di rumah Jessica aja ya?" balas Wulan dengan antusias. Sudah lama sekali mereka tidak bersenang-senang. Setelah beberapa waktu serius dengan materi ujian dan latihan soal tentu saja mereka sangat membutuhkan hiburan.

"Siap!!" sahut Jessica dan Anggun dengan penuh semangat.

***

Karena tidak ingin mendapatkan masalah baru Anggun pulang sekolah tepat waktu. Pukul 2 siang Anggun sudah bersantai di rumah. Nanti selepas waktu magrib Anggun baru akan pamit kepada papanya. Ya walaupun ia sadar jika papanya sekarang lebih bersikap acuh padanya. Tapi meminta izin ke luar rumah harus tetap Anggun lakukan demi menghormati orang tuanya tersebut.

Saat azan magrib berkumandang Anggun segera mengambil air wudhu dan salat. Tak butuh waktu lama Anggun menyelesaikan kewajiban sebagai seorang muslimah tersebut kemudian segera berganti pakaian. Seperti biasa Anggun memilih pakaian kasual untuk penampilannya. Celana jeans dipadu dengan kaos dan jaket.

Dirasa sudah siap Anggun bergegas ke luar dari kamar untuk menemui Akmal. Pemandangan yang membuat Anggun tidak betah di rumah kembali disaksikannya. Akmal tengah bercanda bersama istri mudanya di ruang keluarga. Sembari menghela napas panjang Anggun mendekat.

"Pa, Anggun mau ke luar sama Jessica dan Wulan sebentar," pamit Anggun yang seketika membuat Akmal menoleh, menatap ke arah Anggun.

"Ok. Jangan pulang larut malam!" balas Akmal dengan santai. Laki-laki itu mengenal dua sahabat putrinya. Jadi sedikitpun Akmal tidak menaruh curiga atau merasa khawatir. Kedua sahabat putrinya adalah remaja baik-baik di mata Akmal. Justru hanya Anggun yang selama ini menjadi biang onar di sekolah mereka.

"Iya Pa," sahut Anggun singkat lalu segera menyalami pasangan tersebut dan bergegas pergi.

***

"Lets go!" teriak Jessica saat mereka bertiga sudah berada di dalam mobilnya.

Dalam perjalanan mereka bertiga bernyanyi mengikuti musik yang mengalun di dalam mobil dengan bersemangat. Sama semangatnya dengan para muda-mudi yang memenuhi jalan raya demi menikmati waktu malam minggu bersama pasangan atau teman-temannya. Sebelum ke tempat tujuan utama mereka mampir terlebih dahulu ke kafe untuk sekadar membeli makanan ringan dan minuman. Lagipula tempat tujuan utama mereka baru akan buka pukul 9 malam nanti.

Waktu yang mereka nanti-nantikan pun tiba. Tak butuh waktu lama mereka pun sampai di tempat tujuan. Gegas mereka turun dari mobil.

"Akhirnya kita bisa datang lagi ke sini!" ujar Anggun lalu membaca tulisan besar di depannya. "Butterfly Club!"

"Eh bentar!" cegah Anggun saat mereka baru melangkah.

"Ada apa sih?" kesal Wulan yang sudah tak sabar ingin memasuki klub malam.

"Aku lupa belum matikan ponsel," jawab Anggun yang sontak membuat kedua sahabatnya menatap penuh makna.

"Jangan bilang ka..."

"Lets Go!!! potong Anggun sebelum Jessica dan Wulan mencecarnya dengan pertanyaan. Malam ini Anggun ingin bersenang-senang dengan sepuasnya. 
 

*****

Part 11 

Plak...

"Astaghfirullahalazim Anggun. Sejak kecil Papa sudah membekali kamu dengan ilmu agama. Kamu tahu jika apa yang kamu minum itu haram!" bentak Akmal setelah melayangkan tamparan keras di pipi Anggun.

Tangan Akmal tampak bergetar hebat ketika menyadari jika apa yang dilakukannya telah menorehkan luka semakin dalam pada putrinya. Ditatapnya mata Anggun yang tampak berkaca-kaca berbalut kebencian. Akmal tertegun kemudian mencoba meraih tubuh Anggun. Namun seketika itu juga Anggun mengambil langkah mundur seraya menahan rasa sakit di hatinya. Rasa panas di pipinya tak seberapa dibandingkan dengan luka yang diciptakan oleh laki-laki di hadapannya.

