
Keping 2 : Terjebak Pesona CEO
Kita akan ditemani cerita Bagas dan Nidya. Siap-siap dibuat baper ya😁
"Mari Pak!" ucap Nidya tepat di depan meja Bagas. Bagas berbalik dari kursi kebesarannya lalu berdiri mendekati Nidya sambil membenarkan jas, menatap Nidya dengan tatapan tak terbaca. Untuk ukuran Bagas, Nidya terbilang mungil dengan tinggi badan hanya mencapai 155 cm sedangkan Bagas 185 cm. Jadi hanya sebatas dada Bagas sehingga membuatnya harus menunduk hanya demi menatap gadis cantik itu.
"Kamu semakin cantik!" bisik Bagas tepat di telinga Nidya yang seketika membuat jantung Nidya berkejaran, melihat ekspresi gugup Nidya, Bagas segera berjalan ke luar ruangannya dan menuju lift dengan ekspresi datar. Seketika Bagas teringat ketika masih masa SMA dulu, ia sering sekali menggoda guru matematika kesayangannya itu.
"Bagas tolong bawakan buku tugas ini ke kantor saya!" perintah Nidya pada ketua kelas IPA -1 SMA Pelita Harapan.
"Baik Miss Nidya," balas Bagas lalu beranjak dari bangkunya, mengangkat buku tugas teman sekelasnya lantas mengikuti langkah Nidya hingga ke kantor guru. Gegas Bagas meletakkan buku tugas itu di atas meja gurunya tersebut.
"Makasih ya Bagas!" ujar Nidya seraya duduk di kursinya.
Dulu Nidya adalah guru PKL terpopuler karena kecantikan dan kreativitasnya saat mengolah kelas, matematika yang biasanya menjadi pelajaran yang tak disukai para siswa. Di tangan Nidya pelajaran matematika menjadi menyenangkan dengan berbagai kuis dan permainan. Namun, sisi lain Nidya yang menyeramkan akan tiba-tiba muncul saat ada yang berani mengusiknya saat pelajaran, ekspresi datar dan dingin akan bertahan hingga jam pelajaran usai.
"Miss cantik deh,,mau nggak jadi calon istri saya?" goda Bagas yang seketika membuat wajah Nidya memerah karena marah.
"Dasar ya kecil-kecil udah berani bicara tentang istri, sekolah yang bener dulu sana!" jawab Nidya dengan ketus.
"Kata siapa Miss saya kecil?" Bagas semakin menggoda Nidya dengan menyejajarkan tubuhnya di depan wanita itu. Otomatis Nidya semakin geram karena merasa di bully secara fisik oleh siswanya sendiri.
"Awas ya kamu!" ancam Nidya seraya hendak meraih telinga Bagas namun karena tubuh Nidya yang mungil tangannya tak bisa menjangkaunya.
"Tuh kan Miss nggak sampai! Pokoknya Miss bakalan jadi istri saya," balas Bagas lalu segera pergi sebelum guru kesayangannya itu mengamuk. Saat Bagas berlari menjauh Nidya tersenyum penuh arti sembari memandangi punggung Bagas yang menjauh. Tak bisa dipungkiri Bagas memang tampan dengan wajah ala opa-opa Korea. Ditambah postur tubuh yang tinggi membuatnya terlihat semakin menarik.
"Sadar Nidya dia tuh siswa kamu! " peringat hati Nidya. Ia segera tersadar dan mencoba mengenyahkan pikiran tentang Bagas.
Brukk.. Karena tak fokus Nidya menabrak punggung Bagas yang berhenti di depan lift. Bisa-bisa ia justru terlarut dalam ingatan masa lalu mereka ketika masih berstatus sebagai guru dan murid.
"Maaf Pak saya tidak sengaja!" ucap Nidya terbata. Nidya takut bosnya akan marah karena kecerobohannya. Nidya sendiri merasa bingung dan tidak nyaman bekerja kepada orang yang pernah singgah di hatinya. Ia takut tidak bisa bekerja secara profesional, padahal di tempat kerja sebelumnya ia adalah sekretaris andalan di perusahaan, semua pekerjaannya selalu memuaskan. Tapi mengapa kali ini ia merasa sangat gugup.