"Pa Papa!" ucap Akmal dengan terbata saat melihat jejak jari di pipi putrinya. "Maafkan Papa!" imbuh Akmal seraya menatap telapak tangan yang hanya demi menuruti emosi telah melukai putri kesayangannya.

Gegas Anggun menyeka air mata yang membasahi pipinya dengan kasar. Lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun Anggun berbalik badan dan ke luar dari rumah dengan berlari.

"Anggun!" panggil Akmal seraya menyusul langkah Anggun. Intan yang mendengar keributan segera ke luar dari kamar. Tadi suaminya pamit ke luar dari kamar untuk mengambil air putih di dapur tapi tiba-tiba terdengar keributan.

Tanpa mengindahkan panggilan papanya Anggun segera menghidupkan mesin motor lalu pergi.

"Papa jahat!" gumam Anggun seraya mengusap air mata yang terus meluncur bebas di pipinya. Seharusnya papanya mau mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu, bukan langsung memarahi dan menamparnya.

Tak peduli tengah malam Anggun mengendarai motornya tanpa tujuan hingga akhirnya ia lelah dan berhenti di alun-alun kota. Satu-satunya tempat yang masih memiliki pengunjung. Anggun menghentikan motornya di bawah pohon yang sepi lalu menangis sepuasnya di sana. Tak mempedulikan para laki-laki yang berada tak jauh dari tempatnya berada. Salah satu laki-laki dari club motor tersebut tiba-tiba mendekat tanpa Anggun sadari.

"Neng, malam-malam kok di sini sendirian?" ucap laki-laki tersebut yang sontak membuat Anggun terkejut. Gegas Anggun mengusap jejak basah di wajahnya. "Bahaya Neng. Mana di sini laki-laki semua loh. Buruan pulang!" imbuh laki-laki itu seraya menatap punggung Anggun yang tampak bergetar. Gadis itu duduk di atas motornya tanpa melepaskan helm.

"Bukan urusan kamu! Sana perg..!" sahut Anggun seraya menoleh. Namun belum sempat menyelesaikan kalimatnya Anggun dibuat terkejut bukan main saat mengenali wajah laki-laki itu. Meskipun dalam pencahayaan yang redup Anggun bisa melihat dengan jelas jika laki-laki itu pun merasakan hal yang sama.

"Ka kamu?!" Spontan mereka berdua berbicara seraya menunjuk dengan jari telunjuknya. Pasalnya itu bukan pertemuan pertama mereka.

"Ayo saya antar pulang. Di sini tidak aman untuk gadis seperti kamu!" ucap laki-laki itu mendahului Anggun yang juga akan berbicara.

Anggun mendengus kesal. Tanpa ingin menciptakan masalah baru Anggun segera memutar kunci lalu melajukan motornya meninggal tempat tersebut. Laki-laki itu pun lantas kembali bersama teman-temannya, tapi kemudian pergi dengan mengendarai motornya.

"Kenapa juga harus ketemu polisi resek itu lagi sih!" gerutu Anggun seraya mengendarai motornya.

Seperti tadi. Sekarang pun Anggun tak tahu harus pergi ke mana lagi. Ke rumah Jessica dan Wulan tentu saja tidak mungkin, yang ada ia akan dicecar oleh orang tua mereka karena keluyuran di tengah malam. Anggun kemudian menilik jam digital pada motor vespa modern miliknya. "Ya ampun sudah jam 1 trus aku harus ke mana ini?" Anggun mulai bingung dan merasa khawatir.

Apa yang dikatakan polisi muda tadi benar. Keluyuran di waktu seperti ini sangat berbahaya bagi gadis sepertinya. Mendadak Anggun takut saat mengingat banyaknya kasus penculikan dan pemerkosaan yang menimpa para remaja yang disiarkan di TV ataupun di sosial media. Karena rasa takut itu Anggun menambah kecepatan motornya menuju rumah ibu kandungnya. Urusan dimarahi dipikirkan nanti, hal terpenting sekarang ia harus berada di tempat yang aman.

Biasanya Anggun tidak pernah mengendarai motor dengan kecepatan lebih dari 100 km/jam. Tapi kali ini Anggun memutar gasnya lebih dari angka tersebut. Sampai-sampai udara dingin tak sedikitpun dirasakan oleh Anggun hingga sampailah ia di depan gerbang rumah ibu kandungnya.

"Akhirnya sampai juga!" ucap Anggun seraya mematikan mesin motornya.