Tanpa menjawab, Bagas memasuki lift yang telah terbuka dan diikuti oleh Nidya di belakangnya.
"Sini, kamu jangan berdiri di belakang saya!" Bagas menarik tangan Nidya hingga wanita itu terhenyak. Perlahan Nidya melepaskan genggaman tangan Bagas.
"Maaf Pak!" ucap Nidya sedikit sinis, sejak memutuskan berhijab Nidya selalu menjaga jarak dengan pria yang bukan mahramnya. Ia benar-benar ingin bertaubat atas dosa yang telah ia lakukan dulu bersama Bagas. Karena dosa itulah hingga sekarang Nidya tidak berani menjalin hubungan dengan pria manapun apalagi sampai menikah.
Di usianya yang ke 28 tahun bukan hanya sekali saja seorang pria ingin meminangnya, bahkan orang tuanya sudah berulang kali mencoba menjodohkan dirinya dengan pria pilihan mereka tapi Nidya selalu menolak, entah mengapa sulit rasanya untuk Nidya jatuh cinta lagi.
Saat Bagas duduk di kursi kemudi Nidya bingung antara duduk di samping atau di belakang, akhirnya ia memutuskan duduk di belakang.
"Ngapain kamu duduk di belakang? emangnya saya supir kamu?" protes Bagas tanpa menoleh, cukup ia amati wajah Nidya yang memerah karena kesal dari balik kaca spion mobil. Bagas tersenyum simpul saat Nidya ke luar dan berpindah duduk di samping kursi kemudi. Bagas puas bisa menjahili lagi wanita pujaan hatinya. Tadi ia sengaja menyuruh Pak Rahmat supir pribadinya untuk istirahat. Bagas ingin berdua saja bersama sekretaris barunya yang sangat menarik untuk digoda.
Tepat di depan restoran mewah mobil yang mereka tumpangi berhenti, saat Nidya hendak membuka pintu mobil tiba-tiba Bagas melarangnya.
"Kamu tunggu di mobil saja!" perintah Bagas dengan tegas.
"Baik Pak!" jawab Nidya dengan mengurai senyuman. Dengan sengaja Bagas mendekat ke wajah Nidya.
"Jangan sekali-kali tersenyum seperti itu di depan pria lain!" lirih Bagas lalu menjentikkan jari di kening Nidya yang masih mematung. Setelah menutup pintu mobil Bagas menghampiri seorang wanita cantik berbaju pink dengan motif flowers selutut yang sudah berdiri di depan restoran.
Melihat Bagas mencium pipi kiri dan kanan wanita itu membuat hati Nidya gelisah, apalagi Bagas tampak bahagia seraya merangkul bahunya. Begitupun tangan wanita cantik itu yang melingkar di perut Bagas dengan mesra. Nidya sadar, Bagas pasti sudah melupakan dirinya, cinta di antara mereka dulu hanya terjalin dalam hitungan hari. Sangat singkat, hanya selama tiga hari mereka menghabiskan waktu bersama dan setelah itu Nidya pergi tanpa kata.
Sambil menunggu Bagas yang sedang makan siang bersama pacarnya, pacar menurut Nidya. Ia pasang earphones di kedua telinga demi menghibur hatinya yang tiba-tiba bergerimis karena mengenang kisah cintanya bersama Bagas yang berakhir begitu saja tanpa kata.
Tiga puluh menit berlalu Bagas tak kunjung ke luar dari restoran, membuat Nidya kesal. Bukankah tadi bosnya mengajak dirinya untuk menemui klien? Tapi ini justru ia dijadikan obat nyamuk oleh bosnya yang sedang berpacaran. Baru saja Nidya hendak turun dari mobil saat Bagas tiba-tiba muncul sambil menggandeng wanita tadi. Kemudian Bagas juga mengantar serta membukakan pintu mobil untuk wanita itu. Tak lupa mereka juga saling berpelukan dengan mesra.