Tak jauh dari sana seorang laki-laki dengan motor sportnya memperhatikan Anggun. Setelah memastikan gadis yang sejak tadi diikutinya sampai tujuan dengan selamat barulah laki-laki itu pergi.

Mengenyahkan perasaan ragu, Anggun menekan bel di hadapannya. Anggun berharap kedatangannya di rumah tersebut tidak akan membuat masalah. Namun tak hanya cukup sekali Anggun menekan bel hingga akhirnya suara kunci gerbang terbuka.

"Kenapa kamu datang selarut ini?" todong seorang laki-laki di hadapannya seraya menatap tajam ke arah Anggun.

"Maaf ganggu tidur kamu. Aku ingin bertemu dengan Mama," balas Anggun tanpa menghiraukan tatapan dingin laki-laki di hadapannya.

Laki-laki berusia satu tahun lebih tua darinya tersebut lantas membuka gerbang dan Anggun segera membawa motornya masuk. Kembali laki-laki itu mengunci gerbang dan menyusul Anggun yang sedang mendorong motornya.

"Kamu parkirkan di situ aja motornya!" ucapnya lalu membuka pintu rumah.

Tanpa kata Anggun menurut dengan mengikuti laki-laki itu memasuki rumah.

"Sebaiknya kamu istirahat di ruang tamu. Tante Zulia dan Papa sedang pergi ke luar kota," ucap laki-laki bernama Samuel yang tak lain adalah saudara tiri Anggun.

"Baiklah, thanks!" balas Anggun seraya merutuki diri sendiri dalam hati. Anggun sampai lupa jika mamanya sedang tidak ada di rumah. Bahkan mereka sudah membuat janji akan bertemu di hari Senin sore.

"Klo butuh apa-apa kamu bisa cari sendiri!" sahut Samuel lantas menaiki tangga yang menghubungkan ke arah kamarnya.

Anggun menatap kepergian Samuel barulah masuk ke dalam kamar tamu yang biasa ia tempati ketika menginap di sana. Sebenarnya Anggun juga memiliki kamar sendiri di rumah tersebut, tepatnya bersebelahan dengan kamar Samuel. Tapi karena sambutan tak bersahabat Samuel sejak pertama kali mereka bertemu membuat Anggun enggan berdekatan dengan laki-laki tersebut.

***

Karena tidak bisa tidur Anggun akhirnya bangun lalu menuju dapur. Ia ingin meminum sesuatu yang hangat untuk menghilangkan rasa mual yang dirasakannya. Tak lama cokelat panas pun jadi. Anggun duduk di pantry seraya menatap kepul panas dari minuman favoritnya. Seraya bertopang dagu Anggun mengaduk lalu menyesapnya dengan menggunakan sendok.

Hanya suara detik jam dinding yang kini menemani Anggun. Padahal waktu masih menunjukkan pukul 3 dini hari. Tapi rasa kantuk tak juga menyambangi Anggun. Pikirannya benar-benar kacau kali ini karena perbuatan kasar papanya. Kruk... Tiba-tiba perut Anggun berbunyi. Terpaksa Anggun bangkit lalu membuka kulkas, mencari makanan yang mampu mengganjal perutnya yang lapar untuk sementara. 

Anggun kemudian mengambil buah apel dan jeruk lalu dibawa ke pantry. Sembari mengupas buah jeruk Anggun kembali mengingat perbuatan papanya tadi. Air mata Anggun pun kembali berjatuhan membasahi pipi. Tapi hal itu tak membuat Anggun berhenti, gadis itu menangis seraya memakan dua buah tersebut hingga habis. Begitupun dengan secangkir cokelat yang telah tandas dari wadahnya.

Tanpa sadar Anggun tertidur dengan posisi menunduk, bertumpu pada kedua tangannya di atas meja pantry hingga pagi. Samuel yang baru bangun seketika terkejut saat melihat Anggun. Namun begitu laki-laki itu memilih bersikap acuh. Ia kembali masuk ke dalam kamarnya. Samuel sangat membenci siapapun yang berhubungan dengan mama tirinya, termasuk Anggun meskipun ia tahu gadis itu juga hanya sebagai korban seperti dirinya.

"Jam berapa ini?" gumam Anggun seraya mengangkat kepala dan menggeliat. Tubuhnya tak hanya terasa kebas, tapi seperti mati rasa karena posisi tidurnya yang salah.