"Nidya sadar, dia bukan Bagas yang dulu, sekarang dia adalah bosmu!" tegur hati Nidya demi menyadarkannya.
"Ini buat kamu, kamu pasti belum makan kan?" Bagas masuk ke dalam mobil dan menyerahkan nasi kotak dengan sebotol air dingin kepada Nidya.
"Terima kasih Pak Bagas!" balas Nidya seraya menerimanya.
Dalam hati Nidya menggerutu, "Iya enak Bapak pacaran di dalem la aku kepanasan di sini."
Dalam perjalanan kembali ke kantor suasana di dalam mobil sangat sunyi karena tak ada satupun dari mereka yang ingin membuka obrolan. Hingga tiba-tiba Nidya dibuat terkejut saat mobil sang bos berbelok memasuki area masjid. Sejujurnya dari tadi Nidya merasa resah karena belum melaksanakan salat dzuhur. Tapi ia tidak berani mengutarakan keinginannya kepada bosnya yang sejak tadi pagi bersikap dingin.
"Kita sholat dulu, kamu sholat atau ada halangan?" tanya Bagas tanpa menoleh ke arah Nidya.
"Sholat Pak!" jawab Nidya singkat.
"Kita jamaah!" ajak Bagas bernada perintah sedangkan Nidya hanya mengangguk lalu menuju tempat toilet wanita berada.
Tanpa sadar Nidya mengamati Bagas yang sedang berjalan ke arahnya. Pria itu kini jauh berbeda dengan Bagas yang dulu ketika masih berbadan tinggi kurus, pesona ala opa-opa Korea, sekarang dengan body goals yang very sexy, rasanya Nidya meleleh ditambah dadanan aura eksekutif muda yang memancar dari balutan jas mahalnya.
"Ehem.. Sudah siap?" Tiba-tiba dehaman Bagas menyadarkan lamunannya.
"Astagfirulloh," gumam Nidya dalam hati sambil mengangguk menjawab pertanyaan Bagas.
***
Sesampainya di kantor, Bagas langsung menuju ruangannya tanpa menyapa Ulfa yang berdiri memberi hormat, Ulfa keheranan melihat raut sumringah Bagas setelah ke luar makan siang bersama Nidya. Ulfa berbalik menatap Nidya yang berjalan jauh di belakang Bagas, melihat raut wajah Nidya lunglai Ulfa seketika merasa curiga, mungkinkah apa yang ia pikirkan tadi terjadi? Bagas mengerjai sekretaris barunya.
Nidya menuju meja kerjanya dengan lunglai, ia benar-benar lapar karena sejak tadi padi hanya memakan sepotong roti dan minum segelas susu. Tadi pagi karena saking semangatnya jam 7 tepat ia sudah sampai di kantor. Ia ingin memberikan kesan terbaik pada bos barunya.
"Kamu kenapa Nid? Habis ke luar sama bos kok muka kamu ketekuk gitu?" Ulfa mendekat karena penasaran.
"Aku lapar banget Fa, dari pagi belum makan eh tadi malah disuruh nungguin si bos pacaran!" jawab Nidya sambil membuka kotak makan yang tadi diberikan oleh Bagas.
"Serius Nid? Setahuku si bos nggak pernah punya pacar!" sahut Ulfa sambil berpikir keras, setahunya bos mudanya tidak pernah dekat dengan wanita manapun apalagi memiliki pacar. Pak Abimana dan Bu Marni bahkan bingung dengan sikap Bagas yang selalu menolak saat akan dijodohkan dengan wanita pilihan mereka. Nidya hanya mengangkat bahu tak perduli lalu menyantap makanannya.
"Ternyata Bagas masih ingat makanan kesukaanku!" Tanpa mempedulikan Ulfa yang bingung dengan ucapannya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