Ternyata di luar sudah tampak terang. Cahaya itu jelas terlihat dari celah jendela dapur. Anggun segera menengok ke arah jam dinding berada.

"Ya ampun. Bisa-bisanya aku ketiduran." Anggun segera membersihkan dapur. "Kemana para pembantu Mama?" gumam Anggun yang baru sadar jika rumah tersebut benar-benar sepi.

Byur... Anggun terkejut saat mendengar suara dari arah kolam renang. Gegas Anggun menuju sana untuk memastikan jika Samuel lah yang sedang berenang.

Melihat kedatangan Anggun, Samuel segera menepi lalu berujar, "Di rumah sedang tidak ada orang. Aku sudah pesan makanan secara online untuk sarapan kita berdua. Nanti klo ada kurir datang kamu terima."

Otomatis kepala Anggun mengangguk lalu segera pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri. Di kamarnya Anggun mendengar ponselnya berdering. Gegas Anggun memeriksa, dan nama Jessica tertera di sana. Jangan ditanya banyaknya panggilan masuk tak terjawab di ponsel milik Anggun. Bukannya menerima telepon dari sahabatnya Anggun justru hanya menatapnya hingga berhenti berdering. Dari sekian panggilan, papanya lah yang mendominasi.

***

Setelah mandi Anggun segera ke luar dari kamar. Ia berharap sarapan untuknya sudah datang. Namun Anggun harus merasa kecewa karena di atas meja makan belum juga tersedia makanan. Gegas Anggun menuju kolam renang untuk mencari Samuel. Tapi saudara tirinya tersebut sudah tidak ada di sana. Tak ingin mengganggu Samuel Anggun berinisiatif akan memasak mie instant, karena hanya itulah satu-satunya pekerjaan dapur yang ia bisa. Selama ini mana pernah Anggun melakukan pekerjaan dapur. Ia mau menyentuh perkakas dapur hanya ketika berada di rumah neneknya. Itupun hanya sekadar membantu saja.

Anggun menatap ke arah tangga, berharap Samuel turun untuk sekadar menawarinya makan mie instant. Tapi laki-laki itu tak juga menampakkan batang hidungnya sedangkan perutnya sudah sangat lapar. Menemui Samuel ke kamarnya sama saja mencari masalah. Jadi Anggun mengurungkan niat baiknya. Lagipula apapun yang dilakukannya tidak pernah membuat laki-laki itu mau menerimanya.

Langkah kaki Anggun tiba-tiba berhenti di depan ruang kerja ayah tirinya. Entah mengapa ia ingin sekali masuk ke sana. Anggun mendekat, lalu sebelum membuka pintu di hadapannya ia edarkan pandangan ke seluruh tempat yang mampu dijangkau oleh kedua matanya. Jangan sampai Samuel memergokinya masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Wow keren!" puji Anggun setelah masuk dan melihat banyaknya buku dari berbagai jenis tertata rapi dalam rak. Ternyata ayah tirinya suka membaca.

Namun tiba-tiba perhatian Anggun berhenti pada sebuah bingkai foto yang terdapat di atas meja kerja. Diraihnya bingkai foto tersebut. Di sana terdapat gambar mamanya bersama seorang laki-laki yang saat ini menjadi suaminya. Namun bukan kemesraan mereka yang membuat Anggun penasaran tapi jaket yang dikenakan oleh mamanya dalam foto tersebut. Jaket itu adalah hadiah dari papanya, jaket yang sama dengan miliknya. Jaket couple milik mereka bertiga.

Mata Anggun seketika membulat saat membaca waktu yang tertera di bagian sudut bawah foto. Tulisan yang tertera menunjukkan waktu 3 tahun yang lalu padahal usia pernikahan mamanya dan ayah tirinya baru sekitar 2 tahun berjalan.

"Jangan bilang kalau kamu tidak tahu jika mereka adalah pasangan selingkuh?!!" ucap Samuel yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu.

Tubuh Anggun membeku di tempat. Kehadiran Samuel benar-benar tak disadarinya. Namun bukan kehadiran laki-laki itu yang membuat dunia Anggun berhenti berputar melainkan kalimat menjijikkan yang baru saja didengarnya.

"Ternyata kamu juga bodoh seperti yang lain!" 
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya Siswi Badung vs Guru BK 8-9
0
0
Part 8 : Desakan NenekPart 9 : Ide Gila Anggun
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan